0% found this document useful (0 votes)
12 views16 pages

1197 3508 1 SM

The document discusses the impacts of sexual violence in domestic settings on children's livelihood continuity. It reveals that the impacts on children include emotional instability, tendency to freeze, unwillingness to go out, depression, worrying, panic, liking to daydream, shyness and inferiority, dropping out of school, being isolated by family and neighbors, disruption to their lives and family continuity, unclear legal status for children born from incest, and physical and psychological abnormalities.

Uploaded by

doktvnsp02
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
12 views16 pages

1197 3508 1 SM

The document discusses the impacts of sexual violence in domestic settings on children's livelihood continuity. It reveals that the impacts on children include emotional instability, tendency to freeze, unwillingness to go out, depression, worrying, panic, liking to daydream, shyness and inferiority, dropping out of school, being isolated by family and neighbors, disruption to their lives and family continuity, unclear legal status for children born from incest, and physical and psychological abnormalities.

Uploaded by

doktvnsp02
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 16

Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik....

(Tateki Yoga Tursilarini)

7
DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL DI RANAH DOMESTIK
TERHADAP KEBERLANGSUNGAN HIDUP ANAK

SEXUAL VIOLENCE IN DOMESTIC LEVEL IMPACTS


TOWARD CHILD LIVELIHOOD CONTINUITY

Tateki Yoga Tursilarini


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS)
Kementerian Sosial RI, Jl Kesejahteraan Sosial No. 1 Sonosewu, Yogyakarta, Indonesia
Telp. 0274. 377265, Hp. 08121584184
E-mail: [email protected]
Naskah diterima 12 Januari 2017, direvisi 2 Februari 2017, disetujui 20 Februari 2017

Abstract

The fact shows that sexual violences on children in domestic level are increasing. Domestic level should
be a place that friendly and confortable for children, but in a fact it has been a place of violence. The goal of the
research is to describe the impact of violence in domestic level on the children future lives. The research is qualitative
method with a case study as approaching technique. The main informats are victims and supporting informants are
their parents, and child protection institutions. Data analysis through qualitative-descriptive technique, data show
through narating and interpreting data. It reveals that the impact of violence on children are emotional instability,
tend to freeze, unwilling to go out, depression, worrieng, panic, like to amuse, shy and inferior, droping out, isolated
by their family and neighbour, bothering their lives and family continuity, unclear status children born incest, born
phisically and psychologically ubnormal, suffering from phisical and psisichal deviation. It recommended that incest
emergency through religious approach should be materialized, because public figures and clerics have yet to focus
on incest issu. The clearance status of chlidren born incest, a regulation that victims are able to continue their study,
skill development to empower victims potential and selves-sustained, protection, and social insurance on children as
a result of incest.

Keywords: Impact, Sexual Violence, Domestic Level.

Abstrak

Fakta menunjukkan semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak di ranah domestik.
Ranah domestik/keluarga seharusnya merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi anak, dalam kenyataannya
menjadi tempat mendapatkan kekerasan. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan dampak kekerasan seksual ranah
domestik terhadap keberlangsungan hidup anak. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, sedangkan pendekatan yang digunakan studi kasus. Informan utama adalah korban dan informan lain adalah
orangtua, dan lembaga perlindungan anak. Teknik analisis kualitatif yaitu menyajikan data dengan menarasikan,
dan menginterpretasikan data. Temuan penelitian, dampak bagi anak korban kekerasan seksual menyebabkan,
emosi tidak stabil; cenderung diam, tidak mau keluar rumah; depresi, ketakutan, cemas; suka melamun; malu dan
minder; putus sekolah; diasingkan oleh keluarga; diasingkan tetangga; keberlangsungan hidup keluarga dan korban
terganggu; dan kejelasan status anak hasil inses; anak yang dilahirkan mengalami kelainan fisik dan psikis.Saran,
pencanangan darurat inses dengan pendekatan melalui agama menjadi mendesak untuk segera diwujudkan, karena
selama ini para tokoh maupun ulama belum memusatkan perhatian terhadap persoalan kekerasan inses. Kejelasan
status hukum anak hasil inses, aturan agar korban tetap melanjutkan sekolah, pengembangan keterampilan untuk
penguatan potensi diri korban agar mandiri, perlindungan, dan jaminan sosial bagi anak hasil inses dan korban.

Kata Kunci: Dampak, Kekerasan Seksual, Ranah Domestic

77
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

A. PENDAHULUAN permasalahan anak berupa penelantaran,


eksploitasi, perdagangan anak, diskriminasi,
Menurut PBB dalam Konvensi Hak Anak
kekerasan terhadap anak baik fisik, psikis dan
pasal 45, ada empat hak-hak dasar anak yang
seksual. Fakta ini terbukti dengan semakin
harus diperhatikan, yaitu: 1) Hak kelangsungan
meningkatnya kasus tindak kekerasan terhadap
hidup, termasuk di dalamnya survival right
anak baik di ranah domestik maupun publik.
ini adalah hak untuk memperoleh pelayanan
Konsep tentang kekerasan cukup
kesehatan terbaik, sehingga terhindar dari
beragam ada yang menekankan pada aspek
beberapa penyakit infeksi yang mematikan. 2)
perilaku, struktur atau kultur. Menurut Johan
Hak berkembang (developmental right), bahwa
Galtung (1985): “violence is a present when
pemberian gizi dan pendidikan serta sosial
human beings are being ifluenced so that their
budaya yang memungkinkan anak berkembang
actual somatic and mental realizations are
sebagai manusia dewasa yang beridentitas dan
below their potential realization” (kekerasan
bermartabat. 3) Hak memperoleh perlindungan
merupakan suatu kenyataan ketika manusia
(protection right), memperoleh perlindungan
sedang dipengaruhi kondisi somatik yang nyata
dari berbagai diskriminasi dan tindak kekerasan
dan merupakan perwujudan mental di bawah
baik oleh warna kulit, ideologi, politik, agama
kesadaran mereka). Niat melakukan kekerasan
maupun kondisi fisik. 4) Hak untuk berpartisipasi
malalui kekuatan yang dimiliki untuk melukai/
dalam berbagai keputusan yang menyangkut
merugikan, membunuh atau menghancurkan
kepentingan hidupnya. Hak-hak dasar anak
hak milik. Dengan kata lain kekerasan adalah
sebagai manusia harus diperhatikan dan upaya
tindakan yang menghambat, menyakiti, merusak,
pelindungan anak harus di dasarkan pada
memaksakan dan atau merugikan orang lain atau
pertimbangan ini, karena anak sebagai modal
kelompok orang, baik secara langsung maupun
bangsa akan menerima estafet demi masa
tidak, fisik atau mental, pelakunya dapat berupa
depan bangsa. Dengan demikian anak sebagai
personal, kelompok orang atau invisible/stuktur
individu yang memiliki hak-hak dasar tersebut
(I Marsana Windhu,1995: 73).
harus diwujudkan agar mereka dapat tumbuh
Dilihat dari bentuk kekerasan,
dan berkembang secara wajar.
menurut Mboiek (1992) dan Stanko (1996)
Negara Indonesia telah menghasilkan
mendefinisikan kekerasanseksual adalah suatu
peraturan perundang-undangan berkait dengan
perbuatan yang biasanya dilakukan laki-lakidan
perlindungan anak, karena anak sebagai generasi
ditujukan kepada perempuan dalam bidang
penerus keluarga dan menjadi estafet untuk
seksual yangtidak disukai oleh perempuan
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa,
sebab ia merasa terhina, tetapi kalauperbuatan
seperti yang tertulis dalam butir c konsideran
itu ditolak ada kemungkinan ia menerima
UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
akibat buruklainnya.Tindak kekerasan seksual,
Anak. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi
korban akan mengalami berbagai bentuk
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
kekerasan yaitu fisik, psikis, seksual dan sosial.
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
Khususnya masyarakat di Indonesia yang
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
masih memegang teguh adat istiadat, sanksi
eksistensi bangsa dan negara pada masa
sosial masih diberlakukan yaitu berupa sanksi
depan. Anak sebagai tunasbangsa harus
diasingkan atau dikeluarkan dari lingkungan
mendapatkan perlindungan terhadap hidup
masyarakatnya. Dengan demikian korban
dan penghidupan yang menjadi tanggungjawab
kekerasan seksual di ranah domestik khususnya
orangtua, keluarga, masyarakat dan negara.
inses, baik korban maupun pelaku diberikan
Anak menjadi individu yang harus dipersiapkan
sanksi sosial yang sama. Kondisi ini tentunya
dan diperhatikan masa depannya, akan tetapi
sangat memberatkan bagi korban, menjadikan
seiring berjalannya waktu dengan perubahan
korban tidak memiliki masa depan, trauma yang
sosial yang sangat pesat berdampak terhadap
berkepanjangan bahkan seumur hidup. Menurut

