Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus
Volume III Nomor II Tahun 2019
ISSN: Print 2598-5183 – Online 2598-2508
Email:
[email protected] http://jpkk.ppj.unp.ac.id
Program Pelatihan Menggosok Gigi Dalam Meningkatkan
Keterampilan Bina Diri Siswa Tunagrahita di SLB se-Kota Padang
Safaruddin1, Fatmawati2, Setia Budi3
123
Universitas Negeri Padang, Indonesia
Email: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRACT
Terkirim 04 Oktober 2019 Education is a basic right that every child in general must have without exception. Academic, social and
Revisi 16 Oktober 2019 emotional abilities can develop well through education. The curriculum used in Indonesia at the moment
Diterima 25 November 2019 was the 2013 curriculum. One of the schools that carries out educational activities was the Extraordinary
School (SLB). SLB was one of the place whom expected to develop the development of mentally
retarded children. Through Special School, mentally retarded children got academic and non-academic
Kata kunci: education that suits their needs. One of the skills that must be taught is the ability to brush your teeth.
Menggosok gigi, bina diri, Retarded students in the moderate category still find it difficult to brushed parts of teeth that were
tunagrahita located inside such as right and left teeth and inner teeth. In addition to the position of the teeth, the
frequency and time of tooth brushing was also a problem for the mentally retarded child.
This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International , This license lets others remix, tweak, and build upon your work
even for commercial purposes, as long as they credit you and license their new creations under the identical terms ©2018 by author.
PENDAHULUAN
Setiap sekolah baik dari sekolah umum (regular) maupun sekolah luar biasa (SLB) juga menerapkan sistem
kurikulum 2013 tersebut. Setiap SLB memiliki program pendidikan yang bersifat akademik dan non akademik. Pendidikan
akademik pada umumnya hampir sama dengan sekolah- sekolah regular. Namun, pada mata pelajaran tertentu harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak sehingga anak dapat menerima informasi yang dijelaskan oleh guru.
Sedangkan pada pendidikan non akademik lebih berfokus pada pengembangan program khusus. Berdasarkan Permen No.
22 tahun 2006 Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai degan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan
mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri
untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta didik
tunalaras. Bina Diri mengacu pada suatu kegiatan yang bersifat pribadi, tetapi memiliki dampak dan berkaitan dengan
human relationship. Disebut pribadi karena mengandung pengertian bahwa keterampilan-keterampilan yang diajarkan atau
dilatihkan menyangkut kebutuhan individu yang harus dilakukan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain bila kondisinya
memungkinkan (Widya, 2003). Pembelajaran yang diberikan kepada anak tunagrahita sedang agar dapat melakukan
kegiatan sehari-hari tanpa harus meminta bantuan kepada orang lain sehingga anak dapat mandiri (Ardiyanto, 2014).
SLB merupakan salah satu wadah yang diharapkan dapat mengembangkan bina diri anak tunagrahita. Hal itu
mengharuskan SLB diwajibkan dapat memberikan kemampuan terbaik dalam menjalankan tugas dan kinerjanya. Salah
satunya ditunjang dengan fasilitas dan sumber daya manusia (SDM yang sangat memadai. SLB memiliki berbagai macam
jenis anak berkebutuan khusus, salat satunya anak tunagrahita. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental
(Mental Retardation) yang artinya terbelakang mental (Yosiani, 2014). Anak tunagrahita mengalami masalah dalam bina
diri. Agar dapat menolong dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari anak tunagrahita harus diberikan latihan
bina diri sehingga anak tersebut tidak selalu tergantung dengan orang lain. Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh
dan unik, sama seperti anak pada umumnya memiliki hak sepenuhnya atas layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya. kata tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti ‘merugi’ sedangkan grahita yang berarti
‘pikiran’. Meskipun anak tunagrahita memiiki hambatan pada intelektual, Namun anak tunagrahita ini juga masih memiliki
potensi yang perlu dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh anak tersebut.
