0% found this document useful (0 votes)
25 views12 pages

Rapipp

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1/ 12

PENGARUH PENAMBAHAN PROBIOTIK DALAM PAKAN BAGI

PERKEMBANGAN TERNAK UNGGAS

(Effect of probiotic addtion in feed for the development of poultry)

Helmi Rafif Muhammad / 22201041034

Dosen Pembimbing :

Helmi Wicaksono

Fakultas Peternakan , Universitas Islam Malang

Email : [email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of adding liquid probiotics to broiler feed
on broiler production efficiency, using 144 Lohman stressed broiler chickens and
liquid probiotics containing Lactobacillus sp bacteria with a composition of 1.4 x
1010 cfu/ml. The research method was an experiment using a completely
randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 repetitions, namely P0:

primary; P1:

Groundbait + probiotic liquid concentrate 0.2 v/w; P2:

Groundbait + probiotic liquid concentration 0.4 v/w and P3:

Groundbait + probiotic liquid concentrate 0.6 v/b. Data were analyzed using
analysis of variance and tested further with Duncan's test. The results showed that
the addition of liquid probiotics to feed had a different effect on feed
consumption, body weight gain, feed conversion ratio, slaughter weight and
percentage, but had no effect on broiler mortality. It was concluded that increasing
the concentration of liquid probiotics could reduce feed consumption, protein
intake, feed conversion ratio and mortality and increase body weight, carcass
weight and percentage in broilers. The addition of liquid probiotics to feed with a
level of 0.6 v/w can improve broiler production performance.
Keywords: broiler, feed, production, probiotics

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan probiotik cair


pada pakan broiler terhadap efisiensi produksi broiler, dengan menggunakan ayam
broiler stress Lohman sebanyak 144 ekor dan probiotik cair yang mengandung
bakteri Lactobacillus sp dengan komposisi 1,4 x 1010 cfu/ml. Metode penelitian
adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu P0:
primer; P1:
Groundbait + konsentrat cair probiotik 0,2 v/b; P2:
Groundbait + konsentrasi cairan probiotik 0,4 v/b dan P3:
Groundbait + konsentrat cair probiotik 0,6 v/b. Data dianalisis menggunakan
analisis varian dan diuji lebih lanjut dengan uji Duncan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan probiotik cair pada pakan berpengaruh berbeda
terhadap konsumsi pakan, pertambahan berat badan, rasio konversi pakan, bobot
potong dan persentase, namun tidak berpengaruh terhadap kematian ayam
pedaging. Disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi probiotik cair dapat
menurunkan konsumsi pakan, asupan protein, rasio konversi pakan dan mortalitas
serta meningkatkan bobot badan, bobot dan persentase karkas pada ayam
pedaging. Penambahan probiotik cair pada pakan dengan level 0,6 v/w dapat
meningkatkan performa produksi ayam pedaging.
Kata Kunci : ayam pedaging, pakan, produksi, probiotik

PENDAHULUAN

Ayam pedaging adalah sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan
daging sapi atau kambing. Keunggulan ayam broiler adalah tingkat
pertumbuhannya sangat cepat, sehingga sudah bisa dilepasliarkan sebelum umur 5
minggu, dengan bobot rata-rata 1,5 kg. Ayam pedaging sangat efisien dalam
mengubah pakan menjadi daging. Pola makan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan apakah bermanfaat bagi kesehatan dan fisiologi
tubuh [1]. Probiotik secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi
fungsi fisiologis saluran usus dengan mengatur mikroflora usus dan sistem
kekebalan mukosa, khususnya mukosa saluran cerna. Produk probiotik yang
beredar saat ini mengandung broiler liporama, broiler celluloly, broiler lignolay,
dan bakteri asam lambung. Penambahan strain probiotik yang berbeda pada ayam
seperti Lactobacillus [2], Bacillus spp [3] memberikan efek positif pada
penampilan ayam seperti pertumbuhan, produksi telur dan efisiensi pakan.
Probiotik memiliki sejumlah efek kesehatan yang positif, termasuk menurunkan
gula darah dan menurunkan kadar kolesterol serum pada manusia dan ternak [4].
Bakteri probiotik adalah bakteri yang dimakan oleh hewan dan manusia sepanjang
hidupnya dan dapat mempengaruhi kesehatan inangnya. Probiotik diketahui
memiliki sejumlah manfaat, terutama kemampuannya menghasilkan senyawa
antimikroba yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri
patogen. Efek antibakteri probiotik sangat spesifik. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi probiotik cair pada ransum
broiler terhadap performa broiler. Manfaat dari penelitian ini adalah informasi
ilmiah tentang penggunaan probiotik cair dalam keberhasilan produksi ayam,
khususnya ayam pedaging. Biaya pakan mencapai 60-70% dari total biaya
produksi dan meningkatkan efisiensi penggunaan protein. Penggunaan bahan
pangan lokal menjadi salah satu alternatif untuk menekan biaya produksi. Bahan
pakan lokal yang digunakan harus memiliki beberapa fungsi pakan yaitu memiliki
kandungan nutrisi yang dibutuhkan ternak, murah dan mudah didapat. Komponen
nutrisi utama yang berperan penting dalam perkembangan ayam broiler adalah
protein, energi (pati dan lemak), vitamin, mineral dan air. Salah satu feed additive
yang dapat digunakan untuk performa dan efisiensi yang optimal adalah
penyediaan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme non-patogen yang bila
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan performa broiler.

