Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176 e-ISSN: 2580-1228
DOI: 10.24854/jpu02020-270 p-ISSN: 2088-4230
PENGARUH PERSEPSI DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN DI SEKOLAH SISWA SMA
Ulifa Rahma, Rr. Karina Putri Pramitadewi, Faizah, & Yuliezar Perwiradara
Fakultas Psikologi, Universitas Brawijaya, Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Malang 65145, Indonesia
Korespondensi:
e-mail: [email protected]
Article history:
Abstract – Recent studies suggest that school well-being is an important predictor Received 23 April 2019
of students’ achievement. One of the determinants of school well-being is social Received in revised form 6 May 2019
support. This study aims to examine the role of perceived social support toward Accepted 13 April 2020
school well-being among senior high school students. A total of 304 students Available online 20 May 2020
(Mage = 16.27; SD = .815) participated in this study and were approached through
accidental sampling. Results indicate that perceived social support plays a significant
role in determining the school well-being of high school students. Of the five Keywords:
identified sources of social support, perceived support from teacher was known to peer support;
have the biggest contribution towards high school students’ school well-being, while perceived social support;
school well-being;
perceived support from peer groups has the smallest role towards their school well-
senior high school;
being. The study concludes by recommending high schools to consider providing and students;
fulfilling students’ social support as an effort to maintain their school well-being and teacher support
to encourage their performance.
Abstrak — Studi-studi terbaru menunjukkan bahwa kesejahteraan di sekolah merupakan
prediktor penting terhadap prestasi siswa. Salah satu determinan dari persepsi siswa
terhadap tingkat kesejahteraannya di sekolah adalah persepsinya mengenai dukungan
sosial dari lingkungan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
persepsi dukungan sosial berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan di sekolah siswa
SMA. Sebanyak 304 siswa (Musia = 16.27; SD = .815) berpartisipasi dalam studi ini;
sampel diperoleh melalui teknik sampling aksidental. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dukungan sosial berperan terhadap kesejahteraan di sekolah pada siswa SMA.
Dari lima sumber persepsi dukungan sosial yang diukur, dukungan dari guru memiliki
pengaruh terbesar terhadap kesejahteraan di sekolah siswa SMA, sedangkan dukungan
dari sahabat menunjukkan pengaruh paling kecil. Hasil studi ini merekomendasikan
pentingnya manajemen sekolah, terutama sekolah menengah atas, untuk
memperhitungkan dan memenuhi dukungan sosial siswanya sebagai upaya untuk
meningkatkan prestasi dan kesejahteraannya di sekolah.
Kata Kunci: dukungan dari guru; dukungan dari teman; kesejahteraan di sekolah; persepsi
dukungan sosial; siswa SMA
Handling Editor: Karel Karsten Himawan, Faculty of Psychology, Universitas Pelita Harapan, Indonesia
This open access article is licensed under Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use,
distribution, and reproduction, provided the original work is properly cited.
163
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
PENDAHULUAN
Sekolah adalah sebuah institusi pendidikan formal yang disediakan oleh pemerintah dengan
fungsi sebagai tempat menuntut ilmu, pendewasaan moral, karakter, serta pengembangan minat dan
bakat siswa (Santrock, 2014). Santrock (2014) menambahkan bahwa sekolah merupakan salah satu
mikrosistem dalam sistem lingkungan bagi remaja, artinya sekolah sebagai tempat remaja
menghabiskan banyak waktunya dengan segala aspek yang terdapat di dalamnya. Pusat Data dan
Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (2017) menjelaskan bahwa sebesar 63.7% anak usia 16
sampai 18 tahun bersekolah di Sekolah Menegah Sederajat, seperti SMA/MA dan SMK. Anak
remaja di jenjang SMP, SMA, dan SMK umumnya menghabiskan waktu di sekolah sekitar 7 jam
dalam sehari, artinya hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilalui di sekolah, sehingga tidak
mengherankan apabila pengaruh sekolah terhadap perkembangan remaja cukup besar (Sarwono,
2015).