Pendidikan yang mampu melayani anak tunagrahita adalah sekolah khusus yaitu Sekolah Luar Biasa. Melalui
Sekolah Luar Biasa ini anak tunagrahita mendapatkan pendidikan yang bersifat akademik dan non akademik yang sesuai
dengan kebutuhannya. Pendidikan yang bersifat akademik tidak jauh berbeda dengan sekolah–sekolah pada umumnya,
namun ada beberapa yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak. Sedangkan pendidikan non akademik khususnya
bagi anak tunagrahita yaitu anak diajarkan pengembangan diri/ bina diri seperti menolong diri, merawat diri, dan
kebersihan diri.
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus 35
Open Acces Jurnal: http://jpkk.ppj.unp.ac.id
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus ISSN 2598-5183 Safaruddin, Fatmawati, Setia Budi
Data World Health Organisation (WHO) tahun 2005 menunjukkan bahwa 90% dari jumlah anak di dunia
mengalami masalah kerusakan gigi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, karies gigi diderita oleh 72,1%
penduduk Indonesia dan dalam 12 bulan terakhir sebanyak 23,4% penduduk Indonesia mengeluhkan adanya masalah pada
gigi dan mulutnya (Sutjipto, Chrisdwianto., 2013). 91,1% masyarakat Indonesia yang berumur di atas 10 tahun, meskipun
sudah menggosok gigi setiap hari, namun hanya sebesar 7,3% yang telah menggosok gigi secara benar, yaitu pagi setelah
sarapan dan malam sebelum tidur. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Unilever ditahun 2007, hanya terdapat
5,5% masyarakat Indonesia yang memeriksakan kesehatan gigi secara teratur ke dokter gigi (Mostofsky, 2006; Pintauli,
2008).
Pembelajaran Bina Diri diajarkan atau dilatihkan pada ABK mengingat dua aspek yang melatar belakanginya.
Latar belakang yang utama yaitu aspek kemandirian yang berkaitan dengan aspek kesehatan, dan latar belakang lainnya
yaitu berkaitan dengan kematangan sosial budaya. Beberapa kegiatan rutin harian yang perlu diajarkan meliputi kegiatan
atau keterampilan mandi, makan, menggosok gigi, dan ke kamar kecil (toilet); merupakan kegiatan yang sangat erat
kaitannya dengan aspek kesehatan seseorang (Widya, 2003).
Anak tunagrahita mengalami masalah dalam bina diri. salah satunya dalam kegiatan merawat diri yaitu
menggosok gigi. Menggosok gigi dapat dilakukan dua kali sehari dengan tujuan menyegarkan mulut dan gigi. Pada anak
tunagrahita, permasalahan gigi yang paling sering ditemui yaitu karies gigi dan kelainan pada gusi (Pujiyasari, Hartini, &
Nurullita, 2014). Anak tunagrahita sangat membutuhkan pelatihan menggosok gigi dibandingkan dengan anak normal pada
umumnya (Horner & Keilitz, 2006). Salah satu penyebabnya yaitu dari fungsi gigi. Gigi bagi seorang anak penting dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri. Fungsi gigi sangat diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu
sebagai alat pengunyah, membantu dalam berbicara, keseimbangan wajah, penunjang estetika wajah anak dan khususnya
gigi sulung berguna sebagai panduan pertumbuhan gigi permanen (Pangemanan, 2014). Fungsi kognitif yang berada di
bawah rata-rata juga dapat menyebabkan pelatihan pada anak tunagrahita harus dilaksanakan secara berulang-ulang dengan
metode yang sangat sederhana dan menyenangkan. Kondisi pembelajaran pada anak tunagrahita di sekolah luar biasa se-
Kota Padang mengalami permasalahan dalam memberikan latihan menggosok gigi. Anak tunagrahita sudah memiliki
kemampuan dasar dalam menggosok gigi, tetapi belum secara optimal dan belum mencapai KKM yang ditetapkan.
Hambatan yang dimiliki siswa yaitu belum memiliki pengetahuan tentang langkah-langkah menggosok gigi dengan benar.