KAJIAN TEORI

Secara umum probiotik didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan sebagai
pakan imbuhan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan
keseimbangan mikrobial pencernaannya (FULLER, 1989). Pemberian mikroba hidup
tersebut dalam jumlah yang cukup dapat mempengaruhi komposisi dan ekosistem
mikroflora pencernaannya. Kondisi ekosistem mikroflora dalam saluran pencernaan
unggas mempengaruhi untuk kinerja dan kesehatan ternak. Ketidakseimbangan
mikroflora dalam saluran pencernaan karena terjadinya kolonisasi bakteri patogen atau
mikroflora yang dapat mengganggu kinerja ternak. Sebagai bahan alternatif untuk
pemacu tumbuh, probiotik dalam penggunaannya pada ternak dapat meningkatkan
kinerja ternak. Hal demikian terjadi karena adanya variasi respon yang tinggi dari
individual ternak terhadap jenis pakan imbuhan. Probiotik bukan bertindak sebagai
nutrien esensial dimana tidak ada dosis respon, tetapi hanya ada level batas pemakaian.
Cara kerja probiotik terutama melalui modifikasi populasi bakteri usus dan
efektivitasnya tergantung atas status mikroba pada satu kelompok ternak dan pada
individu ternak. Dengan demikian, dapat dimengerti jika efek yang terjadi mempunyai
variasi yang tinggi. Perbedaan cara kerja dari strain probiotik sejauh ini belum dipahami,
tetapi metabolit bakteri yang dihasilkan seperti asam organik khususnya pada bakteri
asam laktat yang dapat menurunkan pH atau juga peroksida dan bakteriosin
diperkirakan bertanggung jawab atas sifat antagonis terhadap bakteri patogen Gram
positif seperti Salmonella. Beberapa probiotik diketahui dapat menghasilkan enzim
pencernaan seperti amilase, protease dan lipase yang dapat meningkatkan konsentrasi
enzim pencernaan pada saluran pencernaan inang sehingga dapat meningkatkan
perombakan nutrien. Terdapat beberapa mekanisme respon probiotik yaitu meliputi
produksi bahan penghambat secara langsung, penurunan pH luminal melalui produksi
asam lemak terbang rantai pendek, kompetisi terhadap nutrien dan tempat pelekatan
pada dinding usus, interaksi bakterial (CE), resistensi kolonisasi contohnya Lactobacilli vs
bakteri patogen, merubah respon imun, dan mengatur ekspresi gen colonocyte (FOOKS
dan GIBSON, 2002; STEER et al., 2000; MACK et al., 1999).