Tomyn dan Cummins (2010) mengilustrasikan tren umum yang menunjukkan bahwa remaja
pertengahan secara signifikan memiliki kesejahteraan subjektif lebih rendah daripada remaja yang
lebih muda. Seiring dengan bertambahnya usia, kesejahteraan siswa semakin rendah. Hal ini
didukung oleh studi Konu dan Lintonen (2006) yang mengungkapkan bahwa kesejahteraan siswa
SD dalam hal kondisi sekolah, hubungan sosial, dan sarana untuk pemenuhan diri lebih baik
daripada siswa SMP dan SMA, sehingga menunjukkan bahwa pada siswa remaja yang berusia lebih
tua memiliki kesejahteraan di sekolah yang lebih rendah. Konu dan Lintonen (2006) juga
menjelaskan bahwa siswa sekolah lanjutan (sekolah menengah) sedang mengalami masa pubertas,
di mana mereka membangun identitas dan citra diri mereka. Selama periode ini, motivasi sekolah
mungkin berkurang diiringi dengan munculnya kesulitan berkonsentrasi, berkonfliknya hubungan
dengan guru, kurang personalnya strategi pengajaran sekolah, dan penekanan lebih besar
ditempatkan pada hasil akademik (Tobia, Greco, Steca, & Marzocchi, 2019). Kesejahteraan di
sekolah menjadi penting karena jika siswa sehat, merasa bahagia, dan sejahtera dalam mengikuti
pelajaran di kelas, maka proses belajar dapat menjadi efektif dan siswa dapat memberikan
kontribusi positif pada sekolah. Tujuan utama kesejahteraan di sekolah (school well-being) tidak
hanya sekadar pemenuhan kesejahteraan siswa saja, tetapi juga pemenuhan prestasi, potensi, serta
kemampuan fisik dan mental siswa (Konu & Rimpela, 2002).
164
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Kesejahteraan di Sekolah
Variabel kesejahteraan di sekolah dikembangkan oleh Konu dan Rimpela (2002) yang
awalnya merujuk pada model konseptual kesejahteraan yang dikemukakan oleh Allardt (1989).
Allardt (1989) mendefinisikan kesejahteraan sebagai keadaan yang memungkinkan individu untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya, yang mencakup kebutuhan material maupun non-
material. Berdasarkan konsep kesejahteraan tersebut, Konu dan Rimpela (2002) mengembangkan
kesejahteraan dalam konteks sekolah melalui kajian terhadap beberapa literatur, seperti sosiologis,
pendidikan, psikologis, dan peningkatan kesehatan, hingga akhirnya menghasilkan model
kesejahteraan di sekolah. Konu dan Rimpela (2002) kemudian mendefinisikan kesejahteraan di
sekolah sebagai keadaan sekolah yang memungkinkan individu memuaskan kebutuhan dasarnya,
yang meliputi empat dimensi, yaitu kondisi sekolah (having), hubungan sosial (loving), pemenuhan
diri (being), dan status kesehatan (health). Kesejahteraan di sekolah dapat dilihat dari dua indikator,
yakni indikator objektif dan indikator subjektif. Indikator objektif didasarkan pada observasi
eksternal, sedangkan indikator subjektif didasarkan pada ekspresi, sikap, dan persepsi individu
terhadap kondisi lingkungannya. Data mengenai indikator subyektif ini dapat diperoleh melalui
kuesioner, wawancara, atau esai siswa (Konu & Rimpela, 2002). Konu dan Rimpela (2002) juga
mengungkapkan bahwa kesejahteraan di sekolah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, keluarga, dan
komunitas di mana siswa berada.
Kesejahteraan di sekolah menjadi penting karena jika siswa sehat, merasa bahagia, dan
sejahtera dalam mengikuti pelajaran di kelas, maka proses belajar dapat menjadi efektif dan siswa
dapat memberikan kontribusi positif pada sekolah (Konu & Rimpela, 2002). Liu, Mei, Tian, dan
Huebner (2016) menekankan bahwa pendidikan yang berkualitas harus memperhatikan
pembelajaran akademik dan kebahagiaan siswanya. Kesejahteraan siswa di sekolah diketahui
berkorelasi negatif dengan tingkat agresivitas (Nidianti & Desiningrum, 2015) serta berkorelasi
positif dengan efikasi diri siswa (Nanda & Widodo, 2015).
Tujuan utama kesejahteraan di sekolah tidak hanya sekadar pemenuhan kesejahteraan siswa
saja, tetapi juga pemenuhan prestasi, potensi, serta kemampuan fisik dan mental siswa (Konu &
Rimpela, 2002). Sebuah studi yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antara keberhasilan
akademik siswa dengan jenis dan sumber persepsi dukungan sosial (keluarga, teman, dan guru)
menyatakan bahwa persepsi dukungan sosial siswa dari keluarga dan guru menentukan tingkat
keberhasilan akademik mereka; siswa SMA dengan keberhasilan akademik yang lebih tinggi
memiliki tingkat persepsi dukungan sosial yang lebih tinggi juga. Keberhasilan akademik adalah
165
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
bentuk pemenuhan diri di sekolah yang merupakan salah satu dimensi dalam kesejahteraan di
sekolah, yaitu pemenuhan diri (Akturk, 2015).