Siswa tunagrahita kategori sedang masih merasa kesulitan dalam menggosok bagian-bagian gigi yang letaknya
berada di dalam seperti gigi bagian kanan dan kiri serta gigi bagian dalam, siswa hanya mampu menggosok bagian tertentu
saja seperti bagian depan dan bagian gigi graham atau gigi pengunyah. Hal ini dikarenakan belum adanya kegiatan rutin
menggosok gigi di sekolah. Berdasarkan permasalah tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan pada anak tunagrahita
tersebut yaitu dengan cara memberikan program pelatihan bina diri.
Permasalahan yang dihadapi oleh mitra yaitu belum adanya kerjasama Sekolah Luar Biasa se-Kota Padang dengan
dokter gigi sehingga kegiatan menggosok gigi hanya terbatas pada kegiatan bina diri. Selain itu, kemampuan anak
tunagrahita yang berada di bawah rata-rata juga membuat kegiatan bina diri menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Selain
permasalahan dari sekolah, pandangan orang tua yang masih menganggap kurang pentingnya dalam menggosok gigi juga
menjadi salah satu penghambat suksesnya anak mandiri dalam menggosok gigi.
METODE
Kegiatan yang dilakukan menggunakan beberapa metode dalam pelaksanaannya. Hal ini bertujuan agar hasil yang
didapatkan dapat sesuai dengan sasaran yang menjadi tujuan akhir dari kegiatan ini. Beberapa metode yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Ceramah dan diskusi,
Setiap peserta pada pertemua pertama menerima materi menggunakan metode ceramah dan diskusi. Penyampaian
materi yang diberikan kemudian akan dilanjutkan dengan diskusi. Setiap guru memberikan permasalahan peserta
didiknya disekolah dan selanjutnya itu akan dibahas bersama. Materi yang akan diberikan kepada guru-guru mengenai:
1.1 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Pada materi ini akan berfokus pada anak tunagrahita, hal ini bertujuan agar sasaran yang dicapai lebih terarah. Materi
ini diharapkan dapat memberikan dasar-dasar yang berguna dalam kegiatan menggososok gigi pada anak tunagrahita
1.2 Pembelajaran menggosok gigi
Setiap sekolah diwajibkan membuat rancangan program pembelajaran. Ini bertujuan agar rancangan program
pembelajaran yang dibuat akan lebih baik dari sebelumnya karena telah disesuaikan dengan karakteristik anak
tunagrahita.
1.3 Program latihan menggosok gigi
Program latihan menggososk gigi digunakan untuk memantau kemampuan anak berdasarkan aspek-aspek dari
prosedur menggosok gigi. Saat ini banyak anak yang tidak mau menggosok gigi dengan berbagai alasan. Selain itu
beberapa anak mau menggosok gigi namun belum melakukannya dengan benar. Berdasarkan permasalahan tersebut,
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus 36
Open Acces Jurnal: http://jpkk.ppj.unp.ac.id
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus ISSN 2598-5183 Safaruddin, Fatmawati, Setia Budi
maka program latihan menggosok gigi ini sangat cocok untuk dibuat oleh guru sebagai pedoman dalam memberi
latihan menggosok gigi pada anak tunagrahita
1.4 Praktek menggosok gigi
Kegiatan praktek menggosok gigi dilaksanakan setelah guru mendapatkan semua materi. Ini menjadi evaluasi
berdasarkan materi yang telah diberikan sebelumnya.
2. Praktek mengajar siswa menggosok gigi
Pada bagian ini, setiap guru akan melakukan praktek mengajar siswa menggosok gigi yang akan diamati oleh dokter
gigi.
2.1 Merancang program pembelajaran menggosok gigi
Program pembelajaran dirancang berdasarkan tema pelajaran yang ada pada kelas.
