Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
INTERFERENSI BAHASA IBU TERHADAP
PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Dewi Saparina Halibanon
(Universitas Nasional Pasim)
[email protected] Abstract
Mother tongue has a great influence on second language acquisition. This is a natural thing in the
process of learning a foreign language. However, it will cause problems in communicating if left unchecked.
Therefore, in learning a foreign language, it is necessary to balance cultural knowledge and language
knowledge. Errors in communication often occur due to differences in the perception of the meaning of
communicating, differences in point of view, lack of cultural information, the culture of the speaker, language
politeness factors, and others.The purpose of the study is to find out what types of interference occur and the
causes of the occurrence from the linguistic and cultural aspects. This study uses the interference theory of
Chaer (1995) using a qualitative descriptive method that discusses and analyzes mother tongue interference
on second language acquisition in Japanese Literature students at Pasim National University. The results of
the study show that three factors caused the mother tongue relation to language acquisition, namely (1)
language learning environment, (2) gaps in linguistic aspects, and (3) psychological factors. The types of
errors that often occur, namely (1) students use the translation process through their mother tongue, (2)
students do not understand cultural aspects, (3) students cannot yet express communication messages
spontaneously in a second language, and the way to overcome this problem is that the teacher must play an
active role in providing insight into the different cultures, mindsets and habits of the Japanese language.
Keywords: mother tongue ,second language, interference, language acquisition, communication
PENDAHULUAN
Salah satu target yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa kedua dalam hal ini bahasa
asing adalah pembelajar memiliki keterampilan menyampaikan pesan dalam ekspresi lisan maupun
tulisan. Tetapi, fakta menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran bahasa asing sering terjadi
ketidaksesuaian dengan ketentuan ekspresi lisan maupun tulisan pada bahasa asing sebagai
pemerolehan bahasa kedua yang disebabkan oleh perbedaan persepsi makna komunikasi, perbedaan
nilai pandang, keminiman informasi budaya yang dimiliki penutur, faktor kesantunan berbahasa dan
lain-lain.
Berangkat dari pengalaman penulis selama ini terutama dalam berkomunikasi secara lisan
secara langsung maupun tidak langsung melalui percakapan Whatsapp (WA) dengan pembelajar
bahasa Jepang yakni mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Nasional Pasim Bandung
selama Januari 2020 sampai Agustus 2021 dengan mencoba untuk mengamati gejala- gejala
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 42
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
kesalahan yang terjadi yang dilakukan oleh mahasiswa akibat interferensi bahasa ibu dengan
penguasaan bahasa kedua dalam hal ini bahasa Jepang.
Interferensi bahasa ibu dapat menyebabkan kegagalan atau hambatan dalam berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan secara psikis bahkan lebih parah lagi dapat menimbulkan
friksi/ perpecahan budaya. Interferensi sendiri tidak bisa dilepaskan dari budaya, adat istiadat serta
pola pikir penutur bahasa asing. Misalnya bagi orang Jepang pada saat persalaman yang diikuti
dengan ojigi dan tidak ada kebiasaan berjabat tangan apalagi cipika-cipiki atau cium pipi kanan cium
pipi kiri. Cara penyebutan nama seseorang juga harus diperhatikan tidak boleh memanggil dengan
nama diri atau nama kecilnya melainkan memanggil dengan nama keluarga. Adapun yang menjadi
objek penelitian ini adalah apa saja jenis kesalahan apa saja yang terjadi akibat interfrensi dan
penyebab intereferensi itu terjadi terutama dilihat dari aspek linguistik dan aspek budaya.
KAJIAN TEORI
a. Pemerolehan Bahasa
Pembahasan tentang pemerolehan bahasa kedua tidak dapat dipisahkan dari
pembahasan bahasa pertama atau bahasa ibu. Walaupun sebenarnya penggunaan istilah
bahasa ibu dan bahasa pertama berbeda. (Chaer, 1995). Bahasa ibu mengacu pada bahasa
yang dikuasai ibu sang anak sementara bahasa pertama adalah bahasa yang dikuasai anak
sejak lahir. Sebagai contoh seorang ibu yang menguasai bahasa Sunda tetapi berkomuikasi
dengan anaknya hanya menggunakan bahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa bahasa
pertama si anak adalah bahasa Indonesia. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai anak melalui proses pemerolehan
secara tidak disadari dan natural/ alami.