Deci dan Ryan (1985) mengemukakan teori self-determination yang menyatakan bahwa
kesejahteraan seseorang ditentukan oleh kepuasan terhadap tiga kebutuhan dasar psikologis:
kompetensi, otonomi, dan keterkaitan. Siswa mengevaluasi kesejahteraan di sekolah dalam arti
sejauh mana pengalaman di sekolah dapat memenuhi kebutuhan dasar psikologis, termasuk
kebutuhan untuk kompetensi, otonomi, dan keterkaitan. Kebutuhan untuk berelasi (need for
relatedness) merupakan kebutuhan untuk merasa terhubung dengan aman dan dihargai oleh orang
lain di lingkungan, sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan untuk berelasi ini dipengaruhi oleh
dukungan sosial. Dengan demikian, evaluasi dukungan sosial terhadap orang-orang penting di
sekolah berhubungan positif dengan kesejahteraan di sekolah, artinya persepsi dukungan sosial dari
orang tua, teman, dan guru dapat memenuhi kebutuhan siswa untuk berelasi, sehingga akhirnya
berhubungan dengan kesejahteraan di sekolah (Tian dkk., 2013).
Dukungan Sosial
Salah satu variabel yang telah teridentifikasi sebagai prediktor kesejahteraan di sekolah
adalah dukungan dari jejaring sosial, seperti keluarga dan sekolah. Dengan kata lain, kepuasan di
sekolah berkaitan erat dengan dukungan sosial dari orang tua, guru, dan teman sekelas (Liu dkk.,
2016). Munoz-Laboy, Severson, Perry, dan Guilamo-Ramos (2013) menjelaskan dukungan sosial
merupakan persepsi individu mengenai sejauh mana dirinya diperhatikan, mendapatkan bantuan
dari orang lain, dan merupakan bagian dari jaringan sosial yang mendukung. Dengan kata lain, jika
si penerima mempresepsikan bahwa mereka memiliki dukungan sosial yang selalu tersedia bagi
mereka, maka dukungan sosial tersebut akan semakin efektif.
Dalam konteks remaja di sekolah, jejaring sosial yang dimaksud adalah orang tua, guru,
teman sekelas, sahabat, dan orang-orang di sekolah. Dukungan yang diberikan dapat berupa:
dukungan emosional (menunjukkan kasih sayang, kepercayaan, empati), dukungan informasi
(memberikan bantuan dan saran), dan dukungan dalam memberikan apresiasi (appraisal support)
(memberikan penghargaan) (Malecki, & Demaray, 2003).
Dukungan Sosial dan Kesejahteraan di Sekolah
Vedder, Boekaerts, dan Seegers (2005) menjelaskan bahwa persepsi dukungan sosial adalah
prediktor kesejahteraan yang lebih baik daripada dukungan yang sebenarnya diberikan. Hal ini
166
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
dikarenakan si penerima mungkin tidak menyadari semua bentuk dukungan sosial dari pemberi.
Perilaku mendukung dalam konteks yang tidak sesuai dapat dipersepsikan bukan sebagai dukungan
oleh penerima dan kurang bermanfaat sesuai dengan harapan si penerima.
Tian dkk. (2013) menjelaskan bahwa beberapa penelitian terhadap anak-anak dan remaja
membuktikan adanya hubungan yang kuat antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan di
sekolah, meliputi dukungan dari orang tua, dukungan dari teman, dan dukungan dari guru. Liu dkk.
(2016) menjelaskan bahwa siswa dengan persepsi dukungan sosial yang tinggi (khususnya terhadap
guru) mencapai tingkat kesejahteraan di sekolah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, persepsi
dukungan sosial dari guru dan teman sekelas menjadi sangat penting dalam kesejahteraan di sekolah
siswa (Liu dkk., 2016). Hal tersebut tidak mengherankan karena hubungan siswa dengan guru
maupun dengan teman sekelas juga termasuk dalam salah satu dimensi kesejahteraan di sekolah,
yaitu hubungan sosial. Liu dkk. (2016) juga memaparkan bahwa masing-masing sumber dukungan
memiliki keunggulan yang berbeda pada tingkatan kelompok usia, misalnya sumber dukungan dari
guru menjadi sumber yang paling kuat bagi siswa SD dan SMA, sementara sumber dukungan dari
teman sekelas menjadi lebih kuat dibandingkan sumber dukungan dari guru bagi siswa SMP.
