0% found this document useful (0 votes)
196 views21 pages

ID Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Dan

This document discusses a study on the influence of problem-solving strategies and cultural understanding on community participation in preserving the protected Trowulan archaeological site in Mojokerto, East Java. The study used a 2x2 factorial design to examine the effects of the Participatory Rural Appraisal (PRA) and Rapid Rural Appraisal (RRA) methods on 60 respondents from two villages. The study found that (1) PRA led to significantly higher participation than RRA; (2) cultural understanding did not significantly impact participation for either method; and (3) there was an interaction between problem-solving strategy and cultural understanding on participation levels.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
196 views21 pages

ID Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Dan

This document discusses a study on the influence of problem-solving strategies and cultural understanding on community participation in preserving the protected Trowulan archaeological site in Mojokerto, East Java. The study used a 2x2 factorial design to examine the effects of the Participatory Rural Appraisal (PRA) and Rapid Rural Appraisal (RRA) methods on 60 respondents from two villages. The study found that (1) PRA led to significantly higher participation than RRA; (2) cultural understanding did not significantly impact participation for either method; and (3) there was an interaction between problem-solving strategy and cultural understanding on participation levels.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 21

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DAN PEMAHAMAN BUDAYA

TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAWASAN


LINDUNG TROWULAN, MOJOKERTO

Studi Eksperimen pada masyarakat Trowulan

Kresno Yulianto
Dosen Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Abstract

A lot of damage due to excessive exploitation has been done on the prominent archaeological site of
Trowulan, and this may partly be attributable to the minimum involvement of the community in the conservation
efforts. The experimental study aims to assess the different effects of the two community- based conservation
methods—Participation Rural Appraisal (PRA) and Rapid Rural Appraisal (RRA)—on the community
participation in the preservation of the site. Four questions were raised as to (1) whether there is any difference
between the participation of the community applying the PRA method and that of the community applying the
RRA method; (2) whether there is any difference between the participation of the community with high level
cultural understanding applying the PRA method and that of the community with high level cultural
understanding applying the RRA method; (3) whether there is any difference between the participation of the
community with low level cultural understanding applying the PRA method and that of the community with low
level cultural understanding applying the RRA method; and (4) whether there is any interaction between problem
solving strategy and cultural understanding in the participation of the community in the conservation of the
Trowulan archaeological site. The 2x2 factorial design was applied on a sample consisting of 60 randomly
selected adult and married respondents from two villages in Kecamatan Trowulan. The study found (1) a
significant difference between the participation of the community applying the PRA method and that of the
community applying the RRA method; (2) no difference between the participation of the community with high
level cultural understanding applying the PRA method and that of the community with high level cultural
understanding applying the RRA method; (3) no difference between the participation of the community with low
level cultural understanding applying the PRA method and that of the community with low level cultural
understanding applying the RRA method; and (4) interaction between problem solving strategy and cultural
understanding in the participation of the community in the conservation of the Trowulan archaeological site.

PENDAHULUAN membentuk landasan hakiki bagi kehidupan manusia.


Fungsi-fungsi vital tanah dalam ekosistem mencakup
Pembangunan berkelangsungan di Indonesia (1) kelangsungan kegiatan, keanekaan, dan
telah dicanangkan dalam program dan strategi produktivitas hayati, (2) mengatur dan membagi-bagi
pengelolaan lingkungan sebagaimana tertuang dalam aliran air dan larutan, (3) menyaring, menyangga,
dokumen Agenda 21 Indonesia. Hal ini merupakan mengelola bahan-bahan organik dan anorganik, (4)
penjabaran lebih lanjut Agenda 21 yang dihasilkan menyimpan dan mendaurkan hara, dan (5)
dalam Konferensi United Nation Conference on memberikan topangan bagi bangunan sosio-ekonomi
Environment and Development (Earth Summit) di Rio dan perlindungan bagi khasanah arkeologik yang
de Janeiro tahun 1992, Agenda 21 Indonesia berhubungan dengan permukiman manusia (Allan,
merumuskan strategi nasional untuk kelangsungan 1995:14).
pembangunan yang dikelompokkan menjadi empat Untuk menjaga kelangsungan peri kehidupan
bab yakni (1) pelayanan masyarakat, (2) pengelolaan dan meningkatkan kesejahteraannya, manusia tidak
sisa sumber daya, (3) pengelolaan sumber daya tanah, mungkin mengabaikan upaya mencegah degradasi
dan (4) pengelolaan sumber daya alam. Dari keempat berbagai fungsi tanah. Harus disadari bahwa
bab tersebut, pengelolaan sumber daya tanah dipilih degradasi fungsi tanah itu sendiri merupakan bagian
sebagai topik kajian ini. dari indikator fisik proses penggurunan. Dengan
Tanah adalah salah satu unsur bumi, yang demikian menjadi makin jelas bahwa tanah
bersama dengan unsur bumi yang lain yaitu air alami merupakan komponen lingkungan hidup yang secara
dan atmosfer, menjadi inti fungsi, perubahan, dan mutlak harus dilindungi atau dihindarkan dari
kemantapan ekosistem. Tanah berkedudukan secara dampak yang merugikan. Konservasi tanah dan
khas dalam masalah lingkungan hidup yakni lingkungan - tidak bisa tidak - merupakan suatu

