0% found this document useful (0 votes)
90 views7 pages

Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi Ekonomi Nelayan: Studi Kasus Desa Takisung, Desa Kuala Tambangan, Desa Tabanio

Bismillah

Uploaded by

ibnu nj
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
90 views7 pages

Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi Ekonomi Nelayan: Studi Kasus Desa Takisung, Desa Kuala Tambangan, Desa Tabanio

Bismillah

Uploaded by

ibnu nj
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 7

Dinamika Maritim

Coastal and Marine Resources Research Center, Raja Ali Haji Maritime University
Tanjungpinang-Indonesia

Volume 6 Number 1, August 2017

Original Research Paper


1st National Seminar of Marine and Fisheries 2017, Raja Ali Haji Maritime University, Indonesia

Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi Ekonomi


Nelayan: Studi Kasus Desa Takisung, Desa Kuala Tambangan,
Desa Tabanio
Rima Mustika1
1 Program Studi Agrobisnis Perikanan, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan, Indonesia

* Corresponding author: -

Received: May 10, 2017 Abstract


Accepted: May 15, 2017 Aim of the research were to determine the types of environmental damage and factors that
Published: June 20, 2017 causing it in coastal area of Tanah Laut as well as its impact to economics of fishermen. We used
Copyright © by authors and
a descriptive method in order to demonstrate the responder perception regarding to the impact
Scientific Research Publishing Inc. of coastal degradation quality. The resident household in Tabanio, Takisung and Kuala
Tambangan Village were chosen as the respondents using random sampling approach using
Participatory Rural Appraisal and in depth study. To identify type damage of coastal area
resources we conducted the field study activity using ball snow method following by further
analysis i.e. muster data of factual / primary to analysis comprehensively. Result of the research
showed the exploitation of mangrove forest by community for firewood and build a residential,
dash against seaboard by waving high, tide of sea water, stricture of river estuary and
contamination of territorial water of sea were the main factors of environmental degradation. We
noted that the impact of such coastal degradation to societal economic were lowering of society
income, changing of work type of living and changing of ownership of farm.

Keywords: Degradation, coastal area, fisherman economic condition

Pendahuluan dengan batas wilayah sebelah barat dengan Laut Jawa,


Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan sebelah utara dengan Kabupaten Banjar, sebelah timur
yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi dengan Kabupaten Kotabaru, dan sebelah selatan dengan
daerah–daerah yang tergenang air maupun yang tidak Laut Jawa. Kabupaten Tanah Laut terdiri dari 9 kecamatan
tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses dari 9 kecamatan yang ada, hanya 5 kecamatan yang
laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, mempunyai wilayah pesisir dan laut yaitu Kecamatan
sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang Kintap, Kurau, Jorong, Panyipatan, dan Takisung (BPS
dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti Tanah Laut 2014). Panjang pantai yang dimiliki oleh
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta Kabupaten Tanah Laut 151.2 Km2 dan luas areal
daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan- penangkapan 48,665.20 Km2 merupakan daerah
kegiatan manusia di daratan (Bengen 2001). Wilayah penangkapan yang dapat dilakukan sepanjang tahun Oleh
pesisir merupakan wilayah yang sangat padat karena itu sektor perikanan khususnya perikanan tangkap
penduduknya, jumlah penduduk yang hidup di wilayah memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan
pesisir 50–70% dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia hidup manusia.
sendiri 60% penduduknya hidup di wilayah pesisir, Kegiatan perikanan tangkap di pesisir Desa Takisung,
peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah Desa Tabanio dan Desa Kuala Tambangan sudah lama
pesisir memberikan dampak tekanan terhadap dilakukan oleh masyarakat setempat. Pada umumnya
sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, hutan nelayan di ketiga desa ini menggunakan alat tangkap
mangrove, terumbu karang, pembuangan limbah ke laut, berupa lampara dasar (bottom seine net) dan rengge (gill
sedimentasi sungai-sungai, erosi pantai, abrasi dan net). Kegiatan ini merupakan pekerjaan utama untuk
sebagainya (Rais 2000a). Di samping itu dengan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini disebabkan
bertambahnya jumlah dan aktivitas penduduk usaha penangkapan merupakan kegiatan usaha yang cepat
menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap dan mudah menghasilkan. Sebagaimana daerah pesisir
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir. lainnya di Indonesia, pesisir ketiga desa di daerah ini juga
Salah satu daerah pesisir di Provinsi Kalimantan mengalami degradasi. Degradasi terus melanda hutan
Selatan adalah Kabupaten Tanah Laut yang secara mangrove, pohon bahan baku arang di Kabupaten Tanah
geografis terletak di antara 114°30’20”BT-03°30’33”LS Laut. Bentangan terbuka di kawasan pesisir pantai
28
P-ISSN: 2086-8049
Website: http://ojs.umrah.ac.id/index.php/dinamikamaritim
Email: [email protected]
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

