28962-Article Text-90596-1-10-20200104
28962-Article Text-90596-1-10-20200104
28962-Article Text-90596-1-10-20200104
ABSTRACT
In this study, fish feed supplemented by probiotic, prebiotic and synbiotic were
applied to enhance the immune response and survival rate of the fish against
Streptococcus agalactiae infection. Treatments used in this study, were as follows: feed
containing 1% (v/v) of probiotic (C), feed containing 2% (v/v) of prebiotic (D) and feed
containing mixed of 1% (v/v) of probiotic + 2% (v/v) of prebiotic (E, defined as synbiotic).
Control fish (both positive, A; and negative, B; treatments) were fed by fish feed without
containing neither probiotic nor prebiotic. In this study, test fish used monosex (all male)
red tilapia with the average of body weight of 13,43±2,97 gram. The fish were fed by
supplemented feed within first 30 days pre injection. After that, the treated fish were
challenged by 109 CFU/ml of S. agalactiae. Nile tilapia fed by synbiotic (treatment E) had
higher immune response (haemoglobin, neutrofil, and phagocyte indices) than control,
but were not significantly different than those of treatment C, and D. After challenged test
by S. agalactiae, treatment C, D and E resulted significantly higher resistance than that of
control. The survival rate of fish fed by supplemented feed containing probiotic (C),
prebiotic (D) and synbiotic (E) were 76%, 76% and 80%, respectively; higher than than
positive control (50%). The results showed that addition of probiotic, prebiotic and
synbiotic in fish feed could increase immune response and survival rate against S.
agalactiae.
Keywords : tilapia, probiotic, prebiotic, synbiotic, Streptococcus agalactiae
PENDAHULUAN
Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan ikan nila mencakup permintaan pasar
domestik maupun dari luar negeri (Amerika dan Eropa). Menurut FAO (2010),
menyebutkan bahwa pada tahun 2010 produksi ikan nila secara global telah mencapai
2.5 juta ton dengan nilai lebih dari 4 milyar dolar. Penyakit bakterial merupakan salah
satu masalah penting yang sering timbul dalam usaha budidaya ikan air tawar. Salah
satu penyakit bakterial yang banyak menyerang ikan nila adalah streptococcosis yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae. Menurut Pasnik et al. (2009), S.
agalactiae banyak menyerang ikan baik pada perairan umum maupun pada ikan
budidaya. Wabah bakteri S. agalactiae bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian
tinggi hingga mencapai 100% pada ikan budidaya (Hernandez et al. 2009).
Penanggulangan penyakit bakterial pada ikan sering kali dilakukan dengan
pemberian antibiotik. Akan tetapi, penggunaan antibiotik secara terus menerus, dapat
menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Balcazar et al. 2006).
Selain itu, meningkatnya isu mengenai keamanan pangan dan keamanan lingkungan
sering menjadi faktor pembatas dalam penggunaan antibiotik. Penambahan probiotik
merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk pencegahan penyakit. Menurut
Merrifield et al. (2010), probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikroba
hidup yang memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan cara
meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Sedangkan prebiotik
merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna inang namun memiliki efek
menguntungkan dengan menstimulir pertumbuhan secara selektif terhadap aktivitas satu
atau lebih bakteri di dalam usus (Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan
kesehatan inang (Gibson 2004; Manning et al. 2004). Penambahan prebiotik pada pakan
akan menstimulasi perbaikan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan ikan.
Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam
rangka mendukung kelangsungan dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam
saluran pencernaan makhluk hidup (Cerezuela et al. 2011). Pemberian probiotik yang
diiringi dengan pemberian prebiotik diharapkan akan mampu menstimulir pertumbuhan
bakteri probiotik dan bakteri menguntungkan lainnya sehingga akan meningkatkan
kesehatan inang. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian probiotik bersama
prebiotik pada inang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan sistem imun inang
(Daniels et al. 2010; Lin et al 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan terhadap peningkatan respon
imun dan kelangsungan hidup ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae.
