0% found this document useful (0 votes)
100 views15 pages

MELANIE KLEIN-PELOPOR ANALISIS ANAK (Melanie Klein-Pioneer of Child Analysis)

Klein mengembangkan teknik analitik yang inovatif dengan menggunakan permainan sebagai media utama. Ia menyadari bahwa anak-anak sering kali kesulitan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui kata-kata, sehingga permainan menjadi sarana komunikasi yang lebih alami dan efektif. Melalui observasi cermat terhadap perilaku bermain anak,

Uploaded by

Wahyono Saputro
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
100 views15 pages

MELANIE KLEIN-PELOPOR ANALISIS ANAK (Melanie Klein-Pioneer of Child Analysis)

Klein mengembangkan teknik analitik yang inovatif dengan menggunakan permainan sebagai media utama. Ia menyadari bahwa anak-anak sering kali kesulitan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui kata-kata, sehingga permainan menjadi sarana komunikasi yang lebih alami dan efektif. Melalui observasi cermat terhadap perilaku bermain anak,

Uploaded by

Wahyono Saputro
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 15

MELANIE KLEIN (1882-1960)

(Pelopor Analisis Anak)

Oleh: Wahyono Saputro*

English version is available, scroll down please

Cantumkan link tautan dan tanggal akses artikel untuk mengutip artikel ini sebagai referensi

PALEMBANG
2024

1
Melanie Klein, seorang psikoanalis Austria-Inggris, merupakan tokoh penting dalam

perkembangan psikoanalisis anak dan teori relasi objek. Lahir sebagai Melanie Reizes

di Wina pada tahun 1882, Klein mengalami masa kecil yang penuh tantangan, yang

kemudian mempengaruhi minatnya terhadap psikologi anak. Pada masanya, akses

perempuan terhadap pendidikan tinggi masih sangat terbatas. Klein menikah muda

pada usia 21 tahun dan memulai keluarga, yang lebih lanjut membatasi

kesempatannya untuk mengejar pendidikan formal (Segal, 2018). Perjalanan

profesionalnya dimulai setelah ia pindah ke Budapest dan menjalani analisis dengan

Sándor Ferenczi, yang mengenalkannya pada karya Sigmund Freud (Segal, 2018).

Pengalaman ini menjadi titik balik dalam karir Klein, membawanya pada kontribusi

revolusioner dalam bidang psikoanalisis anak.

Ketertarikan Klein pada psikoanalisis bermula dari pengalamannya membaca

karya Sigmund Freud "On Dreams" pada tahun 1914. Buku ini membuka perspektif

baru baginya tentang pemahaman pikiran manusia dan memotivasinya untuk

mendalami bidang ini lebih jauh (Spillius et al., 2011).

Sandor Ferenczi, seorang pionir psikoanalisis dan kolega dekat Freud,

memainkan peran krusial dalam perkembangan profesional Klein. Setelah pindah ke

Budapest pada tahun 1910, Klein bertemu Ferenczi dan mulai menjalani analisis

dengannya. Ferenczi tidak hanya menjadi analis Klein tetapi juga mentornya dalam

psikoanalisis (Grosskurth, 1986).

___________
*Penulis seorang tenaga pendidik di Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Banyuasin (NUPTK:3559753654200013)
dan penyuluh antikorupsi (PAK:915.0.00221.2024)

2
Pelatihan Klein dengan Ferenczi bersifat non-konvensional dan intensif. Berbeda

dengan program pelatihan formal, Klein belajar melalui kombinasi analisis pribadi,

diskusi teoretis, dan supervisi klinis langsung. Pendekatan ini memungkinkan Klein

untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang teori dan praktik

psikoanalisis sambil mengeksplorasi dinamika psikologisnya sendiri (Young-Bruehl,

1988).

