PENERAPAN CYBER NOTARY DI INDONESIA DAN KEDUDUKAN
HUKUM AKTA NOTARIS BERBASIS CYBER NOTARY
Diajukan untuk memenuhi Tugas
Cyber Notary
Disusun oleh :
Siti Rahma Febrisa / E2B023024
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
MAGISTER KENOTARIATAN
PURWOKERTO
2024
Abstrak
Era globalisasi di Indonesia ditandai dengan era teknologi informsi dan
komunikasi (TIK). Implementasi berbasis digital ini sangat cepat
merambat ke berbagai indsutri profesi khususnya pada profesi notaris
membantu dalam pekerjaan. Pelaksanaan layanan notaris di era globalisasi
ini menuju pada berbasis elektronik yang disebut dengan cyber notary.
Notaris di Indonesia dengan adanya perkembangan sistem informasi dan
teknologi sangat mempengaruhi pekerjaannya sehingga memanfaatkan
konsep pelaksanaan cyber notary yang sangat membantu dalam
menjalankan fungsinya sebagai notaris, jadi dalam membuat akta autentik
dapat dilakukan dengan memalui aplikasi viritual (vidio coference).
Sebagaimana pada UU No. 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi
Elektronik yaitu manfaat teknologi online mempunyai manfaat bagi
notaris karena prosesnya lebih cepat, mudah dan efesien. Metode
Pendekatan yang digunakan menggunakan penelitian yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan perudang-undangan dan dan analisis
konsep hukum. Teknik Pengumpulan data yang digunakan.
Mengumpulkan semua dokumen dari bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Hasil Pembahasan ini adalah dikaitkan dengan
menggunakan cyber notary melalui teleconference tetap dikatakan sah
selama akta tersebut susuai dengan aturan perundang-undangan yang telah
mengaturnya, selain itu sistem elektronik yang bekerja dengan bak maka
akta yang dibuat juga dapat terjaga keautentikannya dengan formil dan
dapat dipertanggung jawabkan secara andal dan aman dan kehilangan
keautentikan suatu akta apabila dipalsukan maka kekuatan eksekutorialnya
ditangguhkan berdasarkan dalam hukum acara perdata. Kesimpulan
Cyber Notary dalam penerapannya di Indonesia tidak sepenuhnya
diterapakan karena peraturan yang mengatur tentang keadaan keautentikan
akta yang dibuat notaris dengan menggunakan sistem elektronik belum
ada dan belum diatur secara tegas.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah awal mula cyber notary dari gagasan American Bar
Association Information Security Committe pada tahun 1994.
Pengertian cyber notary yaitu yang ada pada negara cammon law
dengan konsep dan telah diimplementasikan juga pada negara cammon
law. Notaris (Public Notary) dalam jabatannya tidak diangkat oleh
pejabat yang berwenang serta tidak terkait dengan ketentuan format
dalam pembuatan akta yang diatur oleh Undang-Undang. Sedangkan
yang mencetuskan konsep Electronic-Notary adalah Delegasi Prancis
dalam Tarde Electronic Data Interchange System (TEDIS) Legal
Workshop-European Union pada tahun 1989 di Brussel sebagai pihak
yang menyajikan hakikatnya notaris independent record atas transaksi
elektonik yang dibuat oleh para pihak. Negara Indonesia yang
menganut civil law menyatakan akta autentik adalah akta yang dibuat
dan/atau dihadapan notaris sesuai dengan Pasal 1870/KUHPerdata
suatu alat bukti yang sempurna. Terdapat juga dalam Pasal 15 Ayat (3)
UU No. 2 Tahun 2014 jo. UUNo. 30 Than 2004 tentang Jabatan
Notaris adalah notaris memiliki kewenangan lain yang diatur pada
peraturan perundang-undangan, anatara lain yaitu kewenangan yang
dilakukan mensertifikasi transaksi dengan electronik (cyber notary).
Tetapi kemampuan mensertifikasi berbeda dengan melakukan akta
autentik yang telah dimuat dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata.1
Konsep cyber notary dimaknai sebagai notaris dalam
menjalankan tugas kewenangannya dalam jabatannya bisa menerapkan
teknologi informasi dalam membuat akta. Cyber berasal dari kata
cybernetic yaitu suatu bidang keilmuan yang menghubungkan ilmu
robotik, matematika, elektro, dan psikologi. Dalam menggunakan
1
Patricia Jessica, Cyber Notary Digitalisasi Tanda Tangan, (Yogyakarta: Depublish
Digital 2024), hlm 10.
cyber notary membawa dampak positif sekaligus membawa
permasalahan baru yaitu kaitannya dalam membuat akta autentik.