METODOLOGI
Perlakuan A : Ikan diberi pakan uji dan diinfeksi S. agalactiae (kontrol positif).
Perlakuan B : Ikan diberi pakan uji dan disuntik PBS (kontrol negatif).
Perlakuan C : Ikan diberi pakan uji dengan penambahan probiotik 1% (v/v) dari bobot
pakan (Wang 2007) dan diinfeksi S. agalactiae.
Perlakuan D : Ikan diberi pakan uji dengan penambahan prebiotik 2% ( v/v) dari bobot
pakan (Grisdale et al. 2008) dan diinfeksi S. agalactiae.
Perlakuan E : Ikan diberi pakan uji dengan penambahan probiotik 1% (v/v) dan prebiotik
2% (v/v) dari bobot pakan dan diinfeksi S. agalactiae (Putra 2010).
Keterangan :
Nt : Populasi saat t (ekor)
N0 : Populasi awal (ekor)
Kadar Hematokrit
Kadar hematokrit diukur berdasakan metode Anderson dan Siwicki (1993). Darah
diambil sebanyak ¾ bagian tabung. Ujung tabung yang telah berisi darah ditutup dengan
crytoceal dengan cara menancapkan ujung tabung tersebut ke dalam crytoceal kira-kira
sedalam 1 mm sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Setelah itu, tabung mikrohematokrit
tersebut disentrifugasi selama 5 menit pada 5.000 rpm. Panjang bagian darah yang
mengendap (a) dan panjang total volume darah yang terdapat di dalam tabung (b) diukur
dengan menggunakan penggaris. Kadar hematokrit merupakan banyaknya sel darah
(digambarkan dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah. Kadar hematokrit
darah dapat dihitung dengan rumus :
Jumlah Eritrosit
Jumlah eritrosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Darah sampel
diambil dengan menggunakan pipet yang berisi bulir pengaduk warna merah hingga
skala 0,5 (pipet untuk mengukur sel darah merah). Lalu ditambahkan larutan hayem
hingga skala 101. Jumlah sel darah merah dihitung pada haemocytometer dengan
bantuan mikroskop pada perbesaran 400 kali. Jumlah sel darah merah dihitung dengan
rumus :
Jumlah Leukosit
Jumlah leukosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Darah sampel
diambil dengan menggunakan pipet yang berisi bulir pengaduk warna putih hingga skala
0,5 (pipet untuk mengukur sel darah putih). Lalu ditambahkan larutan turk hingga skala
11. Jumlah sel darah putih dihitung pada haemocytometer dengan bantuan dengan
mikroskop pada perbesaran 400 kali. Jumlah sel darah putih dihitung dengan rumus :
Diferensial Leukosit
Diferensial leukosit dihitung menurut Amlacher (1970). Sampel darah dibuat
preparat ulas pada gelas objek dan dikering udarakan. Preparat ulas yang telah kering
lalu difiksasi dalam larutan metanol selama 5-10 menit. Setelah itu, preparat ulas
dikering udarakan dan direndam dalam larutan Giemsa selama 10-15 menit. Preparat
ulas dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Setelah itu, preparat ulas dapat
diamati di bawah mikroskop. Persentase sel-sel leukosit dihitung dengan cara mengamati
jumlah sel-sel limfosit, monosit, neutrofil dan trombosit hingga berjumlah 100 sel. Masing-
masing jenis leukosit yang terhitung dikelompokkan dan dihitung berdasarkan jenisnya
dengan rumus sebagai berikut :
Indeks Fagositik
Aktivitas fagositik diukur menurut Anderson dan Siwicki (1993). Sebanyak 50 µl
sampel darah dan 50 µl suspensi Staphylococcus aureus (107 sel/ml) dimasukkan ke
dalam tabung eppendorf. Kemudian, suspensi dihomogenisasi dan diinkubasi dalam
suhu ruang selama 20 menit. Sebanyak 5 µl suspensi dibuat preparat ulas darah, dan
difiksasi dalam larutan metanol selama 5-10 menit. Setelah itu, preparat ulas
dikeringudarakan lalu direndam dalam larutan Giemsa selama 10-15 menit. Preparat ulas
dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Setelah itu, preparat ulas dapat diamati di
bawah mikroskop. Persentase sel-sel fagositik dihitung dengan mikroskop dan dihitung
jumlah sel yang memfagosit bakteri hingga berjumlah 100 sel dengan rumus sebagai
berikut :
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode analisis statistik pada selang
kepercayaan 95% (alpha=0.05). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu faktor dengan dengan menggunakan statistical software IBM
SPSS statistics version 16.0. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT).