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


36
keharusan untuk mengelola lingkungan agar dapat pada dasarnya dilarang terutama apabila terjadi
dihuni manusia dan mahluk lain (Barrow, 1995:108). perubahan bentang alam, kemunduran kondisi
Pengelolaan sumber daya tanah dipandang penggunaan lahan serta perubahan ekosistem alami
penting dan didasari oleh pertimbangan bahwa semula, karena berbagai perubahan betapapun
proses-proses pembangunan yang akan terjadi di kecilnya sebagai dampak kegiatan pasti akan terjadi.
Indonesia masih akan ditumpukan pada potensi Apabila ada berbagai kegiatan di Kawasan Lindung
sumber daya tanah. Oleh karena itu sumber daya yang menimbulkan dampak penting terhadap
tanah dengan segala komponen yang ada di dalamnya lingkungan hidup, maka perlu dikenakan ketentuan
termasuk air, biota, dan lainnya harus dikelola secara sebagaimana terdapat dalam PP No. 27 tahun 1999
baik. Empat hal penting perlu dicatat dalam hal ini. tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Pertama, adalah pemikiran bahwa oleh karena Berbagai kegiatan budi daya yang mungkin
krisis ekonomi yang berkepanjangan serta runtuhnya harus/terpaksa dilakukan di Kawasan Lindung harus
unit-unit industri yang mengandalkan bahan baku tetap memperhatikan fungsi Kawasan Lindung itu,
impor, proses-proses eksploitasi sumber daya tanah misalnya:
di Indonesia akan makin meningkat. Kedua, yang (a) Eksploitasi mineral dan air tanah, hal mana berada
penting adalah bahwa berbagai upaya pengelolaan di bawah kepentingan sektor pertambangan dan
sumber daya tanah harus dilakukan secara terpadu. pekerjaan umum/pertanian/perindustrian/dalam
Ini berarti bahwa pengelolaan empat aspek (sumber negeri.
daya tanah, hutan, pertanian, dan sumber daya air) (b) Eksploitasi mineral seperti batu bara, emas atau
tidak boleh dilakukan secara parsial oleh karena air tanah yang diperlukan untuk pembangunan,
keterkaitan yang erat di antaranya. Ke-tiga, dalam perlu memperhatikan berbagai ketentuan
pengelolaan sumber daya tanah menyangkut fakta peraturan perundang-undangan yang berlaku
bahwa setiap daerah di Indonesia mempunyai tingkat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
persoalan yang berbeda, sehingga pilihan-pilihan (c) Kegiatan apa pun yang dilakukan di Kawasan
pengelolaannya juga dapat berbeda. Konsekuensinya Lindung, harus diikuti dengan upaya rehabilitasi
adalah bahwa setiap pemerintah daerah harus secara ekosistem untuk dapat tetap berfungsi walaupun
inovatif merumuskan bentuk-bentuk pilihan lain dari fungsinya semula asalkan memberi
pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan kondisi makna cukup baik bagi kehidupan dan bagi
dan persoalan di daerah masing-masing. Terakhir, kemanusiaan khususnya. Untuk itu perlu
perlu dicatat bahwa berbagai upaya pengelolaan diperhatikan bahwa rehabilitasi ekosistem sering
sumber daya tanah akan berkaitan dengan proses- kali tidak memungkinkan untuk 100%
proses penataan dan perijinan ruang sebagaimana dikembalikan kepada keadaan semula. Dalam
telah diatur dalam Undang-undang tentang Penataan keadaan di mana budi daya harus dilaksanakan di
Ruang No. 24 tahun 1992. Kawasan Lindung, tanggung jawab berada dalam
Salah satu sumber daya tanah yang diatur dalam kebijaksanaan menteri yang berwenang, misalnya
undang-undang ini adalah Kawasan Lindung. Menteri Pertambangan yang perlu mengaturnya
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor dengan pertimbangan Badan Koordinasi
24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang Pengeloaan Tata Ruang Nasional (Soerjani,
dimaksud dengan Kawasan Lindung adalah kawasan 2002:13).
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi Pentingnya pelestarian terhadap kawasan yang
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber mengandung nilai sejarah serta budaya ini juga
daya alam dan sumber daya buatan (Tunggal, dinyatakan secara tegas dalam Piagam Burra (Burra
2001:60-102). Kelestarian lingkungan hidup Charter). Piagam Burra memberi panduan untuk
mencakup pula sumber daya alam dan sumber daya konservasi dan pengelolaan tempat-tempat berciri
buatan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya budaya (tempat-tempat warisan budaya). Piagam ini
bangsa. Sebelumnya, yakni tahun 1990 dalam menetapkan standar pelaksanaan bagi pihak-pihak
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 yang memberikan saran, membuat keputusan, atau
tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menangani pekerjaan pada tempat-tempat yang
juga dinyatakan bahwa Kawasan Lindung adalah mengandung warisan budaya, termasuk pemilik,
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama pengelola dan pengawas. Salah satu pasalnya, yakni
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang pasal 12 bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa
mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan pelestarian harus memberi tempat pada partisipasi
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna orang-orang yang memiliki hubungan emosional dan
kepentingan pembangunan berkelangsungan. makna khusus terhadap tempat tersebut atau orang-
Berbagai kegiatan yang mengganggu fungsi lindung

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


37
orang yang memiliki tanggung jawab sosial, spiritual pelestarian peninggalan sejarah sekaligus tata
atau budaya pada tempat tersebut (Anon, 1979:35). lingkungannya. Sebagian besar sumur, sebagian besar
Penelitian ini berkaitan dengan Kawasan tembok bata, sebagian besar temuan penting lainnya
Lindung yang memiliki nilai sejarah serta budaya kini hancur oleh kegiatan manusia pembuat bata yang
bangsa yakni situs Trowulan. Pengertian Situs berlangsung terus sejak lama hingga sekarang.
menurut Sharer dan Ashmore adalah lokasi yang Tercatat sekurangnya 3000-an industri bata yang kini
mengandung atau diduga mengandung benda cagar tersebar di situs Trowulan (Mundardjito, 2003:16).
budaya (data arkeologi dan sejarah) termasuk Padatnya penduduk yang menghuni situs
lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya menyebabkan perusakan situs di berbagai tempat
(Sharrer, 1980:82). Selanjutnya, menurut yang pada awalnya disebabkan oleh eksploitasi
Mundardjito dalam ilmu arkeologi dikenal berbagai lingkungan dalam berbagai wujud. Eksploitasi
jenis situs (berdasarkan fungsi, waktu, ukuran, dan lingkungan tersebut antara lain berupa:
lokasinya), antara lain situs kota, situs keraton, situs a. penggalian tanah untuk memperoleh lempung
perburuan, situs pantai, situs agama, situs makam guna dijadikan bahan pembuat bata baru.
(Mundardjito, 1986:26). b. penggalian tanah untuk mendapatkan bahan
Situs Trowulan termasuk dalam wilayah bangunan berupa pasir dan kerikil yang terdapat
administratif Kecamatan Trowulan dan Kecamatan pada posisi deposit yang lebih dalam.
Sooko, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. c. penggalian tanah untuk memperoleh logam mulia
Letaknya kira-kira 10 km sebelah Tenggara Kota dengan cara menyaring.
Mojokerto atau 55 km di sebelah barat daya Kota d. penggalian tanah untuk memperoleh bata kuno
Surabaya. Situs tersebut dianggap sebagai pusat yang akan dijual ke pabrik semen merah.
Kerajaan Majapahit yang pernah memegang peranan Dalam konteks ini, upaya pelestarian menjadi
penting dalam sejarah Indonesia. makin penting untuk dilakukan. Upaya perlindungan
Situs ini digolongkan sebagai situs kota (town- sebagai bagian dari pelestarian tinggalan arkeologi di
site, city-site, atau urban-site), karena di situs ini Indonesia sebenarnya telah cukup lama dilakukan
ditemukan peninggalan purbakala dalam jumlah yang melalui perangkat peraturan formal, seperti Lembaran
amat besar, jenis temuan yang aneka ragam, dan Negara No. 238 tahun 1931 yang dikenal dengan
persebarannya yang luas sekali. Situs ini tersebar Monumenten Ordonnantie (MO). Kemudian,
pada lima buah desa yakni Desa Trowulan, Desa dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 tahun
Sentonorejo, Desa Temon, Desa Jatipasar dan Desa 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak
Bejijong. Lingkungan (Amdal) yang kemudian dijabarkan
Situs perkotaan kuno Trowulan kondisi alamnya dalam Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
tidak saja bernilai ekonomi tetapi juga mengandung Lingkungan Hidup (KLH) No.049 sampai dengan
arti sejarah dan budaya. Dengan demikian Situs No. 053 tahun 1987. PP itu kemudian disusul lagi
Trowulan dapat dinyatakan sebagai Kawasan dengan PP No. 51 tahun 1993 sebagai
Lindung. Sebagai Kawasan Lindung yang di penyempurnaan Amdal sebelumnya dan diikuti oleh
dalamnya terdapat sumber daya budaya, situs Kepmen LH No. 10-14 tahun 1994. Kepmen LH No.
Trowulan perlu dikelola secara bijak agar 10 mencabut Kepmen KLH no. 049 – 053 tahun
berkelangsungan (sustainable) sehingga dapat 1987. No. 11 ketetapan tentang jenis usaha atau
dimanfaatkan secara optimal untuk masyarakat luas kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, sedangkan
(Hardjasoemantri, 1997:17). Melalui ketiga perangkat Kepmen LH no. 13 – 14 tahun 1994
undang-undang (Penataan Ruang, Pengelolaan menyempurnakan Kepmen KLH no. 51 – 53 tahun
Kawasan Lindung dan Burra Charter) nampak jelas 1987. Selain itu, sudah diterbitkan UU No. 5 tahun
diperlukannya kegiatan pelestarian, baik menyangkut 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Begitu banyak peraturan telah dikeluarkan,
Sebagai situs kota, daerah Trowulan namun pelanggaran dan perusakan masih juga
meninggalkan kepada kita bukti-bukti budaya masa berlangsung. Kurangnya koordinasi antarinstansi
lampau dalam jumlah besar dan bervariasi banyak. yang berwenang merupakan masalah lain yang juga
Namun sangat disayangkan penduduk yang tinggal di dapat membuka peluang terjadinya pelanggaran itu.
sekitar situs Trowulan umumnya kurang peduli Selain itu, minimnya pemahaman sebagian besar
terhadap warisan budaya masa lampau. penduduk terhadap nilai sejarah yang terkandung
Kekurangpedulian tersebut antara lain nampak dari dalam peninggalan arkeologi telah menambah
perusakan situs yang dilakukan oleh penduduk kendala pada pelaksanaan peraturan. Masih
setempat. Bersamaan dengan giatnya penelitian tahun diperlukan upaya-upaya lain selain menyusun dan
1970-an, muncul masalah yang berkaitan dengan memberlakukan peraturan-peraturan, terutama yang

