PROSES PENYEBARAN DAN PERSENTUHAN
PEMIKIRAN LUAR ISLAM
DENGAN PEMIKIRAN ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah : Filsafat Sains dalam Islam
Dosen Pengampu : Dr. SOLIHAH TITIN SUMANTI, M.Ag
Disusun oleh:
Sem.I/PPS-PPI/FITK
HANDOKO (0332193013)
PROGRAM STUDI MAGISTER PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Abstract
Talking about the history of external Islamic thought with Islamic thought
naturally discusses many historical aspects of the beginning of the emergence of
external Islamic thought so that Islamic philosophy arises. Starting from the main
points of Islamic teachings, the Islamic teaching system, political thought and
Islamic law during the time of the Prophet Muhammad and then khulafa ar-
Rashidin, the Umayyads and Abbasids. Then Islamic thought increasingly
developed with the emergence of theological thinking whose growth was
increasingly developing. Followed by the emergence of Sufism and the tarekat
until there is an Islamic philosophy. In its development, Islam has many problems
that require thinking to be able to solve them. Of course in solving problems
requires the optimal role of reason.
So that Islamic Philosophy emerged. Islamic philosophy itself has a long
history. And the concept of Islamic philosophical thinking is certainly very
influenced by philosophical thinking outside of Islam. Many factors influence and
lead to the development of external Islamic thought into Islamic thought. Among
them is due to factors encouraging Islamic teachings, divisions, demographic
factors, Islamic cultural factors and others. The entire factor makes philosophy the
basis of a scientific concept that is beneficial to human life.
DAFTAR ISI
Abstrak ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Kerangka Teori ....................................................................... 3
1. Transformasi Filsafat Luar Islam ke Filsafat Islam ......... 3
2. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat Luar Islam ........... 4
3. Persamaan Filsafat Islam dan Filsafat Luar Islam ............ 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................... 8
A. Filsafat Luar Islam dan Kemunculannya ............................... 8
B. Filosof Luar Islam dan Pemikirannya ..................................... 9
C. Pengertian Filsafat Islam ........................................................ 11
D. Perkembangan Filsafat Islam .................................................. 11
1. Faktor Internal Perkembangan Filsafat Islam .................. 12
2. Faktor Eksternal Perkembangan Filsafat Islam ............... 14
E. Tonggak-Tonggak Filsafat Islam ............................................ 16
F. Tokoh Filsafat Islam dan Hasil Pemikirannya ........................ 17
BAB III PENUTUP ............................................................................. 22
A. Kesimpulan ............................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dari lima hal yang ingin diwujudkan Islam dipentas kehidupan
dunia ini adalah agar terealisasinya misi mulia sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Konsep ini adalah terciptanya peradaban dunia yang diridhai Allah SWT, yaitu
peradaban yang mengantarkan penduduk dunia ini berprientasi hidup hasanah di
dunia hingga ke akhirat kelak.
Bebicara masalah peradaban, tidak bisa dilepaskan dengan masalah
filsafat. Karena secara historis filsafatlah yang mengantarkan suatu kaum kedepan
pintu gerbang peradabannya masing-masing seperti yang pernah dialami
peradaban Luar Islam kuno dan peradaban Islam (dimasa keemasan). Kedua
peradaban yang pernah ada tersebut (terutama Islam) mencapai kegemilangannya
setelah terlebih dahulu mengalami kegemilangan dalam bidang filsafat dan
kegiatan ilmiah.
Secara keseluruhan Filsafat Luar Islam dan Filsafat Islam memegang
peranan yang besar dalam membentuk peradaban dunia. Sebab filsafat Luar Islam
adalah peletak batu pertama kemunculan usaha intelektualitas dalam memahami
fenomena alam baik yang mikro maupun yang makro, dan filsafat Islam
mengembangkan, memformulasikan, mengarahkan dan mensistemasi serta
menurunkannya ketataran praktis hingga melahirkan peradaban cemerlang.
Dalam rangka mengambil i’tibar dari sejarah, pemahaman tentang proses
terjadinya transformasi filsafat Luar Islam kedalam dunia Islam, sangatlah
signifikan maknanya. Proses penyebaran dan persentuhan antara pemikiran barat
dan pemikiran Islam sudah mulai terjadi sejak zaman nabi Muhammad SAW
hingga mengalami zaman keemasan pada masa dinasti Abbasiyah hingga saat ini.
Tradisi keilmuan sepanjang sejarah umat Islam telah terjadi Pemikiran
pendidikan Islam semakin mengalami kemajuan pada masa dinasti Abbasiyah.
Pada masa itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan
dapat memahami isi dan kandungan alquran dengan baik. Pada masa itu murid-
murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan
mudah dipahami tentang beberapa masalah.
Kemajuan sistem pendidikan Islam pada zaman khalifah Abbasiyah
ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan yang amat beragam,
dalam bidang akademik yang amat kondusif, kurikulum pendidikan, keberadaan
para guru yang memiliki bidang keahlian, reputasi dan pengaruh yang besar dan
luas, sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai, pembiayaan
pendidikan yang mencukupi, manajemen pendidikan yang lebih rapi dan tertib,
serta para pelajar yang datang dari berbagai penjuru dunia.
Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di kuttab, dimana alquran
merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan
penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas
sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa. Dengan mempelajari
sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil
contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad
Saw, sahabat dan ulama setelahnya.
B. Rumusan Masalah
1. Memahami pengertian Filsafat Luar Islam dan Filsafat Islam
2. Perkembangan Filsafat Islam
3. Siapa saja para filosof Luar Islam dan hasil pemikirannya.
4. Siapa saja para filosof Islam dan hasil pemikirannya.
5. Perbedaan dan persamaan filsafat luar Islam dengan filsafat Islam.
C. Kerangka Teori
1. Transformasi Filsafat Luar Islam ke Filsafat Islam
Filsafat memiliki beberapa istilah yang dikenal dalam tradisi Islam.