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila setelah diuji tantang dengan S.
agalactiae
kadar hemoglobin ikan sebelum dan setelah perlakuan pakan tidak berbeda nyata pada
semua perlakuan (Gambar 2; P>0.05). Setelah diuji tantang dengan S. agalactiae, kadar
hemoglobin pada semua perlakuan menurun namun pada perlakuan C (probiotik) dan E
(sinbiotik) nilainya lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan A (kontrol
+), namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C (prebiotik) (P>0.05).
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 2. Kadar hemoglobin ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
Hasil pengamatan kadar hematokrit menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata
pada semua perlakuan (P>0.05), baik pada sebelum dan setelah perlakuan pakan
maupun setelah uji tantang (Gambar 3). Kadar hematokrit setelah diuji tantang dengan S.
agalactiae mengalami penurunan pada semua perlakuan. Talpur dan Ikhwanuddin (2013)
menyatakan bahwa rendahnya kadar hematokrit dapat menjadi indikasi ikan terserang
anemia, karena ikan berhenti makan akibat stres atau serangan penyakit. Pola
penurunan yang sama juga terjadi pada penelitian Talpur et al. (2014), yang menjelaskan
bahwa kadar hemoglobin dan hematokrit ikan snakehead pasca infeksi A.hydrophila
mengalami penurunan, yang berkaitan dengan penurunan jumlah sel darah merah.
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 3. Kadar hematokrit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
Menurut Fujaya (2004), terdapat korelasi antara sel darah merah (eritrosit),
hemoglobin dan hematokrit, semakin rendah jumlah sel darah merah, maka semakin
rendah pula kandungan hemoglobin dalam darah. Jumlah eritrosit ikan nila pada pra
perlakuan pakan, pasca perlakuan pakan, dan hari ke-5 pasca uji tantang dapat dilihat
pada Gambar 4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah eritrosit ikan pada
perlakuan prebiotik (D) dan sinbiotik (E) dari sebelum perlakuan pakan dan setelah
selesai perlakuan pakan, mengalami peningkatan, dengan jumlah sel darah merah
berkisar antara 1.67-1.85 x 106 sel/mm3 (P>0.05). Hasil serupa juga diperoleh Al-Dohail
et al. (2009), bahwa jumlah sel darah merah ikan African catfish mengalami peningkatan
setelah pemberian probiotik L. acidophilus melalui pakan.
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 4. Jumlah eritrosit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji tantang
dengan S. agalactiae
Setelah uji tantang jumlah eritrosit mengalami penurunan dengan nilai berkisar
1,23-1,64 x 106 sel/mm3, namun penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (P>0.05) pada masing-masing perlakuan. Hasil penelitian Talpur et al. (2014)
menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah ikan snakehead setelah uji tantang
mengalami penurunan dan turunnya jumlah sel darah merah tersebut karena sel darah
merah mengalami lisis akibat infeksi bakteri patogen.
