0% found this document useful (0 votes)
65 views14 pages

Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar V-A-K Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar

The document discusses a study that analyzed students' mathematical reasoning abilities in flat sided room building materials based on their visual, auditory, or kinetic learning styles. The study found that students with different learning styles had varying abilities in different indicators of mathematical reasoning. Students with all learning styles were good at drawing conclusions but weak at compiling evidence.

Uploaded by

Erni Fitrianti
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
65 views14 pages

Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar V-A-K Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar

The document discusses a study that analyzed students' mathematical reasoning abilities in flat sided room building materials based on their visual, auditory, or kinetic learning styles. The study found that students with different learning styles had varying abilities in different indicators of mathematical reasoning. Students with all learning styles were good at drawing conclusions but weak at compiling evidence.

Uploaded by

Erni Fitrianti
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 294–307, September 2020

p-ISSN 2541-0660, e-ISSN 2597-7237 © 2020


https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/teorema/article/view/3738

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI


GAYA BELAJAR V-A-K PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

Siti Marwiyah1, Heni Pujiastuti2, Sukirwan3


1,2,3 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl.Raya Jakarta KM.4, Kota Serang, Indonesia
Email: [email protected]

ABSTRACT
Students' ability to absorb, organize, and process the information on learning is not the same. This is due to differences
in the characteristics of diverse learning styles. Differences in learning styles affect the learning process. Therefore,
students must know in advance which learning style is appropriate for themselves. To make the most of it, students need
to be recognized about the categories and characteristics of visual, auditory, or kinetic learning styles. This research
aims to analyze and describe the profile of students' mathematical reasoning abilities in Flat Side Room Building
materials reviewed from visual, auditory, and kinetic learning styles. This research is a descriptive study with a qualitative
approach. The subject of his research was six-grade VIII-B students at SMP Negeri 3 Cilegon. The results of this study
show that students with visual, auditory, and kinetic learning styles have different mathematical reasoning abilities on
each indicator of mathematical reasoning abilities. Students with visual, auditory, and kinetic learning styles have good
mathematical reasoning skills in drawing conclusions from statements. However, students with visual, auditory, and
kinetic learning styles have weaknesses in compiling evidence.

Keywords: Auditory, kinesthetic, learning style, mathematical reasoning, visual

ABSTRAK
Kemampuan siswa dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi pada pembelajaran tidaklah sama. Hal ini
terjadi karena perbedaan karakteristik gaya belajar yang beragam. Adanya perbedaan gaya belajar mempengaruhi
proses pembelajaran yang diterapkan. Oleh karena itu, siswa harus mengetahui terlebih dahulu gaya belajar yang
sesuai bagi dirinya sendiri. Untuk memaksimalkannya, siswa perlu dikenali mengenai kategori dan karakteristik gaya
belajar visual, auditori, ataupun kinestetik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan profil
kemampuan penalaran matematis siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Datar ditinjau dari gaya belajar visual, auditori,
dan kinestetik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitiannya adalah
enam siswa kelas VIII-B di SMP Negeri 3 Cilegon. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan gaya
belajar visual, auditori, dan kinestetik memiliki kemampuan penalaran matematis yang berbeda pada setiap indikator
kemampuan penalaran matematis. Siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik memiliki kemampuan
penalaran matematis yang baik dalam menarik kesimpulan dari pernyataan. Namun, siswa dengan gaya belajar visual,
auditori, dan kinestetik memiliki kelemahan dalam menyusun bukti.

Kata kunci: Auditori, gaya belajar, kinestetik, penalaran matematis, visual

Dikirim: 30 Juli 2020; Diterima: 4 September 2020; Dipublikasikan: 30 September 2020


Cara sitasi: Marwiyah, S., Pujiastuti, H., & Sukirwan. (2020). Profil kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari
gaya belajar v-a-k pada materi bangun ruang sisi datar. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 294–307.
Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •295

PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan (Sumartini, 2015). Menurut Tinggi (Mikrayanti, 2016) matematika merupakan
ilmu yang diperoleh melalui bernalar. Asnawati (2016) juga menyatakan bahwa matematika
merupakan landasan dalam berpikir, bernalar, dan menarik kesimpulan sehingga kita terbantu dalam
memahami, menguasai, dan memecahkan berbagai permasalahan. Sedangkan, Ruseffendi
(Fadillah, 2016) menyatakan bahwa matematika timbul dari pikiran-pikiran yang berhubungan
dengan ide, proses, dan penalaran. Berdasarkan definisi tersebut, matematika dan kemampuan
penalaran matematis adalah dua hal yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Karena untuk
memahami matematika diperlukan kemampuan penalaran matematis, kemampuan penalaran
matematis dilatih melalui pembelajaran matematika (Agustina et al., 2018).
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menetapkan lima standar proses
yang harus dikuasi oleh siswa dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan
masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis, kemampuan koneksi matematis,
kemampuan penalaran matematis, dan kemampuan representasi matematis. Berdasarkan tujuan
pembelajaran matematika dan standar proses yang harus dimiliki siswa di atas, kemampuan
penalaran merupakan salah satu fokus dalam pembelajaran matematika dan merupakan
kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika.
Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 juga menyebutkan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai siswa yaitu menalar dalam ranah konkret dan ranah abstrak. Melalui pembelajaran
matematika, siswa diharapkan mempunyai kemampuan penalaran matematis yang meliputi:
(1) kemampuan mengajukan dugaan; (2) melakukan manipulasi matematika; (3) menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi; (4) menarik
kesimpulan dari pernyataan; (5) memeriksa kesahihan suatu argument; dan (6) menemukan pola
atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi (Kemdikbud, 2013).
Menurut Shadiq (Dani et al., 2017) kemampuan penalaran adalah proses atau kegiatan
berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui
(premis) menuju kepada pernyataan baru atau kesimpulan. Kemampuan penalaran matematis juga
diartikan sebagai cara berpikir matematis siswa untuk menentukan kesimpulan, berdasarkan sumber
yang relevan atau aturan yang sebelumnya telah dibuktikan kebenarannya (Lestari & Prahmana,
2017). Kemampuan penalaran berlangsung ketika seseorang berpikir tentang suatu masalah atau
menyelesaikan masalah (Sumarmo, 2013).
Ironisnya matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi oleh siswa,
sehingga penguasaan siswa terhadap mata pelajaran dan kemampuan matematika termasuk
penalaran matematis siswa menjadi sangat kurang (Hanifah et al., 2019). Terlihat dari hasil TIMSS
tahun 2015, dimana rata-rata persentase jawaban benar siswa untuk kemampuan bernalarnya
adalah 20 dibandingkan dengan 44 dari hasil internasional (Farida et al., 2018). Maka terlihat
kemampuan penalaran matematis siswa masih belum optimal. Sejalan dengan itu Fajriyah & Zanthy
(2019) juga menyatakan masih banyak siswa yang belum memiliki kemampuan penalaran yang baik
sehingga kemampuan penalaran yang dimiliki siswa masih belum optimal dan menjadi hambatan.
Setiap individu memiliki kemampuan penalaran yang berbeda-beda, hal tersebut dapat
mempengaruhi hasil belajar matematika. Hal lain yang mempengaruhi hasil belajar yang perlu
diperhatikan adalah perbedaan individu, salah satu adalah perbedaan gaya belajar. Gaya belajar
merupakan salah satu cara dan strategi dalam belajar untuk mencapai suatu yang diharapkan yaitu
hasil belajar yang baik. Utami & Meliasari (2019) menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa
untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang
dan ada pula yang sangat lambat. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh gaya belajar siswa. Informasi
dapat disampaikan dengan cara yang berbeda sehingga dapat diserap oleh semua siswa.
Gaya belajar merupakan cara seseorang untuk menyerap, mengatur dan mengolah
informasi atau pelajaran (Karim, 2014). Menurut DePorter & Hernacky (2013) gaya belajar adalah
•296 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 296–307, September 2020

kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, sekolah, dan dalam situasi antar pribadi,
dengan begitu gaya belajar akan mempengaruhi seseorang dalam menyerap dan mengolah
informasi sehingga akan mempengaruhi prestasi yang dicapai. Lebih lanjut, DePorter & Hernacky
(2013) membagi gaya belajar menjadi tiga tipe yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Siswa bertipe
visual belajar melalui apa yang dilihat, siswa bertipe auditori belajar melalui apa yang didengar, dan
siswa bertipe kinestetik belajar melalui gerak dan sentuhan. Walaupun siswa belajar menggunakan
ketiga modalitas ini, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya
(Jaenudin et al., 2017).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ridwan (2017) menghasilkan bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa SMA pada materi fungsi komposisi dan fungsi invers untuk siswa
dengan gaya belajar auditori meliputi indikator kemampuan memanipulasi, memberikan alasan atau
bukti, memberikan argumen dan kesahihan jawaban baik dan menarik kesimpulannya cukup
dibandingkan siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Sedangkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Haryono & Tanujaya (2018) menyatakan bahwa kemampuan penalaran induktif
mahasiswa UNIPA pada materi pola bilangan untuk mahasiswa dengan gaya belajar visual
cenderung lebih baik dibandingkan dengan kemampuan penalaran induktif matematika mahasiswa
yang belajar dengan gaya belajar auditori maupun yang belajar dengan gaya belajar kinestetik.
Selain itu, mahasiswa UNIPA tidak mempunyai kemampuan untuk memeriksa kesahihan suatu
argumen dan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Hasil
ini menunjukkan adanya perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa pada setiap tipe gaya
belajar.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas, belum terdapat penelitian tentang
kemampuan penalaran matematis siswa SMP pada materi bangun ruang sisi datar ditinjau dari gaya
belajar. Bangun ruang sisi datar merupakan suatu bangun ruang yang membatasi bagian dalam dan
luar berbentuk bidang datar yang dipelajari pada kelas VIII semester II. Sehingga, ini memotivasi
peneliti untuk melakukan penelitian yang diharapkan dapat mendeskripsikan profil kemampuan
penalaran matematis siswa kelas VIII SMP ditinjau dari gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik
pada materi bangun ruang sisi datar. Oleh karena ini, penelitian ini berjudul “Profil Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa ditinjau dari Gaya Belajar V-A-K pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penilitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
dilakukan untuk mendeskripskan kemampuan penalaran matematis siswa SMP pada materi bangun
ruang sisi datar ditinjau dari gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Subjek penelitian ini adalah
6 siswa kelas VIII B di SMP Negeri 3 Cilegon. Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka
dikembangkan instrumen sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data hasil penelitian berupa
instrumen tes penalaran matematis, angket gaya belajar, wawancara, dan dokumentasi.
Peneliti akan memberikan angket gaya belajar, tes kemampuan penalaran matematis materi
bangun ruang sisi datar, serta wawancara mengenai gaya belajar dan bagaimana cara siswa
mengerjakan tes kemampuan penalaran matematis yang dilakukan secara online karena sekolah
mengikuti intruksi pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah dalam rangka
pencegahan penyebaran wabah virus corona virus deases 2019 atau covid-19. Setelah didapat hasil
angket penggolongan gaya belajar yang terbagi menjadi tiga golongan yaitu siswa visual, auditori,
dan kinestetik. Kemudian, diambil subjek penelitian masing-masing 2 siswa dengan gaya belajar
visual, 2 siswa dengan gaya belajar auditori, dan 2 siswa dengan gaya belajar kinestetik.
Teknik analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan Miles dan Huberman (Sugiyono,
2010), yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung dan pada saat pengumpulan data selesai.
Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •297

1. Angket Gaya Belajar


Angket gaya belajar diberikan pada tanggal 5 Mei 2020 kepada siswa kelas VIII B SMP
Negeri 3 Cilegon secara online menggunakan google form dengan google classroom sebagai
kelas online-nya. Angket gaya belajar yang digunakan adalah angket yang dikembangkan oleh
DePorter & Hernacky (2013) yang terdiri dari 36 pernyataan. Adapun pedoman penskoran
angket gaya belajar disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pedoman penskoran angket gaya belajar
No Jawaban Skor
1 Sering 2
2 Kadang-kadang 1
3 Tidak pernah 0
Selanjutnya data hasil angket gaya belajar dianalisis berdasarkan pedoman penskoran,
kemudian dihitung jumlah skor tiap butir pernyataan sesuai dengan aspek yang diamati.
Kemudian skor yang lebih besar menunjukkan golongan gaya belajarnya.
2. Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Tes kemampuan penalaran matematis diberikan pada tanggal 5 Mei 2020 kepada kelas
VIII B SMP Negeri 3 Cilegon secara online dengan google classroom sebagai kelas online-nya.
Indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (Kemdikbud, 2013) yaitu:
a. Mengajukan dugaan
b. Melakukan manipulasi matematika
c. Menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi
d. Menarik kesimpulan dari pernyataan
e. Memeriksa kesahihan suatu argumen
f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Adapun pedoman penskoran kemampuan penalaran matematis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran matematis
Respon Skor
Tidak ada jawaban/ menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ tidak ada 0
yang benar
Hanya menjawab sebagian yang benar 1
Menjawab hampir semua benar dari pertanyaan 2
Menjawab dengan mengikuti keserupaan data, dan menarik kesimpulan serta
dijawab dengan lengkap/jelas dan benar 3
3. Wawancara
Wawancara dilakukan pada tanggal 20 sampai 22 Mei 2020 secara online melalui
telepon whatsapp. Hasil wawancara kemudian dianalisis secara deskriptif dengan harapan
dapat membantu peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai gaya belajar dan cara siswa
dalam menyelesaikan tes kemampuan penalaran matematis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Angket gaya belajar diberikan untuk mengetahui gaya belajar apa yang dimiliki oleh siswa.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan berdasarkan gaya belajarnya menjadi tiga yaitu siswa visual,
siswa auditori, dan siswa kinestetik. Angket ini diberikan kepada 30 siswa kelas VIII B di SMP Negeri
3 Cilegon, namun hanya 21 siswa yang mengisi angket gaya belajar dikarenakan siswa lebih
terfokus pada pengerjaan soal tes kemampuan penalaran matematis, sehingga lupa mengisi angket
gaya belajar sampai batas waktu yang ditentukan. Adapun hasil pengukuran gaya belajar
ditampilkan pada Gambar 1.
•298 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 298–307, September 2020