Klein mengembangkan teknik analitik yang inovatif dengan menggunakan

permainan sebagai media utama. Ia menyadari bahwa anak-anak sering kali kesulitan

mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui kata-kata, sehingga

permainan menjadi sarana komunikasi yang lebih alami dan efektif. Melalui

observasi cermat terhadap perilaku bermain anak, Klein mampu

menginterpretasikan konflik internal, kecemasan, dan fantasi yang tidak disadari

oleh anak tersebut (Spillius et al., 2011). Pendekatan ini memungkinkan Klein untuk

mengakses dan memahami dunia batin anak dengan cara yang belum pernah

dilakukan sebelumnya dalam psikoanalisis.

Ferenczi dikenal dengan pendekatannya yang inovatif dan berani dalam

psikoanalisis. Ia mendorong Klein untuk mengembangkan idenya sendiri dan tidak

terlalu terikat pada dogma psikoanalitik yang ada. Pengaruh Ferenczi terlihat dalam

kesiapan Klein untuk mengeksplorasi area-area yang sebelumnya diabaikan dalam

psikoanalisis, seperti kehidupan batin bayi dan anak-anak (Hinshelwood, 2018).

Meskipun tidak memiliki latar belakang akademis formal, atau mungkin justru

karena itu, Klein mampu mengembangkan teori-teori orisinal yang menantang

ortodoksi psikoanalitik. Pendekatan non-tradisionalnya dalam belajar psikoanalisis

3
mungkin berkontribusi pada kebebasannya untuk berpikir di luar kerangka

konvensional (Likierman, 2001).

Salah satu kontribusi paling signifikan Klein adalah teorinya tentang

perkembangan psikoseksual yang dimulai jauh lebih awal daripada yang

dipostulasikan oleh Freud. Klein berpendapat bahwa kompleks Oedipus, sikap

paranoid, dan pembentukan superego terjadi pada masa bayi yang sangat awal,

bahkan sebelum usia satu tahun (Klein, 1946/1975). Teori ini menantang pemahaman

konvensional tentang perkembangan anak dan membuka perspektif baru dalam

memahami dinamika psikologis pada usia dini.

Klein mengajukan gagasan kontroversial tentang kesamaan antara kehidupan

mental bayi dan neurosis serta psikosis orang dewasa. Ia berpendapat bahwa bayi

mengalami kecemasan dan konflik internal yang intens, mirip dengan yang dialami

oleh orang dewasa dengan gangguan mental serius. Menurut Klein, perbedaannya

terletak pada kemampuan ego yang belum matang pada bayi untuk mengatasi

kecemasan tersebut (Hinshelwood, 2018). Pandangan ini membuka jalan bagi

pemahaman yang lebih mendalam tentang asal-usul gangguan mental dan potensi

intervensi dini.

Salah satu konsep kunci dalam teori Klein adalah mekanisme pertahanan

schizoid. Klein menggambarkan bagaimana bayi menggunakan mekanisme splitting

dan proyeksi untuk mengatasi kecemasan dan agresi. Dalam proses ini, bayi

memisahkan pengalaman "baik" dan "buruk", memproyeksikan aspek negatif ke

objek eksternal untuk melindungi diri dari kecemasan yang tidak tertahankan (Klein,

1946/1975). Pemahaman tentang mekanisme ini memberikan wawasan berharga

tentang perkembangan kepribadian dan patologi pada tahap awal kehidupan.


4
Klein juga mengembangkan konsep posisi paranoid-skizoid dan posisi depresif

sebagai tahapan perkembangan kritis dalam kehidupan awal. Posisi paranoid-skizoid,

yang terjadi pada beberapa bulan pertama kehidupan, ditandai oleh kecemasan

persekusi dan penggunaan mekanisme pertahanan primitif. Sebaliknya, posisi

depresif melibatkan pengakuan bahwa objek yang dicintai dan dibenci adalah sama,

mengarah pada perasaan bersalah dan keinginan untuk memperbaiki (Steiner, 2019).

Konsep ini memberikan kerangka kerja untuk memahami perkembangan emosional

dan kognitif anak.