dilaporkan semakin meluas mencapai angka ratusan dengan snow ball method untuk menghimpun data
hektar. Kondisi ini tak hanya berdampak pada pergeseran factual/primer yang akan dinalisis secara komprehensif.
dan menyusutnya daratan, tetapi mulai mengancam Jenis kerusakan lingkungan yang terjadi dianalisis
kehidupan hayati. Populasi beberapa jenis ikan terus secara deskriptif terhadap berbagai variabel yang telah
berkurang akibat rusak dan hilangnya habitat. Dinas ditetapkan. Untuk mengetahui keuntungan nelayan
Kehutanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Tanah Laut dianalisis dengan menggunakan rumus:
mulai mengintensifkan penanganannya. Tahun ini, JI=TR-TC
misalnya, Dinas Kehutanan kembali akan mengalokasikan Dimana:
sebagian dana Gerhan (gerakan rehabilitasi lahan dan TR = Total revenue
hutan) untuk menghijaukan hutan mangrove. Selain itu TC = Total cost
juga terjadi pencemaran laut akibat aktivitas buangan
masyarakat pesisir yang langsung ke perairan. Kondisi ini Hasil dan Pembahasan
biasanya juga diperparah dengan adanya kehadiran Jenis dan Faktor Penyebab Terjadinya Degradasi
pecemaran dari laut melalui kapal-kapal dan aktivitas Lingkungan Pesisir
pertambangan. Pantai di perairan ini juga mengalami Hilangnya Mangrove
abrasi akibat hantaman gelombang ke pantai yang terjadi Hutan mangrove semakin berkurang dari tahun ke
terus menerus, sehingga membahayakan bagi pemukiman tahun karena pohon mangrove banyak diambil oleh
warga yang berada di pinggir pantai. Keadaan ini tentu masyarakat setempat dan digunakan untuk kayu bakar
saja akan semakin membuat kehidupan nelayan yang dan pembukaan lahan baru untuk pemukiman. Hilangnya
selama ini dikatakan dalam kondisi serba kekurangan kawasan mangrove sebagai penahan gelombang dan angin
semakin terpuruk. Hal ini karena dengan terjadinya serta aliran air laut dan menimbulkan abrasi serta rob
kerusakan lingkungan pesisir tentu saja sangat yang lebih cepat ke daratan. Akibatnya sebagian tambak
berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. hilang, salinitas tambak meningkat, tegalan dan sawah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, penelitian menjadi bersalinitas tinggi serta hilangnya sebagian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pemukiman. Kondisi seperti ini terjadi di Desa Tabanio.
jenis-jenis kerusakan lingkungan dan faktor-faktor yang Sedangkan di daerah Kuala Tambangan pada saat ini
menyebabkannya di pesisir Tanah Laut dan informasi penduduk lebih menyadari pentingnya manfaat hutan
mengenai dampak kerusakan lingkungan (degradasi) bakau, sehingga masyarakat melakukan penanaman bakau
pesisir di Tanah Laut terhadap perekonomian nelayan. lebih intensif dan reboisasi hutan bakau berhasil
dilakukan di Desa Kuala Tambangan bahkan ada usaha
Metode pembibitan pohon bakau yang dilakukan oleh kelompok
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah usaha tani di desa ini. Di Desa Takisung tidak ditemukan
metode deskriptif, yaitu untuk memberikan deskripsi mangrove karena kondisi tanah yang tidak mendukung
terhadap fenomena-fenomena; membuat prediksi serta untuk tumbuhnya mangrove.
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah
yang ingin dipecahkan. Dalam mengumpulkan data Gelombang
digunakan teknik wawancara dengan menggunakan daftar Gelombang besar hampir terjadi di seluruh pesisir
pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Kabupaten Tanah Laut, terutama pada akhir tahun 2013
Penelitian dilaksanakan di Desa Tabanio, Desa dan awal tahun 2014 terjadi gelombang yang mencapai 3-
Takisung dan Desa Kuala Tambangan yang dianggap 4 meter. Gelombang disebabkan oleh pemanasan global
mewakili daerah pesisir di Kabupaten Tanah Laut Provinsi yang terjadi di seluruh dunia. Gelombang ini
Kalimantan Selatan. Daerah penelitian ditentukan secara mengakibatkan pengikisan pantai sehingga terjadi abrasi.
purposive yaitu daerah pesisir yang potensial dalam Akibat langsung dari abrasi ini di Desa Kuala Tambangan
perikanan tangkap dan merupakan daerah pesisir yang adalah hilangnya 13 buah rumah, dan pantai yang semakin
mengalami degradasi. sempit dari tahun ke tahun. Di samping itu pepohonan juga
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah banyak yang tumbang. Sedangkan yang terjadi di Desa
berupa data primer dan data sekunder. Data primer Tabanio rusaknya rumah di pinggir pantai dan semakin
dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman sempitnya pantai sehingga air laut semakin mendekati
pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan pemukiman. Di Desa Takisung hantaman ombak ini tidak
sebelumnya. Pengisian kuisioner selain melalui hanya mengenai pemukiman masyarakat tetapi juga
wawancara juga berdasarkan hasil pengamatan langsung fasilitas umum seperti mesjid, fasilitas pariwisata,
di lapangan. pepohonan juga banyak yang tumbang dihantam
Data sekunder yang digunakan merupakan data yang gelombang. Upaya mengatasi telah dilakukan oleh
bersumber dari lembaga-lembaga pemerintah dan dari masyarakat dan pemerintah dengan cara membuat
publikasi yang berupa hasil-hasil penelitian yang penahan gelombang sepanjang pantai yaitu dengan
berkaitan dengan penelitian ini. pemasangan ‘Bronjong’ (Gambar 1), adalah berupa batu
Dalam penentuan responden untuk aspek sosial gunung yang dimasukkan ke dalam jaring berukuran 1x2
ekonomi masyarakat ialah unit rumah tangga penduduk di m terbuat dari kawat baja. Pemasangan bronjong ini belum
Desa Tabanio, Desa Takisung dan Desa Kuala Tambangan dilakukan di seluruh pantai, sehingga masyarakat sangat
dilakukan secara acak (random sampling) disesuaikan berharap agar pemerintah dapat memberikan dana untuk
dengan jumlah penduduk. Metode pendekatan terhadap pemasangan bronjong lebih lanjut, sehingga dampak
masyarakat dilakukan dengan Participatory Rural terjangan gelombang dapat diminalisir. Bronjong dan
Appraisal dan studi mendalam (in depth study) digunakan pemasangannya untuk menahan gelombang dapat dilihat
sebagai sinkronisasi dan re-evaluasi data sekunder (telaah pada Gambar 1.
publikasi dan laporan data instansi terkait) yang telah Saat gelombang tinggi para nelayan banyak yang tidak
dihimpun. Sedangkan untuk identifikasi jenis kerusakan berani melaut dan hanya sebagian orang saja yang berani
sumberdaya pesisir dilaksanakan kegiatan field study melaut. Aktivitas nelayan saat gelombang tinggi
diantaranya ada yang bekerja pergi ke sawah bila ada