78
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

Suhandjati (2004), seseorang dikatakan sebagai


korban kekerasan apabila menderita kerugian
fisik, mengalami luka atau kekerasan psikologis,
trauma emosional, tidak hanya dipandang dari
aspek legal, tetapi juga sosial dan kultural.
Bersamaan dengan berbagai penderitaan itu,
dapat juga terjadi kerugian harta benda.
Kekerasan interpersonal, termasuk Sumber: KPAI tahun 2016
kekerasan fisik dan seksual seperti
pemerkosaan, inses dan pembunuhan sangat Data kasus kekerasan seksual tersebut
umum terjadi pada wanita (Stenius, dan Veysey, menggambarkan, bahwa kekerasan terhadap
2005). Pemahaman tentang kekerasan seksual anak semakin mengkawatirkan dan dapat
berdasarkan pelaku, the nation center on dikategorikan sebagai kejadian luar biasa,
child abuse and neglect 1985, Tower (2002), dengan ditetapkannya tahun 2013 oleh KPAI
menyebutkan beberapa jenis kekerasan seksual sebagai tahun darurat nasional kejahatan
berdasarkan pelakunya, yaitu: 1) Kekerasan seksual terhadap anak. Dari data grafik 1,
yang dilakukan oleh anggota keluarga. 2) KPAI mengkelompokkan dilihat dari kejadian
Kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di kekerasan sebesar 62 persen terjadi di
luar anggota keluarga. 3) Kekerasan Perspektif lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan sekolah,
Gender Faham gender memunculkan 38 persen di ruang publik. Pelaku kekerasan
perbedaan laki-laki dan perempuan, yang terhadap anak dilakukan orang-orang terdekat
sementara diyakini sebagai kodrat Tuhan. yaitu ayah, abang, guru, tetangga dan penjaga
Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat sekolah.Hasil penelitian Julia Whealin (2007),
dirubah. Oleh karena gender bagaimana (dalam Phobe Illenia. S, dan Woelan Handadari,
seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir 2011) diketahui bahwa sebagian besar pelaku
dan berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan pelecehan seksual adalah orang yang dikenal
perempuan dan laki-laki akibat gender ternyata oleh korban. Sekitar 30 persen adalah keluarga
melahirkan ketidakadilan dalam bentuk sub- dari anak atau korban, paling sering adalah
ordinasi, dominasi, diskriminasi, marginalisasi, saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu.
dan stereotype. Bentuk ketidakadilan tersebut Sekitar 60 persen adalah kenalan lainnya seperti
merupakan sumber utama terjadinya kekerasan teman dari keluarga, pengasuh, atau tetangga,
terhadap perempuan, khususnya pada anak dan 10 persen pelaku adalah orang asing atau
perempuan. orang yang belum dikenal anak.
Menurut data KPAI pada periode Januari- Kekerasan seksual didefinisikan sebagai
April 2016, kekerasan terhadap anak ada 298 suatu tindak pidana, dimana seseorang yang
kasus meningkat 15 persen dibandingkan tahun telah dewasa menyentuh anak di bawah umur
2015, dengan perincian 24 kasus kekerasan untuk tujuan kepuasan seksual, misalnya
fisik, 36 kasus anak sebagai pelaku dan korban perkosaan (termasuk sodomi), dan penetrasi
kekerasan pemerkosaan, pencabulan dan seksual dengan objek (Finkelhor, David, Ormrod
sodomi. Dari kasus kekerasan anak tersebut, & Richard, 2001) (dalam Zahra, 2007).Tindak
kekerasan seksual tertinggi dibanding kekerasan kekerasan terhadap anak merupakan tindakan
lainnya. Komnas Perempuan dan Anak mencatat, yang bertentangan dengan hak asasi manusia,
kasus kekerasan seksual periode tahun 2010- karena kekerasan tersebut berdampak terhadap
2015 menunjukkan tren meningkat, korban baik berupa luka fisik, psikis ,dan
sosial. Dampak kekerasan terhadap anak akan
menimbulkan trauma bagi korban, sehingga
mengganggu keberfungsian sosial dalam
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

79
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

Kasus kekerasan terhadap anak banyak yang telah memberikan perlindungan khusus terhadap
tidak dilaporkan, keluarga merasa malu untuk korban kekerasan, Pasal 59 tertulis: “Pemerintah
melaporkan karena beranggapan merupakan dan lembaga negara lainnya berkewajiban
aib keluarga. Pada umumnya permasalahan dan bertanggungjawab untuk memberikan
tersebut terungkap setelah korban melahirkan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
anak. Banyak kasus kekerasan yang tidak darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,
terungkap disebabkan budaya masyarakat anak dari keluarga minoritas dan terisolasi,
yang memegang teguh permasalahan keluarga anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau
merupakan masalah domestik/intern keluarga seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang
yang tabu untuk dibicarakan atau dilaporkan menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
kepada pihak lain. Hal ini mengakibatkan alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
permasalahan kekerasan anak akan sulit (Napza), anak korban penculikan, penjualan
tertangani tanpa adanya kesediaan korban, dan perdagangan, anak korban kekerasan baik
atau keluarga untuk melaporkan atau meminta fisik, dan atau mental, anak yang menyandang
pertolongan kepada pihak yang berwenang, baik cacat, anak korban perlakuan salah, dan
instansi maupun lembaga pemerhati masalah penelantaran.
kekerasan anak. Kekerasan terhadap anak cukup sulit
Fakta ini menjelaskan bahwa ranah tertangani dan secara kuantitas semakin
domestik/rumah dan publik yang seharusnya meningkat, karena dipengaruhi oleh pandangan
merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi di kalangan masyarakat bahwa persoalan anak
anak, dalam kenyataannya menjadi tempat anak masih dianggap sebagai persoalan privat. Sebab
mendapatkan kekerasan. Orangtua, kerabat, di dalam memperlakukan anak sepenuhnya
dan guru menjadi pelaku yang seharusnya menjadi tanggungjawab orangtua, tetapi belum
sebagai tempat anak untuk mendapatkan sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan fisik,
perlindungan, pelayanan agar tumbuhkembang psikis, dan sosial sehingga tumbuhkembang
anak berjalan sesuai dengan yang diharapkan anak menjadi terganggu. Faktanya menurut
sehingga hak hidup anak terpenuhi. Menurut data KPAI di atas, keluarga atau ranah domestik
Maja Simarmata (2013), perlindungan terhadap justru kejadian kekerasan sebesar 62 persen
hidup dan penghidupan anak masih menjadi terjadi di dalam keluarga. Hal ini membuktikan
tanggungjawab berbagai pihak yaitu kedua orangtua bukan pihak yang selalu dapat dan
orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara. mampu memenuhi segala kebutuhan anak
Perlindungan ini dapat berupa pemenuhan baik material maupun non material, bahkan
kebutuhan sandang, pangan dan papan. yang sangat memprihatinkan di dalam keluarga
Perlindungan yang diberikan terhadap anak anak mengalami tindak kekerasan fisik, psikis,
dapat berupa perlindungan terhadap kondisi dan seksual.
psikologis anak yaitu terutama perkembangan Anak sebagai korban belum menyadari
kejiwaannya, sehingga anak dapat berkembang bahwa apa yang dialami adalah tindak
dan hidup secara normal tidak hanya kekerasan sehingga mereka menutup diri tidak
perkembangan fisik saja tetapi perkembangan menceritakan pada oranglain. Secara spesifik
jiwa atau psikis. Karena di dalam keluarga menurut Faulkner (2003) (dalam Zahra, 2007)
merupakan suatu tempat yang penting, tempat menjelaskan bahwa kendala yang menghambat
anak memperoleh dasar dalam pembentukan seseorang dalam melaporkan kasus kekerasan
kemampuannya agar kelak menjadi orang yang seksual adalah anak-anak korban kekerasan
berhasil di masyarakat (Singgih D. Gunarso, seksual. Anak sebagai korban tidak mengerti
dkk, 1995: 27). bahwa dirinya menjadi korban dan sulit
Regulasi berkait perlindungan bagi anak untuk mempercayai orang lain, sehingga
korban kekerasan berupa UU No. 23 tahun 2002 merahasiakan peristiwa kekerasan seksual.
tentang Perlindungan Anak secara substansial Anak sebagai korban cenderung takut melapor