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


38
menyangkut pemahaman penduduk terhadap Kawasan Lindung Trowulan. Selama ini tidak
pentingnya warisan budaya bagi jati diri masyarakat nampak adanya partisipasi yang aktif dari
setempat. Untuk itu kawasan yang mengandung masyarakat di kawasan itu, sehingga tidak
deposit benda bersejarah tersebut harus dapat mengherankan terjadi kerusakan situs yang
dimunculkan sebagai sumber daya yang dapat berkepanjangan dan lebih jauh rusaknya lingkungan
memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi fisik Trowulan. Masyarakat Trowulan juga harus
penduduk. disadarkan bahwa jika suatu saat sumber daya alam
Sumber daya alam di situs Trowulan dan akan menipis maka harganya akan meningkat dan
sekitarnya cukup potensial mendukung kehidupan bukan tidak mungkin permintaan bata berangsur-
kota. Bahan alam dari gunung api yang ada di sisi angsur akan menurun.
selatan mempersubur tanah, dan sungai-sungai yang Dalam keadaan demikian teknologi dipaksa
mengalir memungkinkan pembangunan irigasi untuk untuk menemukan substitusi bahan atau materi yang
pertanian basah. Namun dalam pemanfaatan sumber mulai menipis tersebut. Kecenderungan menguras
alam yang keliru seperti penggunaan lempung dan sumber daya alam, baik yang hayati maupun non-
kayu bakar secara besar-besaran dapat pula hayati perlu dibatasi dengan upaya penghematan.
menimbulkan kerusakan lingkungan di situs ini. Untuk kasus di Trowulan ini upaya penghematan
Dalam pemanfaatan sumber daya alam perlu yang bisa dilakukan mungkin dengan menerapkan
diperhatikan empat lingkungan yang saling berkaitan prinsip mengganti (replacement). Misalnya, industri
erat, yakni: lingkungan perlindungan yang matang, bata yang mungkin merusak tanah subur seperti
lingkungan produksi yang bertumbuh, lingkungan sawah dapat diganti dengan industri batako yang
serba guna serta lingkungan permukiman dan menggunakan bahan dari bukit atau bahan yang
industri. Dalam konsep ini lingkungan produksi tidak gersang (Soerjani, 1997:91). Jika saja penduduk
dapat berdiri sendiri tanpa menghiraukan lingkungan diajak partisipasi secara aktif setidaknya dapat
perlindungan serta lingkungan permukiman dan diperoleh informasi sejauh apa kebutuhan ekonomis
industri, begitu pula sebaliknya dan demikian mereka dan bagaimana perilaku mereka terhadap
seterusnya (Haeruman, 1983:12). Kawasan Lindung Trowulan.
Secara ekonomi beberapa bentuk peninggalan Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan
purbakala memang dinilai cukup tinggi. Bata strategi pemecahan masalah yang berorientasi pada
bangunan kuna misalnya, dapat dimanfaatkan untuk partisipasi masyarakat. Dengan pertimbangan
bangunan rumah sekarang, pagar atau sebagai bahan tersebut maka strategi pemecahan masalah yang
dasar semen yang laku diperdagangkan. Bata itu dipilih untuk digunakan dalam penelitian adalah
diperoleh melalui penggalian tanah secara terus- melalui metode Participatory Rural Appraisal dan
menerus. Eksploitasi lingkungan seperti itulah yang Rapid Rural Appraisal.
menimbulkan bencana alam seperti banjir dan Partisipasi aktif masyarakat juga berkaitan
pendangkalan sungai yang pada gilirannya dapat dengan sistem budayanya. Untuk mewujudkan
mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup partisipasi aktif pada masyarakat sekitar Kawasan
lain. Untuk itulah situs Trowulan perlu mendapat Lindung ini, salah satu aspek penting yang diajukan
perlindungan secara hukum. adalah pengaruh sistem budaya. Bagaimanapun
Proses perusakan terhadap lingkungan sistem budaya akan berpengaruh terhadap sikap dan
berikut benda-benda bersejarah di situs Trowulan perilaku masyarakat terhadap pelestarian situs.
secara berlarut-larut disebabkan dua faktor yakni: Dengan memperhatikan aspek-aspek itu diharapkan
a. Di satu sisi, terdapat rendahnya penilaian dapat dirumuskan solusi masalah pada Kawasan
penduduk terhadap tata lingkungan dan benda Lindung Trowulan agar tidak terjadi perusakan
bersejarah yang terdapat pada situs, sehingga lingkungan berikut benda bersejarahnya.
terjadi perusakan, dan
b. Di sisi lain, masyarakat lokal mungkin kurang Perumusan Masalah
dilibatkan secara aktif (partisipasi) dalam 1. Apakah terdapat perbedaan partisipasi masyarakat
mengelola situs Trowulan yang secara nyata dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
mengandung potensi ekonomi, budaya dan sosial antara yang diberi perlakuan dengan metode
bagi pengembangan wisata sejarah. Akibatnya Partisipatory Rural Appraisal dan Rapid Rural
pengawasan dari pihak aparat berwenang perlu Appraisal?
dilaksanakan secara terus-menerus. 2. Apakah terdapat perbedaan partisipasi masyarakat
Pengawasan tersebut sebetulnya tidak perlu dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
dilaksanakan secara terus-menerus apabila antara yang diberi perlakuan dengan metode
masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pelestarian Partisipatory Rural Appraisal dan Rapid Rural