Berdasarkan perkembangannya, filsafat Luar Islam yang diIslamisasikan ini
pada akhirnya melahirkan satu corak filsafat baru yang kini dikenal sebagai
filsafat Islam. Dari segi bahasa, filsafat berasal dari bahasa Luar Islam yaitu
gabungan dari kata Philo yang artinya cinta, dan Sophia yang artinya
kebijaksanaan, atau pengetahuan yang mendalam. Jadi dilihat dari akar
katanya, filsafat berarti ingin tahu secara mendalam atau cinta terhadap
kebijaksanaan.
Dalam tradisi intelektual Islam, terdapat istilah yang umum untuk
filsafat. Pertama, istilah“hikmah”. Filsafat bukan barang asing, akan tetapi
berasal dari dan bermuara pada al-Qur’an. Al-‘Amiri, misalnya, menulis
bahwa hikmah berasal dari Allah, dan di antara manusia yang pertama
dianugrahi hikmah oleh Allah ialah Luqman al-Hakim. Disebutnya ketujuh
filsuf Luar Islam kuno itu sebagai ahli hikmah (al-hukama’ as-sab‘ah)–
yakni Thales, Solon, Pittacus, Bias, Cleobulus, Myson dan Chilon.
Demikian pula al-Kindi, yang menerangkan bahwa falsafah itu artinya
hubb al-hikmah (cinta pada kearifan). Sementara Ibn Sina menyatakan
bahwa hikmah adalah kesempurnaan jiwa manusia tatkala berhasil
menangkap makna segala sesuatu dan mampu menyatakan kebenaran
dengan pikiran dan perbuatannya sebatas kemampuannya sebagai.
Yang kedua adalah istilahfalsafah, yang diserap ke dalam kosakata
Arab melalui terjemahan karya-karya Luar Islam kuno. Menurut al-Kindi,
filsafat adalah ilmu yang mempelajari hakikat segala sesuatu sebatas
kemampuan manusia. Dalam tulisnnya, Demikian tulis al-Kindi mengatakan
bahwa filsafat teoritis mencari kebenaran, manakala filsafat praktis
mengarahkan pelakunya agar ikut kebenaran. Berfilsafat itu berusaha
meniru perilaku Tuhan. Filsafat merupakan usaha manusia mengenal
dirinya.
Sedangkan istilah ketiga yang digunakan adalah ‘ulum al-awa’ilyang
artinya ilmu-ilmu orang zaman dulu. Yaitu ilmu-ilmu yang berasal dari
peradaban kuno pra-Islam seperti India, Persia, Luar Islam dan Romawi.
Termasuk diantaranya ilmu logika, matematika, astronomi, fisika, biologi,
kedokteran, dan sebagainya.
Filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Luar Islam yang
dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di
Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.Para filsuf Muslim di zaman klasik
Islam dikenal sangat menghargai pemikiran dari tradisi filsafat Luar Islam
sejauh tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam.
Mulanya, filsuf-filsuf muslim klasik menggali karya filsafat Luar Islam
seperti Plato, Aristoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, yang
kemudian disesuaikan dengan ajaran atau syari’ah Islam. Pada akhirnya,
para filsuf Muslim membangun satu corak filsafat baru yang kini dikenal
sebagai filsafat Islam. Dan karena dihasilkan dalam zaman klasik Islam,
maka filsafat mereka sering disebut dengan filsafat klasik Islam.
Filsafat Islammerupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah
muslim. Berkembangnya ilmu filsafat di dunia Islam ini pada akhirnya telah
melahirkan sejumlah filsuf terkenal dari kalangan Muslim. Mereka antara
lain Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah,
Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.
2. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat Luar Islam
Persamaan antara filsafat dan agama ialah masing-masing
merupakan sumber nilai, terutama nilai-nilai etika. Perbedaannya lagi
dalam hal ni, nilai-nilai etika filsafat merupakan priduk akal, sedangkan
nilai-nilai agama dipercayai sebagai ditentukan oleh Tuhan. Pada
agama budaya sesungguhnya ia masih produk akal juga. Pada agama
langitlah baru dapat dikatakan sebagai ketentuan Tuhan, sepanjang
dipercayai bahwa agama langit dibentuk oleh wahyu, sedangkan agama
budaya dilahirkan oleh filsafat.
Apabila dibahas ajaran tiap agama, selalu kita temukan penentuan
nilai-nilai baik dan buruk. Dalam Islam ini amat tegas digariskan.
Terkenal sarinya “amar ma`ruf dan nahi munkar”, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran. (Manaf 1996, 126)Oleh karena
itu, penulis akan menjelaskan secara terperinci antara perbedaan dan
persamaan antara filsafat Luar Islam dan filsafat Islam.
Adapun perbedaan antara filsafat islam dan filsafat Luar Islam
adalah:
1. Filsafat yang merupakan sumber pemikiran ilmiah Luar Islam
hanya di dasarkan pada hipotesis-hipotesis dan pendapat-pendapat,
sedangkan ilmu-ilmu Islam mendasarkan penyelidikan mereka atas
dasar pengamatan dan percobaan.
2. Orang-orang Luar Islam menganggap bahwa pengetahuan indrawi
berkedudukan lebih rendah daripada pengetahuan rasio. Jadi,
pengetahuan indrawi kurang dapat diandalkan sehingga mereka
tidak mendirikan laboratorium-laboratorium. Ilmuwan-ilmuwan
Muslim tetap mengandalkan pemikiran rasional, namun mereka
melakukan pembuktian melalui pengamatan dan percobaan. Oleh
sebab itu, mereka mendirikan laboratorium-laboratorium.
3. Orang-orang Luar Islam hanya berfikir secara deduktif. Kaum
muslimin diajari oleh Al-Qur’an supaya berfikir induktif dengan
perintah dengan memperhatikan alam sekitarnya.
4. Ilmu-ilmu Luar Islam hanya sekadar sekumpulan informasi. Ilmu-
ilmu kaum Muslimin merupakan keseluruhan pengetahuan yang
berdasarkan hokum dan teori.
5. Luar Islam dalam jangka waktu 12 abad hanya melahirkan
beberapa gelintir ilmuwan saja, sedangkan Islam hanya dengan 6
atau 7 abad saja telah melahirkan ribuan ilmuwan besar dan
menjadi peletak dasar ilmu-ilmu modern.