80
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

karena mereka merasa jiwanya terancam, akan seksual cenderung menimbulkan dampak
mengalami konsekuensi yang lebih buruk bila traumatis baik pada anak maupun pada orang
melapor. Bahkan anak sebagai korban merasa dewasa.Berbagai trauma yang dialami korban
malu menceritakan peristiwa kekerasan, korban kekerasan seksual menimbulkan depresi, fobia,
beranggapan bahwa kekerasan seksual yang mimpi buruk, dan curiga terhadap orang lain
terjadi karena kesalahan dirinya.Peristiwa dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang
kekerasan seksual membuat korban merasa merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan
dirinya akan mempermalukan nama keluarga. orang lain, berhubungan seksual dan disertai
Oleh karena itu beberapa kasus kekerasan dengan ketakutan akan munculnya kehamilan
seksual sering tidak terungkap karena adanya akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan
penyangkalan peristiwa kekerasan seksual mengalami trauma psikologis yang sangat
(Zahra, 2007). hebat, ada kemungkinan merasakan dorongan
Keberlangsungan hidup bagi anak kuat untuk bunuh diri (Sulistyaningsih &
sebagai korban menjadi terganggu, dampak Faturochman, 2002). Fakta ini terbukti dari hasil
kekerasan akan mempengaruhi perkembangan penelitian yang dilakukan oleh MS Magazine
kepribadian anak. Menurut Sisca & Moningka (dalam Warshaw, 1994) menunjukkan bahwa
(2009), kekerasan seksualyang terjadi 30 persen dari perempuan yang diindetifikasi
pada masa kanak-kanak merupakan suatu mengalami perkosaan bermaksud untuk bunuh
peristiwakrusial, karena membawa dampak diri, 31persen mencari psikoterapi, 22 persen
negatif pada kehidupan korbandi masa mengambil kursus bela diri, dan 82 persen tidak
dewasa. Angka kasus kekerasan seksual pada dapat melupakan.
anakmeningkat setiap tahunnya, menurut data Keberlangsungan hidup anak terganggu
KPAI selama kurun waktu dari tahun 2013-2014- bahkan trauma akibat kekerasan seksual
2015 angka kekerasan seksual 2676, 2737, berlangsung seumur hidup, gangguan ini
2898 kasus kekerasan. Kekerasan terhadap mengakibatkan anak tidak dapat tumbuh
anak berdampak terhadap keberlangsungan dan berkembang secara normal. Fakta ini
hidup anak, masa depan suram, trauma yang membawa dampak yang luar biasa bagi
berkepanjangan, bahkan seumur hidup. Segala perkembangan hidup anak hingga dewasa
bentuk kekerasan terhadap anak menurut Haedar nanti. Berdasarkan alasan tersebut sangat
Nasir (1997: 58), beragam bentuk, kategori dan menarik untuk dikaji mengungkap bagaimana
operandinya, semuanya akan merugikan dan dampak kekerasan seksual di ranah domestik
merusak jiwa anak. Kekerasan terhadap anak terhadap keberlangsungan hidup anak. Tujuan
apapun bentuknya mulai dari penelantaran, penelitian untuk mendeskripsikan dampak
eksploitasi, diskriminasi sampai pada perlakuan kekerasan seksual ranah domestik terhadap
yang tidak manusiawi akan terekam dalam alam keberlangsungan hidup anak.
bawah sadar anak hingga beranjak dewasa B. METODE PENELITIAN
bahkan sepanjang hidupnya. Tindak tersebut
dapat dikategorikan sebagai child abuse atau Tipe penelitian yang digunakan dalam pe-
perlakuan kejam terhadap anak-anak. Hasil nelitian ini adalah penelitian kualitatif,sedangkan
penelitian dampak pelecehanmenurut Wisdom pendekatan yang digunakan adalah studi kasus.
CS (2000)(dalam Phobe Illenia. S, dan Woelan Menurut Endraswara (2012:178), studi kasus
Handadari, 2011) dampak pelecehan seksual kolektif, walau kasus yang diteliti lebih dari satu
pada anak akan mengakibatkan gangguan stres (multi kasus), prosedurnya sama dengan kasus
pascatrauma atau yang biasa disebut sebagai tunggal, sebab baik studi kasus multi kasus
post traumatic stress. Demikian jugapandangan maupun multi situs merupakan pengembangan
para ahlimenurut Faulkner (2003)(dalam metode studi kasus. Terkait dengan pertanyaan
Zahra 2007) tentang dampak kekerasan yang lazim diajukan dalam metode studi
seksual bagi korban menyatakan, kekerasan kasus, karena hendak memahami fenomena

81
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

secara mendalam bahkan mengeksplorasi dan P2TP2A Badan Pemberdayaan Masyarakat,


mengelaborasinya. Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana,
Informanadalahkorban kekerasan dan lembaga kesejahteraan sosial (LKS)
seksual, memiliki kemampuan dankemauan Peduli Kasih, Ceria, Women Crisis Center
untuk menceritakan kembalipengalaman pribadi, Aisyiah dan LBH Bintang Keadilan mencatat
telah mengalami perubahan positif dan dapat bahwa kasus tindak kekerasan terhadap anak
menyesuaikan diri di lingkungan kehidupannya. di Provinsi Bengkulu mengalami peningkatan.
Informandapat member informasi yang relevan Data kasus kekerasan terhadap anak menurut
sesuai dengan tujuan penelitian.Informan lain Dinas Kesejahteraan Sosial melalui Rumah
adalah keluarga,lembaga perlindungan anak Perlindungan Trauma Center (RPTC), tercatat
sebagai orang terdekat yang tahu permasalahan dari tahun 2009-2015, yaitu: a) Penelantaran 33
korban, dan lembaga yang melakukan kasus (18 %); b) Perkosaan anak 11 kasus (11
pendampingan. Karakteristik informan lain %); c) Pencabulan lima kasus (3 %); e) Inses
penelitian iniadalah orang terdekat bagikorban empat kasus (2%); d) Pelecehan seksual tiga
dan mengetahui kehidupan seharihari, bersedia kasus (3 %). Kasus inses (hubungan seksual
diwawancarai, danmempunyai kemampuan dan yang dilakukan sedarah atau kerabat dekat)
kemauan untuk memberikan informasi sesuai tercatat empat kasus, pelaku inses adalah ayah
tujuan penelitian. Informan utama berjumlah kandung, ayah tiri, dan paman. Masih banyak
dua orang, sedangkan untuk memenuhi prinsip korban tindak kekerasan perempuan dan anak
triangulasi data, maka penulis menggunakan yang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan,
enam orang terdiri dari orang-orang terdekat sehingga banyak kasus tidak teridentifikasi atau
sehingga informan penelitian berjumlah terlaporkan.
delapan orang.Penelitian ini menggunakan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)
alat pengumpulan data berupa wawancara Peduli Kasih di daerah Kabupaten Bengkulu
mendalam (depth interview) terhadap informan Tengah mencatat, data tahun 2014-2015 kasus
yang terpilih. Teknik analisis data yang digunakan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang
adalah kualitatif, yaitu menyajikan data dengan mendapatkan penanganan. ada enam jenis
menarasikan beberapa kasus kekerasan dan kekerasan, kasus kekerasan seksual tertinggi
menginterpretasikan data hasil wawancara dibanding kekerasan lainnya yaitu 10 kasus
dengan korban dan orang terdekat. Data berupa (42 %), kekerasan fisik dan pemerkosaan tiga
kasus-kasus kekerasan seksual dinarasikan apa kasus (12 %) pencabulan anak satu kasus (8
adanya sesuai dengan peristiwa yang terjadi %), sedangkan kasus kekerasan inses tercatat
pada anak korban kekerasan, serta dampak 6 kasus.Data kasus kekerasan perempuan dan
fisik, psikis dan sosial mempengaruhi terhadap anak yang berhasil terungkap, dari laporan
keberlangsungan kehidupan anak. kasus P2TP2A Kota Bengkulu tahun 2014
C. HASIL DAN PEMBAHASAN sebagai berikut; 1) penelantaran 5 (lima) kasus;
2) pencabulan 4 (empat) kasus; dan3) jenis
1. Kekerasan terhadap anak di Bengkulu. kekerasan terhadap anak perempuan yang
lainnya 3 (tiga) kasus. WCC “Aisyiah” mencatat
Kasus tindak kekerasan terhadap anak
kasus kekerasan perempuan dan anak/inses
di Indonesia menurut catatan dari Kementerian
tahun 2006-2015 berjumlah 6 (enam) kasus
Sosial, Provinsi Bengkulu merupakan salah
yang terungkap dan tertangani, korban tidak
satu provinsi kekerasan anak menunjukkan
hanya berasal dari Kota Bengkulu saja tetapi
angka tinggi dibandingkan dengan provinsi lain.
dari Kabupaten Rejang Lebong, Kecamatan
Menurut data kasus kekerasan terhadap anak dari
Kepahiang. Lembaga lain yang melakukan
lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya
pendampingan hukum yaitu LBH Bintang
masyarakat, yaitu RPTC (Rumah Perlindungan
Keadilan, mencatat dua kasus kekerasan inses
Trauma Center) Dinas Kesejahteraan Sosial,
yang telah didampingi mendapatkan bantuan