Meskipun teori Klein sangat berpengaruh, ia juga menuai kritik. Beberapa

kritikus berpendapat bahwa Klein terlalu menekankan faktor bawaan dan

mengabaikan pengaruh lingkungan dalam perkembangan anak. Selain itu,

metodologinya dalam menginterpretasikan permainan anak dianggap terlalu

subjektif oleh beberapa pihak (Feldman, 2020). Kurangnya pendidikan formal Klein

sering menjadi target kritik dari rekan-rekan profesionalnya. Beberapa psikoanalisis

tradisional mempertanyakan kredibilitasnya dan menganggap teori-teorinya terlalu

spekulatif. Namun, Klein mampu mempertahankan posisinya melalui observasi klinis

yang cermat dan artikulasi teoretis yang kuat (Kristeva, 2001). Klein membuktikan

dirinya melalui keberhasilan praktik klinisnya, terutama dalam bekerja dengan anak-

anak. Kemampuannya untuk memahami dan menginterpretasikan dunia batin anak-

anak memberinya pengakuan di kalangan profesional, terlepas dari kurangnya

kredensial akademis formal (Mitchell & Black, 2016). Perjalanan non-tradisional Klein

dalam psikoanalisis mungkin berkontribusi pada perluasan bidang ini. Ia membuka

jalan bagi perspektif baru dan mendorong psikoanalisis untuk melihat melampaui

batasan-batasan konvensional dalam teori dan praktik (Rustin, 2020).


5
Pengaruh Klein terhadap praktik klinis sangat signifikan. Teknik bermainnya

telah diadaptasi dan dikembangkan oleh banyak terapis anak, menjadi pendekatan

standar dalam psikoterapi anak. Selain itu, pemahamannya tentang kehidupan batin

bayi telah mempengaruhi pendekatan dalam perawatan ibu-anak dan intervensi dini

untuk gangguan perkembangan (Rustin, 2020). Konsep-konsep Klein juga telah

diintegrasikan ke dalam berbagai modalitas terapi untuk orang dewasa, terutama

dalam memahami dan menangani gangguan kepribadian.

Dalam konteks Indonesia, teori Klein telah mendapat perhatian dan aplikasi

dalam bidang psikologi klinis dan perkembangan anak. Penelitian oleh Widyastuti

dan Poerwandari (2021) menunjukkan bagaimana konsep Klein tentang posisi

paranoid-skizoid dan depresif dapat diterapkan dalam memahami dinamika keluarga

di Indonesia, terutama dalam konteks pengasuhan anak. Studi ini menekankan

pentingnya mempertimbangkan faktor budaya dalam mengaplikasikan teori

psikoanalitik di setting non-Barat.

Konsep Melanie Klein tentang posisi paranoid-skizoid dan depresif

memberikan kerangka kerja yang berharga untuk memahami dinamika keluarga di

Indonesia, khususnya dalam konteks pengasuhan anak. Penerapan teori ini di setting

non-Barat seperti Indonesia memerlukan pertimbangan mendalam terhadap faktor-

faktor budaya yang memengaruhi pola pengasuhan dan interaksi keluarga.

Dalam konteks Indonesia, posisi paranoid-skizoid dapat terlihat dalam pola

pengasuhan yang sangat protektif dan cenderung membatasi otonomi anak. Hal ini

mungkin berakar pada nilai-nilai kolektivisme yang kuat dalam budaya Indonesia, di

mana keselamatan dan kesejahteraan anak dianggap sebagai tanggung jawab utama

keluarga. Orang tua mungkin mengalami kecemasan yang intens terkait dengan
6
ancaman potensial terhadap anak mereka, baik secara fisik maupun sosial.

Akibatnya, mereka mungkin menerapkan kontrol yang ketat dan membatasi

eksplorasi anak, yang dapat diinterpretasikan sebagai mekanisme splitting di mana

dunia luar dilihat sebagai "buruk" atau berbahaya, sementara lingkungan keluarga

dianggap sebagai satu-satunya tempat yang "aman".