Gambar 1. Persentase hasil angket gaya belajar


Berdasarkan Gambar 1, dari 21 siswa kelas VIII B yang mengisi angket penggolongan gaya
belajar terdapat 4 siswa tergolong gaya belajar visual (19%), 5 siswa tergolong gaya belajar auditori
(24%), 9 siswa tergolong gaya belajar kinestetik (43%), 2 siswa tergolong gaya belajar visual-
kinestetik (9%), dan 1 siswa tergolong gaya belajar auditoril-kinestetik (5%). Namun, pada penelitian
ini hanya tiga gaya belajar saja yang akan menjadi fokus penelitian yaitu: visual, auditori, dan
kinestetik. Maka siswa yang tergolong gaya belajar visual-kinestetik dan auditori-kinestetik tidak
menjadi subjek penelitian.
Dari 4 siswa dengan gaya belajar visual, 5 siswa dengan gaya belajar auditori, 9 siswa
dengan gaya belajar kinestetik tersebut memiliki nilai tes penalaran matematis yang berbeda-beda.
Sehingga untuk lebih memudahkan membaca hasil penelitian, peneliti menentukan subjek penelitian
untuk diteliti lebih jauh lagi mengenai kemampuan penalaran matematis siswa SMP Negeri 3
Cilegon kelas VIII B pada materi Bangun Ruang Sisi Datar. Subjek penelitian dipilih secara
pusposive sampling masing-masing perwakilan golongan gaya belajar dengan kriteria (1) memiliki
gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik berdasarkan hasil angket gaya belajar; (2) memiliki
kemampuan penalaran matematis tertinggi; (3) dapat mengemukakan ide atau pendapatnya secara
lengkap dan jelas. Berdasarkan kriteria tersebut , diperoleh 6 siswa yang terdiri dari 2 siswa visual, 2
siswa auditori, dan 2 siswa kinestetik.
Selanjutnya untuk melihat sejauh mana kemampuan penalaran matematis siswa, maka
jawaban masing-masing siswa visual pertama (SV1), jawaban siswa visual kedua (SV2), jawaban
siswa auditori pertama (SA1), jawaban siswa auditori kedua (SA2), jawaban siswa kinestetik
pertama (SK1), jawaban siswa kinestetik kedua (SK2) akan dibahas berdasarkan hasil tes yang
telah disesuaikan dengan indikator.
Jawaban soal nomor 1 untuk indikator mengajukan dugaan berdasarkan gaya belajar siswa
ditampilkan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

Gambar 2. Jawaban soal nomor 1 SV1

Gambar 3. Jawaban soal nomor 1 SK1


Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •299

Gambar 4. Jawaban soal nomor 1 SA1


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 2, siswa visual mampu mengajukan dugaan
dengan baik, karena dapat memberikan alasan yang tepat berdasarkan informasi pada soal yaitu
disediakan gambar yang memuat diagonal ruang EC dan HB pada kubus yang sama panjang, dan
berdasarkan pengetahuan bahwa kubus memiliki ukuran sisi yang sama, sehingga panjang diagonal
bidang AF dan BG pada kubus juga sama panjang. Sedangkan, pada balok meskipun memiliki
diagonal ruang EC dan HB sama panjang, namun siswa visual mengetahui bahwa balok memiliki
ukuran sisi yang berbeda sehingga panjang diagonal bidang AF dan BG pada balok berbeda. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryono & Tanujaya (2018) bahwa siswa visual
memiliki kemampuan mengajukan dugaan yang baik, dan juga sesuai dengan karakteristik menurut
DePorter & Hernacky (2013) bahwa siswa visual teliti terhadap detail dan melakukan pekerjaan
dengan baik jika melibatkan visualisasi.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 3, siswa kinestetik kurang mampu
mengajukan dugaan dengan benar, karena siswa kinestetik memberikan alasan yang kurang tepat
berdasarkan pada permasalahan yaitu disediakan gambar yang memuat diagonal ruang EC dan HB
pada kubus yang sama panjang, diagonal bidang AF dan BG keduanya merupakan diagonal bidang
sehingga memiliki panjang yang sama. Begitu juga diagonal pada balok, siswa kinestetik menduga
bahwa diagonal bidang AF dan BG pada balok memiliki panjang yang sama karena keduanya
merupakan diagonal bidang, tidak memperhatikan ukuran sisi/bidang balok pada gambar.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 4, siswa auditori kurang mampu
mengajukan dugaan dengan benar. Siswa auditori dapat memberikan alasan yang tepat
berdasarkan pada permasalahan yaitu disediakan gambar yang memuat diagonal ruang EC dan HB
pada kubus yang sama panjang, dan berdasarkan pengetahuan bahwa kubus memiliki 12 diagonal
bidang yang sama panjang sehingga panjang diagonal bidang AF dan BG pada kubus juga memiliki
panjang yang sama. Namun, pada balok karena mamiliki diagonal ruang EC dan HB sama panjang,
dan kesalahan pemahaman bahwa balok juga memiliki 12 diagonal bidang yang sama panjang,
sehingga siswa auditori menganggap diagonal bidang AF dan BG pada balok juga sama panjang,
padahal pada gambar jelas terlihat sisi bidang diagonal AF dan BG memiliki ukuran yang berbeda.
Jawaban soal nomor 2 untuk indikator melakukan manipulasi matematika berdasarkan gaya
belajar siswa ditampilkan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.