82
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

hukum, korban dari Kabupaten Seluma, dan Kekerasan seksual (sexual abuse)
Kota Bengkulu. Jangkauan pendampingan merupakan jenis penganiayaan yang biasanya
hukum tidak hanya terpusat di kota saja, akan dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku
tetapi semua masyarakat yang membutuhkan (Tower, 2002), terdiri dari (a) Familial Abuse,
pendampingan hukum di Provinsi Bengkulu. Inses merupakan sexual abuse yang masih
Pengertian kekerasan menurut Terry dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam
E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti
internasional yang merumuskan definisi tentang orangtua, misalnya ayah tiri, atau kekasih,
child abuseada empat macam, yaitu emotional termasuk dalam pengertian inses. Mayer (dalam
buse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual Tower, 2002) menyebutkan kategori inses dalam
abuse.1)Kekerasan secara fisik (physical abuse). keluarga dan mengkaitkan dengan kekerasan
Physical abuse, terjadi ketika orangtua/pengasuh pada anak. Kategori pertama, sexual molestation
dan pelindung memukul anak (ketika anak (penganiayaan),hal ini meliputi interaksi
sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan noncoitus, petting, fondling, exhibitionism,
akan selalu diingat oleh anak jika berlangsung danvoyeurism, semua hal yang berkaitan untuk
dalam periode tertentu,dan menyebabkan luka menstimulasi pelaku secara seksual. (b)Sexual
pada bagian tubuh anak.2)Kekerasan emosional assault (perkosaan),berupa oral atau hubungan
(emotional abuse). Emotional abuse terjadi dengan alat kelamin,masturbasi, fellatio
ketika orangtua/pengasuh dan pelindung setelah (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus
mengetahui anaknya meminta perhatiannya, (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir
mengabaikannya. Ia membiarkan anak basah yang paling fatal disebut forcible rape
atau lapar karena terlalu sibuk atau tidak ingin (perkosaan secara paksa), meliputi kontak
diganggu, boleh jadi mengabaikan kebutuhan seksual,rasa takut, kekerasan, dan ancaman
anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan menjadi sulit bagi korban. Mayer mengatakan
mengingat semua kekerasan emosional jika bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir
berlangsung konsisten. Orangtua secara yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-
emosional berlaku keji pada anaknya,akan terus anak, namun beberapa korban sebelumnya
menerus melakukan hal yang sama sepanjang tidak mengatakan demikian.
kehidupan anak. 3)Kekerasan secara verbal Menurut Mayerderajat trauma tergantung
(verbal abuse). Kekerasan verbal dapat dilihat pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan
dari perilaku, dimana pelaku melakukan pola survivor mengalami hal yang sangat berbeda.
komunikasi yang berisi penghinaan ataupun Survivor yang mengalami perkosaan mungkin
kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku mengalami hal yang berbeda dibanding korban
biasanya melakukan tindakan mental abuse, yang diperkosa secara paksa.(c)Extrafamilial
menyalahkan, ataupun mengkambinghitamkan. Abuse. Dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
4)Kekerasan seksual (sexual abuse). Sexual korban, dan hanya 40 persen yang melaporkan
abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang
yang dilakukan terhadap orang yangmenetap dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile,
dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti yang menjadi korban utamanya adalah anak-
istri, anak, dan pekerja rumah tangga). anak. Pedophiliadiartikan ”menyukai anak-
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse anak” (DeYong dalam Tower, 2002). Pedetrasy
adalah setiap perbuatan berupa pemaksaan merupakan hubungan seksual antara pria
hubungan seksual, pemaksaan hubungan dewasa dengan anak laki-laki (Struve dan
seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak Rush dalam Tower 2002). Pornografi anak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk
orang lain untuk tujuan komersial maupun menghasilkan gambar, foto, slide, majalah, dan
tujuan tertentu. buku (O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al., dalam
Tower: 2002).