Transisi ke posisi depresif dalam konteks pengasuhan di Indonesia mungkin

melibatkan proses yang kompleks, mengingat pentingnya harmoni keluarga dan

penghormatan terhadap hierarki dalam budaya Indonesia. Orang tua mungkin

mengalami konflik internal ketika mereka mulai mengenali bahwa anak mereka

adalah individu yang terpisah dengan kebutuhan dan keinginan sendiri. Proses ini

dapat menimbulkan perasaan bersalah dan kecemasan, terutama jika orang tua

merasa bahwa mereka telah terlalu membatasi anak atau gagal memenuhi ekspektasi

sosial tentang peran mereka sebagai orang tua. Namun, pengakuan ini juga dapat

membuka jalan bagi pengasuhan yang lebih empatik dan responsif, di mana orang

tua berusaha untuk menyeimbangkan kebutuhan akan perlindungan dengan

dukungan terhadap perkembangan otonomi anak.

Ilustrasi penerapan konsep Klein dalam konteks Indonesia dapat dilihat

melalui contoh berikut, sebuah keluarga di Jawa dengan anak perempuan berusia 7

tahun. Orang tua, terutama ibu, sangat protektif dan jarang mengizinkan anak

bermain di luar rumah tanpa pengawasan ketat. Ini mencerminkan posisi paranoid-

skizoid, di mana dunia luar dianggap penuh ancaman. Ketika anak mulai

menunjukkan keinginan untuk lebih mandiri dan bergaul dengan teman-temannya,

orang tua mengalami konflik internal. Mereka mulai menyadari pentingnya

kemandirian bagi perkembangan anak, namun juga merasa cemas dan bersalah
7
karena "mengabaikan" tanggung jawab melindungi anak. Proses ini menandai transisi

ke posisi depresif. Dengan bantuan konseling keluarga yang sensitif budaya, orang

tua belajar untuk menyeimbangkan perlindungan dengan pemberian otonomi yang

sesuai usia, sambil tetap menghormati nilai-nilai budaya mereka. Mereka mulai

mengizinkan anak bermain di luar dengan pengawasan yang lebih longgar dan

mendukung partisipasinya dalam kegiatan sekolah dan masyarakat, menunjukkan

perkembangan menuju pengasuhan yang lebih terintegrasi dan responsif.

Warisan intelektual Klein terus memengaruhi perkembangan psikoanalisis

dan psikologi anak hingga saat ini. Idenya tentang kehidupan batin bayi yang

kompleks telah membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang perkembangan

kognitif dan emosional anak usia dini. Selain itu, pemahamannya tentang hubungan

antara pengalaman awal dan psikopatologi dewasa terus menginspirasi penelitian

dalam bidang psikiatri perkembangan dan neurobiologi (Fonagy & Target, 2022).

Melanie Klein merupakan figur penting dalam sejarah psikoanalisis, yang

kontribusinya telah mengubah cara kita memahami perkembangan anak dan

dinamika psikologis manusia. Meskipun beberapa aspek teorinya tetap kontroversial,

pengaruhnya terhadap praktik klinis dan penelitian psikologis tidak dapat disangkal.

Warisan Klein mengingatkan kita akan kompleksitas kehidupan batin manusia sejak

usia dini dan pentingnya intervensi terapeutik yang sensitif dan berbasis pemahaman

mendalam tentang perkembangan anak.

8
Daftar Pustaka

1. Feldman, M. (2020). Klein. Routledge.

2. Fonagy, P., & Target, M. (2022). Playing with reality: The persistence of
enactment in developmental psychopathology. Journal of Child
Psychotherapy, 48(1), 1-21.

3. Hinshelwood, R. D. (2018). Research on the couch: Single-case studies,


subjectivity, and psychoanalytic knowledge. Routledge.

4. Klein, M. (1975). Notes on some schizoid mechanisms. In Envy and gratitude


and other works 1946-1963 (pp. 1-24). Hogarth Press and the Institute of
Psycho-Analysis. (Original work published 1946)

5. Rustin, M. (2020). Researching the unconscious: Principles of psychoanalytic


method. Routledge.