Gambar 5. Jawaban soal nomor 2 SV2


•300 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 300–307, September 2020

Gambar 6. Jawaban soal nomor 2 SA2

Gambar 7. Jawaban soal nomor 2 SK1


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 5, siswa visual kurang mampu melakukan
manipulasi matematika, karena siswa visual tidak mampu menemukan beberapa rumus perhitungan
matematika dan menggabungkannya menjadi rumus perhitungan yang dibutuhkan. Siswa visual
hanya dapat menemukan nilai p, l dan t untuk balok (1) tetapi dalam menghitunga volume balok (1)
masih melakkan kesalahan dalam operasi hitungnya. Siswa visual tidak dapat menemukan volume
prisma (2) dan balok (3), sehingga siswa visual tidak mampu melakukan manipulasi matematika
untuk menghitung volume air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 6, siswa auditori kurang mampu melakukan
manipulasi matematika, karena siswa auditori tidak mampu menemukan beberapa rumus
perhitungan matematika dan menggabungkannya menjadi rumus perhitungan yang dibutuhkan.
Siswa auditori hanya mampu menemukan nilai p, l, t untuk balok (1), kemudian menghitung volume
dari balok (1) tersebut. Namun, tanpa mencari volume prisma (2) dan balok (3), siswa auditori
langsung mengubah hasil volume balok besar (bangun 1) kedalam satuan liter. Sehingga, siswa
auditori tidak mampu melakukan manpulasi matematika untuk menghitung volume air yang
dibutuhkan untuk mengisi kolam renang.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 7, siswa kinestetik mampu melakukan
manipulasi matematika dengan tepat, karena siswa kinestetik mampu menemukan beberapa rumus
perhitungan matematika dan menggabungkannya menjadi rumus perhitungan yang dibutuhkan.
Siswa kinestetik mampu menemukan volume dari balok (1), volume prisma (2), dan balok (3).
Kemudian, siswa kinestetik melakukan rekayasa matematika dengan menggabungkan volume
prisma (2) dengan balok (3) dan disebut volume perosotan. Setelah itu, untuk menemukan volume
air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang, siswa kinestetik mengurangkan volume balok (1)
dengan volume perosotan hasil rekayasa matematika dari volume prisma (2) dan balok (3). Karena
Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •301

hal itu, dapat diketahui siswa kinestetik mampu melakukan manpulasi matematika untuk menghitung
volume air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang. Hal ini sesuai dengan karakteristik
menurut DePorter & Hernacky (2013) bahwa siswa dengan gaya belajar kinestetik belajar melalui
memanipulasi dan praktik.
Jawaban soal nomor 3 untuk indikator menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi berdasarkan gaya belajar siswa ditampilkan pada Gambar 8, Gambar 9,
dan Gambar 10.

Gambar 8. Jawaban soal nomor 3 SV1

Gambar 9. Jawaban soal nomor 3 SA1

Gambar 10. Jawaban soal nomor 3 SK2


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 8, siswa visual kurang mampu menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, karena
siswa visual hanya mampu mengemukakan rumus volume prisma yaitu (½ × a × t) x tinggi prisma,
tetapi tidak mampu melakukan penyelidikan untuk membuktikan kebenaran solusi bahwa volume
prisma ABO.EFT = ¼ volume kubus ABCD.EFGH.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 9, siswa auditori kurang mampu menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, karena
siswa auditori hanya memberikan alasan bahwa solusi yang dikemukakan pada soal adalah benar,
namun siswa auditori tidak mampu melakukan penyelidikan untuk membuktikan kebenaran solusi
bahwa volume prisma ABO.EFT = ¼ volume kubus ABCD.EFGH.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 10, siswa kinestetik juga kurang mampu
•302 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 302–307, September 2020

menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi.
Siswa kinestetik mampu mengemukakan rumus prisma yaitu (½ × a × t) x tinggi prisma dan
mengubah simbolnya menjadi sesuai dengan simbol kubus yang tertera pada soal yaitu (½ × AB ×
PO) × OT, kemudian siswa kinestetik juga mampu mengemukakan rumus volume kubus yaitu s × s
× s dan mengubahnya menjadi BF × BC × AB. Namun, siswa kinestetik masih melakukan kesalahan
dalam melakukan penyelidikan untuk untuk membuktikan kebenaran solusi bahwa volume prisma
ABO.EFT = ¼ volume kubus ABCD.EFGH.
Jawaban soal nomor 4 untuk indikator menarik kesimpulan dari pernyataan berdasarkan
gaya belajar siswa ditampilkan pada Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13.