6. Luar Islam hanya meninggalkan beberapa buah buku bernilai.
Sedangkan Islam telah meninggalkan beberapa ribuan karya tulis
besar yang menjadi standar kajian ilmuwan Eropa di Perguruan
tinggi (universitas) mereka sampai kini.
3. Persamaan Filsafat Islam dan Filsafat Luar Islam
Sedangkan persamaan filsafat islam dan filsafat Luar Islam adalah:
1. Keduanya sama-sama menggunakan filsafat sebagai sarana untuk
pengembangan pemikiran rasional.
2. Keduanya mengembangkan progresif peradabannya melalui
kegiatan kajian-kajian ilmiah di perguruan-perguruan tinggi yang
terkonsentrasi secara sistematis dan terencana.
3. Keduanya mengembangkan sejumlah peradabannya melalui
pengembangan sejumlah perpustakaan-perpustakaan.
4. Keduanya menggunakan para ilmuwan spesialis sebagai pelaksana
pengembangan keilmuannya.
5. Keduanya mengalami kemajuan ketika keduanya sangat
menghargai karya-karya ilmuwan mereka sehingga para ilmuwan
dengan tekunnya menggeluti keahliannya. Akan tetapi, keduanya
mengalami kebangkrutan setelah keduanya tidak memperhatikan
kesejahteraan para ilmuwannya sehingga para ilmuwan
meninggalkan negeri keduanya.
Berdasarkan perbedaan dan persamaan antara filsafat Luar Islam
dan filsafat Islam di atas, Islam terus berkembang. Namun menurut
hemat penulis, kini setelah ilmu pengetahuan berkembang di Eropa,
kaum Muslimin berbalik menjadi murid orang-orang Eropa. Hanya
saying, ketika zaman keemasan Islam, kaum Muslimin menjadi murid-
murid Luar Islam hanya mengambil nilai-nilai kebenaran Luar
Islamnya saja sehingga kaum Muslimin tidak menjadi orang-orang Luar
Islam meski telah mengadopsi ilmu-ilmu Luar Islam serta mengalami
zaman kemajuan dan keemasan. Akan tetapi, kini kondisinya sangat
berbeda.
Banyak kaum Muslimin yang telah belajar ilmu-ilmu Barat kini
telah menjadi orang-orang Barat. Tampaknya pada masa kini, sebagian
para sarjana Muslim yang belajar di dunia Barat, setelah mereka
kembali, bukan hanya ilmu-ilmu barat yang dibawanya, melainkan
membawa juga budaya-budaya Barat. Sehingga budaya Barat
berkembang di dunia Islam, yang secara kebetulan dianggap para tokoh
Muslim ortodoks, terutama yang sangat tidak setuju kalau kaum
Muslimin belajar dari dunia Barat menolak secara tegas semua produk
barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Luar Islam dan Kemunculannya
Secara etimologi, filsafat yang dalam bahasa Inggrisnya Philosophy,
berasal dari kata Luar Islam Philosofia yang lazim diterjemahkan dengan cinta
dan kearifan. Akar kataya adalah philia yang berarti cinta dan sophia adalah
kearifan. Menurut pengertian semula dari zaman Luar Islam kuno, filsafat berarti
cinta kearifan. Namun cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas
sekali. Sophia tidak hanya berarti kearifan, melainkan juga meliputi kebenaran
pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai
kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan hal yang praktis.
(Gie 2010, 29)
Menurut Cicero, seorang penulis Romawi (106-43 SM) orang yang
pertama memakai kata filsafat adalah Pythagoras (497 SM), sebagai reaksi
terhadap cendikiawan dimasanya yang menamakan dirinya ahli pengetahuan.
Pythagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak
sesuai dengan manusia. Tiap-tiap orang mengalami kesukaran dalam
memperolehnya meskipun ia telah menghabiskan segala umurnya, namun ia tidak
akan sampai ketepinya. Karena itu kita ini menurutnya bukan ahli pengetahuan,
namun pencari dan pecinta pengetahuan atau filosof. (A. Hanafi 1996, 3)
Sedangkan pengertian filsafat secara terminologi, menurut The Liang Gie,
sulit untuk merumuskan dalam suatu formulasi yang bisa mewakili keseluruhan
definisi yang dikemukakan oleh para ahli menurut aliran filsafatnya masing-
masing sebagaimana yang bisa dilakukan dalam bidang keilmuwan yang lain.
Karena itu The Liang Gie dalam mengemukakan pengertian filsafat, mengutip
defenisi-defenisi yang dikemukakan para ahli tersebut.