Jumlah Leukosit
Berikut ini merupakan data jumlah sel darah putih (leukosit) ikan nila selama
masa pemeliharaan (Gambar 5). Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan jumlah
leukosit ikan pada awal tebar dan akhir perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P>0.05)
pada semua perlakuan. Setelah diuji tantang, jumlah leukosit ikan meningkat pada tiap
perlakuan namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0.05) pada tiap
perlakuan. Menurut Rastogi (1977), jumlah sel darah putih pada ikan berkisar antara
20.000-150.000 sel/mm 3. Peningkatan jumlah leukosit ini terkait dengan kinerja sistem
imun ikan dalam mereduksi serangan patogen. Semakin meningkatnya serangan
patogen maka akan semakin meningkat pula produksi leukosit dalam darah. Hasil
penelitian Talpur et al. (2014) menunjukkan pasca infeksi A. hydrophila, total leukosit
ikan snakehead mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum infeksi. Hal ini
didukung oleh pernyataan Martin et al. (2004) yang menyatakan bahwa respon ikan
terhadap stresor bergantung pada jenis stres yang dialami oleh ikan tersebut, dimana
peningkatan jumlah sel darah putih, penurunan kadar hematokrit dan peningkatan
neutrofil bergantung pada jenis stres yang dialami. Selain itu, Amlacher (1970) juga
menyatakan bahwa darah akan mengalami perubahan serius khususnya apabila terkena
penyakit infeksi.
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 5. Jumlah leukosit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji tantang
dengan S. agalactiae
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 6. Jumlah sel limfosit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 7. Jumlah sel monosit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 8. Jumlah sel neutrofil ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 9. Jumlah sel trombosit ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah limfosit dan monosit pada
masing-masing perlakuan cenderung stabil dan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (P>0.05). Monosit merupakan sel-sel fagositik selain neutrofil yang juga
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh nonspesifik. Menurut Fujaya (2004), monosit
merupakan sel yang lebih kuat dalam memfagosit partikel atau antigen dibandingkan
dengan neutrofil. Hal serupa juga dinyatakan Rieger et al. (2011) bahwa monosit pada
ikan teleostei merupakan sel yang sangat aktif dalam memfagosit antigen dalam tubuh
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Setelah uji tantang, jumlah
neutrofil pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan, dan pada perlakuan E
(sinbiotik) paling rendah dan berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan A
(kontrol +). Hal ini diduga karena ketika pengukuran, yang sedang berperan dalam
aktivitas pertahanan didominansi oleh sel monosit. Baratawidjaja (2006) menyatakan, sel
neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi dan
berpindah sangat cepat ke daerah infeksi. Pendapat tersebut didukung oleh Rieger et al.
(2011) yang menyatakan bahwa neutrofil merupakan sel yang pertama kali sampai pada
daerah inflamasi serta mengandung zat antimikroba sebagai pertahanan dalam melawan
patogen. Trombosit ikan setelah diuji tantang mengalami peningkatan, namun tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0.05) pada masing-masing perlakuan.
Peningkatan ini terjadi karena kerusakan organ tubuh tubuh ikan akibat infeksi patogen.
Menurut Angka et al. (2004) trombosit dapat meningkat karena adanya hemoragi dan
tukak sehingga trombosit diproduksi agar darah membeku guna mencegah pendarahan
yang lebih banyak.
Indeks Fagositik
Salah satu upaya dari tubuh ikan untuk mempertahankan diri terhadap serangan
patogen adalah dengan menghancurkan patogen tersebut melalui proses fagositik.
Berikut ini merupakan indeks fagositik ikan nila selama masa pemeliharaan (Gambar 10).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa indeks fagositik ikan sebelum dan setelah
perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P>0.05) pada tiap perlakuan. Setelah diuji tantang,
indeks fagositik pada perlakuan C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik) lebih tinggi
dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan A (kontrol +). Selain itu, perlakuan D
(prebiotik) dan E (sinbiotik) juga menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dibanding
perlakuan C (probiotik).