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


39
Appraisal, bagi masyarakat dengan pemahaman jika seseorang berpartisipasi dalam kegiatan tertentu
budaya yang tinggi? maka keterlibatannya bukan hanya secara fisik, tetapi
3. Apakah terdapat perbedaan partisipasi masyarakat lebih dalam lagi yaitu mencakup pikiran, perasaan
dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan dan kemauan (Sastropoetro, 1995:23). Untuk
antara yang diberi perlakuan dengan metode menumbuhkan kegiatan partisipasi diperlukan suatu
Partisipatory Rural Appraisal dan Rapid Rural keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai
Appraisal, bagi masyarakat dengan pemahaman berbagai tingkatannya, dan agar selalu dapat
budaya yang rendah? ditemukan titik-tolak untuk mengawalinya.
4. Apakah terdapat interaksi antara Strategi Dengan memperhatikan perbedaan tingkatan
Pemecahan Masalah dan Pemahaman Budaya yang ada, maka pada dasarnya terdapat tiga tingkatan
terhadap partisipasi masyarakat dalam pelestarian partisipasi. Pertama, tingkat saling mengerti.
Kawasan Lindung Trowulan ? Tujuannya adalah untuk membantu para anggota
kelompok agar memahami masing-masing fungsi dan
A. DESKRIPSI TEORETIS sikap, sehingga dapat mengembangkan kerja sama
yang lebih baik. Dengan demikian secara pribadi
1. Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian mereka akan menjadi lebih banyak terlibat, bersikap
Kawasan Lindung Situs Trowulan kreatif dan juga menjadi lebih bertanggung jawab.
Istilah partisipasi cukup luas dipakai di kalangan Kedua, tingkat penasihatan. Tahap ini dibangun atas
masyarakat, terutama di lingkungan organisasi, dasar saling mengerti, oleh karena para anggota
perkumpulan atau kegiatan kelompok. Pengertian kelompok pada hakikatnya sudah cenderung siap
partisipasi berasal dari bahasa Latin berbentuk kata untuk memberikan usul atau saran jika telah
kerja “participare” yang bermakna peran serta atau memahami masalah dan situasi yang dihadapkan
menjadi terlibat. Keith Davis mengemukakan kepada mereka. Ketiga, tingkat otoritas. Otoritas pada
partisipasi adalah keterlibatan mental, fisik dan dasarnya memberikan kepada kelompok suatu
emosional orang dalam situasi kelompok untuk wewenang untuk memantapkan keputusannya.
memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan Lebih jauh Keith Davis berpendapat bahwa
berbagi tanggung jawab dalam pencapaian tujuan. partisipasi adalah ikut sertanya mental dan emosi
Ada tiga unsur penting di dalam definisi tersebut seseorang dalam situasi kelompok yang akan
yakni 1) Unsur peran serta, yaitu bahwa partisipasi memberikan sumbangan tanggung jawab atas
sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental pencapaian tujuan. Dengan kata lain partisipasi
dan perasaan daripada sekedar keterlibatan secara adalah ikut sertanya seseorang secara aktif dan
fisik, 2) Unsur kontribusi, yaitu kesediaan memberi bertanggung jawab dalam suatu proses pencapaian
sumbangan kepada usaha yang akan dilakukan guna tujuan kelompok atau organisasi di mana seseorang
mencapai tujuan kelompok. Ini berarti terdapat rasa berada.
senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok, Pengertian tersebut di atas sejalan dengan
dan 3) Unsur tanggung jawab, yaitu bahwa partisipasi pendapat Ramos yang menyatakan partisipasi
mendorong untuk menerima tanggung jawab dalam merupakan keterlibatan mental, fisik dan emosional
aktivitas kelompok (Davis, 1979:152). seseorang dalam situasi kelompok dalam memberikan
Partisipasi masyarakat merupakan proses kontribusinya kepada tujuan kelompok dan berbagi
panjang di mana masyarakat turut serta mengambil tanggung jawab dalam mencapai tujuan. Teori ini
bagian dalam pengambilan keputusan. Masyarakat mengandung tiga gagasan yaitu: keterlibatan,
yang dimaksud dalam uraian ini adalah masyarakat kontribusi dan tanggung jawab (Ramos, 1986:97-99).
yang terkena dampak (affected people). Partisipasi adalah peran serta seseorang atau
Keikutsertaan publik akan membawa pengaruh sekelompok orang dalam suatu kegiatan. Partisipasi
positif. Mereka akan bisa memahami atau mengerti adalah tindakan ambil bagian terhadap suatu kegiatan
berbagai permasalahan yang muncul serta memahami untuk kepentingan bersama. Partisipasi berkenaan
keputusan akhir yang akan diambil. Pada hakikatnya dengan kesiapan, kesepakatan, aktivitas dan tanggung
pelibatan masyarakat merupakan bagian dari proses jawab secara pasti (Yeung, 1986:9-14).
perencanaan yang dimaksudkan untuk John M. Chohan dan Norman Uphoff
mengakomodasi kebutuhan, aspirasi, dan kepedulian mempunyai pendapat yang lebih-kurang serupa
dari mereka. berkenaan dengan partisipasi, khususnya pada
Selanjutnya menurut Allport dalam Sastropoetro masyarakat desa. Menurut Chohan dan Uphoff,
dinyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan ego partisipasi merupakan keikutsertaan setiap orang di
atau diri sendiri/personalitas lebih daripada sekadar dalam setiap usaha perencanaan, pelaksanaan, dan
keterlibatan secara fisik saja. Hal ini berarti bahwa pengawasan dalam menguasai dan memelihara