Bakteri yang umum digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus dan Bifidobacteria,
kedua jenis bakteri ini dapat mempengaruhi peningkatan kesehatan karena dapat
menstimulasi respon imun dan menghambat patogen. Satu faktor kunci dalam seleksi
starter probiotik yang baik yaitu kemampuannya untuk bertahan dalam lingkungan asam
pada produk akhir fermentasi secara in vitro dan kondisi buruk dalam saluran
pencernaan atau in vivo. Ketahanan probiotik pada kondisi in vitro dapat dipengaruhi
oleh pembentukan metabolit oleh starter seperti asam laktat, asam asetat, hidrogen
peroksida dan bakteriosin (SAARELA et al., 2000). Berbagai jenis mikroorganisme yang
digunakan sebagai probiotik diisolasi dari isi usus pencernaan, mulut, dan kotoran ternak
atau manusia. Pada saat ini, mikroorganisme yang banyak digunakan sebagai probiotik
yaitu strain Lactobacillus, Bifidobacterium, Bacillus spp., Streptococcus, yeast dan
Saccharomyces cereviceae. Mikroorganisme tersebut harus non-patogen, Gram positif,
strain yang spesifik, anti E. coli, tahan terhadap cairan empedu, hidup, melekat pada
mukosa usus, dan minimal mengandung 30 x 109 cfu/g (PAL et al., 2006; SALMINEN et
al., 1996).

Target utama dari penggunaan probiotik dan prebiotik yaitu: (i) peningkatan ketahanan
inang terhadap patogen eksogenus pencernaan; (ii) mengontrol penyakit dimana
komponen mikroflora pencernaan telah diimplikasi dalam aeteologi; (iii) menurunkan
keracunan metabolisme mikrobial dalam pencernaan; dan (iv) mengatur sistim imunitas
inang. Secara keseluruhan, tujuan dari strategi ini yaitu meningkatkan pertumbuhan
bakteri yang dapat bersaing dengan, atau antagonis terhadap bakteri patogen. Saat ini
telah banyak dilakukan penelitian penggunaan probiotik dan prebiotik terhadap ternak
non ruminansia maupun ruminansia. Pengaturan bakteri pencernaan agar menjadi satu
komunitas yang sehat melalui pemberian probiotik atau prebiotik khususnya
karbohidrat meningkatkan bakteri yang menguntungkan saat ini banyak diteliti (CRESCI
et al., 1999).

Bahan pakan adalah setiap bahan yang dapat dimakan, disukai, dapat dicerna sebagian
atau seluruhnya, dapat diabsorpsi dan bermanfaat bagi ternak. Oleh karena itu agar
dapat disebut sebagai bahan pakan maka harus memenuhi semua persyaratan tersebut,
sedang yang dimaksud dengan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan
diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau
tidak mengganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya ( kamal, 1998), sedang
yang dimaksud dengan ransum adalah campuran beberapa bahan pakan yang disusun
sedemikian rupa sehingga zat gizi yang dikandungnya seimbang sesuai kebutuhan ternak
( Indah dan Sobri, 2001). Komponen pakan yang dimanfaatkan oleh ternak disebut zat
gizi (Tillman et al, 1999). Pakan berfungsi sebagai pembangunan dan pemeliharaan
tubuh, sumber energi, produksi, dan pengatur proses-proses dalam tubuh. Kandungan
zat gizi yang harus ada dalam pakan adalah protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin
dan air.

METODE
Materi yang digunakan adalah 144 ekor ayam pedaging, yang dipelihara sejak Day Old
Chicks sampai umur 35 hari dan probiotik cair yang mengandung bakteri Lactobacillus sp
dengan komposisi 1,4x1010 cfu/ml Alat yang digunakan antara lain kandang petak
sebanyak 24 kotak berukuran panjang 1 m; lebar 1 m dan tinggi 80 cm dengan
kepadatan 6 ekor/m2 , timbangan pakan berkapasitas 2 kg dan seperangkat alat untuk
analisis proksimat bahan pakan. Bahan pakan yang digunakan bahan pakan buatan
sendiri dengan komposisi pakan tersebut tersaji pada Tabel 1. Metode penelitian adalah
eksperimental disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan
dan 6 ulangan. Perlakuan yang uji adalah sebagai berikut P0 : Pakan basal; P1 : Pakan
basal + probiotik bentuk cair konsentrasi 0,2 v/w; P2 : Pakan basal + probiotik bentuk
cair konsentrasi 0,4 v/w dan P3 : Pakan basal + probiotik bentuk cair konsentrasi 0,6 v/w.
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi pakan; pertambahan berat
badan (PBB); konversi pakan; berat karkas, karkas dan mortalitas. Data yang diperoleh
dianalisis dengan penggunakan analisis sidik ragam dan jika terdapat perbedaan antara
perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan

PEMBAHASAN

Potensi pakan di Indonesia tersebar luas dengan jumlah dan variasi yang tidak
terhitung baik pakan yang umum digunakan ( konvensional) maupun sumber-
sumber bahan pakan yang belum digunakan tetapi mempunyai potensi sebagai
bahan pakan dan pakan yang belum umum digunakan (non konvensional). Potensi
pakan tiap daerah berbeda sesuai dengan kondisi sumber daya alam dan
lingkungannya. Dibanding dengan negara lain, Indonesia sangat kaya akan potensi
sumber bahan pakan tetapi sampai sejauh ini belum banyak penelitian-penelitian
yang menggali sumber bahan baku Indonesia sampai taraf standarisasi sehingga
nilai yang dihasilkan bisa diandalkan. Dalam usaha peternakan khususnya untuk
ternak unggas, masalah pakan yang sering dialami oleh peternak adalah semakin
mahalnya harga pakan untuk ternak unggas, hal ini tentu saja sangat memberatkan
peternak, karena sering kali naiknya harga pakan ini tidak diimbangi dengan
naiknya harga produk ternak tersebut, sehingga fenomena tersebut sering
membuat usaha peternakan rakyat gulung tikar. Mahalnya harga pakan khususnya
untuk ternak unggas ini dirasakan peternak terutama pada saat nilai tukar uang
rupiah melemah terhadap nilai mata uang dólar, hal ini disebabkan oleh karena
sebagian besar komponen penyususun pakan untuk ternak unggas tersebut
sebagian besar masih impor seperti jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, dan
pollard. Dengan adanya rencana Amerika Serikat untuk mengganti kebutuhan
energi dari BBM (bahan bakar minyak) ke etanol yang bersumber dari jagung,
menjadikan Amerika Serikat yang biasa mengekspor jagung mulai mengurangi
pasokannya ke pasar internasional 10-15% untuk pembuatan etanol. Hal yang
sama terjadi juga di Cina yang menghentikan ekspor demi menjaga stok jagung
dalam negeri. Berubahnya kebijakan negara pengekspor jagung membuat stok
jagung di pasar Internasional kian menipis. Hal ini menyebabkan jagung menjadi
langka di pasaran dan kalaupun ada, harganya sangat tinggi. Produksi jagung
dalam negeri yang diharapkan terus meningkat dengan target mencapai status
swasembada jagung, ternyata masih jauh dari harapan karena lokasinya yang
terpencar-pencar sehingga perusahaan merasa tidak efisien untuk membeli jagung
di dalam negeri karena untuk mendapatkan jagung dengan jumlah yang besar
harus mendatangkan dari berbagai daerah yang letaknya terpencar-pencar,
sementara jika pengusaha membeli jagung impor cukup mengambil dari
pelabuhan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan harga
pakan unggas terus merangkak naik, karena 50-70% bahan penyusun ransum
adalah jagung. Mahalnya harga pakan tersebut menyebabkan sebagian besar
peternak gulung tikar, kondisi ini kalau dibiarkan terus akan mengancam
ketersediaan sumber protein hewani yang murah dan berkualitas baik yang
terjangkau oleh masarakat. Ada beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk
mengatasi masalah mahalnya harga pakan untuk ternak unggas ini antara lain
yaitu :  pengembangan dan pemanfaatan pakan lokal dalam menyusun ransum
ternak sehingga dapat mengurangi biaya import.  Bekerja sama dengan lembaga-
lembaga penelitian untuk mencari alternatif pengganti bahan baku potensial, yang
tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang keberadaannya melimpah dan
secara kontinu dapat tersedia sebagai pakan ternak Adapun yang perlu
diperhatikan dalam memanfaatkan bahan pakan alternatif adalah sebagai berikut :
 Kandungan gizi, ini merupakan faktor utama suatu pakan dipilih sebagai bahan
pakan dan harus mengandung zat gizi yang baik serta mempunyai potensi sebagai
sumber salah satu zat gizi utama yaitu sebagai sumber energi, protein, vitamin,
atau mineral atau 2 sumber sekaligus misalnya sumber energi dan protein. 
Palatabilitas, ini perlu diperhatikan apakah ternak mau mengkonsumsi atau tidak,
karena walaupun kandungan zat gizinya tinggi dengan kualitas yang baik, namun
apabila ternak tidak menyukai dan tidak mau mengkonsumsi, maka bahan pakan
tersebut tidak bisa dijadikan pakan yang bermanfaat bagi ternak. Untuk itu jika
suatu bahan pakan mempunyai zat gizi yang baik tapi palatabilitasnya rendah
maka perlu dicari cara untuk meningkatkan palatabilitasnya tersebut yaitu dengan
menambahkan suatu zat atau dengan proses pengolahan tertentu sehingga dapat
meningkatkan palatabilitas pakan tersebut. Untuk memperoleh produktivitas
ternak yang tinggi maka pakan yang kandungan zat gizi dan palatabilitasnya
tinggi harus mempunyai daya cerna dan utilitas yang tinggi sehingga zat gizi yang
dikonsumsi dapat dimanfaatkan oleh ternak.  Daya cerna, ini merupakan ukuran