29
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

mempunyai lahan pertanian, ada yang memperbaiki alat Pencemaran Perairan Pesisir
tangkap dan ada yang hanya istirahat di rumah. Dari hasil Pencemaran yang terjadi pada pantai pada umumnya
penelitian kebanyakan para nelayan tidak berani pergi akibat pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya,
melaut hanya istirahat di rumah dan memperbaiki alat hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat
tangkap bila ada yang rusak. Masing-masing daerah yang terhadap kebersihan lingkungan dan masih ada anggapan
menjadi lokasi penelitian memiliki aktivitas berbeda-beda laut sebagai tempat sampah yang besar. Di samping ke
seperti di Tabanio banyak nelayan yang istirahat saja di laut, sampah juga dibuang ke sungai yang merupakan
rumah sambil memperbaiki alat tangkap yang digunakan salah satu penyebab pendangkalan sungai. Hal yang
bila ada kerusakan. Daerah Kuala Tambangan nelayan nya terparah terjadi pada Pantai Takisung dan pantai batu lima
kebanyakan beristirahat saja dan hanya sebagian orang di Desa Kuala Tambangan, karena menjadi tempat wisata
yang pergi ke kebun. Bagi daerah Takisung kebanyakan sehingga tidak hanya masyarakat setempat yang
dari responden yang di data para nelayan di sana membuang sampah ke pantai tetapi juga wisatawan yang
menangkap ikan di malam hari dan di pagi hari ada yang datang walaupun sudah ada upaya aparat desa dan
berjualan dan sebagian ada yang pergi ke kebun. Nelayan pemerintah untuk menyediakan tempat pembuangan
Tabanio bila kondisi cuaca buruk banyak yang sampah. Selain itu pembuangan dari muara sungai yang
memperbaiki alat tangkap atau memperbaiki kapal dan bermuara ke pantai yang membawa sampah dari hulu
hanya sebagian saja yang beristirahat. sungai seperti ranting-ranting pohon dan lain-lain.

