Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi Ekonomi Nelayan: Studi Kasus Desa Takisung, Desa Kuala Tambangan, Desa Tabanio
Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi Ekonomi Nelayan: Studi Kasus Desa Takisung, Desa Kuala Tambangan, Desa Tabanio
Coastal and Marine Resources Research Center, Raja Ali Haji Maritime University
Tanjungpinang-Indonesia
* Corresponding author: -
dilaporkan semakin meluas mencapai angka ratusan dengan snow ball method untuk menghimpun data
hektar. Kondisi ini tak hanya berdampak pada pergeseran factual/primer yang akan dinalisis secara komprehensif.
dan menyusutnya daratan, tetapi mulai mengancam Jenis kerusakan lingkungan yang terjadi dianalisis
kehidupan hayati. Populasi beberapa jenis ikan terus secara deskriptif terhadap berbagai variabel yang telah
berkurang akibat rusak dan hilangnya habitat. Dinas ditetapkan. Untuk mengetahui keuntungan nelayan
Kehutanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Tanah Laut dianalisis dengan menggunakan rumus:
mulai mengintensifkan penanganannya. Tahun ini, JI=TR-TC
misalnya, Dinas Kehutanan kembali akan mengalokasikan Dimana:
sebagian dana Gerhan (gerakan rehabilitasi lahan dan TR = Total revenue
hutan) untuk menghijaukan hutan mangrove. Selain itu TC = Total cost
juga terjadi pencemaran laut akibat aktivitas buangan
masyarakat pesisir yang langsung ke perairan. Kondisi ini Hasil dan Pembahasan
biasanya juga diperparah dengan adanya kehadiran Jenis dan Faktor Penyebab Terjadinya Degradasi
pecemaran dari laut melalui kapal-kapal dan aktivitas Lingkungan Pesisir
pertambangan. Pantai di perairan ini juga mengalami Hilangnya Mangrove
abrasi akibat hantaman gelombang ke pantai yang terjadi Hutan mangrove semakin berkurang dari tahun ke
terus menerus, sehingga membahayakan bagi pemukiman tahun karena pohon mangrove banyak diambil oleh
warga yang berada di pinggir pantai. Keadaan ini tentu masyarakat setempat dan digunakan untuk kayu bakar
saja akan semakin membuat kehidupan nelayan yang dan pembukaan lahan baru untuk pemukiman. Hilangnya
selama ini dikatakan dalam kondisi serba kekurangan kawasan mangrove sebagai penahan gelombang dan angin
semakin terpuruk. Hal ini karena dengan terjadinya serta aliran air laut dan menimbulkan abrasi serta rob
kerusakan lingkungan pesisir tentu saja sangat yang lebih cepat ke daratan. Akibatnya sebagian tambak
berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. hilang, salinitas tambak meningkat, tegalan dan sawah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, penelitian menjadi bersalinitas tinggi serta hilangnya sebagian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pemukiman. Kondisi seperti ini terjadi di Desa Tabanio.
jenis-jenis kerusakan lingkungan dan faktor-faktor yang Sedangkan di daerah Kuala Tambangan pada saat ini
menyebabkannya di pesisir Tanah Laut dan informasi penduduk lebih menyadari pentingnya manfaat hutan
mengenai dampak kerusakan lingkungan (degradasi) bakau, sehingga masyarakat melakukan penanaman bakau
pesisir di Tanah Laut terhadap perekonomian nelayan. lebih intensif dan reboisasi hutan bakau berhasil
dilakukan di Desa Kuala Tambangan bahkan ada usaha
Metode pembibitan pohon bakau yang dilakukan oleh kelompok
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah usaha tani di desa ini. Di Desa Takisung tidak ditemukan
metode deskriptif, yaitu untuk memberikan deskripsi mangrove karena kondisi tanah yang tidak mendukung
terhadap fenomena-fenomena; membuat prediksi serta untuk tumbuhnya mangrove.