Pemerolehan bahasa memiliki dua objek pembahasan yakni pemerolehan bahasa
pertama (bahasa ibu) dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa kedua berbeda
dengan pemerolehan bahasa ibu dan hal ini terletak pada proses pemerolehannya. (Dayanti,
2020, p. 1) Penguasaan bahasa ibu melalui proses pemerolehan yang bersifat alamiah dan
dengan cara yang tidak sengaja atau tidak disadari. Sementara pemerolehan bahasa kedua
melalui proses pembelajaran yang dapat diperoleh secara sengaja dan sadar melalui
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat (Krashen, 1981) tentang istilah pemerolehan
dan pembelajaran (learning) bahwa pemerolehan merupakan proses penguasaan yang
dilakukan anak secara natural pada saat dia belajar bahasa ibunya (native language mother
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 43
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
tongue) sementara pembelajaran yakni proses yang dilakukan oleh umumnya orang dewasa
dalam tatanan formal baik belajar di kelas atau di luar kelas (indoor dan outdoor class)
dengan bimbingan guru. Namun, ada juga ahli yang menggunakan istilah “pemerolehan
bahasa kedua”
b. Interferensi
Interferensi merupakan perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan
persentuhan bahasa itu dengan unsur bahasa lain yang terjadi pada penutur dwibahasa
(Chaer, 1995). Interferensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti gangguan
atau campur tangan, masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar
kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Dalam proses pembelajaran bahasa Jepang,
interferensi bahasa ibu merupakan hal yang sulit dihindari. Pengetahuan dan pengalaman
menggunakan bahasa ibu sering muncul atau tercampur ke dalam bahasa Jepang yang
sedang dipelajari, seperti pada proses penerjemahan bahasa Jepang tanpa disadari akan
melalui proses penerjemahan dari bahasa ibu.
(Shafa, 2020) mengatakan bahwa semakin dekat unsusr-unsur yang terdapat pada
bahasa pertama dengan bahasa kedua yang sedang dipelajari, akan semakin mudah bagi
pemejara bahasa kedua tersebut untuk mempelajarinya. Kemiripan atau kedekatan unsur
tersebut terjadi ketika mentranfer pesan dari bahasa ibu ke dalam bahasa Jepang akan
memberikan dua kemungkinan yaitu interferensi positif dan interferensi negatif. Interferensi
negatif adalah penggunaan pengetahuan tentang bahasa ibu kemudian langsung
mentransfernya ke dalam Jepang untuk berkomunikasi. Sementara interferensi positif adalah
situasi ketika pembelajar dapat menggunakan kesamaan atau kemiripan (similarities) antara
kedua bahasa (bahasa ibu dan bahasa kedua) untuk mempermudah dalam berkomunikasi
baik lisan maupun tulisan (Dickerson, 1975)
c. Faktor-faktor Penyebab Interferensi.
Adapun faktor-faktor yang memicu interferensi adalah dalam aspek linguistik
menurut Els dalam (Ningsih, 2013) adalah:
a) Lingkungan pembelajaran bahasa asing
Proses pembelajaran bahasa Jepang di Indonesia lebih banyak diperoleh dari
pembelajaran di dalam kelas (classroom model class) dan ketika pembelajar ke luar dari
kelas lingkungannya tidak menuntut untuk menggunakan bahasa Jepang dalam
berkomunikasi. Dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung seperti ini tentu saja
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 44
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
sulit bagi pembelajar untuk membiasakan menggunakan bahasa Jepangnya. Oleh sebab
itu, kita harus mampu menghadirkan sebuah „bahasa asing‟ pada lingkungan yang
sekelilingnya berbahasa ibu. Apalagi dalam masa pandemik seperti sekarang ini,
mahasiswa dan dosen tidak dapat berkomunikasi secara langsung semuanya terbatas pada
perkuliahan online sehingga sedikit sekali interaksi antara dosen dan mahasiswa serta
mahasiswa dan mahasiswa untuk menggunakan bahasa Jepang. Di lain pihak, banyak
juga pada guru atau dosen yang memanfaatkan internet untuk mengajar bahasa Jepang
seperti dengan menggunakan blognya atau memanfaatkan You Tube. Bahkan pembelajar
atau mahasiswa dapat mengujungi situ-situs yang ingin kita ketahui seperti situs budaya,
makanan, tempat wisata bahkan menggunakan internet untuk berlatih JLPT. Selain itu,
dapat pula dilakukan dengan menonton anime atau film lainnya juga mendengarkan lagu
Jepang akan sangat bermanfaat untuk menambah kosakata juga belajar memahami pola
pikir, kebiasaan serta adat istiadat melalui film yang ditonton tersebut.