Munculnya akta elektronik ini disebabkan permasalahan yaitu katika
para penghadap yang diluar negeri yang tidak bisa hadir secara
langsung. Sebab itu, seiring perkembangan zaman modern yang
semakin pesat, sebagai pendukung kerja sama maka pemerintah
memberikan fasilitas tersebut.2
Era globalisasi di Indonesia ditandai dengan era teknologi
informsi dan komunikasi (TIK). Implementasi berbasis digital ini
sangat cepat merambat ke berbagai indsutri profesi khususnya pada
profesi notaris membantu dalam pekerjaan hanya melalui jaringan
internet dapat menyimpan semua informasi pekerjaan dalam satu
sistem, mengirim, komunikasi melalui media elektronik tanpa melalui
kertas dengan bantuan teknologi tersebut. Pelaksanaan layanan notaris
di era globalisasi ini menuju pada berbasis elektronik yang disebut
dengan cyber notary. Maka dari itu perlu adanya lanjutan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia guna untuk
perlindungan hukum terhadap para pihak dan notaris serta menajmin
kepastian, ketertiban terkait dengan akta yang dibuatnya.3
Notaris di Indonesia dengan adanya perkembangan sistem
informasi dan teknologi sangat mempengaruhi pekerjaannya sehingga
memanfaatkan konsep pelaksanaan cyber notary yang sangat
membantu dalam menjalankan fungsinya sebagai notaris, jadi dalam
membuat akta autentik dapat dilakukan dengan memalui aplikasi
viritual (vidio coference). Sebagaimana pada UU No. 11 Tahun 2008
Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu manfaat teknologi online
mempunyai manfaat bagi notaris karena prosesnya lebih cepat, mudah
2
Patricia Jessica, Op.Cit, hlm 10-11
3
Denny Femaldi Chastra, Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah Pembuatan
Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabtan Notaris, Jurnal Indonesian Notary, Vol. 3, No. 2,
(2012), hlm. 249
dan efesien. Secara hukum paradigma yang mendasari adalah UUJN
dibuat dengan konsep konvensional (tatap muka) menuju kerja yang
modern (tanpa tatap muka).4
Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya melalui
konsep cyber notary untuk membuat akta autentik, harus
menghadirkan dua orang saksi dan wajib membacakan akta dihadapan
penghadap. Tetapi pada Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Informasi
dan Transasksi Elektronik yang memberikan pengecualian terhadap
akta notaris dalam kontek dokumen elektronik sebagai alat bukti yang
sah hal ini berpotensi untuk menimbulkan permasalahan hukum bagi
notaris, baik secara adiministrasi, perdata maupun pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Penerapan Cyber Notary di Indonesia ?
2. Bagaimana kedudukan Hukum Akta Notaris Yang Berbasis Cyber
Notary?
C. Tujuan Penelitian
1. Bagaiamana Penerapan Cyber Notary di Indonesia ?
2. Bagaimana kedudukan Hukum Akta Notaris Yang Berbasis Cyber
Notary?
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan penelitian
yuridis normatif. Pengertian yuridis normatif yaitu penelitian yang
merujuk pada asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum, sistematika
hukum, sejarah dan perbedaan hukum.5 Sedangkan pendekatanya
4
Junita Fauliana dan Abdul Halim Barakatullah dll. Keudukan Hukum Akta Notaris
yang Menetapkan Konsep Cyber Notary di Masa pandamei Covid 19 di Indonesia, Jurnal Notary
Law. Vol 3, No, 1, (2022), hlm 249.
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta-UUI Press, 1986), hlm 51.
menggunakan pendekatan perudang-undangan dan dan analisis konsep
hukum.6 Mengumpulkan semua dokumen dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder ini merupakan ciri-ciri penelitian hukum
normatif.7 langkah selanjutnya data-data yang telah diperoleh
kemudian dianalisis oleh penulis dengan metode Deskriptif kualitatif.
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunkan bahan
pustaka yang terbagi dalam tiga bagian yaitu:
a. Primer
Bahan primer ini sebuah bahan yang utama dan wajib yang
harus digunakan dalam melakukan penelitian seperti Peraturan
perundang-undangan.8 Pada penulisan makalah ini penulis
menggunakan bahan primer yang merujk pada peraturan
perundnag-undagan sebagai berikut:
- Undang-ndang Nomor 30 Tahun 20004 Tentang Jabatan
Notaris
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan
Transaksi Elektronik yaitu manfaat teknologi.
b. Sekunder
Dalam menulis makalah ini penulis juga menggunakan
bahan sekunder. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang
diambil dari beberapa jurnal-jurnal hukum dan buku-buku yang
merujuk sekaligus menjadi petunjuk arah penulisan tersebut.9
c. Tersier
6
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2010), hlm.