Tujuan Studi
Penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dan kesejahteraan siswa remaja pertengahan
belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga mendasari pentingnya dilakukan studi ini. Selain
itu, penelitian Tomyn dan Cummins (2010) dan Konu dan Lintonen (2006) menjelaskan bahwa
individu di rentang perkembangan remaja pertengahan memiliki kesejahteraan subjektif lebih
rendah daripada siswa yang lebih muda dan kesejahteraan siswa di sekolah menengah lebih rendah
daripada siswa SD. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh persepsi
dukungan sosial terhadap kesejahteraan di sekolah, khususnya pada siswa SMA.
METODE
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang berjumlah 304 orang (Musia =
16.270; SD = .815). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik accidental
sampling, yaitu partisipan yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel sesuai sebagai sumber data, yaitu siswa SMA. Adapun, partisipan berasal dari dua sekolah
167
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
yang berbeda, yaitu SMA Panjura Malang sebanyak 93 orang yang merupakan siswa kelas 11 dan
SMAK Kolese Santo Yusup Malang sebanyak 211 orang yang merupakan siswa kelas 10 dan 11.
Desain
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif menggunakan uji regresi berganda. Uji
regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh persepsi dukungan sosial terhadap kesejahteraan di
sekolah pada siswa SMA. Seluruh data diperoleh melalui survei.
Prosedur
Prosedur pelaksanaan yang dilakukan meliputi tahap persiapan dengan melakukan studi
pustaka, menentukan metode penelitian, proses transadaptasi alat ukur dan tryout kepada 31 siswa
dari kelas 11 (kelas 2 SMA) yang terbagi menjadi 18 orang laki-laki dan 13 orang perempuan untuk
menguji validitas dan reliablitas alat ukur. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan penyebaran skala
penelitian secara langsung kepada siswa SMA yang ditemui secara klasikal dengan menyampaikan
kepada partisipan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan, serta memohon kesediaan untuk
menjadi partisipan dalam penelitian dengan cara menandatangani informed consent yang ada di
lembar pertama pada skala yang diberikan. Peneliti sebelumnya menjelaskan petunjuk pengisian
menggunakan kalimat yang mudah dipahami kepada siswa. Setelah data terkumpul, peneliti
melakukan analisis data yang diperoleh.
Instrumen
Dukungan Sosial
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ialah Child and Adolescent Social Support
Scale (CASSS) yang dikembangkan oleh Malecki, Demaray, dan Elliott (2014) untuk mengukur
persepsi dukungan sosial. Skala ini diadaptasi oleh peneliti dengan cara menerjemahkan skala dari
Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dibantu oleh dua akademisi bilingual yang independen.
Kemudian, kedua hasil terjemahan dibandingkan satu sama lain. Setelah itu, skala dikonsultasikan
kepada expert judgement, yaitu dosen bidang pikologi pendidikan, dan selanjutnya diterjemahkan
kembali dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris.
CASSS mengukur persepsi dukungan sosial pada anak-anak dan remaja di kelas 3 sampai
kelas 12 (setara dengan siswa kelas 3 SD hingga kelas 3 SMA) di Indonesia. Terdapat dua
parameter dalam skala ini, yaitu parameter ―sering‖ yang mengukur seberapa sering siswa
168
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
merasakan dukungan yang diwakilkan dengan pertanyaan ―Seberapa sering?‖ dan parameter
―penting‖ yang mengukur seberapa pentingnya bagi siswa untuk merasakan dukungan tersebut yang
diwakilkan dengan pertanyaan ―Seberapa penting?‖. Partisipan memberi respons melalui skala
Likert. Pada parameter ―sering‖, rentang jawaban dibagi menjadi enam (1 = ―Tidak Pernah‖, 6 =
―Selalu‖), sedangkan parameter ―penting‖ memiliki 3 pilihan jawaban (1 = ―Tidak Penting‖, 3 =
―Sangat Penting‖).
Skala ini terdiri dari total 60 butir yang terbagi proporsional ke dalam lima subskala yang
merupakan sumber dukungan (orang tua, guru, teman sekelas, sahabat, dan orang-orang di sekolah).