6. Segal, H. (2018). Introduction to the work of Melanie Klein. Routledge.

7. Spillius, E. B., Milton, J., Garvey, P., Couve, C., & Steiner, D. (2011). The new
dictionary of Kleinian thought. Routledge.

8. Steiner, J. (2019). Lectures on technique by Melanie Klein: Edited with critical


review by John Steiner. Routledge.

9. Widyastuti, T., & Poerwandari, E. K. (2021). Aplikasi teori relasi objek Melanie
Klein dalam memahami dinamika pengasuhan pada keluarga Indonesia. Jurnal
Psikologi Indonesia, 18(2), 145-160.

9
Melanie Klein, an Austrian-British psychoanalyst, was a key figure in the
development of child psychoanalysis and object relations theory. Born Melanie Reizes
in Vienna in 1882, Klein had a challenging childhood, which later influenced her
interest in child psychology. At the time, women's access to higher education was still
very limited. Klein married young at the age of 21 and started a family, which further
limited her opportunities to pursue formal education (Segal, 2018). Her professional
journey began after she moved to Budapest and underwent analysis with Sándor
Ferenczi, who introduced her to the work of Sigmund Freud (Segal, 2018). This
experience was a turning point in Klein's career, leading to her revolutionary
contributions to the field of child psychoanalysis.

Klein's interest in psychoanalysis began with her experience reading Sigmund Freud's
"On Dreams" in 1914. This book opened up new perspectives for her on
understanding the human mind and motivated her to explore the field further
(Spillius et al., 2011).

Sandor Ferenczi, a pioneer of psychoanalysis and a close colleague of Freud, played a


crucial role in Klein's professional development. After moving to Budapest in 1910,
Klein met Ferenczi and began analysis with him. Ferenczi became not only Klein's
analyst but also her mentor in psychoanalysis (Grosskurth, 1986).

Klein's training with Ferenczi was unconventional and intensive. Unlike formal
training programs, Klein learned through a combination of personal analysis,
theoretical discussions, and direct clinical supervision. This approach allowed Klein
to develop a deep understanding of psychoanalytic theory and practice while
exploring her own psychological dynamics (Young-Bruehl, 1988).

Klein developed innovative analytic techniques using play as the primary medium.
She recognized that children often have difficulty expressing their thoughts and
feelings through words, making play a more natural and effective means of
communication. Through careful observation of the child's play behavior, Klein was
able to interpret the child's unconscious internal conflicts, anxieties, and fantasies

10
(Spillius et al., 2011). This approach allowed Klein to access and understand the child's
inner world in a way that had never been done before in psychoanalysis.

Ferenczi was known for his innovative and bold approach to psychoanalysis. He
encouraged Klein to develop her own ideas and not be too tied to existing
psychoanalytic dogma. Ferenczi’s influence is evident in Klein’s willingness to explore
previously neglected areas of psychoanalysis, such as the inner lives of infants and
children (Hinshelwood, 2018).

Despite her lack of formal academic background, or perhaps because of it, Klein was
able to develop original theories that challenged psychoanalytic orthodoxy. Her non-
traditional approach to learning psychoanalysis may have contributed to her freedom
to think outside the conventional framework (Likierman, 2001).

One of Klein’s most significant contributions was her theory of psychosexual


development that began much earlier than Freud had postulated. Klein argued that
the Oedipus complex, paranoid attitudes, and the formation of the superego occur in
very early infancy, even before the age of one (Klein, 1946/1975). This theory
challenged conventional understandings of child development and opened up new
perspectives for understanding psychological dynamics in early childhood.

Klein put forward the controversial idea of similarities between the mental life of the
infant and adult neuroses and psychoses. She argued that infants experience intense
anxiety and internal conflict, similar to that experienced by adults with serious
mental disorders. The difference, Klein argued, lies in the infant’s immature ego’s
ability to cope with this anxiety (Hinshelwood, 2018). This view paved the way for a
deeper understanding of the origins of mental disorders and the potential for early
intervention.