Diantara defenisi-defenisi tersebut adalah (1) Thales (640-546 SM),
filsafat adalah suatu penela’ahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal
mulanya, unsur-unsurnya, dan kaidah-kaidahnya. (2) Socrates (369-469 SM)
mengatakan bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau
perenungan terhadap asas-asas kehidupan yang adil dan bahagia. (3) Plato (347-
427 SM) berpendapat bahwa pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan
terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. (4) Aristoteles (322-348 SM)
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu tentang asas-asas pertama atau suatu ilmu
yang menyelidikan terhadap sesuatu yang ada sebagai yang ada dan cir-ciri yang
tergolong pada objek itu berdasarkan sifat alaminya sendiri. (Gie 2010, 31-33)
Para ahli tampaknya sepakat, bahwa pemikiran ilmiah yang merupakan
titik awal kemunculan filsafat, merupakan penemuan Luar Islam. Namun
pemikiran ilmiah tidak muncul dan berkembang tanpa da faktor-faktor yang
mendahuluinya. Sebelum lahirnya pemikiran ilmiah manusia menggunakan mitos
dalam menjawab segala pertanyaan tentang alam yang mengitarinya. Mitologi
menjawab pertanyaan tentang alam semesta ini dengan jawaban dalam bentuk
mite yang terlepas sama sekali dari kegiatan rasio. (Miharja 1999, 18) Namun
lama kelamaan manusia tidak lagi puas dengan jawaban mitotogi tersebut dan
mencoba mencari jawaban yang rasional dari pertanyaan-pertanyaan tentang alam
semesta. Dari usaha mencari jawaban rasional terhadap pertanyaan tentang alam
semesta itulah munculnya filsafat. (Khalaf 1995, 80)
Menurut Aristoteles, filsafat dimulai dengan adanya rasa thaumagien,
yaitu ketika akal budi dicengangkan oleh apria (problem). Filosof-filosof Lonia
yang pertama menyingkap tabir rahasia alam semesta ini dengan menjawab,
menerangkan gejala-gejala yang terdapat didalamnya agar terhindar dari
ketidaktahuan. Sejak itu mitos mulai ditinggalkan, bahkan ketika Pythagoras yang
terkenal sampai sekarang dengan hukum dalil Pythagoras berpendapat bahwa
gejala-gejala fisis dikuasai oleh hukum matematis mitologi makin jauh
ditinggalkan. (Hamidi 1999, 55)
B. Filosof Luar Islam dan Pemikirannya
Perlu dibuat batasan yang jelas tentang rentang waktu lahir dan
berkembangnya filsafat Luar Islam, agar dalam pembicaraan tentang para filosof
Luar Islam menjadi jelas batasan dimensi waktunya. Dalam hal ini Ahmad Hanafi
mengatakan bahwa pemikiran filsafat yang hanya dimiliki oleh orang-orang Luar
Islam adalah sejak abad ke-6 sampai akhir abad ke-4 sebelum masehi. Masa
tersebut dinamakan dengan fase Hellenisme. (A. Hanafi 1996, 21) Diantara filosof
Luar Islam dimasa Hellenisme tersebut adalah :
1. Thales (640-556 SM). Ia merupakan seorang filosof yang mendirikan aliran
filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Luar Islam. Filsafat
kosmos atau yang kemudian dikenal dengan kosmologi mempertanyakan
tentang unsur tunggal apa yang menjadi dasar perubahan atau membentuk
alam semesta. Terhadap pertanyaan filodofis aliran ini didapatkan jawaban
yang bermacam-macam, yaitu air,api, tanah, atau udara.
2. Pythagoras (572-497 SM). Ia adalah pendiri filsafat Pythagorianisme. Aliran
filsafat ini mengemukakan sebuah ajaran metafisis, bahwa bilangan
merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok sifat-sifat benda.
Segenap gejala alam menurut aliran ini merupakan pengungkapan inderawi
dari perbandingan-perbandingan matematika. Filsafat ini dan mazhab
Pythagorianisme dipadatkan menjadi sebuah dalil yang berbunyi “Bilangan
memerintah jagad raya” (Number rules the universe).
3. Socrates (469-349 SM). Seorang filosof bidang moral terkemuka setelah
Thales pada zaman Luar Islam kuno adalah Socrates. Ia mengajarkan
terhadap khalayak ramai terutama kaum muda, bahwa pengetahuan adalah
kebajikan, dan kebajikan adalah kebagiaan.
4. Plato (427-347 SM) dia adalah seorang filosof Luar Islam yang sangat besar
pengaruhnya terhadap filsafat Islam. Melalui banyak karya tulisnya umat
Islam di masa Daulay Abbasiah begitu tergerak untuk mengadakan kegiatan
ilmiah. Plato adalah seorang filosof yang telah mengubah pengertian
kearifan (sophia) yang semula berkaitan dengan soalsoal praktis dalam
kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Dalam karyanya berjudul
“Republic” Plato menegaskan bahwa para filusuf adalah pencinta
pandangan tetang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian kebenaran
itu, hanyalah filosof yang bisa menemukan dan menangkap pengetahuan
tentang ide yang abadi dan tak berubah.
5. Aristoteles (348-322 SM). Sebagaimana halnya Plato, Aristoteles juga
merupakan salah seorang filosof Luar Islam yang pemikirannya sangat
mempengaruhi filsafat Islam. Ia adalah murid Plato yang paling terkemuka.
Menurutnya sophia (kearifan) merupakan kebajikan intelektual tertinggi,
sedang philosophia merupakan padanan kata episteme, dalam arti suatu
kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai.
C. Pengertian Filsafat Islam
Definisi filsafat Islam, menurut Ahmad Fu’ad Ahmawi adalah pembahasan
yang meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam-macam masalah
manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan. (Al-Ahwani 1997, 1) Abdul Mun’im
Muhammad Khallaf berpendapat bahwa filsafat Islam adalah upaya intelektual
untuk dapat mencapai dan menemukan suatu illustrasi yang komprehensif dan
rasional mengenai realitis-realitas alam semesta, penciptanya dan proses serta
tujuan keterciptaannya. (Khalaf 1995, 80) Sedangkan menurut Endang Saifuddin
Anshari filsafat Islam adalah usaha dan sikap falsafah muslim yang setia kepada
Islam.(Anshari 1993, 121)
Jadi filsafat Islam adalah usaha filosof muslim dengan akal budaya untuk
memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral jawaban al-
Qur’an terhadap tiga masalah asasi filsafat, yaitu hakekat Tuhan, hakikat alam
semesta dan hakikat manusia.
D. Perkembangan Filsafat Islam
Filsafat Islam dalam perkembangannya memiliki faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga menjadi penentu akan keilmuan filsafat Islam itu
sendiri. Diantara faktor yang mempengaruhinya adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Adapun faktor internal dalam perkembangan filsafat Islam adalah :
1. Faktor Internal Perkembang Filsafat Islam
a. Potensi Dinamika Internal Dakwah Islam
Berdasarkan analisis histaris terhadap masyarakat Arab sebelum
Islam serta analisis terhadap nash-nash Al-Qur’an, Yusuf Musa
menyimpukan bahwa doktrin Islam dalam Al-Qur’an adalah faktor
yang utama bagi uncul dan berkembangnya filsafat Islam.
Secara historis diketahui bahwa sebelum Islam, masyarakat Arab
berada dalam Fatratut wahyi yang cukup lama yaitu semenjak setelah
diturunkannya Injil pada Nabi Isa As. Dalam masa tersebut banyak
sekali terjadi penyimpangan terutama dalam masalah akidah.