b) Perbedaan (Gap) pada Aspek Lingusitik
Setiap bahasa itu unik dan memiliki sistemnya masing-masing. Satu bahasa
dengan yang lainnya pasti memiliki perbedaan, Kalaupun ada persamaan biasanya hanya
bisa terjadi sebagai sebuah kemiripan (similar). Perbedaan-perbedaan tersebut terdapat
pada dalam hal grammar, semantic/pragmatics, phonology, vocabulary, stylistic, dan
graphics (huruf). Semakin besar „perbedaan‟ (differences) bahasa ibu dengan bahasa
kedua akan menyebabkan semakin besar pula masalah yang dihadapi pada pembelajaran
bahasa kedua tersebut. Kurang kesadaran tentang adanya perbedaan (gap) yang
signifikan antara bahasa ibu dengan bahasa asing yang dipelajari, bisa memicu timbulnya
negative interference.
c) Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang dapat menimbulkan terjadinya interferensi pada setiap
pembelajar berbeda-beda, beberapa faktor tersebut adalah age (usia), intelligence
(intelegensi), attitude (sikap diri), aptitude (kecakapan dasar), motivation (motivasi),
personality (kepribadian), dan cognitive style (daya tangkap). Namun, dalam bahasa
Jepang kesalahan akibat interferensi bahasa ibu ini bisa saja bentuknya di luar dari yang
dikemukakan oleh Els tersebut. Bahasa Jepang mengenal tingkat tutur dan kaidah
tatakrama yang disebut „taigu hyougen‟ yaitu tingkat tutur yang memegang peranan
penting dalam berkomunikasi. Oleh karena itu pada bahasa Jepang dikenal sonkeigo
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 45
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
„ungkapan halus‟ dan kenjougo „ungkapan merendahkan diri‟. (Lihat pula (Fukushima,
1991); Sakamoto, et.al. (1993:47); (Kawaguchi, 1999); (Djajasudarma, 1999); dan
(Rahmat, 2000). Faktor pola pikir, budaya, kesantunan berbahasa atau ragam bahasa
tingkat tutur seperti futsuukei, kenjougo serta yang harus diperhatikan bahwa orang
Jepang sering menggunakan makna komunikasi disampaikan secara tersirat.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penggunaan metode ini
dipertimbangkan dari pusat perhatian pada ciri-ciri dan sifat-sifat data bahasa secara apa adanya
dengan dasar pertimbangan bahwa ini sesuai dengan salah satu ciri metode penelitian kualitatif,
yakni latar alami (Djajasudarma, 1999). Pada metode deskriptif penelitian yang berdasar pada fakta
yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya tanpa
memperhitungkan benar atau salah (Djajasudarma, 1993, p. 8). Adapun sumber data pada penelitian
diperoleh dari catatan di lapangan berupa data tulis maupun lisan hasil komunikasi dengan
mahasiswa Sastra Jepang Universitas Nasional Pasim yang 72% berbahasa ibu, bahasa Sunda.
Kemudian data tersebut dianalisis agar dapat ditemukan jenis dan penyebab interferensi tersebut
serta strategi yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut akan dipaparkan hasil pengamatan yang dilakukan dari Januari 2020 sampai dengan
Juni 2021 pada mahasiswa Sastra Jepang Universitas Nasional Pasim.
Data 1
Data 1 merupakan data yang didapat dari tuturan persalaman mahasiswa yang pernah terjadi di
kampus maupun melalui percakapan Whatsapp.
(a) 先生、こんにちは。/こんにちは、先生。
Sensei, konnichi wa. Konnichi wa, sensei.
„Ibu, selamat siang./ Selamat siang. Bu‟.