83
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

Tindak kekerasan berupa kekerasan baik bisa berfungsi normal kembali.2) Aersion
fisik, psikis, sosial, dan seksual tidak hanya seksual, keadaan dimana korban menolak
mendominasi di wilayah perkotaan saja, terbukti hubungan psikologis kepada lawan jenis.
macam dan jenis kekerasan terhadap perempuan Seseorang tidak mau menikah karena merasa
dan anak terjadi di wilayah perdesaan/Kabupaten kontak seksual adalah kotor, mengerikan,
Bengkulu Tengah dan Kabupaten Seluma. dan tidak normal.3)Penularan agresi seksual,
Kondisi ini menunjukkan bahwa persebaran penularan agresi seksual terjadi terhadap korban.
tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak Apabilaselamat dari korban seksual, secara
yang berhasil diungkap atau terlaporkan sudah tidak sadar si korban dapat berlaku sebagai
sampai ke wilayah perdesaan yang jauh dari agresor seksual. Keadaan ini dapat berlaku
hingar bingar kehidupan masyarakat perkotaan. pada inses ataupun pada pelecehan seksual
Bahwa kehidupan masyarakat perkotaan yang lain. b) Secara medis,anak hasil hubungan
diidentikkan dengan penuh keterbukaan, inses berpotensi besar mengalami kecatatan,
kebebasan, dan serba mentolerir terhadap baik secara fisik ataupun mental.c) Akibat lain
perilaku masyarakatnya, akan tetapi dalam yang cukup meresahkan korban adalah mereka
realitanya kekerasan terhadap perempuan/anak sering disalahkan dan mendapat stigma (label)
dapat terjadi dimana saja, kapan saja, baik di yang buruk,padahal kejadian yang mereka
wilayah privat/domestik/rumah tangga maupun alami bukan karena kehendaknya,melainkan
wilayah publik, di perdesaan dan perkotaan. sebagai korban kekerasan seksual. Orang
2. Dampak Kekerasan Seksual di Ranah yang semestinya disalahkan adalah pelaku
Domestik Terhadap Korban. kejahatan seksual tersebut.d)Berbagai studi
memperlihatkan, hingga dewasa anak-anak
Tindak kekerasan seksual menimbulkan
korban kekerasan seksual seperti inses biasanya
trauma bagi korban baik fisik, psikis, dan sosial.
akan memiliki self-esteem (rasa harga diri)
Trauma psikis korban berupa berbagai gangguan
rendah, depresi, memendam perasaan bersalah,
diantaranya a) Gangguan psikologis. Gangguan
sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit
psikologis akibat dari kekerasan seksual atau
menjaga membangun hubungan dengan orang
trauma post sexual abuse, antara lain: tidak
lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
mampu mempercayai orang lain, takut atau
Studi lain menunjukkan, anak-anak ketika
khawatir dalam berhubungan seksual, depresi,
dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan
ingin bunuh diri, perilaku merusak diri sendiri,
alkohol, obat terlarang, pelacuran, dan memiliki
harga diri rendah, merasa berdosa, marah,
kecenderungan melakukan kekerasan seksual
menyendiri, tidak mau bergaul dengan orang
kepada anak-anak.Berdasarkan disorganisasi
lain, dan makan tidak teratur. Secara medis
dalam keluarga, mengakibatkan celah yang
menunjukkan bahwa anak hasil hubungan
dapat digunakan untuk melakukan kekerasan
insesberpotensi besar mengalami kecacatan
seksual dengan anggota keluarga lainnya.
baik fisik ataupun mental.Akibat psikoseksual
Posisi anak perempuan dalam keluarga menjadi
terjadinya inses, seperti: 1) Depresi, keadaan
rentan dalam kondisi disorganisasi keluarga,
seseorang menjadi putus asa, tidak bisa tidur,
karena hubungannya yang tidak berjalan mulus
gelisah, menyendiri serta menganggap diri
baik dengan ayah kandung, ayah tiri, maupun
sudah tidak berharga lagi. Pada sebagian orang
kakak tiri laki-laki, sehingga anak perempuan
yang mengalami depresi berakibat dimana
berada dalam posisi pasif dan menjadi korban
fungsi seksnya tidak lagi bekerja. Pada wanita
kekerasan. Tindak kekerasan seksual di ranah
terjadi penurunan libido sampai pada gangguan
domestik terjadi dalam kondisi keluarga demikian
orgasme. Keadaan ini tidak dapat diperbaiki
akan mengakibatkan sejarah kelam bagi anak
hanya dengan konseling psikologi,tetapi
yang akan menimbulkan gangguan mental
harus bersama dengan pengobatan. Dengan
dan fisik. Mengutip dari Hentig dan Viernstein,
pengobatan yang sempurna, sebagian besar
mendeskripsikan bahwa satu-satunya jalan bagi

84
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

ayah sebagai pelaku inses, atau ibu, maupun orangtua yang telah retak, faktor kemiskinan
kakak tiri pelaku inses, untuk diisolasikan sejauh dan lingkungan sekitar misalnya kehidupan
mungkin terhadap anak yang menjadi korban masyarakat yang permisif, karena jarak
inses. Hal ini diperlukan untuk memulihkan antar rumah berjauhansituasi tersebut dapat
mental korban agar tidak kembali shock atau mendukung perbuatan inses.
takut terhadap pelaku. Kasus yang terungkap di Kabupaten
Hasil wawancara dengan korban, keluarga Bengkulu, disebabkan karena orangtua bekerja
dan lembaga perlindungan anak di Kota sebagai buruh di kebun sementara itu keluarga
Bengkulu, menemukan bahwa dampak secara diajak tinggal di gubuk sebagai tempat bekerja
individu korban yang mengalami kekerasan orangtua. Kasus M, usia 14 tahun, Desa Ujung
dapat menimbulkan gangguan psikologis atau Karang Kecamatan Karang Tinggi Kabupaten
trauma pada korban, dan diasingkan keluarga Bengkulu Tengah, “Korban pemerkosaan oleh
dan tetangga, serta teman sebaya. Dampak bapak kandung, menurut keterangan korban,
psikologis bagi anak korban kekerasan seksual sempat melawan tetapi diancam jika mengaku
mengakibatkan anak mengalami 1) Emosi akan dibunuh akhirnya memilih diam hingga
tidak stabil; 2) Cenderung diam, tidak mau diketahui oleh tetangga. Pada saat sedang
keluar rumah; 3) Depresi, ketakutan, cemas; berada dikebun digauli oleh bapak korban,
4) Suka melamun; 5) Merasa malu dan minder akhirnya dilaporkan ke ibu kandung pada pihak
terhadap teman-temanya. Dampak sosial bagi berwajib dan dipindahkan kepondok pesantren
anak korban kekerasan seksual, diantaranya1) di Kabupaten Bengkulu Utara agar dapat
Tidak bisa melanjutkan sekolah/putus sekolah; melanjutkan pendidikan.
2) Tidak mau bergaul dengan lingkungan Beberapa kasus tersebut terjadi di
sekitar;.3) Korban diasingkan oleh keluarga; 4) Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kota
Diasingkan tetangga. Bengkulu. Kasus inses di Kabupaten Bengkulu
Pada umumnya korban kekerasan Tengah termasuk tinggi dibanding kabupaten
mengalami luka fisik, psikis dan sosial, khususnya lainnya. Sebagian besar penduduk di Kabupaten
bagi korban kekerasan seksual berupa inses Bengkulu Tengah bermatapencaharian sebagai
berdampak terhadap keberlangsungan buruh tani kebun kopi, karet, durian, dan buah-
keluarga, keberlangsungan hidup korban dan buahan. Keluarga bertempat tinggal di pondok di
anak korban hasil inses tentang kejelasan status tengah-tengah kebun, kondisi rumah tidak layak
anak. Anak yang dilahirkan mengalami kelainan huni/tidak permanen, hanya ada satu ruangan
fisik dan psikis yaitu cacat/hidrocepalus (kepala terbuka tanpa ada penyekat ruangan. Jarak
membesar). Dampak kekerasan inses adalah hal antara rumah yang satu dengan lainnya dibatasi
yang paling ditakuti terjadi pada anak sebagai oleh kebun, jarak antar rumah tergantung
korban. Menurut Weinberg, keberadaan inses di luasnya kebun sehingga semakin luas kebun
tengah-tengah kehidupan masyarakat semakin jarak antar rumah semakin jauh. Lokasi tersebut
marak terjadi, seiring penurunan moral orangtua berupa perbukitan yang kemiringan daerahnya
atau juga dapat disebabkan karena retaknya hampir 45 derajat, akses jalan tidak beraspal,
hubungan kedua orangtua yang mengakibatkan hanya berupa jalan setapak yang bisa dilalui
anak menjadi korban. Ketika kedua hubungan kendaraan roda dua, bahkan bila musim
orangtua dalam keadaan normal, maka inses penghujan hampir tidak bisa dilalui.
tidak akan terjadi. Faktanya kasus-kasus Kondisi geografis daerah tersebut
yang terjadi di Indonesia sebagaimana telah menyebabkan interaksi antar penduduk
disebutkan di atas, terjadi karena keretakan kurang terjalin dengan baik. Interaksi dengan
hubungan kedua orangtua. Ayah melakukan penduduk di luar daerah hampir tidak ada sama
inses dengan anak perempuan di bawah umur sekali. Keterisolir daerah tersebut menjadi
karena telah berpisah dengan ibu, kakak dengan salah satu faktor pemicu terjadinya kasus-
adik kandung. Selain faktor hubungan kedua kasus kekerasan inses, pendidikan rendah,