Sebahagian ada yang masih mempercayai adanya pencipta namun tidak
mempercayai adanya pencipta namun tidak mempercayai hari
berbangkit serta akan diutusnya seorang rosul.
Semua ini adalah isyarat bahwa masyarakat arab sebelum Islam
sudah memiliki tinjauan filosofis terhadap berbagai hal. Walaupun
belum menggunakan kaedah-kaedah berfikir seperti seperti seperti yang
dikenal sekarang. Karena itu Al-Qur’an datang meluruskan aqidah
mereka. Walaupun Al-Quran sebenarnya adalah sebuah kitab yang
berisi aqidah yang benar, syari’at yang lurus, serta tuntunan akhlak
menuju masyarakat damai, namun di dalamnya juga dipaparkan
maslah-masalah filosofis tentang metafisika, alam dan manusia.
Selanjutnya Yusuf Musa mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan
pada msyarakat yang memang sangat butuh padanya. Dan bahwa Al-
Quran sendirilah yang mendorong para pembaca yang
mentadabburkannya untuk masuk ke dimensi-dimensi pemikiran
filosofis. Dan ini pulalah yang mempersiapkan orang arab dan kaum
muslimin umumnya untuk berfilsafat dan untuk berinteraksi dengan
filsafat Luar Islam yang akan mereka kenali beberapa waktu setelah itu.
Yusuf Musa mengemukakan beberapa ayat yang mengandung
dimensi filosofis. Diantaranya adalah surat An Nazi’at : 27-33, Hud: 5,
Fushilat : 1-12, Al-Ikhlas : 1-5, Al-Anbiya: 23-25. Ayat-ayat tersebut
mengandung dasar-dasar filsafat baik filsafat makrokosmos maupun
mikrokosmos, yaitu bahwa alam tidak terjadi dengan sendirinya, bahwa
alam diciptakan sesudah tiada, bahwa alam adalah ciptaan Tuhan yang
satu tiada serikat baginy dan zatnya tidak bisa ditentukan. (Musa 1996,
5-17)
b. Penyimpangan umat Islam masa khulafa al-rasyidah
Setelah masa khulafaul al-rasyidah berakhir, banyak
penyimpangan yang terjadi dikalangan umat Islam dalam menjalankan
agamanya, terutama yang dilakukan oleh para elit politik. Ada khalifah
yang gemar mabuk-mabukan, hidup berfoya-foya serta suka kawin
dengan babnyak wanita. Adapula yang begitu gandrung dengan musik
dan sya’ir, hingga sering membuat pesta musik di istananya dengan
mengundang para penyair memperebutkan kekuasaan bahkan bisa
saling membunuh.
Melihat penyimpangan-penyimpangan itu membuat sebahagian
umat Islam merasa tidak senang. Untuk melawan secara frontal mereka
tidak punya kekuatan. Akhirnya mereka mengadakan oposisi secara
diam-diam dengan melakukan gerakan intelektual. Ikhwan al Shafa
kelompok yang sangat produktif menggali filsafat Luar Islam serta
banyak melahirkan karya ilmiah dan filsafat adalah salah satu gerakan
yang akibat ketidakpuasan terhadap penyimpangan para penguasa.
(Durant 1998, 198) Tasawuf-tasawuf yang bercorak falsafi
berkemungkinan besar juga mucul oleh sebab yang sama.
c. Pertentangan kelompok literalis dengan rasionalis.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kelompok literalis adalah
para ahli hadis dan para fuqaha’ (Ahlu Al-Sunnah), sedangkan
kelompok rasional adalah mu’tazilah.
Banyak hal yang menyebabkan pertentangan dua kelompok ini,
seperti masalah qadha dan qadar, keadilan Tuhan, status pelaku dosa
besar dan lain sebagainya. Namun titik persoalan yang paling
menyebabkan tajamnya pertentangan mereka sampai terjadi
pembunuhan adalah masalah kemakhlukan al-Qur’an.
Al-Ma’mun salah seorang khalifah Daulah Abbasiah yang
berfaham mu’tazilah (rasionalis) begitu antusias mensosialisasikan
fahamnya terutama tentang kemakhlukan “al-Qur’an” pada masyarakat.
Namun ia begitu kewalahan akibat kuatnya tantangan dan filter yang
dilakukan kelompok literalis. Karena persoalan al-Qur’an sebagai
kalimatullah sudah barang tentu menyangkut sifat Allah, maka
timbullah keyakinan pada diri al-Ma’mun, bahwa dalam filsafat
ketuhanan Luar Islam ada hal-hal yeng memberikan kekuatan berhujjah
dalam menghadapi kelompok literalis. Karena filsafat tersebut
membicrakan tentang tuhan dan sifat-sifatnya.(A. Hanafi 1996, 43)
2. Faktor Eksternal Perkembang Filsafat Islam
a. Serangan non Islam terhadap doktrin Islam dengan argumen filsafat
Dikala umat Islam mengadakan penaklukan wilayah-wilayah non-
muslim, penduduk di wilayah yang ditaklukkan tersebut tetap dibiarkan
menganut agamanya semula dengan syarat mereka membayar jizyah.
Mereka tetap bisa hidup dengan aman, bahkan untuk beribadah sesuai
dengan agama dan keyakinannya. Diantara merek ada tokoh-tokoh
(ulama) dari pemeluk suatu agama, dan ada pula yang banyak
mengetahui pemikiran Luar Islam. Mereka itu sebahagian ada yang
tidak senang dengan Islam dan pemerintahannya. Untuk itu ereka
menyerang ajaran Islam dengan mempergunakan filsafat Luar Islam.