2.2 Praktek latihan menggosok gigi pada siswa tunagrahita
Praktek ini dilaksanakan oleh semua guru pada siswa tunagrahita dan diamati oleh dokter gigi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan program pelatihan menggosok gigi dalam meningkatkan keterampilan bina diri siswa
tunagrahita di SLB se-Kota Padang difokuskan pada kegiatan pelatihan mengenai menggosok gigi yang dilakukan oleh
guru kepada peserta didiknya di sekolah masing-masing. Peserta yang hadir sebanyak 20 orang guru yang berasal dari 10
SLB yang ada di Kota Padang. Para peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat
tersebut, dikarenakan memang permasalahan yang mereka alami di lapangan saat mengajar anak berkebutuhan khusus
banyak terjawab saat pelaksanaan kegiatan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman guru dalam memberikan
pembelajaran menggosok gigi pada anak tunagrahita di Sekolah. Berdasarkan hasil wawancara masih banyak anak
tunagrahita yang jarang menggosok gigi di rumah. Sebagian kecil peserta didik lainnya mengatakan telah menggosok gigi
sebelum pergi ke sekolah namun belum menggunakan teknik yang benar. Beberapa orang guru terkadang meminta peserta
didik untuk mengulang menggosok gigi, namun mereka menolak permintaan tersebut dengan alasan telah melakukannya
dirumah. Dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini melibatkan satu orang narasumber dari dosen pendidikan luar
biasa dan tiga orang dosen dari fakultas kedokteran gigi.
1. Pencapaian Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan pengabdian ini adalah meningkatnya kompentensi guru dalam memahami
karakteristik anak berkebutuhan khusus (anak tunagrahita) dan meningkatkan kemampuan guru dalam cara/teknik
menggosok gigi sehingga dapat membantu anak tunagrahita dalam melatih binadiri anak tersebut. Pada saat kegiatan
dilaksanakan, banyak guru menjelaskan bagaimana permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dalam mengajarkan
anak menggosok gigi. Pada salah satu kasus, anak tunagrahita tersebuh masih bermasalah dalam memasukkan air ke dalam
mulutnya. Setiap kali air dimasukkan ke dalam mulutnya, maka akan langsung ditelah oleh anak tersebut. Selain itu guru
juga menjelaskan kerjasama sekolah dengan pihak kesehatan mengenai kegiatan menggosok gigi. Salah satu sekolah telah
melakukan kegiatan menggosok gigi bersama dengan salah satu puskesmas. Sekolah lain melakukan kerjasama dengan
pihak sekolah dengan durasi satu semester sekali kunjungan. Selebihnya, banyak sekolah yang belum melakukan kerjasama
dengan pihak atau dinas kesehatan. Dalam teknik menggosok gigi, masih banyak terlihat guru menggunakan cara yang
belum tepat dalam menggosok gigi. Hal ini dapat terlihat dari contoh yang diberikan oleh beberapa guru dalam menggosok
gigi. Berdasarkan permasalahan tersebut, tim pengabdian kepada masyarakat melaksanakan kegiatan ini sehingga tujuan
yang diinginkan dapat dicapai.
2. Pencapaian Target
Target dari pelaksanaan ini meliputi:
2.1 Memberikan pemahaman tentang karakteristik anak berkebutuhan khusus
Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan, pemahaman guru mengenai anak berkebutuhan khusus sudah
sangat baik. Pada materi ini lebih ditekankan pada karakteristik anak tunagrahita. Banyak anak-anak tunagrahita tidak
mau menggosok gigi. Sehingga guru harus memberikan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari biasanya. Selain itu,
banyak juga anak-anak yang masih kesulitan dalam menggosok gigi sehingga guru harus mengajarkannya berulang-
ulang.
2.2 Memberikan pemahaman tentang binadiri anak tunagrahita
Mata pelajaran binadiri di sekolah memiliki berbagai macam materi. Salah satunya menggosok gigi. Semua guru
memiliki kemampuan dalam menggosok gigi, namun masih banyak yang masih mengalami kesulitan dalam
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus 37
Open Acces Jurnal: http://jpkk.ppj.unp.ac.id
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus ISSN 2598-5183 Safaruddin, Fatmawati, Setia Budi
kesempurnaan/ketepatan dalam melakukan kegiatan tersebut. Melalui materi yang diberikan diharapkan guru dapat
memami materi binadiri bagi anak tunagrahita.