One of the key concepts in Klein’s theory is the schizoid defense mechanism. Klein
described how infants use splitting and projection mechanisms to cope with anxiety
and aggression. In this process, infants separate “good” and “bad” experiences,
projecting the negative aspects onto external objects to protect themselves from

11
unbearable anxiety (Klein, 1946/1975). Understanding these mechanisms provides
valuable insights into personality development and pathology in early life.

Klein also developed the concepts of the paranoid-schizoid position and the
depressive position as critical developmental stages in early life. The paranoid-
schizoid position, which occurs in the first few months of life, is characterized by
persecution anxiety and the use of primitive defense mechanisms. In contrast, the
depressive position involves the recognition that the loved and hated objects are the
same, leading to feelings of guilt and a desire to repair (Steiner, 2019). These concepts
provide a framework for understanding children's emotional and cognitive
development. Although Klein's theories have been influential, they have also drawn
criticism. Some critics argue that Klein overemphasizes innate factors and ignores
environmental influences on child development. In addition, her methodology for
interpreting children's play has been considered too subjective by some (Feldman,
2020). Klein's lack of formal education has often been the target of criticism from her
professional peers. Some traditional psychoanalysts have questioned her credibility
and considered her theories too speculative. However, Klein was able to defend her
position through careful clinical observation and strong theoretical articulation
(Kristeva, 2001). Klein established herself through the success of her clinical practice,
especially in her work with children. Her ability to understand and interpret the
inner world of children earned her recognition among professionals, despite her lack
of formal academic credentials (Mitchell & Black, 2016). Klein’s non-traditional
journey in psychoanalysis may have contributed to the expansion of the field. She
paved the way for new perspectives and encouraged psychoanalysis to look beyond
conventional boundaries in theory and practice (Rustin, 2020).

Klein’s influence on clinical practice has been significant. Her play techniques have
been adapted and developed by many child therapists, becoming a standard
approach in child psychotherapy. In addition, her understanding of the inner life of
the infant has influenced approaches in mother-child care and early intervention for
developmental disorders (Rustin, 2020). Klein’s concepts have also been integrated

12
into various therapeutic modalities for adults, especially in understanding and
treating personality disorders.

In the Indonesian context, Klein’s theories have received attention and application in
the fields of clinical psychology and child development. Research by Widyastuti and
Poerwandari (2021) shows how Klein’s concepts of the paranoid-schizoid and
depressive positions can be applied in understanding family dynamics in Indonesia,
especially in the context of child care. This study emphasizes the importance of
considering cultural factors in applying psychoanalytic theory in non-Western
settings.

Melanie Klein’s concepts of the paranoid-schizoid and depressive positions provide a


valuable framework for understanding family dynamics in Indonesia, particularly in
the context of child rearing. Applying this theory to a non-Western setting such as
Indonesia requires careful consideration of the cultural factors that influence
parenting patterns and family interactions.

In the Indonesian context, the paranoid-schizoid position can be seen in parenting


patterns that are highly protective and tend to limit the child’s autonomy. This may
be rooted in strong collectivist values in Indonesian culture, where the child’s safety
and well-being are considered the primary responsibility of the family. Parents may
experience intense anxiety related to potential threats to their child, both physically
and socially. As a result, they may exercise tight control and limit the child’s
exploration, which can be interpreted as a splitting mechanism in which the outside
world is seen as “bad” or dangerous, while the family environment is seen as the only
“safe” place.

The transition to the depressive position in the context of Indonesian parenting may
involve a complex process, given the importance of family harmony and respect for
hierarchy in Indonesian culture. Parents may experience internal conflict as they
begin to recognize that their child is a separate individual with his or her own needs
and desires. This process can lead to feelings of guilt and anxiety, especially if parents
feel that they have been too restrictive or have failed to meet social expectations
13
about their role as a parent. However, this recognition can also pave the way for more
empathetic and responsive parenting, in which parents attempt to balance the need
for protection with support for the child's developing autonomy.