(Jurnal Pemikiran Islam 2012)
Untuk menangkis serangan mereka, umat Islam mempelajari
argumen yang mereka pakai, menemukan postulat dan logika yang
mendasari argumen mereka, dan menggunakannya untuk mematahkan
seranganmereka. Kelompok mu’tazilan adalah yang pertama mencari,
mengkaji, dan menggunakan warisan filsafat Luar Islam.(Al-Faruqi
1998, 337)
Sejalan dengan al-Faruqi, Imam Hanafie al-Jauhari mengatakan
bahwa pada mulanya filsafat dalam Islam hanya dipergunakan untak
mempertahankan Islam dari kelompok-kelompok non Islam yang
bersenjatakan filsafat. (A. Hanafi 1996, 100) Tulisan al-Kindi yang
berjudul al- Difa an-alMasihiyyah merapakan bukti nyata usaha
mempertahankan Islam dari serangan non Islam tersebut. (Durant 1998,
201)
b. Bercampurnya teks-teks ilmu pengetahuan dengan filsafat
Salah satu faktor yang ikut mencuatkan filsafat dikalangan Islam
adalah suatu fakta bahwa filsafat berkaitan dengan ilmu kedokteran dan
ilmu alam yang dituntut kaum Muslimin dengan tekun. Teks
ilmupengetahuan dan filsafat saling terkait dan sering dimasukkan
dalam karya dan manuskrip yang sama, saling menyusul sebagai
bagian-bagian dalam karya sistematis yang sama. Secara ideasional jika
bukan mustahil, memisahkan keduanya satu sama lain sangatlah sulit.
(Al-Faruqi 1998, 337)
Sejalan dengan keterangan A1-Faruqi tersebut, Ahmad Fu’ad Al--
Ahmawi mengatakan, bahwa semula penerjemahan filsafat kedalam
bahasa Arab hanyalah kegiatan sampingan betatca bukan tujuan utama.
Itu disebabkan kebiasaan para filosof Luar Islam yang menyatukan
filsafat dengan ilmu pengetahuan. Setiap orang yang ingin menggati
ilmu pengetahuan dari mereka, terpaksa harus mengenal para filosof
mereka yang banyak disebut dalam dalam karya-karya keilmuan
mereka. Nama para fiolosof Luar Islam yang disebut berulang-ulang
antara lain adalah Socrates, Plato, Aristoteles, Embadicleus,
Democritus, Pythagoras, dan lain-lain. Setiap orang yang mempelajari
dari karya-karya Luar Islam mau tidak mau harus mengenat filsafat,
mempelajari aliran-alirannya, mengenal riwayat hidup para filosof dan
apa yang mereka katakan perihal hubungan filsafat dengan iimu
pengetahuanad. (Al-Ahwani 1997, 42)
Keterangan lain perihal ini adalah ungkapan Hassan Hanafi, bahwa
tradisi Islam diboyong ke Barat, ketika masih belum terjadi pemisahan
yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada dan ketika ilmu kalam, filsafat,
tasawuf, ilmu alam, matematika dan ilmu kemanusiaan masih
bercampur. (H. Hanafi 2000, 243)
E. Tonggak-tonggak filsafat Islam.
Ada beberapa faktor yang sangat signifikan peranannya dalam
perkembangan filsafat Islam, hingga layak dikatakan sebagai tonggak-
tonggak perkembangan filsafat Islam. Faktor-faktor itu adalah:
a. Bait al-Hikmah
Patut diutarakan secara khusus dalam tulisan ini mengenai kegiatan
penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat Luar Islam ke
dalam bahasa Arab, mengingat besarnya peranan kegiatan
penerjemahan tersebut dalam menumbuhkembangkan filafat Islam,
walaupun bukan satu-satunya. jalur masuknya filsafatkedunia Islam.
(akademi penerjemahan) yang didirikan oleh khalifah al- Ma’mun.
Lembaga ini sangat besar perannya dalam aktivitas penerjemahan buku-
buku ilmiah dan filsafat Luar Islam yang bakal menyemarakkan
kegiatan ilmiah dan filsafat dikalangan umat Islam. Untuk mengarahkan
lembaga dan perpustakaan resmi ini kepada kegiatan penelitian dan
penerjemahan, khalifah Al-Ma’mun mengirimkan para pegawai sampai
ke Binzantium untuk mencari dan membeli karya-karya ilmiah dan
filsafat.(Hoodbhoy 1997, 128)Hadirnya buku-buku terjemahan filsafat
Luar Islam betul-betul menjadi stimulus yang sangat kuat bagi para
pemikir Muslim, baik yang pro maupun yang kontra terhadap isi buku-
buku tersebut untuk melakukan aktivitas keilmuwan berupa kegiatan
tulis menulis. Hal ini menyebabkan lahirnya karya-karya ilmiah dan
filsafat dikalangan umat Islam, baik sekedar memberi penjelasan,
mengulas, meringkas, membuat karya baru, bahkan berisi hal-hal yang
membantah isi buku-buku Luar Islam tersebut.
b. Berdirinya perkumpulan cendikiawan di Baghdad pada tahun 970 M.