85
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

kekurangpahamankekerasan inses, pemahaman suka murung dan melamun, muka pun pucat.
nilai-nilai agama masih kurang. Dari beberapa Melihat perubahan yang dialami, ibu korban
faktor penyebab tersebut moralitas pelaku di atas merasa curiga dan menanyakan sikap yang
segala-galanya, pada saat pelaku mengalami berubah, dan akhirnya mengkuinya bahwa
masalah baik kemiskinan, situasi sepi, rumah dirinya sudah beberapa kali disetubuhi bapaknya.
tidak layak/tanpa penyekat,akan tetapi masih Ketika bapak korban mengetahui bahwa sang
memiliki moralitas yang tinggi maka kekerasan istri sudah mengetahui perbuatan bejatnya,
inses tidak akan terjadi. pada saat itu pelaku kabur meninggalkan
Dampak terhadap korban kekerasan rumah hingga sampai saat ini tidak tahu dimana
seksual yang dilakukan oleh pelaku yang masih keberadaanya, dan korban pun diketahui sudah
memiliki hubungan darah, menurut informasi hamil 5 bulan dan melahirkan seorang anak
dari lembaga perlindungan anak tidak hanya yang menderita hidrocepalus dan akhirnya anak
bagi individu atau korban, tetapi kejelasan tersebut meninggal. Karena kasus ini dianggap
status anak korban yang sampai saat ini belum aib dan memalukan, hingga akhirnya kasus
ada regulasi yang mengatur tentang status ini ditutup secara diam-diam oleh keluarga
hukum/akte anak hasil kekerasan seksual/inses. korban dan perangkat desa (My, klien LKS
Selain itu, keberlangsungan keluarga korban Peduli Kasih)”.
yaitu hubungan orangtua dengan korban atau Korban mengalami beban moral yang
hubungan korban dengan saudara kandung sangat dalam, tekanan psikologis yang
menjadi permasalahan yang sangat komplek. dialaminya menyebabkan respon spontan seperti
Kasus tersebut terungkap di Kota Bengkulu, hanya berdiam diri atau menghindar terhadap
salah satu kasus yang ditangani lembaga kekerasan tidak bisa diartikan perempuan atau
perlindungan anak permasalahan kekerasan korban menolerir kekerasan. Secara teoritis
seakan-akan tidak ada habisnya, pada saat sikap korban terhadap sesuatu objek di luar
pelaku selesai menjalani hukuman selama enam dirinya memiliki komponen kognitif (pikiran),
tahun, pelaku inses/ayah kandung akan kembali afektif (perasaan), dan perilaku. Ketika seorang
ke rumah dan berkumpul dengan korban. individu bereaksi terhadap suatu stimulus dalam
Permasalahan ini tidak mudah untuk mencari bentuk perilaku, hal itu merupakan aspek empiris
solusi, karena orangtua/ibu korban masih tetap penggabungan semua komponen sikap yang
mempertahankan kehidupan rumahtangganya ada pada dirinya. Namun, harus digarisbawahi
atau tidak bercerai. bahwa banyak kejadian yang tidak mendasarkan
Beberapa kasus inses yang terungkap, perilaku pada sikap, kecuali sikap itu kuat,
korban mengalami luka fisik, psikis, dan sosial jelas, spesifik, dan tanpa tekanan situasi yang
karena diasingkan keluarga dan tetangga, bertentangan (Sears et.al, 1985).
kejadian tersebut merupakan aib. Pada kasus Perilaku yang tidak melawan pada
ini tidak sampai menjerat pelaku ke pengadilan, korban, sebenarnya bukanlah suatu sikap
karena ditutup oleh pihak keluarga dan aparat karena perilaku tersebut adalah pengaruh dari
desa. Dari sisi korban dampak psikologis berbagai situasi yang penuh tekanan, intimidasi,
berpengaruh pada perilaku korban, yang bujuk rayu serta kepercayaan tinggi korban
sebelumnya anaknya periang, dan lincah terhadap pelaku. Fakta ini terbukti pada kasus
setelah mengalami kekerasan seksual inses PJ (15 tahun), Kabupaten Seluma, pelaku ayah
menjadi murung, dan suka melamun. Kasus My kandung. Kata pelaku “kelak ayah biayai kau nak
(15 tahun), pendidikan SD, Kabupaten Bengkulu sekolah kemano ajo nak, setinggi apapun ayah
Tengah, “Pemerkoasaan yang dilakukan oleh biayai sekolah kau ”ucap pelaku saat itu, dan
bapak kandung hingga korban hamil. Peristiwa ucapan itulah yang selalu terngiang oleh PJ dan
tersebut terjadi di rumah korban pada saat ibu membuatnya merasa senang. Bahkan pelaku
korban sedang kesawah atau keluar rumah, mengatakan hal tersebut kepada keluarga
korban yang awalnya periang dan ceria tiba-tiba PJ. Pelaku mulai sering mengunjungi PJ, dan

86
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

sering mengajaknya keluar desa untuk berjalan- Dampak bagi korban (Pj) masa depannya
jalan. Sekitar bulan Mei 2014, pelaku meminta menjadi suram setelah terungkap kasus
izin kepada nenek korban untuk mengajak PJ kekerasan inses dan melahirkan seorang anak,
kekantor Satpol PP Seluma untuk mengajari Pj tidak boleh mengikuti ujian kelulusan SLTP.
PJ bermain computer. Sempat dilarang saat Kondisi ini menunjukkan korban mengalami
itu namun pelaku berkata “sejahat-jahatnya berbagai keterbatasan dan ketidakberdayaan
binatang idak ado yang makan anaknyo, apolagi untuk menyongsong masa depannya. Korban
kami ni manusio mbah, pasti aku jago PJ tuh anak merasa sendiri menghadapi problema tersebut,
aku ”Pelaku menjemput PJ di sekolahnya dan meskipun pelaku sedang diproses secara
membawa kekantor Satpol PP Seluma. Pelaku hukum, akan tetapi tekanan yang luar biasa
lalu meminta maaf kepada PJ, karena merasa juga dihadapi berupa ancaman untuk mencabut
tidak melakukan kesalahan maka dimaafkan perkara dari pihak keluarga pelaku. Bahkan
oleh PJ, kemudian pelaku berbisik ke telinga PJ anak pelaku yang lainnya bedaibu, meminta
mengajak untuk melakukan hubungan seksual. Pj mencabut laporan karena menganggap itu
Mendengar hal tersebut PJ kontan menolak dan adalah kesalahan PJ, “keluarkan lah ayah dari
marah, namun kemudian pelaku memaksa PJ penjara tu, barang tu tejadi karno salah kau
dan mengancam” “kalu kau dak galak, kubunuh tula (keluarkan ayah dari penjara, hal itu terjadi
galo keluarga kau, biaya sekolah kau dak akan karena salah kamu sendiri)”.
aku bayari, kau jugo dak akan kuanggap anak Korban kekerasan seksual inses selalu
selamonyo, ndak kau cak itu? (kalo kamu tidak dalam posisi penuh tekanan, tidak memiliki
mau, akan aku bunuh keluargamu, biaya sekolah keberanian untuk segera merespon tindak
tidak akan aku bayar, dan kamu tidak kuanggap kekerasan yang dialami. Sikap korban yang
sebagai anak selamanya, mau kamu seperti merasa malu untuk bercerita karena kejadian
itu)”. Hal tersebut membuatnya ketakutan, dan ini merupakan aib dirinya dan keluarga. Kondisi
terpikir bagaimana jika ia dan keluarga dibunuh psikologis korban cenderung pasif atas tindak
pelaku, lalu bagaimana masa depan jika pelaku kekerasan yang menimpanya. Kasus E.
berhenti membiayai sekolahnya. Ssn, umur 10 tahun, alamat Jl Hibrida Jalur 2
Sikap ketidakberdayaan perempuan Bengkulu. Pelaku, kakak kandung, umur 25
menghadapi kekerasan inses yang dilakukan tahun, mahasiswaSTAIN Bengkulu, “Korban
ayah kandungnya, disebabkan karena dua hal, diperkosa kakak kandungnya sejak berusia 10
1) pertimbangan untuk meminimalisir kerusakan tahun dan melapor pada WCC Aisyiah pada
atau kerugian yang diakibatkan oleh kekerasan saat korban berusia 15 tahun. Setiap akan
tersebut; 2) karena korban dihadapkan pada melakukan perkosaan karena korban menolak,
situasi dilema yaitu ketika korban tidak mampu sering disulut rokok dan diancam. Korban
untuk menolak atau melawan. Ketikdakmampuan berusaha melarikan diri dari rumah,tetapi selalu
karena korban takut, malu sekaligus percaya ketahuan tempat persembunyiannya. Akhirnya
akan janji-janji pelaku/ayah korban. Korban korban minta dilarikan ke Jakarta dan dititipkan
berada dalam kondisi powerless, pada saat pada salah satu lembaga atas upaya WCC
korban mengalami ketakutan untuk melakukan Aisyiah” (E. Ssn, klien WCC Aisyiah).
perlawanan. Kondisi ini disebabkan faktor Berbagai tekanan yang dialami korban
psikologis dan emosional, karena ketergantungan kekerasan inses menyebabkan korban berdamai
korban yang begitu tinggi terhadap pelaku yang dengan kekerasan, bagi perempuan sebagai
merupakan ayah kandung korban. Pada situasi korban sikap tersebut sebagai pilihan solusi
ini, korban/anak sangat membutuhkan pelaku/ yang paling tepat untuk menghindari terjadinya
ayah dengan janji mau menyekolahkan serta kekerasan yang lebih parah. Ketergantungan
membiayai hidupnya, menyebabkan korban/ secara ekonomi serta keterikatan emosional
anak ditempatkan dalam situasi tidak mampu korban/anak dengan pelaku/ayah, menyebabkan
atau takut untuk melawan pelaku. korban tidak banyak memiliki pilihan untuk