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah
yang ingin dipecahkan. Dalam mengumpulkan data Gelombang
digunakan teknik wawancara dengan menggunakan daftar Gelombang besar hampir terjadi di seluruh pesisir
pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Kabupaten Tanah Laut, terutama pada akhir tahun 2013
Penelitian dilaksanakan di Desa Tabanio, Desa dan awal tahun 2014 terjadi gelombang yang mencapai 3-
Takisung dan Desa Kuala Tambangan yang dianggap 4 meter. Gelombang disebabkan oleh pemanasan global
mewakili daerah pesisir di Kabupaten Tanah Laut Provinsi yang terjadi di seluruh dunia. Gelombang ini
Kalimantan Selatan. Daerah penelitian ditentukan secara mengakibatkan pengikisan pantai sehingga terjadi abrasi.
purposive yaitu daerah pesisir yang potensial dalam Akibat langsung dari abrasi ini di Desa Kuala Tambangan
perikanan tangkap dan merupakan daerah pesisir yang adalah hilangnya 13 buah rumah, dan pantai yang semakin
mengalami degradasi. sempit dari tahun ke tahun. Di samping itu pepohonan juga
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah banyak yang tumbang. Sedangkan yang terjadi di Desa
berupa data primer dan data sekunder. Data primer Tabanio rusaknya rumah di pinggir pantai dan semakin
dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman sempitnya pantai sehingga air laut semakin mendekati
pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan pemukiman. Di Desa Takisung hantaman ombak ini tidak
sebelumnya. Pengisian kuisioner selain melalui hanya mengenai pemukiman masyarakat tetapi juga
wawancara juga berdasarkan hasil pengamatan langsung fasilitas umum seperti mesjid, fasilitas pariwisata,
di lapangan. pepohonan juga banyak yang tumbang dihantam
Data sekunder yang digunakan merupakan data yang gelombang. Upaya mengatasi telah dilakukan oleh
bersumber dari lembaga-lembaga pemerintah dan dari masyarakat dan pemerintah dengan cara membuat
publikasi yang berupa hasil-hasil penelitian yang penahan gelombang sepanjang pantai yaitu dengan
berkaitan dengan penelitian ini. pemasangan ‘Bronjong’ (Gambar 1), adalah berupa batu
Dalam penentuan responden untuk aspek sosial gunung yang dimasukkan ke dalam jaring berukuran 1x2
ekonomi masyarakat ialah unit rumah tangga penduduk di m terbuat dari kawat baja. Pemasangan bronjong ini belum
Desa Tabanio, Desa Takisung dan Desa Kuala Tambangan dilakukan di seluruh pantai, sehingga masyarakat sangat
dilakukan secara acak (random sampling) disesuaikan berharap agar pemerintah dapat memberikan dana untuk
dengan jumlah penduduk. Metode pendekatan terhadap pemasangan bronjong lebih lanjut, sehingga dampak
masyarakat dilakukan dengan Participatory Rural terjangan gelombang dapat diminalisir. Bronjong dan
Appraisal dan studi mendalam (in depth study) digunakan pemasangannya untuk menahan gelombang dapat dilihat
sebagai sinkronisasi dan re-evaluasi data sekunder (telaah pada Gambar 1.
publikasi dan laporan data instansi terkait) yang telah Saat gelombang tinggi para nelayan banyak yang tidak
dihimpun. Sedangkan untuk identifikasi jenis kerusakan berani melaut dan hanya sebagian orang saja yang berani
sumberdaya pesisir dilaksanakan kegiatan field study melaut. Aktivitas nelayan saat gelombang tinggi
diantaranya ada yang bekerja pergi ke sawah bila ada
29
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)
mempunyai lahan pertanian, ada yang memperbaiki alat Pencemaran Perairan Pesisir
tangkap dan ada yang hanya istirahat di rumah. Dari hasil Pencemaran yang terjadi pada pantai pada umumnya
penelitian kebanyakan para nelayan tidak berani pergi akibat pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya,
melaut hanya istirahat di rumah dan memperbaiki alat hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat
tangkap bila ada yang rusak. Masing-masing daerah yang terhadap kebersihan lingkungan dan masih ada anggapan
menjadi lokasi penelitian memiliki aktivitas berbeda-beda laut sebagai tempat sampah yang besar. Di samping ke
seperti di Tabanio banyak nelayan yang istirahat saja di laut, sampah juga dibuang ke sungai yang merupakan
rumah sambil memperbaiki alat tangkap yang digunakan salah satu penyebab pendangkalan sungai. Hal yang
bila ada kerusakan. Daerah Kuala Tambangan nelayan nya terparah terjadi pada Pantai Takisung dan pantai batu lima
kebanyakan beristirahat saja dan hanya sebagian orang di Desa Kuala Tambangan, karena menjadi tempat wisata
yang pergi ke kebun. Bagi daerah Takisung kebanyakan sehingga tidak hanya masyarakat setempat yang
dari responden yang di data para nelayan di sana membuang sampah ke pantai tetapi juga wisatawan yang
menangkap ikan di malam hari dan di pagi hari ada yang datang walaupun sudah ada upaya aparat desa dan
berjualan dan sebagian ada yang pergi ke kebun. Nelayan pemerintah untuk menyediakan tempat pembuangan
Tabanio bila kondisi cuaca buruk banyak yang sampah. Selain itu pembuangan dari muara sungai yang
memperbaiki alat tangkap atau memperbaiki kapal dan bermuara ke pantai yang membawa sampah dari hulu
hanya sebagian saja yang beristirahat. sungai seperti ranting-ranting pohon dan lain-lain.