(b) ありがとうございました、先生。
Arigatou gozaimashita sensei.
„Terima kasih, Bu.‟
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 46
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
(c) はい、わかりました、先生。
Hai, wakarimashita, Sensei.
„Ya, baik Bu.‟
(d) 失礼します、先生。
Shitsurei shimasu, sensei.
„Permisi, Bu‟.
(e) 先生、すみません。
Sensei, sumimasen.
„Ibu maaf.
Jenis interferensi yang terjadi pada data 1 (a-e) adalah pengaruh dari aspek lingkungan. Dalam
bahasa Jepang sapaan pada sebuah tuturan cenderung lesap, sementara dalam bahasa Indonesia kata
ganti orang cenderung muncul. Seperti pada tuturan (a)、(b), (c) dan (d) kata ganti orang/ sapaan
untuk orang kedua 先生 „sensei‟ yang selalu muncul pada setiap tuturan. Hal ini dipengaruhi oleh
lingkungan bahasa ibu yaitu dalam bahasa Indonesia kata ganti orang kedua sering muncul dam
sebuah tuturan yang berbeda dengan bahasa Jepang. Oleh karena itu penting diketahui bagaimana
pembentukan kalimat dalam bahasa Jepang. Pembelajar harus dilengkapi pula dengan pengetahuan
tentang bunshou (wacana), bun (kalimat), bunsetsu (klausa/frasa), dan tango (kata).
Data 2
(a) ありがとう先生。
Arigatou, sensei
„Terima kasih Bu‟.
(b) はい、先生。
Hai, sensei.
„Baik, Bu‟
Jenis interferensi yang terjadi pada data 2 adalah karena faktor psikologi dalam hal ini
berhubungan dengan attitude. Persalaman seperti ini terjadi karena mahasiswa terbiasa saling
menyapa dengan sesama mahasiswa menggunakan sapaan akrab “Ohayou”. Atau menjawab dengan
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 47
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
hai yang merupakan padanan langsung dari bahasa Indonesia yakni “ya, iya”. Selain itu mahasiswa
juga sering lupa dengan siapa berbicara. Sementara dalam bahasa Jepang kesopanan yang
diaplikasikan dalam tingkat tutur itu sangan diperhatikan dengan siapa yang berbicara dan siapa yang
diajak bicara.
Data 3
Data 3 merupakan percakapan di ruang dosen antara penulis dan mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi dan bermaksud untuk konsultasi tapi sebelumnya tidak membuat janji terlebih
dahulu.
学生 : 先生、すみませんが、おじゃましてもよろしいですか。
Gakusei : Sensei, sumimasen ga, ojamashitemo yoroshii desu ka.
Mahasiswa : „Sensei, maaf. Boleh mengganggu?‟
先生 : 今?今はちょっと。。。。
Sensei : Ima? Ima wa chotto….
Sensei : „Sekarang? Sekarang, maaf….‟
学生 :そうですか。論文のことですが、。。。。
Gakusei : Sou desu ka. Kore wa ronbun no koto desu ga….
Mahasiswa : „Oh begitu. Ini tentang skripsi saya…..‟
Data 3 ini terjadi akibat faktor psikologi. Kata chotto mengandung makna harfiah „sebentar,
selintas, sekejap, waktu yang singkat‟. Namun, dalam kontek terterntu chotto mengandung makna
ambiguitas budaya konteks tinggi. Pada tuturan tersebut mengandung makna “menolak secara halus‟
dan mahasiswa tersebut tidak dapat menangkap makna yang tersirat pada kata chotto tersebut. Orang
Jepang cenderung menghindari ungkapan secara tegas dan banyak makna komunikasi disampaikan
secara tersirat. Orang Jepang cenderung memikirkan perasaan lawan bicaranya agar jangan sampai
tersinggung oleh kata-katanya.
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 48
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
Data 4
Data 4 merupakan percakapan antara mahasiswa dan penulis yang baru masuk lagi kuliah
setelah libur semester
学生 : これ、つまらないものですが。。。。
Gakusei : Kore, tsumaranai mono desu ga….
Mahasiswa : Ini, sekedar oleh-oleh….
先生 : あ、どうも。悪いですね。
Sensei : A, doumo. Warui desu ne.