untuk potensi zat gizi pakan yang bisa digunakan oleh ternak untuk sintesis
jaringan dalam tubuhnya sehingga menghasilkan produk sesuai yang diinginkan.
 Zat Pembatas, disebut juga zat anti nutrisi, adanya zat ini perlu diperhatikan
karena dengan adanya zat anti nutrisi ini dapat menurunkan konsumsi, daya cerna
dan kegunaan pakan, karena zat anti nutrisi ini dapat menghambat metabolisme
zat-zat dalam tubuh ternak. Untuk meningkatkan aviliabilitas pakan, maka zat
antinutrisi perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan.  Harga, harga pakan ini
sangat tergantung oleh potensi dan kontinuitas produksi pakan suatu daerah.
Untuk memperoleh harga pakan yang murah, pemanfaatan potensi lokal
merupakan pilihan terbaik sehingga beban biaya pakan tidak ditambah biaya
transportasi yang justru dapat meningkatkan 30% dari biaya produksi pakan. 
Ketersediaan/kekontinuitasan pakan, untuk menghemat biaya produksi pakan
sehingga harga pakan menjadi rendah maka perlu diperhatikan ketersediaan pakan
yang berupa sumber/potensinya, sumber pakan yang baik adalah yang mempunyai
potensi yang tinggi dan kontinu, mudah tersedia dan tidak bersaing dengan
manusia. Penilaian terhadap bahan pakan perlu juga dilakukan untuk mengetahui
kualitas dari bahan pakan yang dipilih atau akan digunakan meliputi : 1. Penilaian
fisik yaitu : dengan melihat perubahan warna, bentuk, bau dan berat jenis
penilaian fisik juga sering dilakukan pada penyimpanan pakan untuk melihat
apakah pakan yang disimpan masih baik atau sudah rusak. 2. Penilaian kimia
yaitu : menilai komposisi kimia yang terdapat dalam bahan pakan. Metode yang
digunakan ada beberapa macam tetapi umumnya yang dinilai adanya zat gizi, non
gizi dan anti gizi yang terdapat dalam bahan pakan diantaranya zat gizi : pati, serat
kasar, lemak, protein, air, mineral, vitamin dan asam amino. Sedangkan anti
gizi/anti nutrisi antara lain : tanin, gosipol, HCN, siklo propenoat, caumarin,
antitripsin, mimosin, lignin dan selulose. 3. Penilaian biologis yaitu penilaian
bahan pakan untuk melihat kegunaan dan pengaruhnya pada ternak yaitu dengan
mengamati respon ternak yang diberi pakan. Untuk metode pengukurannya
meliputi :  Percobaaan pemberian pakan yaitu untuk melihat konsumsi pakan dan
palatabilitas.  Percobaan kecernaan, untuk melihat utilitas zat gizi pakan dengan
pengukuran. Untuk mengetahui tingkat kecernaan pakan ada tiga metode yang
dikembangkan yaitu : o In-vitro dilakukan dilaboratorium yang dikemas sesuai
keadaan sebenarnya dalam tubuh ternak o In-sacco dengan menggunakan kantong
nilon untuk mengukur daya degradasi dan laju aliran, kelarutan atau penyerapan
pakan padat alat pencernaan tertentu misalnya rumen, abomasum atau usus halus.
Umumnya dilakukan pada ternak besar (ruminansia). o In-vivo, pengukuran
memberikan perlakuan langsung ke ternak yang akan diukur. Sedangkan masalah
pakan untuk ternak ruminansia (sapi, domba dan kambing) yang sering dialami
oleh peternak, terutama adalah ketersediaan hijauan pakan yang merupakan
makanan utama ternak ruminansia yang sulit diperoleh terutama pada saat musim
kemarau panjang. Di daerah tropis seperti yang dialami di negara kita ini,
penyediaan bahan makanan ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup pada
sepanjang tahun kiranya sangat tipis atau tidak mungkin, apabila tidak diatasi
dengan sistem pengaturan penyimpanan atau pengawetan hijauan secara baik.
Tetapi sampai saat ini rupanya cara-cara untuk mengatasi kekurangan penyediaan
makanan ternak berupa hijauan ini masih dalam jumlah yang sangat terbatas,
lebih-lebih bagi para petani peternak. Hal ini kiranya bisa dimaklumi karena
adanya berbagai faktor yang menghalangi, seperti terbatasnya modal dan areal
tanah, serta tingkat pengetahuan yang dimiliki. Adanya kekurangan persediaan
makanan ini, jika tidak lekas teratasi, akan mengakibatkan kerugian yang cukup
serius bagi para peternak pada setiap musim atau setiap tahunnya. Peristiwa ini
bisa dibuktikan di masa-masa akhir musim kemarau, bahwa pada umumnya
ternak menjadi kurus karena kekurangan makanan. Dan bahkan kadang-kadang
ternak-ternak tersebut sekedar bisa mempertahankan hidupnya saja. Selama
musim kemarau daya cerna hijauan menjadi berkurang. Hal ini terutama
disebabkan oleh proses hilangnya energi, mineral dan protein pada saat tanaman
bernafas, yang sulit diganti akibat kekurangan air. Berkurangnya daya cerna
makanan ini tentu saja akan mengurangi makanan yang dimakan. Sebab volume
dan nilai makanan tanaman berada di bawah nilai kebutuhan pokok, akibatnya : 