Gambar 11. Jawaban soal nomor 4 SV1

Gambar 12. Jawaban soal nomor 4 SA1

Gambar 13. Jawaban soal nomor 4 SK1


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 11, siswa visual mampu menarik
kesimpulan dari pernyataan dengan tepat, karena siswa visual mampu menarik intisari dari
keterkaitan pernyataan satu dengan lainnya. Siswa visual mengaitkan berdasarkan pernyataan yang
terdapat pada soal yaitu jumlah sisi, rusuk, dan titik sudut pada limas segitiga, limas segiempat, dan
limas segilima. Kemudian, menarik intisari dari pernyataan-pernyataan tersebut menjadi jumlah sisi,
rusuk, dan titik sudut untuk limas segi-n dalam bentuk tabel yaitu sisinya n+1, rusuknya 2xn, dan titik
sudutnya n+1. Hal ini, sesuai dengan karakteristik menurut DePorter & Hernacky (2013) bahwa
siswa dengan gaya belajar visual mementingkan penampilan, rapi dan teratur.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 12, siswa auditori mampu menarik
kesimpulan dari pernyataan, karena siswa auditori mampu menarik intisari dari keterkaitan
pernyataan satu dengan lainnya. Berdasarkan pernyataan mengenai jumlah sisi, rusuk, dan titik
sudut pada limas segitiga, segiempat, dan segilima siswa auditori mampu menarik intisari bahwa
jumlah sisi untuk limas segi-n adalah n sisi segitiga dan 1 sisi alas, namun siswa auditori tidak
menuliskan n+1. Untuk jumlah rusuk dan titik sudut limas segi-n, siswa auditori menarik kesimpulan
dengan benar yaitu rusuknya 2xn dan titik sudutnya n+1. Siswa auditori juga hanya menuliskan
kesimpulannya, tidak menuliskan secara lengkap keterkaitan dari pernyataan satu dengan lainnya.
Hal ini, sesuai dengan karakteristik menurut DePorter & Hernacky (2013) bahwa siswa dengan gaya
belajar auditori merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam berbicara.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 13, siswa kinestetik mampu menarik
kesimpulan dari pernyataan, karena siswa auditori mampu menarik intisari dari keterkaitan
pernyataan satu dengan lainnya. Berdasarkan pernyataan mengenai jumlah sisi, rusuk, dan titik
Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •303

sudut pada limas segitiga, segiempat, dan segilima siswa visual mampu menarik intisari bahwa
jumlah sisi pada limas segi-n adalah n+1, jumlah rusuk pada limas segi-n adalah 2×n, dan jumlah
titik sudut pada limas segi-n adalah n+1. Namun, siswa auditori hanya menuliskan kesimpulannya,
tidak menuliskan secara lengkap keterkaitan dari pernyataan satu dengan lainnya.
Jawaban soal nomor 5 untuk indikator memeriksa kesahihan suatu argumen berdasarkan
gaya belajar siswa ditampilkan pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16.

Gambar 14. Jawaban soal nomor 5 SV1

Gambar 15. Jawaban soal nomor 5 SA1

Gambar 16. Jawaban soal nomor 5 SK1


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 14, siswa visual kurang mampu memeriksa
kesahihan argumen, karena siswa visual melakukan kesalahan dalam menyelidiki kebenaran dari
suatu pernyataan yang ada dengan berpedoman pada hasil matematika yang diketahui. Siswa
visual melakukan langkah awal yang benar berupa memberikan pemisalan pada panjang sisi alas
untuk dua limas segiempat, sedangkan kedua limas telah diketahui pada soal. Namun, siswa visual
melakukan kesalahan dalam mencari ukuran tinggi limasnya, rumus yang digunakan adalah t = V /
((s)/3), yang seharusnya adalah t = V / ((s×s)/3). Sehingga, siswa kurang mampu memeriksa
kesahihan argumen dikrenakan tidak mampu melakukan penyelidikan dengan benar, meskipun
•304 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 304–307, September 2020