Dosen : Oh, maaf /terima kasih. Jadi merepotkan‟
学生 :え、わるい。。。?いいえ、悪くないんです。
Gakusei : E, warui…? Iie, warukunain desu.
Data 4 terjadi akibat faktor (gap) perbedaan pemahaman vocabulary. Kata 悪い termasuk ke
dalam kata sifat golongan 1, secara harfiah bermakna „jelek atau buruk‟ tetapi dalam konteks tuturan
di sini bermakna „jangan repot-repot‟ atau‟ jadi merepotkan‟ dalam bahasa Jepang suatu makna kata
maupun makna gramatikal tidak selalu mengandung makna harfiah. Pada percakapan data 3
initerjadi kesalahpahaman dari mahasiswa tersebut dan mengira bahwa oleh-oleh yang dibawanya itu
jelek/buruk. Contoh lain yaitu pada kata, 羨ましい、恥ずかしい、ばか, dan lain-lain.
Data 5
Data 5 merupakan percakapan langsung di halaman kampus ketika mahasiswa menawarkan
bantuan untuk membawakan tas yang sedang penulis bawa.
学生 :先生かばんを持ってあげましょうか。
Gakusei : Sensei,kaban o motte agemashouka.
Pada data 5 ini jelas terlihat bahwa mahasiswa tidak memahami budaya yarimorai yang
merupakan pengaruh dari faktor gap. Pola jujudoushi ってあげる tidak dapat disampaikan secara
langsung kepada sensei ketika menawarkan bantuan. Pembelajar pun kurang memahami pengetahuan
tentang Teineigo (bahasa sopan), sonkeigo (bahasa menghormati), dan kenjougo (bahasa merendah)
serta praktik penggunaannya dalam tuturan.
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 49
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
Data 6
Data 6 merupakan percakapan yang terjadi pada saat selesai kuliah secara online di tingkat 1
semester pertama.
先生 : 今日はどうもありがとうございました。
Sensei : Kyou wa doumo arigatou gozaimashita.
Sensei : „Terima kasih untuk hari ini.‟
学生 : 私もどうもありがとうございました。
Mahasiswa : Watashi mo doumo arigatou gozaimashita.
Mahasiswa : „Saya juga terima kasih.‟
Percapakan pada data 6 tersebut merupakan pengaruh dari terjadinya perbedaan aspek
linguistik dengan munculnya partikel mo yang merupakan padanan langsung dari kata penghubung
„juga‟ yakni “Saya pun terima kasih”. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap tutur yang seharusnya
こちらこそどうもありがとうございました。[~ koso] tidak semakna dengan dengan mo „juga‟
dalam ungkapan bahasa Indonesia yang menunjukkan kesetaraa. [~こそ~」bermakna bahwa
„pihak kami yang seharusnya ~.‟
Data 7
Data 7 merupakan percakapan yang terjadi pada saat selesai perkuliahan di tingkat 1.
先生 :じゃ、また来週。
Sensei : Ja, mata raishuu.
Sensei : Baiklah, sampai minggu depan‟
学生 :ありがとうございました。こんにちは。
Gakusei : Arigatou gozaimashita. Konnichi wa.
Mahasiswa : Terima kasih. Selamat siang.
Dalam bahasa Indonesia ungkapan persalaman selamat pagi, selamat siang dan selamat
malam digunakan untuk salam pembuka dan salam penutup. Sementara dalam bahasa Jepang
ungkapan persalaman tersebut hanya digunakan pada salam pembuka saja. Hal terjadi akibat faktor
lingkungan karena adanya perbedaan penggunaan persalaman.