87
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

segera bersikap terhadap masalah yang 2 Psikis: emosi tidak stabil, Cenderung diam,
dihadapi. Kondisi korban mengalami rasa takut tidak mau keluar rumah, ketakutan, cemas,
untuk melakukan perlawanan, faktor psikologis merasa malu dan minder terhadap teman-
dan emosional disebabkan rasa ketergantungan temanya
yang begitu tinggi pada pelaku/ayah kandung 3 Sosial: tidak bisa melanjutkan sekolah/
yang memberikan nafkah. Contoh kasus N, 17 putus sekolah; tidak mau bergaul dengan
tahun, kelas 4 SD, Desa Sekayung Kecamatan lingkungan sekitar, korban diasingkan
oleh keluarga, diasingkan tetangga,
Bang Haji Kabupaten Bengkulu Tengah ibu
kejelasan hukum status anak hasil inses,
kandung meninggal dunia, korban anak tunggal
keberlangsungan keluarga anak.
ditinggal ibu pada usia 10 tahun, tinggal berdua
Sumber: hasil wawancara
dengan ayahnya sampai memiliki tiga anak
Kebijakan Kementerian Sosial dalam
hasil kekerasan inses. Semua ini merupakan
penanganan kekerasan seksual anak mengacu
cerminan ketidakberdayaan terhadap kekuasaan
pada reegulasi penanganan anak korban
patriarkhis yaitu dominasi laki-laki terhadap
kekerasan seperti Undang-Undang nomor 11
perempuan. Perempuan ditempatkan dalam
tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
posisi lemah, secara sadar atau tidak, nilai-nilai
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23
ini terinternalisasi dalam diri perempuan yang
tahun 2002. Regulasi tersebut pada prinsipnya
menyebabkan sikap fatalistic atau kepasrahan
untuk memberikan perlindungan sosial bagi
terhadap kekerasan.
korban dan keluarga, berupa perlindungan dan
Dampak kekerasan seksual di dalam
jaminan hak-hak hidup bagi korban. Penanganan
keluarga terhadap korban sangat luar biasa baik
korban kekerasan seksual inses terkendala oleh
bagi perkembangan kehidupan anak sebagai
data karena masih banyak kasus yang belum
korban maupun bagi kelangsungan hidup
terlaporkan sehingga mengalami kesulitan di
keluarga. Karena pelaku kekerasan adalah
dalam melakukan upaya penanganan. Instansi
anggota atau bagian dari keluarga tersebut,
pemerintah maupun beberapa lembaga
kondisi ini memiliki dampak yang sangat komplek
perempuan telah melakukan berbagai upaya
bagi korban, pelaku dan keluarga/istri/anak.
penanganan terhadap korban kekerasan inses.
maupun anak hasil kekerasan inses. Bagaimana
Beberapa kasus kekerasan seksual inses yang
tentang kejelasan status anak, hubungan anak
terungkap atau terlaporkan di RPSA Dinas
dengan ayah, saudara dan anggota keluarga
Kesejahteraan Sosial Provinsi Bengkulu, LKS
yang lain pasca terjadinya kekerasan tersebut.
Peduli Kasih, P2TP2A, Ceria, WCC Aisyiah,
Kekerasan seksual, khususnya inses membawa
serta LBH Bintang Keadilan, telah melakukan
konsekuensi yang sangat berat dan kompleks
upaya-upaya pendampingan terhadap korban
bagi keberlangsungan kehidupan anak,
inses. Masing-masing lembaga maupun instansi
trauma yang berkepanjangan bahkan seumur
sosial melakukan peran dan fungsinya masing-
hidup akan mempengaruhi perkembangan
masing, sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga
kepribadian dan masa depan korban. Dengan
maupun instansi tersebut. Upaya penanganan
demikian, upaya yang harus dilakukan dengan
bagi korban incest meliputi, 1) Konsultasi hukum;
tetap mengedepankan dan memfokuskan
2) Merujuk ke psikolog; 3) Pendampingan
terhadap anak sebagai korban, masa depannya
Litigasi/bantuan hukum; 4) Pendekatan dan
terhempas pada usia yang masih sangat belia.
pendampingan korban; 5) Korban di rujuk ke
Tabel 1
shelter guna penyembuhan psikopist/trauma
Dampak Kekerasan Seksual Terhadap
korban; 6) Pelaporan ke pihak hukum; 7)
Keberlangsungan Hidup Anak
Memberi motivasi; 8) Pendampingan sosial
No Dampak kekerasan terhadap korban sesuai kebutuhan korban; 9) Merujuk korban
1 Fisik: luka bekas sudutan rokok, lebam
ke shelter dinsos/Rumah perlindungan trauma
karena di tampar
center untuk mendapatkan pelayanan psikolog,

88
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

agama, kesehatan; 10) Memberikan bantuan kekerasan seksual yang dilakukan pelaku yaitu
UEP untuk korban guna keberlangsungan hidup dengan menggunakan bujuk rayu, iming-iming,
korban; 11) Pendampingan BAP, visum dan di ancaman, dan paksaan. Kekerasan seksual
pengadilan. yang dialami menyebabkan korban memiliki
Masalah kekerasan seksual inses terhadap persepsi,yaitusemua korban menilai masa
perempuan/anak belum seluruh masyarakat depan hancur, sudah ternodai, kotor, dosa, dan
memiliki respon yang sama, sehingga cara merasa malu dengan tetangga. Pertumbuhan
mensikapinya beragam. Kondisi ini karena dan aktualisasi diri korban menjadi terganggu,
kekerasan seksual incest terjadi di ruang karena korban memandang kejadian yang
domestik atau ruang privat dalam keluarga, menimpanya merupakan aib dan korban merasa
sehingga pihak luar tidak memiliki kewenangan malu dengan lingkungan sekitarnya. Korban
untuk ikut campur urusan rumah tangga orang menarik diri dari lingkungan teman sebaya,
lain. Beberapa kasus inses terungkap karena sehingga aktivitas korban menjadi terganggu.
adanya laporan dari ibu/istri dan keluarga besar, Saksi sosial yang diperoleh korban kekerasan
meskipun ada beberapa kasus yang dilaporkan berupa diasingkan atau dikucilkan, istilah
masyarakat ke pihak berwajib setelah ketahuan masyarakat Bengkulu “cuci kampong”.
korban melahirkan anak. Kekerasan seksual/ Bagi anak sebagai korban pasca
inses begitu komplek karena menyangkut kekerasan yang dialami akan berdampak
keberlangsungan keluarga korban, pelaku/ pada gangguan psikologis, fisik, dan sosial.
ayah, istri/ibu korban dan keluarga besar, Anak mengalami trauma yang berkepanjangan
sehingga upaya penanganannya memerlukan bahkan selama hidupnya, gangguan psikologis
keterlibatan dari berbagai pihak. Diantaranya yang nampak pasca kekerasan mengakibatkan
keluarga korban, instansi pemerintah, kepolisian, anak mengalami 1) Emosi tidak stabil; 2)
masyarakat, pemuka masyarakat/RT, RW, Cenderung diam, tidak mau keluar rumah; 3)
serta lembaga swasta penanganan tindak Depresi, ketakutan, cemas; 4) Korban suka
kekerasan terhadap perempuan/anak. Tanpa melamun; 5) Korban merasa malu dan minder
adanya keterlibatan seluruh elemen masyarakat terhadap teman-temanya. Dampak sosial bagi
masalah kekerasan inses sulit terungkap dan anak korban kekerasan seksual, diantaranya 1)
korban tidak mendapatkan perlindungan hukum Tidak bisa melanjutkan sekolah/putus sekolah;
maupun sosial psikologis. 2) Tidak mau bergaul dengan lingkungan
D. SIMPULAN sekitar;. 3) Korban diasingkan keluarga; 4)
Diasingkan masyarakat. Korban kekerasan
Tindak kekerasan seksual pada anak di seksual/inses, dampak dari kekerasan tersebut
ranah domestik merupakan fenomena yang mengakibatkan keberlangsungan keluarga,
kompleks dan multidimensi, karena berkait keberlangsungan hidup korban dan anak korban
dengan keberlangsungan hidup anak sebagai hasil inses menjadi terganggu. Status anak
korban dan keluarga besar. Kekerasan seksual hasil inses menjadi tidak ada kepastian secara
di ranah domestik memiliki dampak yang luar hukum. Dampak dari kekerasan tersebut/inses,
biasa bagi korban, keluarga besar karena anak yang dilahirkan mengalami kelainan fisik
pelaku dan korban yaitu anak merupakan dan psikis, yaitu cacat fisik dan mental karena
anggota dalam keluarga besar tersebut. Usia genetis yang terlalu dekat hubungan darahnya.
informan berada pada usia remaja (10-17 Tindak kekerasan seksual ranah domestik yaitu
tahun) dan tingkat pendidikannya adalah SMP inses membawa konsekuensi yang sangat
dan SLTA. Hubungan informan dengan pelaku berat bagi anak, keluarga akan bercerai berai,
untuk kasus perkosaan adalah ayah, kakak hubungan antar orangtua dan anak menjadi
kandung, tempat terjadinya sebagian besar tidak harmonis lagi.
di rumah korban. Kekerasan seksual berupa Upaya penananganan kekerasan seksual
perkosaan dan persetubuhan. Sebagian besar khususnya inses belum maksimal hal ini