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


40
lingkungan (Chohan and Norman T Uphoff, komunikasi dua arah yang terus-menerus. Kedua,
1977:17). informasi yang berkenaan dengan projek, program
Partisipasi dapat dimulai dari tahap menentukan atau kebijaksanaan disampaikan dengan bermacam-
mana yang akan dituju dan apa yang akan dihasilkan, macam teknik yang tidak hanya pasif dan formal
atau biasanya disebut dengan tahap rumusan tetapi juga aktif dan informal (Hadi, 2002:93).
kebijakan dan rencana. Selanjutnya diikuti dengan Partisipasi bukanlah proses alami, tetapi melalui
partisipasi pada tahap menentukan cara untuk proses pembelajaran. Ada beberapa bentuk
mencapai tujuan dan mempertaruhkan sumber daya partisipasi, antara lain: (1) inisiatif/spontan yaitu
agar tujuan dapat dicapai. Akhirnya partisipasi masyarakat secara spontan melakukan aksi bersama.
sampai pada tahap mencapai kesamaan pandangan Ini adalah bentuk partisipasi paling alami. Bentuk
tentang bagaimana memantau dan menilai hasilnya. partisipasi spontan ini sering terjadi karena
Dengan demikian secara umum dapat dimengerti termotivasi oleh keadaan yang tiba-tiba, seperti
bahwa partisipasi dapat dilakukan mulai dari tahap bencana atau krisis, (2) fasilitasi, yaitu suatu
perumusan kebijakan dan penyusunan rencana, tahap partisipasi masyarakat disengaja, yang dirancang dan
implementasi sampai pada tahap pemantauan dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh
evaluasi. Jelasnya partisipasi dapat dilakukan pada masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah
setiap tahap dalam daur taat penyelenggaraan bersama, (3) induksi, yaitu masyarakat dibujuk
kehidupan (Sumarto, 2003:187). berpartisipasi melalui propaganda atau
Menurut FAO, sebagaimana dikutip Mikkelsen mempengaruhi melalui emosi dan patriotisme, (4)
arti partisipasi antara lain: (1) pemekaan (membuat koptasi, yaitu masyarakat dimotivasi untuk
peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan berpartisipasi untuk keuntungan-keuntungan materi
kemauan menerima dan kemampuan untuk dan pribadi yang telah disediakan untuk mereka, (5)
menanggapi projek-projek pembangunan, (2) dipaksa, yaitu masyarakat berpartisipasi di bawah
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, tekanan atau sanksi-sanksi yang dapat diberikan
kehidupan dan lingkungan mereka, (3) suatu proses penguasa. Bentuk partisipasi yang diharapkan adalah
yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau inisiatif/spontanitas, namun sering tidak terjadi
kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan sehingga diperlukan upaya dari luar. Memilih proses
menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal-hal induksi, koptasi, dan dipaksa hasilnya akan relatif
itu (Mikkelsen, 2001:64). Sementara itu, Sutrisno bersifat sementara. Partisipasi tidak akan banyak
mendefinisikan partisipasi sebagai kerja sama antara bermanfaat bagi masyarakat. Proses yang paling baik
rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, adalah fasilitasi. Dengan fasilitasi, masyarakat
melaksanakan dan mengembangkan hasil diposisikan sebagai dirinya, sehingga dia termotivasi
pembangunan (Sutrisno, 1995:207). untuk berpartisipasi dan berbuat sebaiknya untuk
Menurut De Young partisipasi dikaitkan dengan keuntungan dirinya (Daniel,dkk., 2006:60).
psikologi lingkungan. Partisipasi biasanya dilakukan Istilah pelestarian dalam bahasa Inggris
untuk mempertinggi keterlibatan masyarakat di dalam diterjemahkan dengan kosa kata conservation. Dalam
pola lingkungan. Hal ini menyangkut tidak hanya perbendaharaan kata Indonesia, untuk padanan istilah
peningkatan pemahaman penduduk akan masalah- pelestarian kadang digunakan kata bermakna sama
masalah tentang isu lingkungan, tetapi juga yakni konservasi. Istilah konservasi mulai bergulir
menyangkut peran serta sedini mungkin dan sejak tahun 1907 di Amerika Serikat setelah
sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan, terjadinya penyusutan sumber daya alam secara
perencanaan dan pengelola lingkungan tersebut cepat. Sebelumnya istilah ini hanya digunakan dalam
(Young, dalam http://home.mira.net/gaffcam/ kepekaan terhadap kelangsungan suatu kelembagaan
phil/russel/htm). Sejalan dengan pendapat De Young, sosial, daya prerogatif sosial, juga peruntukan untuk
Isbandi (2001:208) pun menyatakan bahwa dalam makna “status quo”. Pengertian konservasi dalam
pemikiran mengenai partisipasi masyarakat, Burra Charter dinyatakan sebagai berikut: konservasi
keterlibatan mereka tidak hanya dilihat pada tahap adalah semua proses kegiatan sedemikian rupa
perencanaan dan pelaksanaan saja tetapi meluas terhadap place untuk melestarikan nilai penting
hingga tahap assessment dan evaluasi budayanya. Dimaksudkan dengan place yaitu situs,
Tujuan partisipasi adalah menghasilkan areal, bangunan atau hasil karya lainnya, kelompok
pemberdayaan, yakni setiap orang berhak bangunan atau hasil karya lainnya termasuk
menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan kandungan isi serta lingkungannya (Tjandrasasmita,
yang menyangkut kehidupannya. Untuk mencapai 1995:3). Beberapa cara penanganan pelestarian yang
tujuan itu, ada beberapa elemen partisipasi dikutip dari Piagam Burra dan menunjukkan
masyarakat yang harus dipenuhi. Pertama, adanya tingkatan pemeliharaan kawasan yang dilestarikan

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


41
adalah: (1) pengawetan, (2) pemugaran, (3) kekeliruan yang terjadi di dalam pemanfataan sumber
penguatan, (4) pembangunan ulang atau rekonstruksi, daya tersebut, dan (3) aspek Pemanfaatan yang
(5) pemakaian baru (adaptive reuse), (6) pembuatan berkelanjutan, mencakup pengembangan teknik
kembaran, dan (7) demolisi. pengelolaan, penggantian sumber daya langka,
Menurut Edi Sedyawati, pelestarian kebudayaan pengurangan limbah, penggunaan kembali dan
berarti membuat kebudayaan yang bersangkutan tetap pemanfaatan suatu sumber daya seoptimal mungkin
ada. Pelestarian budaya dalam arti yang dinamis tidak (Owen, 1985:11 – 14).
berarti hanya mempertahankan bentuk-bentuk lama Pelestarian dapat pula didefinisikan sebagai
yang sudah pernah ada saja, melainkan menjadikan pendayagunaan biosfir oleh manusia sehingga
kebudayaan bersangkutan tetap ada dan tetap hidup dihasilkan keuntungan yang berkesinambungan dan
dengan segala peluang perubahannya. Upaya sangat besar bagi generasi sekarang sambil
pelestarian dapat dikelompokkan ke dalam tiga unsur, memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan
yakni : perlindungan, pengembangan, dan dan aspirasi generasi mendatang. Pada prinsipnya,
pemanfaatan. Usaha-usaha perlindungan yang pelestarian meliputi aspek perlindungan,
termasuk ke dalam upaya pelestarian meliputi usaha pemeliharaan, pendayagunaan yang
untuk merawat suatu khasanah budaya yang bersifat berkesinambungan, restorasi, dan peningkatan
kebendaan maupun yang bukan benda yang dapat lingkungan alamiah yang positif dan menyeluruh
diraba (intangible) seperti sastra, musik, tari dan lain- (McNeely, 1988:227).
lain. Pencegahan dari kepunahan termasuk ke dalam Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang
usaha perlindungan. Usaha-usaha pengembangan partisipasi bila dihubungkan dengan partisipasi
meliputi penyediaan peluang, atau sering disebut masyarakat dalam pelestarian kawasan lindung
sebagai situasi yang kondusif untuk terjadinya Trowulan, maka partisipasi adalah wujud keterlibatan
penciptaan atau pembaharuan dalam berbagai unsur masyarakat yang didasarkan pada aspek personalitas,
kebudayaan. Usaha pemanfaatan khasanah budaya kerja sama, dan pengambilan peran dalam
antara lain untuk pengembangan industri budaya baik pemeliharaan, perlindungan, dan pemanfaatan
untuk keperluan perdagangan dan pariwisata maupun kawasan lindung Trowulan.
untuk kepentingan pendidikan masyarakat
(Sedyawati, 1999:59). 2. Strategi Pemecahan Permasalahan
Pelestarian mencakup tiga macam aspek, yakni: Metode lain yang dapat digunakan dalam
perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan menelaah kegiatan pembangunan bagi masyarakat
(Mundardjito, 2005:1). Upaya pelestarian budaya, umum agar ikut berperan serta dalam
khususnya Kawasan Lindung yang mengandung mempertimbangkan kelayakannya dapat ditelusuri
benda-benda bernilai sejarah tidak hanya menyangkut melalui cara kontekstualisasi progresif dan analisis
masalah teknis penerapan teknologi konservasi kejadian. Kontekstualisasi progresif (progressive
ataupun aspek peraturan (legal) dan kebijakan. contextualization) adalah pendapat yang
Masalah pelestarian juga telah mencapai aspek sosial dikemukakan oleh seorang antropolog A.P. Vayda
yang di dalamnya terdapat unsur norma, tradisi, dan yang pada dasarnya menganjurkan agar dalam
perilaku penduduk yang turut dibentuk oleh situasi kekompleksan masalah lingkungan hendaknya kita
ekonomi dan lingkungan. Pelestarian adalah juga tidak melihat sesuatu hanya sesaat saja secara
upaya memberi makna baru dan dalam masyarakat situasional (Soerjani, 2005). Suatu gejala, peristiwa,
yang pluralistik, pemberian makna tersebut dapat keadaan satu masalah perlu dilihat dalam analisis
beragam. Karena itu pelestarian budaya harus sebab-akibat serta dimensi ruang dan waktu secara
dibicarakan bersama, dinegosiasikan, dan perlu berbeda-beda. Vayda mengakui bahwa istilah yang
disepakati bersama pula melalui suatu dialog yang dianjurkannya itu merupakan “non technical
terbuka dan seimbang (Tanudirjo, 2003:112). language”. Ada beberapa hal yang menjadi dasar
Dalam pada itu Stanley A. Cain pendekatan kontekstual progresif ini yang perlu
mengidentifikasikan pelaksanaan dasar pelestarian diperhatikan:
lingkungan fisik yang dijabarkannya dalam tiga aspek (1) Unit penelitian tidak dapat dibatasi hanya
pula, yakni (1) aspek Pemeliharaan (preservasi), dengan unit ekosistem atau wilayah administrasi
mencakup usaha-usaha pemeliharaan, pengawetan saja, karena masalah perilaku manusia dapat
dan perlindungan berbagai sumber daya dari tindakan melampaui batas-batas itu (across the
perusakan dan tindaklan negatif lainnya, (2) aspek boundaries).
Perbaikan (restorasi), mencakup berbagai usaha (2) Perlunya disadari asumsi yang kurang tepat
perbaikan, pemulihan dan peningkatan nilai asli dan tentang stabilitas suatu unit atau sistem, karena
produktivitas sumber daya yang rusak karena