2.3 Memberikan pemahaman tentang RPP binadiri pada anak tunagrahita
RPP yang diberikan guru kepada anak tunagrahita harus menggunakan tematik. Pada materi ini guru diajarkan
bagaimana sebuah mata pelajaran dapat bergabung dengan mata pelajaran lainnya tanpa mengurangi materi dari mata
pelajaran yang lain tersebut. Hasil dari kegiatan ini terlihat bahwa semua sekolah/ perwakilan guru telah menyerahkan
RPP yang telah dibuat dan dipraktekkan langsung ke materi tema yang ada.
2.4 Memberikan contoh praktek menggosok gigi dengan baik dan benar
Setelah memberikan metode materi malalui ceramah, kegiatan yang diberikan selanjutnya adalah praktek
menggosok gigi. Setiap tim dokter yang menjadi narasumber memberikan materi secara praktek kepada semua peserta.
Pada praktek pertama, guru diberikan contoh praktek menggosok gigi melalui gigi palsu. Setiap doktet memberikan
penjelasan beserta praktek kepada peserta kegiatan. Selanjutnya, di hari yang lain, guru-guru diminta untuk praktek
mengajar menggosok gigi dan langsung diamati oleh dokter gigi. Apabila guu mengalami kesalahan, maka dokter gigi
tersebut akan memperbaiki kata-kata/ informasi tersebut.
3. Pencapaian Manfaat
Manfaat yang diharap diperoleh oleh peserta kegiatan adalah sebagai berikut:
3.1 Dapat memahami karakteristik anak berkebutuhan khusus
3.2 Dapat memahami tentang binadiri anak tunagrahita
3.3 Dapat memahami dan membuat RPP binadiri pada anak tunagrahita
3.4 Mampu melakukan praktek menggosok gigi dengan baik dan benar
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan merupakan perwujudan dari Tri Dharma Perguruan
Tinggi. Kegiatan yang dilaksanakan tentang program pelatihan menggosok gigi dalam meningkatkan keterampilan bina diri
siswa tunagrahita di slb se-Kota Padang, difokuskan pada program pelatihan menggosok. Kegiatan ini dilaksanakan dalam
bentuk pelatihan, serta praktek pembelajaran di sekolah masing-masing guru yang mengikuti kegiatan ini. Kegiatan ini
diselenggarakan berdasarkan temuan di Sekolah Luar Biasa yang banyak mengalami kendala dalam mengajarkan
menggosok gigi pada anak tunagrahita di Kota Padang. Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan, terlihat bahwa
kemampuan guru dalam menggosok gigi telah meningkat, hal ini diharapkan dapat membantu anak didiknya untuk dapat
menggosok gigi dengan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Ardiyanto, S. (2014). Meningkatkan Kemampuan Bina Diri Melalui Analisis Tugas pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas 1
di SLB Limas Padang. E-JUPEKhu (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus), 3(April), 17–37.
Horner, R. D., & Keilitz, I. (2006). Training mentally retarded adolescents to brush their teeth. Journal of Applied Behavior
Analysis, 8(3), 301–309. https://doi.org/10.1901/jaba.1975.8-301
Mostofsky DI, Forgione AG, Giddo DB, editors. Behavioral dentistry. New York: Blackwell Munksgaard, 2006. p. 19-26.
Pangemanan, D. H. C. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut Anak di TK
Tunas Bhakti Manado. Jurnal E-GiGi (EG), Volume 2, Nomor 2, 2, 7–10.
Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-8, 74-75, 79-81.
Pujiyasari, S., Hartini, S., & Nurullita, U. (2014). Pengaruh metode latihan menggosok gigi dengan kemandirian
menggosok gigi anak retardasi mental usia sekolah. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan, 1, 1–11.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sutjipto, Chrisdwianto., dan kawan kawan. (2013). Mulut Anak Usia 10 – 12 Tahun Di Sd Kristen Eben. Gambaran
Tindakan Pemeliharan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Usia 10 – 12 Tahun Di Sd Kristen Eben Haezar 02
Manado, 697–706.
Widya, M. (2003). Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Yosiani, N. (2014). Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang Belajar Sekolah Luar Biasa. Jurnal,
1(2), 111–124.
Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus 38
Open Acces Jurnal: http://jpkk.ppj.unp.ac.id