89
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

karena minimnya data sehingga banyak kasus sakinahmelalui bina keluarga remaja yang
tidak terungkap. Upaya penanganan korban dapat bekerjasamadengan bidang keluarga
kekerasan seksual/inses multi faktor karena berencana.
tidak hanya korban, anak hasil inses dan Kepada Kementerian Sosial, di dalam
keberlangsungan keluarga dan juga masa depan membuat kebijakan tentang kekerasan terhadap
keluarga menjadi sesuatu yang harus menjadi anak khususnya kekerasan inses penanganan
focus dalam pemberian intervensi terhadap tidak hanya kepada korban dan keluarga,
masalah kekerasan tersebut. Karena anak tetapi juga masa depan anak hasil inses
sebagai korban dan pelaku memiliki hubungan membutuhkan perlindungan dan jaminan sosial
darah sehingga penanganan membutuhkan agar kelangsungan hidupnyaselalu terjaga.
pendekatan holistik atau menyeluruh serta Diucapkan terima kasih dan penghargaan
melibatkan berbagai instansi, lembaga dan setingginya kepada sumber data penelitian,
masyarakat yang peduli terhadap masalah redaksi, dan mitra bestari atas terselesaikannya
kekerasan seksual di ranah domestik. dan terbitnya artikel ini.
Saran. Permasalahan tindak kekerasan
seksual di ranah domestik begitu komplek
karena korban dan pelaku masih ada hubungan DAFTAR PUSTAKA
darah, membutuhkan penanganan yang tepat,
berkelanjutan bagi korban, pelaku,keluarga, dan Endraswara, Suwandi, 2012. Metodologi
anak hasil inses. Pencanangan darurat inses Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta:
dengan pendekatan melalui agama menjadi Gadjah Mada University.
mendesak untuk segera diwujudkan, selama ini Haedar Nasir, 1997. Agama dan Krisis
para tokoh maupun ulama belum memusatkan Kemanusiaan Modern. Yogyakarta:
perhatian terhadap persoalan kekerasan inses. Pustaka Pelajar.
Diperlukan peran organisasi keagamaan Huraerah, Abu. 2007. Child Abuse (Kekerasan
dan Majelis Ulama Indonesia dalam penyadaran Terhadap Anak), Bandung: Nuansa.
semua umat beragama melakukan tindakan I Marsana Windhu, 1985. Kekuasaan dan
kejahatan seksual inses merupakan suatu Kekerasan Menurut Johan Galtung,
tindakan yang tidak beradab. MUI menetapkan Bandung: Kanisius.
fatwa secara keagamaan terhadap kejahatan Maja Simarmata, 2013. Proses Rehabilitasi
seksual dari hubungan sedarah yang merusak Terhadap Anak Sebagai Korban
sendi-sendi kehidupan manusia sebagai insan Kekerasan Seksual, Yogyakarta: Jurnal
manusia yang memiliki keadaban. Universitas.
Kepada pemerintah daerah, 1) Adaya Mboiek, P. B. (1992). Pelecehan seksual suatu
keterpaduan penanganan tindak kekerasan bahasan psikologis paedagogis, makalah
anak dan sinergi yang simultan antar lembaga dalam Seminar Sexual Harassment,
pemerintah dan swasta yang peduli terhadap Surakarta24 Juli (Surakarta: Kerjasama
masalah kekerasan anak, 2) Agar lebih concern Pusat Studi Wanita UniversitasNegeri
terhadap masalah kekerasan seksual,khususnya Surakarta dan United States Information
inses melalui serangkaian kebijakan dan Service).
perangkat hukum yang berwawasan gender, Phobe Illenia. S, dan Woelan Handadari,
3) Aturan hukum bagi korban tetap bisa 2011. Jurnal Insan, Fakultas Psikologi
melanjutkan sekolah. 4) Bagi anak korban inses Universitas Airlangga, Vol.13. No.02.
mendapatkan kejelasan secara hukum tentang Agustus 2011.
identitas/status hukum.5) Bagi korban yang Sisca, H., & Moningka, C. (2009). Resiliensi
diberikan pengembangan keterampilan agar perempuan dewasa muda yang pernah
dapat mengembangkan potensi dalam dirinya; mengalami kekerasan seksual di masa
6) Sosialisasi mengenai pembinaan keluarga kanak-kanak.Jurnal Proceeding PESAT

90
Dampak Kekerasan Seksual di Ranah Domestik.... (Tateki Yoga Tursilarini)

(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur Singgih D. Gunarso, dkk, 1995, Psikologi Praktis
&Sipil) Vol: 3 Oktober 2009. Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta:
Suhandjati, S. (2004). Kekerasan terhadap istri, Mulia.
Yogyakarta: GamaMedia. Sears, et, al, 1985, Psikologi Sosial, Jakarta:
Sulistyaningsih, E., & Faturochman (2002). Erlangga.
Dampak sosial psikologisperkosaan. Tower, C. (2002).Understanding Child Abuse and
Buletin Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni Neglect (5thed). Boston: Allyn & Bacon,
2002, 9-23.Yogyakarta: Universitas APearson Education Company.
Gadjah Mada. UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Stanko, E. A. (1996). Reading Danger: Sexual Anak.
Harassment,Anticipation and Self- Warshaw, R. (1994). I Never Called It Rape. New
Protection, dalam Marianne Hester York: Ms. Foundationfor Education and
(ed.)Women Violence and Male Power: Communication, Inc.
Feminist Activism, Research andPractice Zahra, R.P. (2007). Kekerasan seksual pada
(Buckingham: Open University Press). anak. Arkhe, 12, 2, 133-142.
Stenius, V.M.K & Veysey, B.M. (2005). ”It’s the little
things”: Women, trauma, and strategies
for healing. Journalof Interpersonal
Violence, 20, 1155-1174. Stenius, V.M.K
& Veysey, B.M. (2005).”It’s the little
things”: Women, trauma, and strategies
for healing. Journalof Interpersonal
Violence, 20, 1155-1174.

91
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 41, No. 1, April 2017, 77-92

92

You might also like