Pendiri perkumpulan ini adalah satah seorang murid AI-Farabi yang
bernama Abu Sulaiman Muhammad ibn Thaher al-Sajastany. Nama
perkumpulan tersebut bernama al-Jam ‘iyyah al-Sajastaniyyah. Tujuan
didirikannya perkumpulan ini adalah untuk membahas masalah-masalah
filsafat. Anggota Perkumpulan ini tidak dibatasi daerah asal bahkan
agama. (Durant 1998, 206)
c. Berdirinya perkumpulan rahasia yang terdiri dari para ulama dan
filosof. Perkempulan tersebut benama Ikhwan Al-Shafa didirikan tahun
983 M di Bashrah. Latar Belakang berdirinya perkumpulan ini adalah
ketidakpuasan mereka terhadap penyimpangan-penyimpangan yang ada
pada pemerintahan (khalifah) waktu itu, diantaranya ketidak makmuran
rakyat serta rusaknya akhlak elit politik dan militer. Kelompok ini ingin
mereformasi keadaan tersebut. Dalam pandangan mereka cara antuk
merefeormasi keadaan tesebut adalah dengan memadukan Filsafat Luar
Islam, Filsafat Masehi, Tashawuf Islam, teori politik Syi’ah dan syari’at
Islam itu sendiri. Mereka punya semboyan bahwa pencapaian melalui
sinergi berbagai pemikiran akan jauh lebih efektif ketimbang melalui
pemikiran pribadi. Itulah sebabnya mereka berkumpul untuk
mengadakan kajian secara sangat bebas menjelajahi sendi-sendi yang
sangat mendasar. Perkumpulan ini akhirnya mampu menghasilkan
risalah seputar ilmu kedokteran, agama dan fiisafat. Dalam karya-karya
tersebut terdapat 1134 halaman yang berisi penjelasan ilmiah tentang
fenomena pasang surut (air laut), gempa, gerhana matahari dan bulan,
gelombang suara serta fenomena-fenomena tentang sihir dan masalah-
masalah akidah. (Durant 1998, 206-208)
F. Tokoh Filsafat Islam Dan Hasil Pemikirannya
Daulah Abbasiyah adalah salah satu daulah Islam yang namanya pernah
menjulang baik di dunia Timur maupun di Barat. Hal itu dikarenakan
kontribusi Daulah tersebut yang besar terhadap umat Islam dan
kemanusiaan secara umum terutama di bidang peradaban. Ibu kotanya,
Baghdad, dikenal dengan kota bundar, amat makmur dan kosmopolitan, dan
merupakan satu-satunya saingan negara Bizantium masa itu. Baghdad juga
merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan pusat penelitian berbagai
disiplin ilmu, yang pusat kegiatannya dikenal dengan Darul-Hikmah atau
Baitul-Hikmah.(Yusuf 2012, 124)Bentuk dan jenis pengetahuan yang
berkembang pada masa Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:
(Nasution 2010, 66-68)
1. Ilmu Hisab dan Al Jabar
Sepeninggalan mereka mempelajari dan memasukkan nomor
puluhan ke dalam bilangan. Dengan hal tersebut, bangsa Arab menjadi
sangat maju dalam ilmu pengetahuan. Mereka maju dengan mengubah
pemahaman dan sifat matematika. Ketika itu bilangan baru sampai
Sembilan, nol belum dikenal. Lalu bangsa Arab memasukkan angka nol
dengan bentuk umum dan mutak seperti yang telah ada. Merekalah
yang menciptakan ilmu dipindah ke Barat. Yang mempopulerkan nol
adalah Al Khawarizmi dan Habasy Al Hasib. (Al-Isy 2007, 263)
Adapun Al Jabar adalah orang yang membuat dalam bahasa Arab. Al
Khawarizmi yang memiliki buku “Al Jabar wa Al Muwabalah” yang
darinya lahirnya dasar Al jabar. Adapun orang yang melakukan langkah
lebih besar daripada Al Jabar adalah Umar Al Khiyam, dia telah
memberikan solusi teknik dari derajatn ketiganya.
2. Ilmu Astronomi
Dalam lapangan ilmu pengetahuan astronomi terkenal nama al-
Fazari (abad VIII) sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun
astrolabe (alat yang dahulu dipakai untuk mengukur tinggi bintang-
bintang dan sebagainya). Al-Fargani yang dikenal di Eropa dengan
Fragnus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes Hispalensis.
3. Ilmu Optika
Dalam optika, Abu Ali al-Hasan Ibu al-Haytham (abad X) yang
namanya di-Eropa-kan dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang
yang menentang pendapat bahwa mata yang mengirim cahaya kepada
benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian ternyata
kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena
menerima cahaya itu mata melihat benda yang bersangkutan.
4. Ilmu Kimia
Dalam ilmu kimia, Jabir Ibnu Hayyan terkenal sebagai bapak al-
kimia, dan Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M) mengarang buku
besar tentang al-kimia yang baru dijumpai di abad XX ini kembali.
Pengetahuan yang diperoleh Islam dari Luar Islam sedikit sekali,
pengetahuan ini banyak berkembang sebagai hasil penyelidikan ahli-
ahli Islam.
5. Ilmu Fisika
Dalam lapangan fisika, Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-
1048 M) sebelum Galileo telah mengemukakan teori tentang bumi
berputar pada porosnya. Selanjutnya ia mengadakan penyelidikan
tentang kecepatan suara dan cahaya dan berhasil dalam menentukan
berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.
6. Ilmu Geografi
Dalam bidang geografi Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud adalah
seorang pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai dunia
Islam di abad X dan menerangkan dalam bukunya Maruj al-Zahab
tentang geografi, agama, adat istiadat dan sebagainya daerah yang
dikunjunginya.
Buku mereka dalam geografi sangat banyak. Salah satunya buku
yang paling bagus tentang hal tersebut adalah “Ahsan At Taqasim fi
Ma’rifah Al Aqalim” yang ditulis oleh Al Muqaddasi. Dia telah melihat
perilaku dan sifat manusia dari perdagangan dan pekerjaan. Dia pun
mengumpulkan dimensi-dimensi kehidupan dengan cara geografi yang
sangat bagus. Dengan demikian, mereka tidak melihat geografi sebagai
gambaran bumi saja, tetapi melihatnya sebagai geografi manusia,
daerah, perilaku, dan lain-lainya. (Al-Isy 2007, 266)
7. Ilmu Kedokteran
Pengaruh Islam yang terbesar terdapat dalam lapangan ilmu
kedokteran dan filsafat. Dalam ilmu kedokteran, al-Razi yang di Eropa
dikenal dengan nama Rhazes, mengarang buku tentang penyakit cacar
dan campak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggeris dan
bahasa-bahasa Eropa lainnya. Begitu pentingnya buku ini bagi Eropa
sehingga terjemahan Inggrisnya dicetak empat puluh kali di antara
tahun 1498 dan 1866 M. Bukunya Al-Hawi, yang terdiri atas 20 jilid,
membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Buku ini diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin di tahun 1279 dan menjadi buku pegangan
penting berabad-abad lamanya di Eropa. Al-Hawi merupakan salah satu
dari kesembilan karangan seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran
Paris di tahun 1395 M. Ibnu Sina (980-1037 M) selain dari filosof, dia
juga seorang dokter yang mengarang suatu ensiklopedia dalam ilmu
kedokteran yang terkenal dengan nama al-Qanun fi al-Tib. Buku ini
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, berpuluh kali dicetak dan
tetap dipakai di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.