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 50
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
Dari semua temuan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini,
Tabel 1. Jumlah Data
No. Data Jumlah
1 Data 1 23 (62.2%)
2 Data2 8 (21.6%)
3 Data 3 1 (2.7%)
4 Data 4 1 (2.7%)
5 Data 5 1 (2.7%)
6 Data 6 1 (2.7%)
7 Data 7 2 (5.4%)
Total 37 (100%)
Tabel 2. Penyebab Terjadinya Interferensi
No. Faktor Penyebab Jumlah
1 Lingkungan 25 (67.6%)
2 Gap 3 (8.1%)
3 Psikologi 9 (24.2%)
Total 37 (100%)
Tabel 3. Keseluruhan data
Nomor Temuan Data Jumlah
a 先生、こんにちは。/こんにちは、先生。 8
b ありがとうございました、先生。 2
Data 1 c はい、分かりました、先生。 3
d 失礼します、先生。 5
e 先生、すみません。 5
a はい、先生。 4
Data 2
b ありがとう、先生。 4
Data 3 ちょっと 1
Data 4 悪い 1
Data 5 持ってあげましょうか。 1
Data 6 私もありがとうございました。 1
Data 7 ありがとうございました。こんにちは。 2
Jumlah 37
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 51
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
Tabel 3 dapat digambarkan dalam grafik seperti berikut ini:
Jumlah
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
faktor penyebab terjadinya relasi bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa yaitu (1)
lingkungan pembelajar bahasa, (2) perbedaan (gap) pada aspek linguistik dan (3) faktor
psikologi. faktor lain seperti kualitas guru/dosen suasana pembelajaran, motivasi, kemampuan
intelegansi pun turut pula mempengaruhi keberhasilan pemerolehan bahasa asing (Jepang).
Sementara jenis kesalahan yang sering terjadi yaitu pembelajar yaitu (1) Mahasiswa
menggunakan proses penerjemahan melalui bahasa ibu, (2) Mahasiswa kurang memahami aspek
budaya (3) Mahasiswa belum memiliki kemampuan untuk mengungkapkan pesan komunikasi
dengan spontan dengan bahasa kedua.
b. Saran
1) Perlu keseimbangan antara pengetahuan bahasa dan pengetahuan budaya.
2) Pengajar harus memberikan pengetahuan tentang adanya perbedaan yang dimiliki bahasa
ibu dan bahasa Jepang terutama dalam hal budaya, pola pikir serta kebiasaan.
3) Perlu ditanamkan sedini mungkin tentang adanya etika kesantunan dalam berbahasa
Jepang.
4) Perlu arahan secara langsung secara bijaksana dari dosen manakala terjadi kesalahan
penggunaan bahasa Jepang agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi.
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 52
Pembelajaran Bahasa Jepang di Era Digital
18 September 2021
ISBN : 978-623-92393-2-9
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. (1995). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Dayanti, E. (2020). Pembelajaran Bahasa Kedua. Majalah Online Pendidikan & BUdaya. Jendela Kita, 2.
https://jendelakita.id/ragam/pembelajaran-bahasa-kedua/
Dickerson. (1975). The Fundamental of Legal Draffing. Boston, Toronto: Litle Brwon and Co.
Djajasudarma, F. (1993). Metode Linguistik : Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Ersco.
Djajasudarma, F. (1999). Konstruksi Imperatif Bahasa Sungadan Padanannya dalam Bahasa Indonesia.
Bandung: Proyek Pembinaaan Bahasa dan Sastra IndonesiaDaerah propinsi Jawa Barat.
Ellis, R. (1994). The Studi of Second Language Acquisition. New York: Oxford University Press.
Fukushima, E. (1991). Meirei- Irai noHatsuwa niOkeru Taigu Hyougen. Japan: Fukuoka YWCA Nihongo
Kyooiku Inkai.
Kawaguchi, Y. (1999). Irai Hyougen Houraku no Bunseki to Kijutsu: Taigu Hyougen Kyouiku no Oyooni
Mukau. Japan : Waseda Daigaku Nihongo Krnyuu Kyouiku Sentaa.
Krashen. (1981). Second Language Acquisition and Second Language Learning.
Ningsih, E. (2013). Negative Intreference dala Aspek Linguistik yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya
Kesalahn pada Sakubun Mahasiswa Semester V di Universitas Dharma Persada Jakarta. Jurnal Sastra
Universitas Nasional Pasim.
Rahmat, N. (2000). -Te Itadakimasu, -sasete Itadakimasu, Itasu: Sebuah Aplikasi Hasil Studi Nihongogaku
terhadap Nihongokyouiku. Wa. GAKKAI Jawa Barat.
Shafa. (2020). Teori Pemerolehan Bahasa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran. STAIN Samarinda,
https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID714G0&
Prosiding Seminar Nasional Bahasa Jepang III| MINASAN III | Page 53