Butir-butir dalam setiap subskala merupakan pernyataan yang mewakili empat tipe dukungan
sosial, yaitu emotional (butir 1-3), informational (butir 4-6), appraisal (butir 7-9), dan instrumental
(butir 10-12). Peneliti melakukan pengujian instrumen yang meliputi uji validitas dan uji
reliabilitas. Dalam penelitian ini, uji validitas yang dilakukan adalah face validity (validitas muka)
dan untuk menguji reliabilitas melalui perhitungan rumus Cronbach’s Alpha. Hasil uji reliabilitas
CASSS dalam penelitian ini menunjukkan Cronbach’s Alpha sebesar sebesar .934 untuk parameter
―sering‖ dan .898 untuk parameter ―penting‖.
Kesejahteraan di Sekolah
Skala yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan di sekolah adalah School Well-being
Profile (SWP) (Konu & Rimpela, 2002) dan diadaptasi oleh peneliti dari Bahasa Inggris ke Bahasa
Indonesia. Skala ini terdiri dari 79 butir dan terbagi menjadi empat dimensi kesejahteraan di
sekolah, meliputi kondisi sekolah (26 butir), hubungan sosial (17 butir), pemenuhan diri (24 butir),
dan status kesehatan (12 butir). Penelitian ini menggunakan School Well-being Profile yang
memang diperuntukkan khusus bagi siswa SMA, di mana partisipan merespons melalui skala Likert
dengan lima pilihan jawaban. Hasil uji reliabilitas SWP dalam penelitian ini menunjukkan
Cronbach’s Alpha sebesar .94.
Teknik Analisis
Uji distribusi data dilakukan dengan mengunakan uji normalitas menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dan uji linearitas menggunakan Test for Linearity terhadap data penelitian.
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan multiple regression. Seluruh analisis dilakukan
menggunakan program SPSS versi 25.
169
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
ANALISIS DAN HASIL
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Jumlah subjek dalam penelitian ini awalnya sebanyak 307 orang, tetapi terdapat tiga orang
yang gugur karena tidak mengisi survei secara lengkap, sehingga subjek yang digunakan dalam
penelitian ini menjadi 304 orang. Jumlah subjek berjenis kelamin perempuan sebesar 52.63% dan
laki-laki sebesar 47.37%. Subjek dalam penelitian ini memiliki rentang usia 15-18 tahun, yang
meliputi siswa dari kelas 10 (31.9%) dan kelas 11 (68.1%).
Tabel 1 merangkum gambaran perbandingan skor hipotetik dan skor empirik pada variabel
penelitian.
Tabel 1.
Perbandingan Skor Hipotetik dan Skor Empirik
Nilai Hipotetik Nilai Empirik
Variabel
Min. Maks. M SD Min. Maks. M SD
Persepsi Dukungan Sosial
Sering 60 360 210 35 124 340 238.8 37.097
Penting 60 180 120 20 73 180 138.46 19.149
Kesejahteraan di Sekolah 0 316 158 17.24 101 288 200.82 30.233
Setelah mendapatkan hasil dari skor hipotetik dan skor empirik, peneliti melakukan
kategorisasi pada skor subjek berdasarkan norma ketentuan kategorisasi menurut Azwar (2015)
yang melihat nilai hipotetik dengan ketentuan kategori rendah berada pada daerah keputusan X < (μ
- 𝜎), kategori sedang berada pada daerah keputusan (μ - 𝜎) ≤ X < (μ + 𝜎), dan kategori tinggi berada
pada daerah keputusan (μ + 𝜎) ≤ X. Hasil perhitungan dan kategorisasi skor subjek dirangkum
dalam Tabel 2. Mengacu pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa data tingkat persepsi dukungan
sosial sebagian besar subjek berada pada kategori sedang dan tingkat kesejahteraan di sekolah
mayoritas subjek berada pada kategori tinggi.
170
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Tabel 2.
Kategorisasi Jenjang Skor Subjek
Daerah Jumlah
Variabel Kategori Persentase
Keputusan Siswa
Rendah X < 175 10 3.29%
Sedang 175 ≤ X < 245 164 53.95%
Sering
Tinggi 245 ≤ X 130 42.76%
Persepsi Total 340 100%
Dukungan Sosial Rendah X < 100 7 2.3%
Sedang 100 ≤ X < 140 174 57.24%
Penting
Tinggi 140 ≤ X 123 40.46%
Total 340 100%
Rendah X < 141 6 1.97%
Sedang 141≤ X < 175 48 15.79%
Kesejahteraan di Sekolah
Tinggi 175 ≤ X 250 82.24%
Total 340 100%
Uji Asumsi
Hasil uji normalitas menggunakan Teknik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data
masing-masing variabel terdistribusi normal (p > .05). Hasil uji linearitas dengan menggunakan
Test for Linearity juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara variabel persepsi
dukungan sosial dengan kesejahteraan di sekolah (p = .000).