Perhatian dengan keilmuan kedokteran yaitu mereka mendirikan
berbagai rumah sakit semenjak zaman Al Walid bin Abdil Malik di
Damasykus dan akhir berkembang secara ppesar. Para khalifah
Abbasitah lalu mengembangkannya menjadi bangunan yang megah.
Harun Rasyid mendirikan rumah sakit umum (Bimaristan Al Kabir) di
Baghdad. Ia mendirikan dengan model rumah sakit Persia. Didalam
rumah sakit terdapat gudang obat-obat. (Al-Isy 2007, 260)
8. Ilmu Filsafat
Dalam lapangan filsafat, nama al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu
Rusyd terkenal. Al-Farabi mengarang buku-buku dalam filsafat, logika,
jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles.
Sebagian dari karangannya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
masih dipakai di Eropa pada abad XVII. Ibnu Sina banyak mengarang
dan yang termasyhur ialah Al-Syifa, suatu ensiklopedia tentang fisika,
metafisika dan matematika yang terdiri atas 18 jilid. Bagi Eropa Ibnu
Sina dengan tafsiran yang dikarang tentang filsafat Aristoteles lebih
masyhur daripada al-Farabi, tetapi di antara semuanya, Ibnu Rusyd atau
Averroeslah yang banyak berpengaruh di Eropa dalam bidang filsafat,
sehingga di sana terdapat aliran yang disebut Averroisme.
Dalam bidang filsafat antara lain: (a) Al-Kindi (809-873M) filsuf
muslim pertama, buku karangannya sebanyak 236 judul. Beliau juga
termasuk tokoh pendidikan multikultural dan dikenal sebagai tokoh
humanis, (b) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun, (c)
Ibnu Majah (wafat tahun 523 H), (d) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H),
(e) Ibnu Shina (980-1037 M).(Wahyuningsih 2013, 119)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transformasi filsafat Luar Islam ke dalam dunia Islam yang jalur utamanya
adalah penerjemah buku turats Luar Islam kebahasa umat Islam (bahasa Arab)
menyebabkan munculnya dan berkembangnya filsafat Islam yang telah
mengantarkan umat Islam kepintu gerbang peradabannya gemilang yang pernah
menjadi kiblat dan mercusuar peradaban dunia. Mengetahui proses transformasi
filsafat Luar Islam ke dalam dunia Islam serta kemunculan dan perkembangan
filsafat Islam sangatlah diperlukan, agar i’tibar historis tersebut bisa diambil untuk
meretas kembali peradaban Islam saat ini termarjinalkan. Salah satu hikmah yang
bisa diambil dari sejarah tersebut adalah, bahwa mengokohkan “tradisi ilmiah”
dengan segala aspeknya mesti mendapat perhatian yang serius dari umat Islam,
agar kembali bisa meraih kejayaan seperti yang dulu pernah dicapai.
Dari penjabaran konsep diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kaum muslimin mulai mengadakan kontak dengan filsafat Luar Islam
ketika mereka mulai menyebarkan Islam ke luar jazirah Arab, kemudian
dimulainya penerjemahan kitab-kitab filsafat Luar Islam ke dalam bahasa
Arab.
2. Filsafat Luar Islam dapat diterima oleh sebagian besar ulama Islam Zaman
Klasik disebabkan oleh spirit Alquran yang mendorong optimalisasi
penggunaan akal, sedangkan doktrin penggunaan akal adalah bagian dari
ajaran filsafat Luar Islam yang sangat menghargai kemerdekaan pemikiran.
3. Pada dasarnya Islam tidak mencegah orang mempelajari atau mendalami
filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat, berpikir menurut logika
untuk memperkuat kebenaran yang dibawa oleh Alquran dengan dalil akal
dan pembahasan rasional. Dengan demikian Islam sangat menghargai
penggunaan akal dan menjamin kemerdekaan berpikir, sehingga banyak
ulama yang menganggap sangat penting adanya filsafat, karena dapat
membantu dalam menjelaskan isi kandungan Alquran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani, aHMAD Fuad. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
Al-Faruqi, Ismail R. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang.
Bandung: Mizan, 1998.
Al-Isy, Yusuf. Dinsti Abbasiah. Jakarta: Al-Kautsar, 2007.
Anshari, Endang Saifuddin. Wawancara Islam Cetakan Ke-4. Jakarta: PT. Raja Grafinda
Persada, 1993.
Durant, Will. Qadhiyyatu al-Hadharah Terjemahan Muhammad Badran. Mesir: Dar-al-Jil,
1998.
Gie, The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu, Cetakan Ke-5. Yogyakarta: Liberty, 2010.
Hamidi, Muchlis. Filsafat Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Hanafi, Hasan. Oksidentalisme, Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terjemahan, M. Najib
Buchori. Jakarta: Paramadia, 2000.
Hoodbhoy. Islam dan Sains. Pertarungan Menegakkan Rasionalitas Terjemah. Luqman.
Bandung: Pustaka Firdaus, 1997.
http://www.neraca.co.id/article/20323. “Transformasi Filsafat Luar Islam Ke Filsafat
Islam.” Filsafat Islam, Kamis October 2019: 1.
“Jurnal Pemikiran Islam.” pesantrenonline.com. Jum'at Oktober 2012.
HTTP://www.pesantrenonline.com (diakses Okrober Rabu, 2019).
Khalaf, Abdul Mun'im Muhammad. Agama Dalam Perspektif Rasional Terjemahan
Ahmad Shodiq dan Noor Rahmat. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
Manaf, Drs. Abdul Mujahid. Sejarah Agama-Agama Cetakan Ke-2. Jakarta, 1996.
Miharja, Wibisano Siswo. Filsafat Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press,
1999.
Musa, Muhammad Yusuf. Al-Qur'an Wa Al-Afalsafah. Mesir: Dar-al-Ma'arif, 1996.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 2010.
Wahyuningsih, Sri. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam.” Implementation and Islamic
Education System, 2013: 119.
Yusuf, Mundzim. “Khalifah Al-Mu'tashim, Kajian Awal Mundurnya Daulah Abbasiyah.”
Thaqafiyyat Vol. 13, 2012: 124.