Pertumbuhan hewan menjadi terlambat, atau pada sapi dewasa kehilangan berat
badan, sehingga pemotongan ternak tertunda.  Kemampuan perkembangbiakan
menjadi mundur, sebab fertilitas menurun, yang berarti penurunan produksi. 
Persentase karkas menjadi sangat rendah. Kesemuanya ini akan membawa akibat
timbulnya kesulitan dalam melakukan penggantian ternak dan program
penyediaan ternak untuk dipotong. Hal ini bisa dibuktikan bahwa sapi potong
akan bertambah berat badannya dengan cepat pada musim-musim penghujan,
tetapi sebaliknya di musim kemarau mereka akan kehilangan berat badan. Apabila
peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini bisa
mengancam para petani peternak untuk menjual ternaknya dengan harga yang
rendah. Untuk menghindari masa-masa kritis penyediaan hijauan pakan ternak ini,
bisa ditempuh beberapa alternatif, antara lain :  Menanam lebih dari satu jenis
hijauan, guna meratakan puncak-puncak produksi. Sebab setiap jenis hijauan akan
mengalami puncak-puncak produksi yang berlainan. Maka apabila pengaturan
penanamannya tepat, kekurangan hijauan ini dalam batas-batas tertentu akan bisa
teratasi.  Menjaga kesuburan tanah semaksimal mungkin, guna meningkatkan
puncak-puncak produksi. Perlu adanya sumbangan dari para peneliti-peneliti
untuk mencari pakan-pakan alternatif yang masih bersifat non konvensional yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang berkualitas, murah dan dapat
tersedia secara kontinu serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. 
Pemanfaatan teknologi untuk dapat mengolah hijauan dan limbah pertanian yang
keberadaannya melimpah saat panen, untuk diawetkan dan disimpan sebagai
pakan ternak yang bisa dimanfaatkan pada saat sumber pakan hijauan ternak sulit
diperoleh/masa paceklik. Proses pengawetan hijauan dan pemanfaatan limbah
pertanian yang dapat dilakukan diantaranya adalah pembuatan silase dan hay.
Silase ialah hijauan makanan ternak yang disimpan dalam keadaan segar (kadar
air 60-70%), di dalam suatu tempat yang disebut silo. Karena hijauan yang baru
dipotong kadar airnya sekitar 75-85%, maka untuk bisa memperoleh hasil silase
yang baik, hijauan tersebut bisa dilayukan terlebih dahulu, 2-4 jam. Adapun
keuntungan dari pembuatan silase ini antara lain adalah ; o dapat mengatasi
kekurangan pakan ternak di musim kemarau panjang atau musim paceklik. o
Untuk menampung kelebihan produk hijauan makanan ternak atau untuk
memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik, tetapi belum dipergunakan.
o Mendayagunakan hasil sisa pertanian atau hasil ikutan pertanian Apabila proses
pembuatan silase ini berjalan baik, maka silase ini dapat disimpan dan bisa
bertahan 2-3 tahun. Ciri-ciri silase yang baik adalah : rasa dan bau asam, warna
masih hijau, tekstur hijauannya masih jelas seperti aslinya, tidak berjamur, tidak
berlendir dan tidak menggumpal, secara laboratoris banyak mengandung asam
laktat, kadar N (amonia) rendah yaitu kurang dari 10%, tidak mengandung asam
butirat, dengan pH rendah 3,5 – 4. Sedangkan yang dimaksud dengan hay adalah
hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa
diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan hay
ini adalah ;  Untuk dapat menyediakan pakan untuk ternak pada saat-saat
tertentu, misalnya dimasa paceklik, dan bagi ternak selama dalam perjalanan. 
Untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi pada
saat itu belum dimanfaatkan. Prinsip dari proses pembuatan hay ini adalah
menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu yang singkat, baik dengan
panas matahari ataupun panas buatan. Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau
kekuningan, tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan
tidak kotor atau berjamur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat dengan
tangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan
probiotik cair dalam pakan dapat menurunkan konsumsi pakan, konsumsi protein,
konversi pakan, mortalitas dan meningkatkan pertambahan berat badan, berat dan
presentase karkas ayam pedaging.
Saran
Disarankan pemberian probiotik cair dalam pakan pada konsentrasi yang sesuai
dengn takaran pemberian 0,6 v/w agar memperoleh penampilan produksi dengan
hasil terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Food and Agriculture Organization of United Nation and World Health Organization.
2002, posting date. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. Food and
Agriculture Organization of United Nation and World Health Organization United Nation
and World Health Organizationworking Group Report.