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


42
dalam banyak hal, unit atau sistem itu bersifat sumber informasi. Sementara itu Stakeholder terdiri
dinamik atau bahkan sangat dinamik. atas (a) Shareholders, atau stakeholder aktif yakni
(3) Perlunya memperhatikan ruang gerak waktu, para pemrakarsa, pemodal, pelaksana yang langsung
upaya dan sumber daya yang mungkin terbatas. terlibat dan (b) Affected, atau stakeholder pasif yakni
(4) Perlunya pendekatan lintas disiplin (cross- penanggung atau penerima makna, dampak dan risiko
dicipline) dalam pengelolaan sumber daya pembangunan.
(natural system) oleh manusia (anthropocentric Jadi setiap program pembangunan tidak cukup
or social system). memperhitungkan keuntungan yang diperoleh
(5) Makna praktis dari hasil penelitian dan shareholder, tetapi juga bagaimana mereka yang tidak
hubungannya dengan pengambil kebijakan langsung terlibat akan menerima akibat, dampak atau
(policymakers). risiko. Contohnya adalah: Pendirian industri air
Sebuah industri bata, logam atau batu andesit minum, tidak hanya keuntungan pemilik pabrik yang
yang direncanakan untuk didirikan di desa A, harus diperhitungkan, tetapi para penjual air bersih
misalnya perlu ditelusuri secara progresif tidak hanya keliling perlu dicari cara pengalihan profesinya,
hubungan atau dampaknya masyarakat di desa A, mungkin sebagai karyawan industri air minum atau
tetapi juga desa lain B atau C yang mungkin akan agen-agennya (Soerjani, 2005). Kasus yang serupa
tertarik atau diperlukan tenaganya untuk pendirian berkaitan dengan perajin industri bata di Trowulan.
industri sedangkan yang diperlukan sebagai tenaga Jika larangan eksploatasi bata hendak diberlakukan,
kerja industri mungkin dari desa D. nasib para perajin perlu disalurkan ke arah yang tetap
Analisis kejadian atau incidence analysis adalah memberi peluang pekerjaan bagi mereka, apakah
pertanyaan tentang implikasi kesejahteraan dari sebagai pemandu wisata, penjaja cenderamata,
program pembangunan. Sejak awal tahun 1970 telah pedagang makanan-minuman dan lain sebagainya.
dirasakan bahwa pertumbuhan ekonomi mulai tidak Dengan demikian berbagai program pembangunan
memberikan makna sebagai pengangkatan derajat perlu dianalisis secara cermat kejadian apa yang akan
kesejahteraan mereka yang miskin. Pada saat itu timbul, baik bagi pelaksana maupun penderita.
perencana pembangunan mulai memikirkan Strategi pemecahan masalah merupakan sebuah
bagaimana pembangunan dapat ditujukan bagi (1) pola atau rencana yang mengintegrasikan sasaran
pencukupan kebutuhan dasar; (2) penciptaan utama suatu organisasi, kebijakan-kebijakan dan
kesempatan berusaha/bekerja; (3) peningkatan rangkaian tindakan ke dalam suatu kesatuan yang
produktivitas mereka yang miskin; (4) mengurangi menyeluruh. Lebih lanjut Henry Mintzberg dan
kesenjangan pendapatan, dan ketidakadilan. James Brian Quinn menambahkan bahwa suatu
Kegiatan industri pembuatan bata di Trowulan, strategi yang dirumuskan dengan baik dapat
sesuai dengan peraturan Pemerintah Republik membantu dalam menyusun dan mengalokasikan
Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis sumber daya organisasi ke dalam suatu postur yang
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pasal 3, spesifik dan aktif berdasarkan kemampuan dan
termasuk kegiatan yang kemungkinan dapat kelemahan internalnya serta perkiraan atas perubahan
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan (Mitzberg, Henry & Quinn James Brian
lingkungan hidup. Pada pasal tersebut secara nyata 1992:25).
disebutkan bahwa kegiatan semacam itu antara lain Pemecahan masalah memerlukan pemahaman
meliputi: eksploitasi sumber daya alam baik yang tentang proses, latar belakang serta faktor-faktor yang
terbaharui maupun yang tak terbaharui, proses dan menyebabkan terjadinya kondisi munculnya masalah
kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi tersebut. Proses pemecahan masalah meliputi tiga
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta tahap yakni (1) trend impact analysis, (2) cross
lingkungan sosial dan budaya. impact analysis dan (3) scenarios. Tahap pertama
Upaya untuk mengurangi dampak dan risiko melihat kecederungan gejala masalah yang terjadi.
bagi masyarakat harus diperhitungkan sebagai biaya Tahap ke dua melihat keterkaitan masalah yang
sosial pembangunan. Karena itu mulai perlu diidentifikasi tersebut dengan berbagai faktor dan
dipikirkan perlunya memilih-milah peranan fenomena yang dapat memberi gambaran tentang
stakeholder pembangunan yang terdiri atas (1) faktor penyebab serta kompleksitas masalah,
Eksekutif, pemerintah yang mengatur kebijakan, (2) sehingga identik dengan upaya mendiagnosis
Swasta yang bergerak di bidang bisnis, baik industri masalah. Tahap ke tiga merumuskan dan
maupun pelayanan jasa/barang, (3) Lembaga merekomendasikan langkah-langkah yang harus
pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja diambil untuk usaha pemecahan dan perbaikan
pembangunan, (4) Masyarakat luas, baik perorangan (treatment) (Parillo, 1997:19-23).
maupun organisasi masyarakat, (5) Media Masa,