30
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)
31
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)
Jumlah 775,855.99 100.00 Tabel 5 menjelaskan biaya variabel rata-rata per bulan
usaha penangkapan nelayan lampara di ketiga desa pada
kondisi saat ini. Jumlah biaya variabel rata-rata sebesar
Biaya pemeliharaan dalam hal ini adalah pemeliharaan Rp 6,006,450.00 untuk daerah Kuala Tambangan dan Rp
kapal, mesin, alat tangkap, dan genset. Pemeliharaan ini 5,401,400.00 untuk Daerah Takisung.
rutin dilaksanakan oleh nelayan untuk kelancaran Jenis biaya tertinggi berupa biaya Bahan Bakar yaitu
aktivitas penangkapan dan keamanan/keselamatan Rp 5,025,000.00 untuk usaha penangkapan di Desa Kuala
selama operasi penangkapan ikan dilaut. Biaya Tambangan dan Rp 4,354,000.00 untuk Desa Takisung.
pemeliharaan rata-rata adalah sebesar Rp 176,254.27 Sedangkan jenis biaya terendah pada usaha penangkapan
untuk Desa Kuala Tambangan dan Desa Takisung Rp di Desa Kuala Tambangan berupa rokok yaitu sebesar Rp
139,786.33. Tabel 4 menjelaskan biaya tetap rata-rata 163,700.00 dan di Desa Takisung yang terendah adalah
usaha penangkapan nelayan rengge di Tabanio yang biaya untuk bahan makanan sebesar Rp 178,300.00. Biaya
dihitung perbulannya Rp 775,855.99. Biaya penyusutan variabel rata-rata per bulan pada usaha penangkapan
rata-rata usaha penangkapan di Desa Tabanio adalah Rp nelayan rengge di desa Tabanio sebesar Rp 13,906,000.00.
387,658.33. Biaya pemeliharaan rata-rata usaha Jenis biaya tertinggi berupa biaya bahan bakar yaitu Rp
penangkapan di Desa Tabanio adalah Rp 379.864,33. Biaya 6,783,000.00 Sedangkan jenis biaya variabel yang
perizinan dikeluarkan satu tahun sekali oleh Dinas terendahnya berupa es/garam sebesar Rp 403,000.00.
Perikanan Tanah Laut, biaya ini dikeluarkan sesuai dengan Biaya yang dikeluarkan pada usaha penangkapan di Desa
ukuran kapal yang di gunakan. Besar biaya yang Tabanio jauh lebih besar pada komponen bahan bakar dan
dikeluarkan adalah Rp 10.000,00 per GT (Gross Ton). bahan makanan karena jarak tempuh daerah penangkapan
Biaya variabel adalah biaya yang selalu berubah-ubah yang lebih jauh dan nelayan di Desa Tabanio melakukan
sesuai dengan perubahan dalam volume produksi. penangkapan dengan berada selama 15 hari di daerah
Mengingat penelitian ini berhubungan dengan dampak penangkapan.
degradasi terhadap kondisi ekonomi masyarakat nelayan,
maka biaya variabelnya berbeda antara tiga tahun yang Biaya Variabel yang Dikeluarkan pada Tahun 2010
lalu dengan kondisi pada saat ini di mana degradasi
lingkungan pesisir telah semakin meluas.