Perubahan Ekonomi Masyarakat Akibat Degradasi


Lingkungan Pesisir
Jenis Pekerjaan dan Angkatan Kerja
Nelayan di ketiga desa sampel adalah nelayan tangkap
baik buruh maupun nakhoda, nelayan rengge, nelayan
lampara, petambak, atau pedagang ikan/udang (75%).
Dari temuan sampel ditemukan sebagian kecil (20%)
sebagai petani dan sisanya adalah pedagang (5%). Para
nelayan penangkap di ketiga desa sampel memiliki ciri
yang relatif sama. Nelayan yang menggunakan sampan (2-
3 orang) hanya melakukan penangkapan ikan jarak dekat
artinya hanya sekitar kawasan pantai di sekitar mereka
tinggal dan melakukan penangkapan ikan setiap hari jika
Gb. 1 Bronjong yang terdapat di Desa Kuala Tambangan cuaca memungkinkan. Hal yang tidak memungkinkan
melakukan penangkapan adalah jika hujan turun deras
Air Pasang (Rob) dan terjadi gelombang tinggi. Alat tangkap yang mereka
Air pasang terjadi hampir di seluruh pesisir Kabupaten gunakan berupa lampara dasar, rempa dan sair. Nelayan
Tanah Laut, terutama pada akhir tahun 2013 dan awal jenis ini adalah mereka yang modalnya untuk berusaha
tahun 2014. Air pasang yang terparah terjadi di Desa masih sangat kecil. Hal ini berbeda dengan nelayan yang
Tabanio, apabila air pasang masuk ke pemukiman menangkap ikan menjauh ke arah laut, dan kapasitas kapal
penduduk mencapai 500 meter dari pantai, dengan tinggi merekapun cukup besar. Nelayan jenis ini melakukan
mencapai ¼ meter di dalam rumah, air pasang ini tidak penangkapan dalam waktu selama 15 hari berada dilaut
hanya merendam pemukiman tetapi juga persawahan dan daerah penangkapannya sampai ke perairan laut
penduduk, fasilitas umum seperti sekolah, kuburan dan Sulawesi. Nelayan tangkap jauh ini memiliki pengalaman
cagar budaya (peninggalan sejarah berbentuk benteng). Di yang lebih lama sebagai nelayan dan memiliki modal yang
Desa Takisung air pasang masuk ke daratan mencapai 200 cukup kuat. Nelayan tangkap ini umumnya menggunakan
meter yang merendam perumahan, fasilitas umum, alat rengge, gae (purse seine) dan agungan. Para nelayan
persawahan serta tempat wisata. Di Desa Kuala tangkap ini dinamakan ‘juragan’ dan mereka dalam
Tambangan masuknya air laut akibat pasang mencapai operasi penangkapannya dibantu oleh ABK (anak buah
200 meter sehingga merendam perumahan dan fasilitas kapal). Angkatan kerja adalah seseorang yang telah
umum berupa sekolah, kuburan dan pasar. bekerja dan memperoleh penghasilan dan usia angkatan
kerja adalah 15 tahun ke atas. Hasil penelitian
Penyempitan dan Pendangkalan Muara Sungai menunjukkan bahwa rata-rata nelayan di ketiga desa
Penyempitan sungai yang terparah terjadi pada sungai sampel memulai usahanya pada usia 14 tahun. Pada situasi
Tabanio. Hal ini telah berlangsung beberapa tahun yang tertentu dimana ekonomi nelayan tergolong miskin,
terutama pada tahun 2003 dimana terjadi penutupan mereka akan mempekerjakan anaknya dibawah usia
muara sungai di daerah Tabanio-Kurau sehingga nelayan tersebut. Anak-anak nelayan di tiga desa sampel
harus berpindah dari daerah Tabanio-Kurau ke Muara memberikan gambaran yang berbeda terhadap jenis dan
Pagatan Besar. Akibatnya jarak tempuh nelayan untuk keinginan pekerjaan. Anak-anak desa Takisung memiliki
melaut semakin jauh, karena harus berputar untuk sudut pandang yang berbeda dibanding anak-anak di dua
mencapai muara sungai. Di samping itu juga terjadi desa lainnya, yaitu lebih cenderung memilih jenis
pendangkalan sungai yang menyebabkan kapal nelayan pekerjaan dikota atau menjadi buruh bangunan, dagang,
tidak bisa setiap saat pergi melaut karena harus menunggu jasa dan pegawai dibanding menjadi nelayan. Khusus Desa
air pasang. Pendangkalan sungai ini juga menutup muara Tabanio kesempatan kerja sebagai nelayan tangkap masih
sungai dengan terbentuknya delta di muara sungai. terbuka luas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Pendangkalan muara sungai yang terparah terjadi di Desa bahwa apabila mau turun ke laut apapun kegiatannya
Kuala Tambangan. dapat dipastikan memberikan hasil.