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


43
Sementara itu pentahapan dalam strategi Nama lain yang setara dengan PRA adalah PLA
pemecahan dikemukakan pula oleh Raab dan (Participatory Learning and Action), namun apa pun
Selznick (1994:29-30). yang membaginya ke dalam namanya prinsipnya adalah melakukan pengkajian
tahap measurement, causation, dan meeting. komunitas sosial secara partisipatif sebagai upaya
Dimaksud dengan measurement adalah pengukuran untuk menemukenali berbagai kebutuhan, aspirasi
untuk mengidentifikasi keberadaan masalah. Untuk dan keadaan di komunitas tersebut, dan sekaligus
melakukan identifikasi dibutuhkan instrumen dalam pula dapat membuat perencanaan kegiatan
rangka menentukan apakah dalam kehidupan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya lingkungan
masyarakat tertentu pantas dinyatakan sebagai sosial. PLA/PRA adalah kegiatan penelitian tentang
mengandung gejala sebuah masalah. Sementara itu aspek-aspek kehidupan masyarakat atau komunitas
tahap causation dan meeting secara jelas cukup sosial tertentu yang dilakukan oleh warga masyarakat
paralel dengan langkah diagnosis dan treatment. bersangkutan dengan didampingi atau difasilitasi oleh
Berkaitan dengan strategi pemecahan masalah, petugas lembaga pengembang program. Bagi
Jim Ife dan Frank Tesoriero berpendapat bahwa lembaga pengembang program, kegiatan ini sebagai
dalam memecahkan masalah, khususnya masyarakat proses penyadaran dalam memahami kehidupan
desa patut diperhitungkan pengetahuan masyarakat sosial, cara pandang, dan nilai-nilai budaya warga
lokal. Tidak setiap masalah harus diselesaikan oleh komunitas yang bersangkutan, yang secara langsung
pihak luar. Melibatkan konsultan dari pihak luar mempunyai pengaruh terhadap program itu sendiri.
berarti menghilangkan nilai pengetahuan lokal, Dengan melakukan kegiatan bersama, penerapan
karena seolah-olah tidak ada partisipasi masyarakat program akan mudah memperoleh dukungan dari
dalam memecahkan masalah mereka sendiri. Hal itu warga komunitas bersangkutan dan keputusan untuk
hanya akan melemahkan dan bahkan menurunkan melaksanakan program sudah merupakan
nilai kearifan dan keahlian masyarakat setempat (Ife, kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam
Jim dan Frank Tesoriero, 2008:249). program tersebut sejak perencanaan, pelaksanaan,
Pendapat senada dikemukakan pula oleh Ann monitoring dan evaluasi (Purba, 2002: 81 – 83).
Braun yang menyatakan bahwa dalam memecahkan Menurut Mitchell dkk, PRA adalah sebuah
masalah perdesaan, penting dipertimbangkan metode untuk mengkaji sistem pengetahuan lokal.
partisipasi penduduk dan kesetaraan antara pendapat Orientasi dari strategi ini untuk memfasilitasi atau
ahli dan pengetahuan penduduk lokal (indigenous meningkatkan kesadaran masyarakat dan kemampuan
knowledge) sehingga pengembangan masyarakat mereka untuk menangkap isu atau persoalan.
dapat lebih terbuka lebar (Braun dalam http// Perhatian khusus diberikan agar masyarakat lokal
www.idrc.ca/en/ev-85059-201-1-DO_TOPIC). dapat melakukan analisis secara mandiri serta
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa menyampaikan temuan-temuannya. Peran peneliti
Strategi Pemecahan Masalah adalah cara-cara yang menjadi katalis, bukan sebagai ahli. Peningkatan
dipilih untuk menyelesaikan persoalan dalam kesadaran dan pengetahuan masyarakat lokal juga
lingkungan tertentu, yang meliputi sifat, lingkup, dan ditujukan untuk membantu memberdayakan
urutan kegiatan secara sistematis melalui metode masyarakat. Selanjutnya mengingat eratnya hubungan
yang cocok dan pengetahuan yang dimilikinya guna antara masyarakat perdesaan dengan alam, hendaknya
mencapai tujuan yang akan dicapai. diusahakan pembinaan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat desa untuk ikut serta dalam pengelolaan
2.1 Partisipatory Rural Appraisal (PRA): penilaian sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup agar
perdesaan secara partisipatif. dapat dijamin kelestarian dan pemanfaatan yang
Metode PRA dan RRA mulai dikenal pada akhir sebaik-baiknya dari sumber daya alam dan
tahun 1970-an ketika semakin terasa pentingnya lingkungan hidup alami tersebut. Dengan demikian
memperhatikan kemungkinan yang dapat menjadi masyarakat di daerah perdesaan akan merupakan
kesalahan fundamental pada pembangunan yang telah penjaga dan pencegah kerusakan terhadap sumber
dikonsepkan, direncanakan, dan bahkan daya alam dan lingkungan hidup alami pada
dilaksanakan. Organisasi yang sangat sering umumnya. Dalam hubungan dengan ini adat
menganut paradigma partisipatoris adalah organisasi kebiasaan masyarakat desa yang mendukung
Non-Pemerintah (NGO). Mereka telah terbiasa kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup
mengembangkan sejumlah teknik interaksi yang perlu dibantu untuk dipertahankan dan dikembangkan
efektif dengan masyarakat. Sebutan lain untuk (Haeruman, 1983:29).
metode ini di antaranya adalah penilaian perdesaan Sejalan dengan pendapat tersebut, Chambers
yang partisipatoris (PRA) dan penilaian perdesaan juga menyatakan bahwa PRA adalah metode untuk
yang cepat (RRA) (Chambers, 1992:33). mendorong masyarakat perdesaan ikut serta