kesimpulan yang diambil siswa visual bahwa kesahihan argumen semakin panjang sisi alas maka
semakin pendek tinggi limasnya adalah benar.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 15, siswa auditori mampu memeriksa
kesahihan suatu argumen dengan tepat, karena siswa auditori mampu menyelidiki kebenaran dari
suatu pernyataan yang ada dengan berpedoman pada hasil matematika yang diketahui. Siswa
auditori menyelidiki kebenaran dari suatu pernyataan dengan cara memisalkan panjang sisi alas
pada dua limas segiempat, dimana panjang sisi limas pertama lebih panjang dari sisi limas kedua,
kemudian mencari tinggi limasnya dikarenakan volume limas telah diketahui pada soal. Dengan
rumus volume limas V = 1/3 × s × s × T siswa auditori mampu menemukan tinggi limas pertama dan
kedua, kemudian berpedoman pada hasil tinggi kedua limas, kesahihan argumen bahwa semakin
panjang sisi alas maka semakin pendek tinggi limasnya terbukti.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 16, siswa kinestetik kurang mampu
memeriksa kesahihan suatu argumen dengan tepat, karena siswa kinestetik tidak mampu
menyelidiki kebenaran dari suatu pernyataan yang ada dengan berpedoman pada hasil matematika
yang diketahui. Siswa kinestetik hanya memberikan alasan bahwa argumen bahwa semakin panjang
sisi alas maka semakin pendek tinggi limasnya adalah benar. Namun, siswa auditori tidak mampu
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan hasil matematika, dimana penyelidikan yang
seharusnya dilakukan yaitu memisalkan panjang sisi alas pada dua limas segiempat, kemudian
mencari masing-masing tinggi limasnya karena volume limas telah diketahui. Hasil perhitungan itu
kemudian dijadikan sebagai pedoman terbuktinya kesahihan suatu argumen.
Jawaban soal nomor 6 untuk indikator menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
untuk membuat generalisasi berdasarkan gaya belajar ditampilkan pada Gambar 17, Gambar 18,
dan Gambar 19.

Gambar 17. Jawaban soal nomor 6 SV1

Gambar 18. Jawaban soal nomor 6 SA1

Gambar 19. Jawaban soal nomor 6 SK1


Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 17, siswa visual kurang mampu
menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, karena siswa visual
hanya mampu menemukan selisih dari setiap susunan kubus yang kedua sisinya terkena cat.
Namun, siswa visual tidak mampu membuat generalisasi atau menemukan rumusan dari
pernyataan teratur untuk digunakan pada kondisi lain yang masih bersangkutan. Sehingga, siswa
visual bisa menjawab jumlah satuan kubus yang kedua sisinya terkena cat pada kubus ke-6 dengan
cara manual berdasarkan selisih yang telah diketahui, karena siswa visual tidak mampu menemukan
12 × n sebagai generalisasi dari jumlah satuan kubus pada susunan kubus yang kedua sisinya
terkena cat tersebut.
Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •305

Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 18, siswa auditori mampu menemukan pola
atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, karena siswa auditori mampu
menemukan suatu susunan atau rumusan dari pernyataan teratur sehingga dapat digunakan pada
kondisi lain yang masih bersangkutan. Siswa auditori mampu menemukan selisih jumlah satuan
kubus yang terkena cat pada setiap susunan kubusnya, kemudian dari selisih tersebut siswa auditori
mampu menemukan rumusan dari pernyataan teratur yaitu 12×n. Setelah itu, dari rumusan tersebut
digunakan pada kondisi lain yaitu menemukan jumlah satuan kubus yamg kedua sisinya terkena cat
pada susunan kubus ke-6.
Sesuai dengan yang dapat dilihat pada Gambar 19, siswa kinestetik mampu menemukan
pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, karena siswa kinestetik mampu
menemukan suatu susunan atau rumusan dari pernyataan teratur sehingga dapat digunakan pada
kondisi lain yang masih bersangkutan. Siswa kinestetik mampu menemukan kelipatan jumlah satuan
kubus yang terkena cat pada setiap susunan kubusnya, kemudian dari kelipatan setiap susunan
kubus tersebut siswa kinestetik mampu membuat generalisasi yaitu 12×n. Untuk menemukan jumlah
satuan kubus yang kedua sisinya terkena cat pada susunan kubus ke-6, siswa kinestetik
menggunakan generalisasi yang telah dibuat karena kubus ke-6 merupakan kondisi lain yang masih
bersangkutan dengan 12×n.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siswa dengan gaya belajar visual memiliki kemampuan penalaran matematis
yang baik pada indikator mengajukkan dugaan dan menarik kesimpulan dari pernyataan dengan
baik. Namun, lemah pada indikator melakukan manipulasi matematika, menyusun bukti, memeriksa
kesahihan argumen, dan membuat generalisasi. Siswa dengan gaya belajar auditori memiliki
kemampuan penalaran matematis yang baik pada indikator menarik kesimpulan dari pernyataan,
memeriksa kesahihan suatu argumen, dan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi. Namun, lemah pada indikator mengajukan dugaan, melakukan manipulasi
matematika, dan menyusun bukti. Siswa dengan gaya belajar kinestetik memiliki kemampuan
penalaran matematis yang baik pada indikator melakukan manipulasi matematika, menarik
kesimpulan dari pernyataan, dan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi. Namun, lemah pada indikator mengajukan dugaan, menyusun bukti, dan memeriksa
kesahihan suatu argumen. Siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik memiliki
kemampuan penalaran yang baik dalam menarik kesimpulan dari pernyataan dengan baik.
Sebaliknya, siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik memiliki kelemahan dalam
menyusun bukti.