93
7
Ibid, hlm. 52.
8
Peter Mahmud Marzuku, Peneltian Hukum, (Jakarta:Prenadamedia group, 2019), hlm.
181.
9
Ibid, hlm. 196.
Bahan hukum tersier yaitu bahan pendukung dari bahan
hukum sekunder dan bahan hukum primer seperti dari kamus
hukum.
E. Pembahasan
Penerapan Cyber Notary Dalam Membuat Akta di
Indonesia
Kemajuan teknoligi membrikan peluang yang sangat besar
terhadap masyarakat yang berkepentingan dalam banyak hal. Dengan
bergantinya era teknologo era 4.0 ini mencetuskan suatu inovasi yang
baru dalam berbagai sektor pelayanan publik. Pelayanan publik
merupakan hal yang mendasar yang berkaitan dengna kemudahan
pelayanan yang menciptakan berbasis teknologi yang mengedepankan
unsur-unsur pengehmatan, efisien dan evektifitas.10
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia mendirikan sebuah badan sistem komputerisasi berbadan
hukum (SABH).11 Kehadiran SABH ini dengan kecanggihannya sangat
menginspirasi dan mendukung pekerjaan notaris di era perdagangan
bebas. Serta adanya UU ITE yang mengatur tentang transaksi
elektronik melalui sistem e-commerce dan sistem ini juga mengatur
mekanisme tanda tangan secara elektronik. Di dalam aktivitas e-
commerce ini perjanjian yang dibuat para pihak perjanjian konvensinal
pada dasarnya sama akan tetapi perjanjian yang menggunakan e-
commerce disebut kontrak elektronik.12 Dengan adanya jasa layanan
10
R.A. Emma Nurita, Cyber Notary, pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikira,
Bandung : Refika Aditamma, 2012, hl. 12
11
Sistem Administrasi Badan Hukum,
http://www.sisminbakum.go.id/kumdang/newsla.php, diakses tanggal 22 Maret 2024
12
Prananto, Adjie, Layanan Notaris Secara Elektronik Dalam Masa Pandemi Covid,
Jurnal Spektrium Hukum, 2021, Vol. 18, No. hlm. 7
penyelenggara sertifikasi elektronik setiap orang dapat menggunakan
tanda tangan elektronik.
Pengembangan teknologi informasi ini jika dihubungkan
dengan penjelasan diatas maka teknologi berperan penting bagi
notaris/PPAT dalam membantu tugas dan jabatannya fungsi untuk
mengurangi hambatan dan efesien waktu. Akan tetapi pemanfaatan
teleconference dalam membuat akta autentik harus sejalan dengan
Undang-Undang, sehingga pemanfaatan pembuatan akta secra
elektronik berupa vidio conference dijamin keabsahannya.
Dalam memudahkan pelayanan notaris terhadap jabatannya di
era modern ini harus mennggunakan cyber notary. Dalam pembuatan
fisik akta dan proses pendaftaran badan hukum dengan menggunakan
komputer pertanda bahwa konsep cyber notary di Indonesia telah
digunakan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia mendirikan sebuah badan sistem komputerisasi berbadan
hukum (SABH).