30
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

Kepemilikan Lahan 4 Genset 800,000 1.15


Lahan yang diusahakan masyarakat terdiri dari lahan 5 Lampu 1,775,000 2.54
persawahan dan lahan tambak. Namun pengusahaan 6 Para-Para 335,000 0.48
kedua jenis lahan ini sudah jauh berkurang akibat banjir Jumlah 68,805,000 100.00
dan tenggelam oleh pasang air laut. Lahan sawah yang
tenggelam menjadi laut terdapat di ketiga desa sampel, Tabel 1 menjelaskan biaya investasi rata-rata usaha
meskipun luasnya pada masing-masing desa berbeda- penangkapan nelayan lampara di dua desa yaitu Desa
beda. Desa yang sawahnya terluas tenggelam menjadi laut Kuala Tambangan dan Takisung yang dihitung
adalah Desa Tabanio, yaitu seluas 2.3 ha diikuti sawah di perbulannya. Jumlah biaya investasi rata-rata sebesar Rp
Desa Kuala Tambangan seluas 1.7 ha dan di Desa Takisung 17,985,000.00 untuk Kuala Tambangan dan
seluas 0.8 ha. Jadi hampir tidak ditemui masyarakat yang Rp 17,948,000.00 untuk Takisung. Jenis investasi tertinggi
tidak memiliki lahan di ketiga desa sample ini. Jumlah dari tiap desa adalah untuk pembelian kapal yaitu sebesar
tambak juga semakin berkurang akibat air laut yang Rp 13,150,000.00 untuk Kuala Tambangan dan Rp
semakin tercemar dengan limbah. 13,050,000.00 untuk Takisung hal ini disebabkan bahan
dasar pembuatan kapal dan ukuran kapal. Bahan kapal
Pendapatan Nelayan yang digunakan berpengaruh bagi biaya pembuatannya
Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan apabila sebuah kapal dibuat dengan bahan kayu ulin lebih
di Desa Takisung hampir serupa dengan yang dilakukan mahal dari pada menggunakan kayu biasa. Begitu juga
oleh nelayan di Desa Kuala Tambangan, yaitu usaha dengan ukurannya bila ukuran kapal besar harganya lebih
penangkapan dengan menggunakan alat tangkap lampara, mahal dari pada kapal ukuran yang kecil sebab kapal besar
sair dan rempa, sedangkan usaha penangkapan di Desa memerlukan bahan dan waktu yang lebih banyak dan lama
Tabanio adalah usaha perikanan dengan skala yang lebih dari pada kapal ukuran kecil. Tabel 2 menjelaskan biaya
besar dengan menggunakan alat tangkap rengge. investasi rata-rata usaha penangkapan nelayan rengge di
Pendapatan yang diperoleh oleh nelayan pada saat Desa Tabanio yang dihitung perbulannya. Jumlah biaya
semakin meluasnya degradasi lingkungan pesisir investasi rata-rata sebesar Rp 69,805,000.00. Jenis
dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2010 mengalami investasi tertinggi untuk usaha nelayan Rengge pada desa
penurunan yang cukup berarti. Kondisi ini dapat dilihat Tabanio adalah untuk pembelian kapal yaitu sebesar Rp
pada uraian berikut ini. 48.500.000.00 dan jenis investasi terendah adalah untuk
pembuatan para-para yaitu Rp 335.000,00. Biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tetap dan tidak tergantung
Biaya Produksi
pada volume produksi. Besar biaya tetap rata-rata per
Biaya yang diperlukan dalam usaha penangkapan di
bulan pada usaha penangkapan di empat desa yang
Desa Kuala Tambangan, Desa Takisung dan Desa Tabanio
dilakukan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
ini ada dua macam yaitu biaya investasi dan biaya
Tabel 3 menjelaskan biaya tetap rata-rata usaha
operasional (biaya tetap dan biaya variabel). Biaya
penangkapan nelayan lampara di tiga desa yang dihitung
investasi merupakan dana yang ditanamkan pada benda
perbulannya. Jumlah biaya tetap rata-rata adalah Rp
modal. Lebih jelasnya biaya investasi yang dikeluarkan
381,451.63 untuk Desa Kuala Tambangan, dan Rp
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
325,542.00 untuk Takisung. Perhitungan biaya
penyusutan, yakni nilai baru dikurangi nilai sisa dibagi
Tb. 1 Biaya investasi (rata-rata) usaha penangkapan dengan usia ekonomis alat. Biaya penyusutan rata-rata di
nelayan Lampara, Rempa dan Sair di Desa Kuala Desa Kuala Tambangan Rp 203,197.36. Biaya penyusutan
Tambangan dan Desa Takisung. rata-rata di Desa Takisung Rp 183,755.67.
Desa Kuala Tambangan
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%) Tb. 3 Biaya tetap (rata-rata) per bulan usaha
13,150,000 73.12 penangkapan nelayan Lampara, Rempa dan Sair di
1 Kapal
Desa Kuala Tambangan dan Desa Takisung
2 Mesin 3,600,000 20.02
Desa Kuala Tambangan
3 Alat Tangkap 1,130,000 6.28
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
4 Bak Penampung 105,000 0.58
1 Penyusutan 203,197.36 53.27
Jumlah 17,985,000 100.00
2 Pemeliharaan 176,254.27 46.21
Desa Takisung 2,000.00 0.52
3 Perizinan
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
Jumlah 381,451.63 100.00
1 Kapal 13,050,000 72.71
Desa Takisung
2 Mesin 3,650,000 20.34
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Alat Tangkap 1,150,000 6.41
1 Penyusutan 183,755.67 56.45
4 Bak Penampung 98,000 0.55
2 Pemeliharaan 139,786.33 42.94
Jumlah 17,948,000 100.00
3 Perizinan 2,000.00 0.61

Jumlah 325,542.00 100.00


Tb. 2 Biaya investasi (rata-rata) usaha penangkapan
nelayan Rengge di Desa Tabanio
Desa Tabanio Tb. 4 Biaya tetap (rata-rata) per bulan usaha
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%) penangkapan nelayan Rengge di Desa Tabanio
1 Kapal 48,500,000 69.48 Desa Kuala Tambangan
2 Mesin 16,200,000 23.21
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Alat Tangkap 2,195,000 3.14