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
**A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik) dan E (sinbiotik)
Gambar 10. Indeks fagositik ikan nila selama masa pemeliharaan dan setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae
Indeks fagositik mencerminkan tingkat agresifitas dari sel leukosit dalam
menghancurkan antigen yang masuk dalam tubuh. Peningkatan indeks fagositik pada
perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik menunjukkan bahwa penambahan probiotik,
prebiotik dan sinbiotik tersebut dapat meningkatkan kinerja leukosit dalam memfagosit
antigen yang masuk. Leukosit merupakan sel fagositik yang berperan penting dalam
melawan serangan patogen. Mekanisme dasar respon kekebalan untuk memerangi
infeksi bakteri yaitu dengan netralisasi toksin/enzim oleh antibodi, pemusnahan oleh
antibodi, komplemen dan lisozim, penelanan dan penghancuran bakteri serta penelanan
dan penghancuran intraselular bakteri oleh makrofag yang diaktifasi (Tizard 1982).
Probiotik, prebiotik, dan sinbiotik berperan secara tidak langsung dalam mereduksi
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
the growth and feed utilization of atlantic salmon Salmo salar. Aquaculture. 283:
163-167.
Hernandez, E. Figueroa J., Ireguei C., 2009. Streptococcosis on red tilapia, Oreochromis
sp., farm : a case study. Journal of Fish Disease, 32: 247-257.
Irianto A. 2003. Probiotik akuakultur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lin S, Mao S, Guan Y, Luo L, Luo L, Pan L. 2012. Effects of dietary chitosan
oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity, and
resistance of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture. 342–343: 36–41.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock biology of microorganisms. Tenth
Edition. Prentice-Hall Inc. USA.
Marlis A. 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar Ipomea batata L. dan pengaruh pengolahan
terhadap potensi prebiotiknya. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Manning TS, Rastall R, Gibson G. 2004. Prebiotics and lactic acid bacteria. Di dalam :
Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria
Microbiological and Functional Aspects 3: 2004; New York. Marcel Dekker, Inc.
hlm 407-418.
Martin ML, Namura DT, Miyazaki DM, Pilarsky F, Ribero K, De Castro MP, De Campos
CM. 2004. Physiological and haemotological response of Oreochromis niloticus
exposed to single and consecutive stress of capture. Animal Science: 449-456.
Merrifiled DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM. Bogwald J. Castex M,
Ringo E. 2010. The current status and future focus of probiotic and prebiotic
applications for Salmonids. Aquaculture. 302: 1-18.
Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU, IPB.
Pasnik DJ, Evans JJ, Klesius PH, 2009. Fecal strings associated with Streptococcus
agalactiae infection in nile tilapia, Oreochromis niloticus. Science Journal: 6-8.
Putra AN. 2010. Aplikasi probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja
pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus. [Tesis]. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rastogi SC. 1977. Essential of animal physiology. New Age International Limited, New
Delhi.
Rieger AM, Barreda DR. 2011. Antimocrobial mechanism of fish leucocytes. J.
Development and Comparative Immunology. 35: 1238–1245
Talpur AD, Ikhwanuddin M. 2013. Azadirachta indica (neem) leaf dietary effects on the
immunity response and disease resistance of Asian seabass, Lates calcarifer
challenged with Vibrio harveyi. Fish Shellfish Immunol. 34: 254–264.
Talpur AD, Munir MB, Mary A, Hashim R. 2014. Dietary probiotics and prebiotics
improved food acceptability, growth performance, haematology and immunological
parameters and disease resistance against Aeromonas hydrophila in snakehead
(Channa striata) fingerlings. Aquaculture. 426–427: 14–20.
Tizard IR. 1982. Pengantar imunologi veteriner. Universitas Airlangga, Surabaya.
Wang Y. 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity
of the shrimp Panaeus vannamei. Aquaculture 269, 259-264.
Wedemeyer G, Yasutake WT. 1977. Clinical methods for the assesment of the effects of
environmental stress on fish health. Technical paper 89, USA. Departement of the
Interior Fish and Wildlife Service, Washington, D.C.
Zhou X, Wang Y, Li W. 2009. Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei)
based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture.
287 349-353.