Dapat dikatan bahwa Undang-Undangn Jabatan Notaris
memeberikan suatu kewenangan tambahan bagi notaris, yakni
mensertifikasikan transaksi yang dilakukan secara elektronik tanpa
penejelasan yang rinci bentuk konkret kewenangannya. Disisi lain
Undang-Undang Informasi dan Transaskis Elektronik justru menunjuk
notaris sebagai salah satu pihak yang bisa melakukan pemeriksaan
terhadap permohonan sertifikat elektronik.13
Cyber Notary yaitu tugas dan kewenangan yang dijalankan
oleh notaris yang berbasis teknologi informasi khususnya dalam
pembuatan akta.14 Berakiatan dengan tugas dan fungsi notaris diatur
dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN yang mengatur selain kewenangan yang
13
Op.Cit. Junita Faulina dan Abdul halim dkk, hlm. 252
14
Adjie, Habib, Konsep Notaris Menyantra Menghadapi Tantangan Persaingan Global,
Jurnal Hukum Republica, 2017. Vol. 16, No. 2, hlm. 214
dimaksdu pada ayat (1) dan (2), notaris mempunyai kewenangan lain
antara lain mensertifikasi transaksi membuat akta, ikrar wakaf, dan
hipotek pesawat terbang.15 Cyber notay ini ditujukan kepada notaris
yang telah diangkat secara resmi nerdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Cyber Notary di Indenesia telah dijalankan dalam contoh
bentuk pelaksanaanya yaitu dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Perseroan Terbatas aktanya yang menggunakan akta Relaas. Hal ini
dikarenakan dalam UUPT Pasal 77 UU No. 40 Tahun 2007
menyebutkan bahwa RUPS dapat dilakukan dengan media
telekonferensi, vidio konferensi atau menggunakan saran lain yang
bisa di dengar dan dilihat oleh peserta RUPS sehingga bisa
berpasrtisipasi dalam rapat. Selain itu, pembuatan akta dan proses
pendaftaran badan hukum dengan menggunakan komputer melalui
Sistem Administrasi Badan Hukum dan ini menandakan bahwa
penggunaannya telah diterapkan oleh notaris di Indonesia. SABH ini
menjalankan pelaporan wasiat dan pendaftaran badan hukum. 16 Cyber
notary ini kolaborasi antara pihak pemerintah dan ikatan notaris
indonesia dengan memanfaatkan teknologi dan infromasi untuk
melaksanakan sebagaimana tugas dan jabatannya notaris seperti,
melakukan digitalisasi, otentikasi, dan legalisasi berbagai dokumen.
tujuan yang dimaksud pemerintah untuk melakukan pembaharuan serta
perubahan mendasar adalah tercapainya layanan pemerintah yang baik
khususnya di bidang kenotariatan.
Legalitas atau Kedudukan Akta Yang Dibuat Oleh Notaris
Dengan Menggunakan Cyber Notary
15
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
16
Dewa Gede Prawira Buwan, Keabsahan Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Melalui
Teleconference, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 11, No. 1, 2022, hlm. 212
Berkaitan dengan akta autentik yang dibuat oleh notaris dalam
menjalankan jabatannya dengan menggunakan konsep cyber notary,
dua orang saksi harus dihadirkan dalam pelaksanaanya. Hal ini
berkaitan dengan Pasal 16 ayat (1) huruf (m) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa notaris wajib membacakan
akta dihadapan penghadap dengan dihadirkan dua orang saksi atau
empat orang saksi untuk akta wasiat dibawah tangan, dan ditanda
tangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Tetapi
pada Pasal 5 ayat (4 ) UU ITE mengecualikan akta notaris dalam
konteks elektronik, sebagai alat bukti yang sah sehingga hal ini akan
menimbulkan potensi permasalahan bagi para notaris.17 Hal tersebut
menunjukkan ketidakselarasan antara Pasal 15 dan Pasal 16 ayat (1)
huruf (m) dibandingkan dengan Pasal 15 ayyat (3) UUJN terlihat tidak
ada kesesuaian dan bertolak belakang karena notaris membuat akta
secara elektronik, membacakan akta secara online, penandatangannya
serta tidak adad saksi yang hadir, sehingga akta tersebut tidak
memenuhi unsur Psai 16 ayat (1). Seharusnya dengan penerapan
teknologi elektronik dalam pembuatan akta yang dilakukan secara
online harus membutuhkan landasan hukum untuk landasan berpijak
dan pasti bagi para notaris guna untuk menjamin kepastian hukum dan
tercapainya tujuan dalam membuat akta yang autentik berdasarkan
cyber notary.