31
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

1 Penyusutan 387,658.33 49.97 5 Upah ABK 4,528,000 32.56

2 Pemeliharaan 379,864.33 48.96 Jumlah 13,906,000 100.00

3 Perizinan 8,333.33 1.07

Jumlah 775,855.99 100.00 Tabel 5 menjelaskan biaya variabel rata-rata per bulan
usaha penangkapan nelayan lampara di ketiga desa pada
kondisi saat ini. Jumlah biaya variabel rata-rata sebesar
Biaya pemeliharaan dalam hal ini adalah pemeliharaan Rp 6,006,450.00 untuk daerah Kuala Tambangan dan Rp
kapal, mesin, alat tangkap, dan genset. Pemeliharaan ini 5,401,400.00 untuk Daerah Takisung.
rutin dilaksanakan oleh nelayan untuk kelancaran Jenis biaya tertinggi berupa biaya Bahan Bakar yaitu
aktivitas penangkapan dan keamanan/keselamatan Rp 5,025,000.00 untuk usaha penangkapan di Desa Kuala
selama operasi penangkapan ikan dilaut. Biaya Tambangan dan Rp 4,354,000.00 untuk Desa Takisung.
pemeliharaan rata-rata adalah sebesar Rp 176,254.27 Sedangkan jenis biaya terendah pada usaha penangkapan
untuk Desa Kuala Tambangan dan Desa Takisung Rp di Desa Kuala Tambangan berupa rokok yaitu sebesar Rp
139,786.33. Tabel 4 menjelaskan biaya tetap rata-rata 163,700.00 dan di Desa Takisung yang terendah adalah
usaha penangkapan nelayan rengge di Tabanio yang biaya untuk bahan makanan sebesar Rp 178,300.00. Biaya
dihitung perbulannya Rp 775,855.99. Biaya penyusutan variabel rata-rata per bulan pada usaha penangkapan
rata-rata usaha penangkapan di Desa Tabanio adalah Rp nelayan rengge di desa Tabanio sebesar Rp 13,906,000.00.
387,658.33. Biaya pemeliharaan rata-rata usaha Jenis biaya tertinggi berupa biaya bahan bakar yaitu Rp
penangkapan di Desa Tabanio adalah Rp 379.864,33. Biaya 6,783,000.00 Sedangkan jenis biaya variabel yang
perizinan dikeluarkan satu tahun sekali oleh Dinas terendahnya berupa es/garam sebesar Rp 403,000.00.
Perikanan Tanah Laut, biaya ini dikeluarkan sesuai dengan Biaya yang dikeluarkan pada usaha penangkapan di Desa
ukuran kapal yang di gunakan. Besar biaya yang Tabanio jauh lebih besar pada komponen bahan bakar dan
dikeluarkan adalah Rp 10.000,00 per GT (Gross Ton). bahan makanan karena jarak tempuh daerah penangkapan
Biaya variabel adalah biaya yang selalu berubah-ubah yang lebih jauh dan nelayan di Desa Tabanio melakukan
sesuai dengan perubahan dalam volume produksi. penangkapan dengan berada selama 15 hari di daerah
Mengingat penelitian ini berhubungan dengan dampak penangkapan.
degradasi terhadap kondisi ekonomi masyarakat nelayan,
maka biaya variabelnya berbeda antara tiga tahun yang Biaya Variabel yang Dikeluarkan pada Tahun 2010
lalu dengan kondisi pada saat ini di mana degradasi
lingkungan pesisir telah semakin meluas.
Tb. 6 Biaya variabel (rata-rata) per bulannya usaha
penangkapan nelayan Lampara, Sair dan Rempa di
Biaya Variabel yang Dikeluarkan Saat Penelitian Desa Kuala Tambangan dan Desa Takisung pada
tahun 2010
Tb. 5 Biaya variabel (rata-rata) per bulannya usaha
Desa Kuala Tambangan
penangkapan nelayan Lampara, Sair, Rengge dan
Rempa di Desa Kuala Tambangan, Desa Takisung No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
dan Desa Tabanio 1 Bahan Bakar 6,035,000.00 85.90
Desa Kuala Tambangan
2 Bahan Makanan 178,000.00 2.53
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 183,000.00 2.60
1 Bahan Bakar 5,025,000 83.66
4 Garam/Es 180,000.00 2.56
2 Bahan Makanan 176,950 2.95
5 Upah ABK 450,000.00 6.40
3 Rokok 163,700 2.73
Jumlah 7,026,000.00 100.00
4 Garam/Es 184,800 3.08
Desa Takisung
5 Upah ABK 456,000 7.59
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
Jumlah 6,006,450 100.00
1 Bahan Bakar 5,895,000.00 83.90
Desa Takisung
2 Bahan Makanan 195,000.00 2.78
No. Jenis Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 203,000.00 2.89
1 Bahan Bakar 4,354,000 80.61
4 Garam/Es 183,000.00 2.60
2 Bahan Makanan 178,300 3.30
5 Upah ABK 550,000.00 7.83
3 Rokok 178,400 3.30
Jumlah 5,401,400 100.00
4 Garam/Es 165,700 3.07
Desa Tabanio
5 Upah ABK 525,000 9.72
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
Jumlah 5,401,400 100.00
1 Bahan Bakar 5,030,000.00 41.16
Desa Tabanio
2 Bahan Makanan 1,834,000.00 15.01
No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)
3 Rokok 500,000.00 4.09
1 Bahan Bakar 6,783,000 48.78
4 Garam/Es 356,000.00 2.91
2 Bahan Makanan 1,687,000 12.13
5 Upah ABK 4,500,000.00 36.82
3 Rokok 505,000 3.63
Jumlah 12,220,000.00 100.00
4 Garam/Es 403,000 2.90