An illustration of the application of Klein's concept in the Indonesian context can be


seen through the following example, a family in Java with a 7-year-old daughter. The
parents, especially the mother, are very protective and rarely allow the child to play
outside the house without close supervision. This reflects a paranoid-schizoid
position, where the outside world is considered full of threats. When the child begins
to show a desire to be more independent and socialize with friends, the parents
experience internal conflict. They begin to realize the importance of independence
for the child's development, but also feel anxious and guilty for "neglecting" the
responsibility to protect the child. This process marks the transition to a depressive
position. With the help of culturally sensitive family counseling, parents learn to
balance protection with the provision of age-appropriate autonomy, while still
respecting their cultural values. They begin to allow the child to play outside with
looser supervision and support her participation in school and community activities,
showing a development towards more integrated and responsive parenting. Klein's
intellectual legacy continues to influence the development of psychoanalysis and
child psychology to this day. Her ideas about the complex inner life of infants have
paved the way for further research on the cognitive and emotional development of
early childhood. In addition, her understanding of the relationship between early
experiences and adult psychopathology continues to inspire research in
developmental psychiatry and neurobiology (Fonagy & Target, 2022). Melanie Klein is
a seminal figure in the history of psychoanalysis, whose contributions have
transformed the way we understand child development and human psychological
dynamics. Although some aspects of her theories remain controversial, her influence
on clinical practice and psychological research is undeniable. Klein’s legacy reminds
us of the complexity of human inner life from an early age and the importance of
sensitive therapeutic interventions based on a deep understanding of child
development.

14
CURRICULUM VITAE (CV)
PERSONAL DATA
Name : Wahyono Saputro
Place & Date of Birth : Palembang
Religion : Islam/Moslem
Address : Kel.Sentosa,
Seberang Ulu II Palembang
Nationality : Indonesia
Phone : 0822 1885 5257 (BI Fast /Proxy)
Email : [email protected]
[email protected]
website : independent.academia.edu/WahyonoSaputro
wahyono-saputro.blogspot.com
wahyonosaputro.wordpress.com
[email protected]
https://guru.kemdikbud.go.id/profil/Gn0zYAMJ9e

EDUCATIONAL BACKROUND
Period School/Institute Major Note
Level
2011-2015 UIN Raden Fatah Islamic Education Science (Ilmu Postgraduate, Magister (S.2.)
Palembang-Indonesia Pendidikan Islam),(Concentrate on
Academic Supervision)
2008-2010 UIN Raden Fatah Islamic Religion Education on High Bachelor (S.1.)
Palembang-Indonesia School

WORK EXPERIENCE
Period Institute Note
2024-2027 Anti Corruption Advisor (Penyuluh Antikorupsi)
2009-2024 Banyuasin District as Elementary School Teacher (Teaching Pendidikan Agama Islam
Education Office – dan Budi Pekerti)
(Indonesia)

ORGANIZATION EXPERIENCE
Period Institute Role
2011-2018 Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Islam as Province Secretary
(PERSIS) Provinsi Sumatera Selatan-
Indonesia (Non Government Organization)
2010-2013 LPPTKA-BKPRMI (Non Government as County District Secretary
Organization)

PARTICIPATION AT SEMINAR/SHORT COURSES RELATED WRITING AND PUBLICATION

Period Description Event Organizer


10 Oktober 2023 Pelatihan Karya Tulis Ilmiah bagi Penghulu dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Penyuluh Teknis Pendidikan dan Keagamaan,
Badan Penelitian dan Pengembangan,
dan Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Agama Republik Indonesia

16 Desember Webinar Bincang-Bincang Santai: Strategi Produktif Pusat Studi Lingkungan Hidup, Institut
2022 Menulis Artikel Ilmia Berkualitas Teknologi Bandung
14 Desember Webinar STRATEGI MENYUSUN ROADMAP DUNIADOSEN.COM
2022 PENELITIAN DAN PUBLIKASI UNTUK
PENGEMBANGAN KARIR DOSEN
30 Juni 2022 WORKSHOP PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) Kementerian PPN/BAPPENAS
2022
15

You might also like