[2]. Johnson, I.T., Gee J.M., Price K., Curl, C, and Fenwick G.R., 1986. Influence of
saponims on gut permeability and active native transport in vitro. J Nutr : 2270-2277.

[3]. Jin, L. Z., Y. W. Ho, N. Abdullah and S. Jalaludin. 1998. Growth Performance,Intestinal
Microbial Populations, and Serum Cholesterol of Broilers Fed Diets Containing
Lactobacillus Cultures. Poultry Science. 77: 1259–1265.

[4]. Rodas B.Z., S.E . Gilliland S.E., and C. V. Maxwell., 1996.Hypocholesterolemic action
of L. Acidophilus ATCC 43121 and calcium in swine with hypercholesterolemia induced
by diet. J Dairy Sci 79:2121-2128

[5]. Steel, R. G. D dan J. H. Torrie , 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

[6]. Bell, D.D and W. D. Weaver., 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production.4th Ed. Kluver Academic Publishers. USA.

[7]. Kompiang, I.P. 2002. Pengaruh ragi: SaccharomycesCerevisiae dan ragi laut sebagai
Pakan Imbuhan Probiotik terhadap kinerja unggas. JITV 7(1):18-21.

[8]. Sjofjan, O. 2003. Kajian Probiotik (Aspergillus niger dan Bacillus sp.) sebagai Imbuhan
Ransum dan Implikasinya terhadap Mikroflora Usus serta Penampilan Produksi Ayam
Petelur. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung

[9]. Mountzouris. K., C. P. Tsitrsikos, I. Palamidi., A. Arvaniti., M. Mohnl., G. Schatzmayr


and K. Fegeros. 2010. Effects of probiotik inclusion levels in broiler nutrion on growth
performance, nutrient digestibility, plasma immunoglobulins, and cecal micrroflora
compostion. Poult. Sci. 89:58-67

[10]. Unandar, T., 2003. Pedang Bermata Dua. Disampaikan dalam Feed and Food Batch
IV. Himasiter. Institut Pertnian Bogor. Bogor

You might also like