Tb. 6 Biaya variabel (rata-rata) per bulannya usaha
penangkapan nelayan Lampara, Sair dan Rempa di
Biaya Variabel yang Dikeluarkan Saat Penelitian Desa Kuala Tambangan dan Desa Takisung pada
tahun 2010
Tb. 5 Biaya variabel (rata-rata) per bulannya usaha
Desa Kuala Tambangan
penangkapan nelayan Lampara, Sair, Rengge dan
Rempa di Desa Kuala Tambangan, Desa Takisung No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
dan Desa Tabanio 1 Bahan Bakar 6,035,000.00 85.90
Desa Kuala Tambangan
2 Bahan Makanan 178,000.00 2.53
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 183,000.00 2.60
1 Bahan Bakar 5,025,000 83.66
4 Garam/Es 180,000.00 2.56
2 Bahan Makanan 176,950 2.95
5 Upah ABK 450,000.00 6.40
3 Rokok 163,700 2.73
Jumlah 7,026,000.00 100.00
4 Garam/Es 184,800 3.08
Desa Takisung
5 Upah ABK 456,000 7.59
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
Jumlah 6,006,450 100.00
1 Bahan Bakar 5,895,000.00 83.90
Desa Takisung
2 Bahan Makanan 195,000.00 2.78
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 203,000.00 2.89
1 Bahan Bakar 4,354,000 80.61
4 Garam/Es 183,000.00 2.60
2 Bahan Makanan 178,300 3.30
5 Upah ABK 550,000.00 7.83
3 Rokok 178,400 3.30
Jumlah 5,401,400 100.00
4 Garam/Es 165,700 3.07
Desa Tabanio
5 Upah ABK 525,000 9.72
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
Jumlah 5,401,400 100.00
1 Bahan Bakar 5,030,000.00 41.16
Desa Tabanio
2 Bahan Makanan 1,834,000.00 15.01
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 500,000.00 4.09
1 Bahan Bakar 6,783,000 48.78
4 Garam/Es 356,000.00 2.91
2 Bahan Makanan 1,687,000 12.13
5 Upah ABK 4,500,000.00 36.82
3 Rokok 505,000 3.63
Jumlah 12,220,000.00 100.00
4 Garam/Es 403,000 2.90
32
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)
Kesimpulan
Faktor penyebab terjadinya degradasi lingkungan
pesisir di Desa Tabanio, Desa Takisung dan Desa Kuala
Tambangan adalah pemanfaatan hutan mangrove oleh
masyarakat baik sebagai kayu bakar maupun untuk
pemukiman, terjangan daerah pesisir oleh gelombang
yang tinggi, pasang air laut, penyempitan muara sungai
dan pencemaran perairan laut. Dampak degradasi
lingkungan pesisir terhadap perekonomian masyarakat
pesisir adalah terjadinya penurunan pendapatan
masyarakat, terjadinya perubahan jenis mata pencaharian
dan terjadinya perubahan pola kepemilikan lahan.
Daftar Pustaka
Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir
dan Laut. PKSPL-IPB.
Bengen DG. 2002. Keterkaitan Antar Ekosistem Pesisir. Materi
Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan IPB.
Dahuri R. 2000. Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam:
Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk
Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin
Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan Untung, W. Lembaga
Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta.
Hal. 1-8.
Dahuri R, J Rais, SP Ginting dan MJ Sitepu. 2001. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP. 2001.
Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.
Prayitno. 2001. Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pantai Akibat
Perubahan Ekosistem Pantai. Studi Kasus di Kawasan
Segoro Anakan, Cilacap. Tesis Program Pasca Sarjana,
Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Purba J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Obor Indonesia.
Jakarta. 156 Hlm.
Rais J. 2000a. Kajian Kerawanan dan Dinamika Wilayah Pesisir.
Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana
IPB.
Rais J. 2000b. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Materi Kuliah
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Program Pascasarjana IPB.
Usman S. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. 310 Hlm.
Wiryawan B. 2002. Karakteristik dan Dinamika Sumberdaya Fisik
dan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Program Pascasarjana IPB.
Zamani NP dan Darmawan. 2000. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Dalam Prosiding
Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu. PKSPL-IPB. Hal. 47-60.
34
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017