Analisis Uji Hipotesis
Hasil uji multiple regression menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara persepsi
dukungan sosial terhadap kesejahteraan di sekolah pada siswa SMA (F = 60.078; p = .000; ES =
.285). Pada hasil dari uji hipotesis juga diketahui koefisien persepsi dukungan sosial dengan
kesejahteraan di sekolah signifikan pada parameter sering dengan nilai signifikansi .000 (p < .05)
dan bukan parameter penting dengan nilai signifikansi 0.200 (p > .05).
Selanjutnya, analisis regresi dilakukan secara spesifik pada lima subskala sumber dukungan,
yaitu orang tua, guru, teman sekelas, sahabat, dan orang-orang di lingkungan sekolah. Kelima
sumber dukungan dalam persepsi dukungan sosial tersebut memiliki tingkatan pengaruh yang
berbeda-beda terhadap kesejahteraan di sekolah. Hal tersebut dapat diketahui dari Tabel 3 berikut.
171
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Tabel 3.
Nilai Regresi Masing-Masing Sumber Parameter Persepsi Dukungan Sosial
p
Sumber R2
Sering Penting Sering Penting Simultan
Orang tua .763 .850 .078 .000 .000 .127
Guru .176 1.672 .062 .000 .000 .309
Teman sekelas -.236 1.174 .541 .000 .000 .124
Sahabat -1.055 1.171 .732 .012 .000 .108
Orang di lingkungan
sekolah -.457 1.233 .214 .000 .000 .155
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelima sumber dukungan berpengaruh terhadap
kesejahteraan di sekolah. Sumber dukungan yang memiliki effect size terbesar adalah guru (R2 =
.309), sedangkan yang terkecil ialah sahabat (R2 = .108).
DISKUSI
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi dukungan sosial dengan
kesejahteraan siswa SMA di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi dukungan sosial
berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan di sekolah siswa. Hasil ini serupa dengan studi
sebelumnya (Tian dkk., 2013) bahwa ada hubungan yang kuat antara persepsi dukungan sosial dan
kesejahteraan di sekolah, meliputi dukungan dari orang tua, dukungan dari teman, dan dukungan
dari guru.
Jika dilihat dari kategorisasi yang telah dilakukan mengenai tingkat kesejahteraan di
sekolah, mayoritas subjek studi berada pada kategori tinggi. Tingkat kesejahteraan di sekolah yang
tinggi dapat pula dikarenakan oleh berbagai faktor, seperti cara pengajaran, pengalaman
pembelajaran, dan lingkungan atau atmosfir sekolah. Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan bahwa
faktor yang memengaruhi tingginya kesejahteraan siswa, yaitu optimalisasi pengajaran dan
pendidikan, pembelajaran, dan pendidikan yang diterima di lingkungan rumah.
Sementara itu, pada variabel persepsi dukungan sosial, mayoritas siswa mempersepsikan
dukungan sosialnya dalam kategori sedang (baik dalam parameter ―sering‖ maupun ―penting‖)
dengan komposisi data yang cukup tersebar pada berbagai kategori lainnya. Hasil ini didukung oleh
penelitian Malecki dan Demaray (2003) yang menjelaskan adanya persepsi dukungan sosial, baik
pada parameter penting dan sering, pada siswa SMA yang tersebar di berbagai tingkatan yang
172
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
berbeda, mulai dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Oleh karena itu, dukungan sosial bagi siswa
SMA dianggap penting dan perlu untuk sering diberikan.
Analisis tambahan terhadap kelima sumber dukungan pada persepsi dukungan sosial
menunjukkan bahwa dukungan dari guru memiliki pengaruh terbesar terhadap kesejahteraan. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian Danielsen, Samdal, Hetland, dan Wold (2009) yang menyatakan
bahwa siswa dengan persepsi dukungan sosial yang tinggi (khususnya terhadap guru) mencapai
tingkat kesejahteraan di sekolah yang lebih tinggi. Penelitian Liu dkk. (2016) juga menunjukkan
bahwa persepsi dukungan sosial dari guru menjadi sangat penting dalam kepuasan siswa di sekolah.