REKOMENDASI
Penelitian ini dapat menambah referensi bagi penelitian lanjutan yang terkait kemampuan
penalaran matematis dan gaya belajar siswa. Pengetahuan tentang gaya belajar siswa dapat
membantu siswa untuk mengembangkan cara belajarnya agar lebih optimal dalam menerima,
menyerap, dan mengolah informasi atau materi pelajaran. Pengetahuan tentang gaya belajar siswa
juga dapat guru dalam merancang pembelajaran yang tepat agar dapat memfasilitasi semua semua
siswa dari berbagai gaya belajar yang berbeda. Selain itu, peneliti merekomendasikan kepada
peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan variabel penelitian yang sama untuk memberikan
perlakuan berupa model pembelajaran dan menggunakan golongan gaya belajar yang lebih luas,
sehingga dapat menganalisis lebih dalam mengenai kemampuan penalaran matematis siswa pada
setiap golongan gaya belajarnya.
•306 Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(2), 306–307, September 2020

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd dan Bapak Dr.
Sukirwan, M.Pd selaku dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis dengan berbagai
masukan, ide, saran yang bermanfaat, dan motivasi sehingga penelitian ini dapat berjalan dan
terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L., Roesdiana, L., & Imami, A. I. (2018). Implementasi model brain-based learning dalam
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa sma. Prosiding Sesiomadika, 1(1a),
410–424.

Asnawati, S. (2016). Penggunaan teknik murder pendekatan metakognitif untuk meningkatkan


penalaran matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah geometri analitik.
Teorema: Teori dan Riset matematika, 1(1).

Dani, S., Pujiastuti, H., & Sudiana, R. (2017). Pendekatan realistic mathematics education untuk
meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa. Jurnal Penelitian dan
Pembelajaran Matematika, 10(2), 182–193.

DePorter, & Hernacky. (2013). Quantum learning membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan.
Kaifa.

Fadillah, A. (2016). Pembelajaran matematika dengan model core melalui pendekatan keterampilan
metakognitif terhadap kemampuan penalaran matematis siswa smp. Jurnal Prima, 5(2), 15–
24.

Fajriyah, L., & Zanthy, L. S. (2019). Penerapan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan
penalaran matematis siswa smp. Jounal on Education, 01(03), 211–216.

Farida, A. R., Caswita, & Gunawibowo, P. (2018). Pengaruh model problem based learning terhadap
kemampuan penalaran matematis siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila, 6(6), 644–
654.

Hanifah, A. N., Sa’adah, N., & Sasongko, A. D. (2019). Hubungan kemampuan penalaran matematis
dan motivasi belajar siswa smk melalui model pembelajaran hypnoteaching. Teorema: Teori
dan Riset matematika, 4(2), 121–130.

Haryono, A., & Tanujaya, B. (2018). Profil kemampuan penalaran induktif matematika mahasiswa
pendidikan matematika unipa ditinjau dari gaya belajar. Journal of Honai Math, 1(2), 127–
138.

Jaenudin, J., Nindiasari, H., & Pamungkas, A. S. (2017). Analisis kemampuan berpikir reflektif
matematis siswa ditinjau dari gaya belajar. Prima: Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1), 69–
82.

Karim, A. (2014). Pengaruh gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap
kemampuan berpikir kritis matematika. Jurnal Formatif, 4(3), 188–195.

Kemdikbud. (2013). Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemdikbud.


Siti Marwiyah, Heni Pujiastuti, & Sukirwan •307

Lestari, R. M., & Prahmana, R. C. I. (2017). Model guided inquiry, student teams achievement
division, dan kemampuan penalaran matematis siswa. Beta Jurnal Tadris Matematika,
10(2), 153–165.

Mikrayanti, M. (2016). Meningkatkan kemampuan penalaran matematis melalui pembelajaran


berbasis masalah. Suska Journal of Mathematics Education, 2(2), 97–102.

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. NCTM.

Ridwan, M. (2017). Profil kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar.
KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika, 2(2), 193–206.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan makalah: Berpikir dan disposisi matematik serta pembelajarannya.
Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UPI.

Sumartini, T. S. (2015). Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran


berbasis masalah. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1), 1–10.

Utami, M. G., & Meliasari. (2019). Analisis kemampuan penalaran matematika siswa ditinjau dari
gaya belajar. Prosiding DPNPM, 5(1), 125–132.

You might also like