32
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

Tabel 6 menjelaskan biaya variabel rata-rata per No. Desa


Penerima
Total Biaya
Keuntunga
bulannya usaha penangkapan di ketiga desa sampel untuk an n
kondisi tiga tahun yang lalu. Jumlah biaya variabel rata- Kuala
11,320,000 7,407,451.6 3,912,548.3
rata sebesar Rp 7,026,000.00 untuk daerah Kuala 1 Tamba
.00 3 7
ngan
Tambangan dan Rp 7,026,000.00 untuk daerah Takisung.
Takisun 11,135,000 7,351,542.0 3,783,458.0
Jenis biaya variabel rata-rata tertinggi berupa biaya bahan 2
g .00 0 0
bakar yaitu Rp 6,035,000.00 untuk usaha penangkapan di Tabani 25,360,000 12,995,855. 12,364,144.
Desa Kuala Tambangan dan sebesar Rp 5,895,000.00 3
o .00 99 01
untuk Desa Takisung. Sedangkan jenis biaya terendah
berupa Es/Garam sebesar Rp 180,000.00 untuk Desa Total rata-rata penerimaan usaha penangkapan yang
Kuala Tambangan dan Rp 183,000.00 untuk Desa diperoleh dari masing-masing lokasi penelitian yaitu Rp
Takisung. Biaya variabel rata-rata per bulan untuk usaha 11,320,000.00 untuk wilayah Kuala Tambangan Rp
penangkapan nelayan Rengge di desa Tabanio sebesar Rp 11,135,000.00 untuk Desa Takisung dan Rp 25,360,000.00
12,220,000.00. Biaya variabel tertinggi yang dikeluarkan untuk Desa Tabanio. Total Biaya rata-rata yang
yaitu biaya bahan bakar sebesar Rp 5,030,000.00, dikeluarkan untuk usaha penangkapan selama sebulan
Sedangkan jenis biaya terendah berupa Es/Garam sebesar untuk kondisi tahun 2006 yaitu Rp 7,407,451.63 untuk
Rp 356,000.00. Desa Kuala Tambangan Rp 7,351,542.00 untuk Desa
Kenaikan harga dan kelangkaan Bahan Bakar Minyak Takisung dan Rp 12,995,855.99 untuk Desa Tabanio.
(BBM) yang menimbulkan keresahan di berbagai kalangan Keuntungan rata-rata usaha penangkapan untuk masing-
masyarakat ternyata menimbulkan dampak yang terasa masing dari tiga desa lokasi penelitian untuk kondisi tahun
berat bagi usaha nelayan di lokasi penelitian, hal ini dapat 2006 adalah Rp 3,912,548.37 untuk Desa Kuala
dilihat dari besarnya biaya variabel rata-rata yang Tambangan, Rp 3,783,458.00 untuk Desa Takisung dan Rp
tertinggi untuk bahan bakar. 12,364,144.01 untuk Desa Tabanio. Selisih keuntungan
antara kondisi pada tahun 2010 dengan kondisi pada saat
Keuntungan/Profit (JI) ini di mana degradasi lingkungan pesisir telah semakin
Kondisi pada saat Penelitian Dilaksanakan meluas untuk ketiga desa lokasi penelitian adalah sebagai
Suatu usaha dikatakan menguntungkan bila ditinjau berikut:
dari segi ilmu ekonomi jika seluruh total penerimaan
(Total Revenue/TR) lebih besar dari total biaya (Total Tb. 9 Selisih keuntungan nelayan pada usaha
Cost/TC) dengan menggunakan rumus Л=TR - TC. Total penangkapan di Desa Kuala Tambangan, Desa
penerimaan dihitung dengan mengalikan jumlah produksi Takisung dan Desa Tabanio pada kondisi tahun
dengan harga per satuan produksi. 2010 dengan saat degradasi lingkungan semakin
meluas
Tb. 7 Keuntungan (Л) dari usaha penangkapan nelayan Keuntu
Keuntunga Selisih
Lampara, Rempa dan Sair di Desa Kuala N ngan
Desa n Keuntunga
Tambangan dan Desa Takisung serta nelayan o Tahun
Sekarang n
Rengge di Desa Tabanio pada kondisi sekarang 2006
Penerima Keuntunga Kuala 3,912,54 2,372,098.3 1,540,450.0
No. Desa Total Biaya 1
an n Tambangan 8.37 7 0
Kuala 3,783,45 2,618,058.0 1,165,400.0
6,387,901.6 2,372,098.3 2 Takisung
1 Tamba 8,760,000 8.00 0 0
3 7 12,364,1 10,098,144. 2,266,000.0
ngan 3 Tabanio
Takisun 5,726,942.0 2,618,058.0 44.01 01 0
2 8,345,000
g 0 0
Tabani 14,681,855. 10,098,144. Dilihat dari perhitungan di atas maka selisih
3 24,780,00
o 99 01 keuntungan rata-rata dari semua responden pada usaha
penangkapan antara kondisi pada tahun 2010 dengan
Total rata-rata penerimaan usaha penangkapan yang kondisi pada saat ini di mana degradasi lingkungan pesisir
diperoleh dari masing-masing lokasi penelitian yaitu Rp telah semakin meluas adalah sebesar Rp 1,540,450.00
8,760,000.00 untuk wilayah Kuala Tambangan, Rp untuk Desa Kuala Tambangan, Rp 1,165,400.00 untuk
8,345,000.00 untuk Desa Takisung dan Rp 24,780,000.00 Desa Takisung dan Rp 2,266,000.00 untuk Desa Tabanio.
untuk Desa Tabanio. Total Biaya rata-rata yang Hal ini berarti telah terjadi penurunan pendapatan bersih
dikeluarkan selama sebulan untuk kondisi sekarang yaitu rata-rata dari nelayan di wilayah pesisir Desa Takisung,
Rp 6,387,901.63 untuk Desa Kuala Tambangan, Rp Kuala Tambangan dan Tabanio sebagai dampak dari
5,726,942.00 untuk Desa Takisung, dan Rp 14,681,855.99 terjadinya kerusakan lingkungan pesisir. Dampak dari
untuk Desa Tabanio. Keuntungan rata-rata usaha degradasi ini memang dirasakan langsung oleh nelayan
penangkapan masing-masing dari tiga desa lokasi lampara, sair dan rempa karena daerah tangkapan mereka
penelitian pada kondisi sekarang adalah sebesar Rp di pesisir pantai sehingga dengan terjadinya abrasi pantai
2,372,098.37 untuk Desa Kuala Tambangan, Rp lokasi penangkapan nelayan lebih jauh sehingga biaya
2,618,058.00 untuk Desa Takisung dan Rp 10,098,144.01 operasional yang dikeluarkan lebih besar dan akibatnya
untuk Desa Tabanio. terjadi penurunan keuntungan dari nelayan lampara, sair
dan rempa di Desa Takisung dan Kuala Tambangan.
Kondisi Tahun 2010 Nelayan dengan alat tangkap rengge dan gae (purse seine)
pada umumnya tidak terlalu merasakan akibat degradasi
Tb. 8 Keuntungan (Л) dari usaha penangkapan nelayan pantai, tetapi untuk nelayan Tabanio jarak tempuh ke laut
Lampara, Rempa dan Sair di Desa Kuala semakin besar karena harus menempuh jalur yang lebih
Tambangan dan Desa Takisung serta nelayan jauh ke muara pagatan besar akibat penyempitan dan
Rengge di Desa Tabanio pada kondisi tahun 2010 pendangkalan muara sungai. Akibatnya bahan bakar yang
dikeluarkan untuk melaut menjadi meningkat, sehingga
33
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017
Dampak degradasi lingkungan pesisir .................................................................... Mustika (2017)