Lebih lanjut, Liu dkk. (2016) memaparkan bahwa dukungan dari guru menjadi sumber yang paling
kuat bagi siswa SD dan SMA. Beberapa penelitian juga menemukan perbedaan pada hubungan
antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan di sekolah ketika sumber dukungan dari orang
tua, teman sebaya, dan guru diukur secara bersamaan dan hasil menunjukkan bahwa hubungan
antara dukungan dari para guru menjadi yang terkuat terhadap kesejahteraan di sekolah siswa (Tian
dkk., 2013).
Liu dkk. (2016) menjelaskan bahwa guru sering diibaratkan sebagai figur penting dalam
kehidupan siswa karena perannya sebagai orang dewasa di sekolah yang mengetahui dan
menunjukkan kepedulian mengenai banyak hal tentang siswa dan berfungsi sebagai penyedia
dukungan sosial terhadap kesehatan mental siswa dalam konteks sekolah. Guru diidentifikasi
sebagai tokoh utama dalam kehidupan sekolah siswa sehari-hari dan sumber utama dukungan sosial
siswa di sekolah, khususnya terkait dengan hubungan interpersonal siswa. Dalam konteks
kesejahteraan di sekolah, beberapa penelitian menunjukkan bahwa guru memberikan pengaruh
penting, baik berkaitan dengan pencapaian tujuan akademik maupun pengaturan proses sosial
emosional siswa (Vedder dkk., 2005). Vedder dkk. (2005) juga menyatakan bahwa kesejahteraan di
sekolah berhubungan dengan ketersediaannya dukungan dari guru dalam mengatasi masalah
pembelajaran pada siswa.
Dukungan yang kuat dan stabil dari guru sebagaimana dipersepsikan oleh subjek juga dapat
disebabkan karena relasi dari keluarga dan teman kerap berkonflik pada individu yang berada di
fase perkembangan ini (Tian dkk., 2013). Tian dkk. (2013) juga menyatakan bahwa dukungan dari
guru dan orang tua secara signifikan berhubungan dengan kesejahteraan di sekolah pada remaja
awal (usia 12-14 tahun), tetapi pada remaja pertengahan (usia 15-17 tahun) hanya dukungan dari
gurulah yang secara signifikan berhubungan dengan kesejahteraan di sekolah.
173
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Penelitian ini melihat persepsi dukungan sosial terhadap kesejahteraan siswa SMA di
sekolah. Namun, tidak menjelaskan mengenai aktualitas dukungan sosial yang diterima, apakah
siswa secara langsung benar menerima dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Meskipun
Munoz-Laboy, Severson, Perry, dan Guilamo-Ramos (2013) menjelaskan bahwa tingkat
keefektifan dukungan sosial akan semakin baik sesuai dengan sebaik apa si penerima
mempersepsikannya, namun akan lebih baik apabila peneliti selanjutnya juga melihat dukungan
sosial aktualitas yang diterima.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi
dukungan sosial dengan kesejahteraan di sekolah pada siswa SMA. Dari kelima sumber dukungan
dalam persepsi dukungan sosial, guru memiliki pengaruh terbesar terhadap kesejahteraan di sekolah
pada siswa SMA, diikuti oleh dukungan dari orang di lingkungan sekolah, orang tua, teman sekelas,
dan sahabat.
Saran Teoretis
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan subjek penelitian pada jenjang
pendidikan yang berbeda agar mendapatkan hasil yang lebih beragam dan dapat membandingkan
subjek dari berbagai jenjang Pendidikan dan melihat dukungan sosial aktualitas (received) siswa di
lingkungan sekitarnya.
Saran Praktis
Bagi sekolah, kesejahteraan siswa merupakan indikator penting untuk menjamin efektivitas
pengalaman pembelajaran siswa, sehingga perlu diberi perhatian khusus. Studi ini menunjukkan
bahwa kesejahteraan siswa dapat dipelihara dan ditingkatkan dengan memberikan dukungan sosial
bagi siswa, khususnya pada siswa SMA. Salah satu cara praktis yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan persepsi dukungan sosial ialah dengan mengadakan aktivitas untuk mengenal orang-
orang di lingkungan sekolah, aktivitas-aktivitas yang melibatkan interaksi secara langsung dengan
guru, teman sekelas, atau sahabat melalui kegiatan di dalam kelas atau kegiatan ekstrakurikuler di
luar kelas.