Notaris dalam memberikan jasanya melalui cyber notary belum
dapat diterapkan sepenuhnya karena tidak adanya aturan yang tegas
yang mangatur hal itu serta tidak terpenuhinya syarat formil yang
menjadi pendukung kebasahan dari suatu akta yang seharusnya
mengacu pada UUJN sebagai berikut:18
1. Akta dibuat dihadapan pejabat yang berwenang
17
Ibid, hlm. 214
18
Op.cit. Junita Faulina dan Abdul halim dkk, hlm. 89
2. Akta harus dihadiri oleh para pihak
3. Akta dibacakan dan ditandatangani oleh notaris dan para
saksi
4. Para pihak dikenal dan diperkenalkan oleh notaris
5. Akta harus dihadiri para saksi
Selain berperan dalam pembuatan akta autentik notaris juga
memiliki kewenangan dalam pengesahan tanda tangan dan penetapan
kapasitas tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftrakan dalam
buki khusus. Ketentuan ini merupakan delegalisasi terhadap akta yang
dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang atau perorangan atau
para pihak yang bersangkutan diatas bermaterai cukup dengan jalan
pendaftaran dalam buku khusus yang dibuat oleh notaris itu sendiri.19
Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.” Pasal 1 angka 4
mengatur dokumen elektronik yaitu setiap informasi elektronik yang
dilakukan, disambungkan, dikrim disimpan dan diterima dalam suatu
bentuk analog dan dapat dilihat, didengar dan ditayangkan melalui
sistem elektronik, termasuk juga huruf, angka dan tanda dan sejenisnya
mampu dipahami oleh orang yang memahaminya. Dokumen elektronik
sesuai dengan unsur-unsur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu
mengatur bahwa yang dimaksud akta autentik harus terdapat 3 unsur
yaitu:20
1. Akta dibuat sesuai dengan bentuk yang telah diatur oleh
Undang-Undang. Maksudnya pembuatan harus memenuhi
ketentuan yang sesuai dengan Undang-Undang kalau tidak
19
Undang-Undang Jabtan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 15 ayat (2a)
20
Mahfuzatun Ni’mah Sona, Penerapan Cyber Notary Di Indonesia dan Kedudukan
Hukum Akta Notaris yang Berbasis Cyber Notary, Jurnal Universitas Islam Indonesia, Vol. 2 No.
3, hlm. 503
akta akan kehilangan ke otentisitasnya apabila unsurnya
tidak terpenuhi
2. Akta autentik dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Maksudnya pembuatan akta dihadapan notaris
menunjukkan bahwa akta yang dibuat itu atas permintaan
para pihak, sedangkan pejabat umum karena adanya suatu
pemeriksaan keputusan dan kejadian
3. Pejabat yang membuat akta harus berada dalam tempat
kedudukannya. Maksudnya akta yang dibuat harus
memiliki kewenagan ditempat akta tersebut dibuat.
Suatu akta dapat dikatakan sah apabila memenuhi sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang perubahan tentang jabatan notaris yang memuat awal akta,
badan akta dan akhir penutup akta.
Jadi jika dikaitkan dengan menggunakan cyber notary melalui
teleconference tetap dikatakan sah selama akta tersebut susuai dengan
aturan perundang-undangan yang telah mengaturnya, selain itu sistem
elektronik yang bekerja dengan bak maka akta yang dibuat juga dapat
terjaga keautentikannya dengan formil dan dapat dipertanggung
jawabkan secara andal dan aman dan kehilangan keautentikan suatu
akta apabila dipalsukan maka kekuatan eksekutorialnya ditangguhkan
berdasarkan dalam hukum acara perdata.
Pasal 1 angka 7 UUJN memberikan pernyataan secara tegas
bahwa akta notaris harus dibuat dihadapan notaris. Substansi dalam
pasal ini dapat disimpulkan bahawa dalam membuat akta wajib dibuat
dihadapan notaris dan para pihak ikut secara langsung berhadapan. Hal
ini yang menimbulkan polemik di masyarakat dalam pengaplikasian
cyber notary di Indonesia. Disampaikan oleh Edmon Makirim dalam
rapat Ikatan Notaris Indonesia (INI) menyatakan bahwa kehadiran para
penghadap ke notaris dan pengahdap yang dilakukan secara elektronik
atau melalui vidio conference sama halnya kehdiran secara fiyang
selama ini dipresepsikan, sebab melalui live atau bertatapan langsung
dengan pihak-pihak yang terkait yang dilibatkan dalam peembuatan
akta autentik.21
Akan tetapi pembuatan akta secra online hanya dapat berlaku
terhadap kalangan tertentu saja yaitu yang memahami teknologi.
Sedangkan untuk masyrakat yang tidak memahami teknelogi atau
masyarakat golongan lemah sulit tersentuh dan mereka harus membuat
kata secra manual atau konvensional. Dengan memperhatikan hal
tersebut maka penyuluhan hukum dari notaris sebagaimana ynag
diteorikan oleh A.W.Voor dan diamanatkan oleh Pasal 15 ayat (2e)
UUJN maka tidak akan berjalan dengan maksimal.