selisih keuntungan terbesar dari tahun 2010 ke kondisi


saat ini dirasakan sangat nyata oleh nelayan di Desa
Tabanio. Akibat lainnya adalah tidak bisanya masyarakat
melaut karena gelombang yang tinggi dan ini berlangsung
pada bulan-bulan tertentu (bulan November, Desember
dan Januari) hal ini sangat mempengaruhi hasil tangkapan
karena pada saat gelombang tinggi mereka tidak bisa
melaut. Untuk nelayan lampara, sair dan rempa walaupun
cuaca buruk mereka masih bisa melaut karena jaraknya
yang dekat dengan pantai.

Kesimpulan
Faktor penyebab terjadinya degradasi lingkungan
pesisir di Desa Tabanio, Desa Takisung dan Desa Kuala
Tambangan adalah pemanfaatan hutan mangrove oleh
masyarakat baik sebagai kayu bakar maupun untuk
pemukiman, terjangan daerah pesisir oleh gelombang
yang tinggi, pasang air laut, penyempitan muara sungai
dan pencemaran perairan laut. Dampak degradasi
lingkungan pesisir terhadap perekonomian masyarakat
pesisir adalah terjadinya penurunan pendapatan
masyarakat, terjadinya perubahan jenis mata pencaharian
dan terjadinya perubahan pola kepemilikan lahan.

Daftar Pustaka
Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir
dan Laut. PKSPL-IPB.
Bengen DG. 2002. Keterkaitan Antar Ekosistem Pesisir. Materi
Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan IPB.
Dahuri R. 2000. Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam:
Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk
Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin
Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan Untung, W. Lembaga
Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta.
Hal. 1-8.
Dahuri R, J Rais, SP Ginting dan MJ Sitepu. 2001. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP. 2001.
Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.
Prayitno. 2001. Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pantai Akibat
Perubahan Ekosistem Pantai. Studi Kasus di Kawasan
Segoro Anakan, Cilacap. Tesis Program Pasca Sarjana,
Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Purba J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Obor Indonesia.
Jakarta. 156 Hlm.
Rais J. 2000a. Kajian Kerawanan dan Dinamika Wilayah Pesisir.
Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana
IPB.
Rais J. 2000b. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Materi Kuliah
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Program Pascasarjana IPB.
Usman S. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. 310 Hlm.
Wiryawan B. 2002. Karakteristik dan Dinamika Sumberdaya Fisik
dan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Program Pascasarjana IPB.
Zamani NP dan Darmawan. 2000. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Dalam Prosiding
Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu. PKSPL-IPB. Hal. 47-60.

34
Dinamika Maritim, 6 (1): 28-34, June 2017

You might also like