174
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Guru memegang peran sentral dalam memenuhi kebutuhan dukungan sosial siswa, sehingga
penting untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan maupun interaksi dengan siswa. Ini
dapat dilakukan dengan memberikan dukungan apabila siswa membutuhkan informasi, memberikan
dukungan emosional berupa memberikan motivasi, perhatian, mendengarkan, dan membantu
permasalahan yang dialami, maupun dukungan agar siswa mampu untuk berinteraksi dengan teman
di dalam dan di luar kelas dengan melibatkan siswa untuk mengikuti kegiatan dan aktivitas
kelompok dengan teman sebaya mereka.
REFERENSI
Akturk, A. O. (2015). Analysis of cyberbullying sensitivity levels of high school students and their
perceived social support levels. Emerald, 12(1), 44-61.
Allardt, E. (1989). An updated indicator system: Having, loving, being. University of Helsinki:
Finland.
Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi (2nd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Danielsen, A. G., Samdal, O., Hetland, J., & Wold, B. (2009). School-related social support and
students’ perceived life satisfaction. The Journal of Educational Research, 102(4), 303–
320.
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in human behavior.
New York, NY: Plenum.
Huebner, S. E., & McCullough, G. (2000). Correlates of school satisfaction among adolescents. The
Journal of Educational Research, 93(5), 331-335.
Konu, A., & Koivisto, A. M. (2011). The school well-being profile - A valid instrument for
evaluation. Paper presented at the Conference: EDULEARN11 - Barcelona 2011. Ditemu
kembali dari https://www.researchgate.net/publication/230805981_The_School_Well-
Being_Profile_-_a_valid_instrument_for_evaluation
Konu, A., & Lintonen, T. P. (2006). School well-being in grades 4–12. Health Education Research,
21(5), 633–642.
Konu, A., & Rimpela, M. (2002). Well–being in school: A conceptual model. Health Promotion
International, 17(1), 79-87.
175
Rahma, U., Pramitadewi, Rr. K. P., Faizah, & Perwiradara, Y. / Jurnal Psikologi Ulayat (2020), 7(2), 163-176
Liu, W., Mei, J., Tian, L., & Huebner, E. S. (2016). Age and gender differences in the relation
between school-related social support and subjective well-being in school among students.
Social Indicators Research, 125(3), 1065–1083.
Malecki, C. K., & Demaray, M. K. (2003). What type of support do they need? Investigating
student adjustment as related to emotional, informational, appraisal, and instrumental
support. School Psychology Quarterly, 18, 231-252.
Malecki, C. K., Demaray, M. K., & Elliott, S. N. (2014). A working manual on the development of
the child and adolescent social support scale (2000). DeKalb, IL: Northern Illinois
University.
Munoz-Laboy, M., Severson, N., Perry, A., & Guilamo-Ramos, V. (2013). Differential impact of
types of social support in the mental health of formerly incarcerated latino men. Am J Mens
Health, 8(3), 226–239.
Nanda, A., & Widodo, P. B. (2015). Efikasi diri ditinjau dari school well-being pada siswa Sekolah
Menengah Kejuruan di Semarang. Jurnal Empati, 4(3), 90-95.
Nidianti, W. E., & Desiningrum, D. R. (2015). Hubungan antara school well-being dengan
agresivitas. Jurnal Empati, 4(1), 202-207.
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ikhtisar data pendidikan dan
kebudayaan 2017/18. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Santrock, J. W. (2014). Psikologi pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono, S. W. (2015). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo.
Tian, L., Liu, B., Huang, S., & Huebner, E. S. (2013). Perceived social support and school well-
being among Chinese early and middle adolescents: The mediational role of self-esteem.
Social Indicators Research, 113(3), 991–1008.
Tobia, V., Greco, A., Steca, P., & Marzocchi. (2019). Children’s well-being at school: A multi-
dimensional and multi-informant approach. Journal of Happiness Studies, 20(3), 841–861
Tomyn, A. J., & Cummins, R. (2010). The subjective well-being of high-school students:
Validating the personal well-being index—School children. Social Indicators Research,
101(3). doi: 10.1007/s11205-010-9668-6
Vedder, P., Boekaerts, M., & Seegers, G. (2005). Perceived social support and well-being in school:
The role of students’ ethnicity. Journal of Youth and Adolescence, 34(3), 269–278.
176