Dampak positif pengimplementasian konsep cyber notary yaitu
tentunya dalam pelaksanaan tugas notaris lebih cepat terselesaikan
juga mengehmat waktu, pelaksanaan tarnsaksi seperti membuat
akta/perjanjian hanya membutuhkan dokumen elektronik serta
meminimalisisr pengeluaran biaya karena tida ada biaya transportasi
yang dikeluarkan dan lain sebagainya dan memalui penerapan
playanan publik ini lebih efesien dibandingkan layanan secara
konvesnsional.
21
Fadhilah Rizqi dan Siti Nurul Intang Sari D, Implementasi Cyber Notary Di Indonesia
Ditinjau Dalam Upaya Refermasi Birokrasi Era 4.0, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, Vol. 5 No.
1. hlm. 43-44
Kesimpulan
Berdasarakan penjelasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Cyber Notary dalam penerapannya di Indonesia tidak sepenuhnya
diterapakan karena peraturan yang mengatur tentang keadaan
keautentikan akta yang dibuat notaris dengan menggunakan sistem
elektronik belum ada. Tetapi jika merujuk pada UUJN pada Pasal 15
ayat (3) “yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam
perundang-undangan” yaitu kewenangan mensertifikasi transaksi
secara elektronik (cyber notary), membuat akta ikrar wakaf, membuat
hipotek pesawat terbang.
2. Legalitas akta notaris yang beerbasis cyber notary jika dilihat dari
Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan hukum
positif di Indonesia tidak memiliki pembuktian yang sempurna, akta
yang dibuat melalui elektronik ini akan dianggap akta dibawah tangan.
Karena tidak memnuhi unsur keautentikan suatu akta sebagiamana
yang termuat dalam Pasal 1868 KUHPer dan UU tentang Informasi
dan Transaksi No. 11 Tahun 2008 belum tegas mengatur tentang hal
ini.
3. Pasal-Pasal antara UUJN, UUTE, dan UUPT yang tidak selaras
dengan terkait terkait kewenagan notaris untuk membuta akta secra
elektronik jelas m,enajdi terkendala sendiri untuk notaris menurut
Pasal 1868 KUHP Perdata akta autentik ini harus dibuat dihadapan
Notaris. Sebetulnya, sudah beberapa rujukan peraturan antar lain UU
Pelayanan Publik, UU Arsip dan sebenarnnya UU Admintrasi
Pemerintahan namun peraturan tersebut tidak mengatur tidak
melindungi cyber notary.
DAFTAR PUSTAKA
Jessica, Patricia Cyber Notary Digitalisasi Tanda Tangan, (Yogyakarta:
Depublish Digital 2024)
Chastra, Denny, Femaldi. Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah
Pembuatan Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabtan Notaris, Jurnal
Indonesian Notary, Vol. 3, No. 2, (2012)
Fauliana, Junita dan Barakatullah, Halim, Abdullah dll. Keudukan Hukum Akta
Notaris yang Menerapkan Konsep Cyber Notary di Masa pandamei Covid
19 di Indonesia, Jurnal Notary Law. Vol 3, No, 1, (2022)
Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta-UUI Press, 1986)
Mahmud, Peter, Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: PrenadaMedia Group,
2010)
Nurita, R.A, Emma, Cyber Notary, pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikira,
Bandung : Refika Aditamma, 2012, hl. 12
Sistem Administrasi Badan Hukum,
http://www.sisminbakum.go.id/kumdang/newsla.php, diakses tanggal 22
Maret 2024
Adjie, Prananto, Layanan Notaris Secara Elektronik Dalam Masa Pandemi Covid,
Jurnal Spektrium Hukum, 2021, Vol. 18, No. hlm. 7
Habib, Adjie, Konsep Notaris Menyantra Menghadapi Tantangan Persaingan
Global, Jurnal Hukum Republica, 2017. Vol. 16, No. 2.
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
Buwan, Prawira, Gede, Dewa, Keabsahan Akta Notaris Berbasis Cyber Notary
Melalui Teleconference, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 11, No. 1, 2022, hlm.
212
Undang-Undang Jabtan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 15 ayat (2a)
Sona, Ni;mah, Mahfuzatun. Penerapan Cyber Notary Di Indonesia dan
Kedudukan Hukum Akta Notaris yang Berbasis Cyber Notary, Jurnal
Universitas Islam Indonesia, Vol. 2 No. 3.
Rizqi, Fadhilalh dan D, Sari, Intanng, Nurul, Siti. Implementasi Cyber Notary Di
Indonesia Ditinjau Dalam Upaya Refermasi Birokrasi Era 4.0, Jurnal
Hukum dan Kenotariatan, Vol. 5 No. 1.