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


44
menganalisis dan meningkatkan pengetahuan mereka untuk mencari metode pemahaman yang lebih efektif,
mengenai kondisi hidup mereka sendiri agar dapat misalnya karena fakta bahwa penduduk desa
membuat rencana dan tindakan. Metode PRA sering memiliki berbagai macam pengetahuan lokal (local
kali dipahami sebagai pendekatan atau teknik untuk knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom),
melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, sebagai kekayaan yang bermakna bagi kehidupan
pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program mereka. Tujuannya agar peneliti lebih peka dengan
pembangunan masyarakat (Chambers,1991:953 – budaya dan sistem nilai lokal (Kistanto, 2003:23-24).
969). Metode RRA merupakan cara yang cepat dan
Mengenai metode PRA, pendapat lain juga murah untuk mengumpulkan informasi mengenai
dikemukakan oleh Suharto. Metode PRA merupakan pandangan dan masukan dari populasi sasaran dan
alat pengumpulan data yang sangat berkembang stakeholders lainnya mengenai kondisi geografis dan
dewasa ini. PRA terfokus pada proses pertukaran sosial ekonomi. Metode ini meliputi wawancara
informasi dan pembelajaran antara pengumpul data informan kunci (key informant interview), diskusi
dan responden (Suharto, 2005:92). kelompok (focus group discussion), wawancara
Tujuan utama dari PRA adalah untuk menjaring kelompok masyarakat (community group interview),
rencana atau program pembangunan perdesaan yang pengamatan langsung (direct observation), dan survei
memenuhi persyaratan, diterima oleh masyarakat kecil (mini survey) (Suharto, 2005:91).
setempat, secara ekonomi menguntungkan dan Sebagai metode baru, RRA dirancang terutama
sebaiknya juga berdampak positif pada lingkungan untuk tim yang berbeda disiplin ilmu, guna dipakai
sekitarnya. Metode PRA dapat membantu dalam untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi
menggerakkan sumber daya alam dan manusia untuk atau data dalam jangka waktu yang singkat. Dengan
memahami masalah, mempertimbangkan program metode ini tim dapat menganalisis dan menarik
yang telah sukses, menganalisis kapasitas kesimpulan lebih komprehensif. Melalui metode ini,
kelembagaan lokal, menilai kelembagaan modern jawaban atas suatu masalah dapat diperoleh dalam
yang telah diintrodusir dan membuat rencana atau waktu singkat dan biaya murah secara ilmiah pun
program spesifik yang operasional secara sistematis. dapat dipertanggungjawabkan. Metode RRA lebih
Metode PRA lebih menekankan kerja sama yang diarahkan pada pemahaman permasalahan suatu
melibatkan orang luar dan orang dalam secara tempat atau desa secara menyeluruh. Dalam
bersama-sama menilai tentang status dan potensi pelaksanaannya metode ini sekaligus juga melakukan
sumber daya perdesaan dan memikirkan kesempatan konfirmasi data, data sekunder dan pendalaman
kerja (Daniel, dkk., 2006:34). melalui wawancara dengan pengambil kebijakan.
Dalam hal kegunaannya, metode PRA banyak Kemudian data ini dikonfirmasikan ke lapangan. Dari
dilakukan oleh masyarakat perdesaan untuk lapangan didiskusikan oleh tim yang terdiri dari
memecahkan berbagai masalah seperti masalah berbagai disiplin ilmu atau keahlian. Selanjutnya
pertanian, gender, kesehatan, pariwisata, kerusakan dicocokkan antara data sekunder tersedia dengan
lingkungan, sarana pengairan, pendidikan dan masih kenyataan yang ada di lapangan (Daniel, dkk.,
banyak lagi (Doyle and Marianne Krasny, dalam 2006:27).
http://www.garden mosaic.cornell.u) Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa PRA
merupakan metode pemecahan masalah perdesaan
2.2. Rapid Rural Appraisal (RRA): penilaian yang lebih menekankan pada usaha-usaha untuk
perdesaan secara cepat. meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam
Mengenai RRA, oleh Mitchell dkk didefinisikan melakukan penelitian secara mandiri, mencari
sebagai aktivitas yang sistematis tetapi cukup alternatif penyelesaian masalah dan penerapannya.
terstruktur, yang dilakukan di lapangan oleh sebuah PRA memungkinkan orang-orang desa
tim multidisiplin dan dirancang untuk secara cepat mengungkapkan dan menganalisis situasi mereka
mendapat informasi atau hipotesis tentang kehidupan sendiri, dan secara optimal merencanakan tekad itu di
desa (Mitchell, 2001:302-306). desanya sendiri. Dalam pada itu, RRA merupakan
Pada awalnya RRA dirancang untuk metode pemecahan masalah perdesaan yang
memfasilitasi pengumpulan data tentang sistem dirancang untuk memungkinkan pihak luar secara
perdesaan atau ekosistem secara cepat. Memahami cepat dan efisien dapat mengumpulkan data dan
desa secara cepat lewat metode RRA berawal dari informasi tentang persoalan ekosistem setempat
dua hal yakni (1) ketidakpuasan terhadap projek, bias melalui kombinasi beberapa cara. Jika ditempatkan
jender, personal, kondisi musim yang tidak menentu dalam konteks perencanaan dan pelaksanaan
dan kombinasi dari berbagai bias itu, dan (2) program-program kemasyarakatan, kini telah terjadi
kekecewaan terhadap proses survei dan hasilnya, juga

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


45
pergeseran paradigmatik dari metode RRA ke PRA kelembagaan
yang meliputi:
(1) RRA yang berupa pendekatan “dari atas ke digunakan bagi masyarakat sehingga mereka
bawah” (top down) ke PRA yang berupa berpartisipsi dalam pelestarian kawasan lindung
pendekatan “dari bawah ke atas” (bottom up). Trowulan adalah didasarkan pada metode
(2) RRA yang berupa kebijakan “standarisasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dan sebagai
terpusat” (centrally standardized) ke PRA yang alternatif pembanding digunakan metode Rapid Rural
berupa kebijakan “penganekaragaman setempat” Appraisal (RRA). Dengan demikian dapat dinyatakan
(locally diversified). bahwa metode PRA dan RRA pada dasarnya
(3) RRA yang cenderung sudah menyiapkan “cetak merupakan metode assessment terhadap perdesaan
biru” (blue print) ke PRA yang memberi peluang yang berupaya untuk mengoptimalisasi masyarakat
masyarakat lokal untuk mengikuti “proses setempat dan para ahli sehingga metode ini tidak saja
belajar” (learning process). bermanfaat bagi masyarakat setempat tetapi juga bagi
(4) RRA yang pola risetnya dari “survei dengan para ahli (community worker).
kuesioner” (survey) ke “analisis & pemahaman
secara partisipatif” (participatory analysis & 3. Pemahaman Budaya
appraisal). Pemahaman menurut Krathwolh, Bloom, dan
(5) RRA yang pola pikirnya dari “orang luar” Masia mencakup tiga jenis pengertian yaitu: pertama,
(outsider/ethic: kerangka mental, kategori & menterjemahkan (translation), interprestasi
pandangan orang luar) ke PRA yang “berbasis (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation)
komunitas” (community based/emic): kerangka (Krathwohl,David R., Benjamin, Bloom, S., dan
mental dari dalam, yang dimiliki masyarakat Masia, Bertram B, 1956:89). Translasi berarti
sendiri), dalam hal ini konsultan/tenaga ahli menterjemahkan, di mana seseorang dapat
(expertise) hanya menjadi fasilitator, yang menciptakan suatu proses komunikasi dalam bahasa
melimpahkan wewenang kepada masyarakat yang lain atau dalam bentuk proses komunikasi yang
(handling over the stick) dari tertutup ke terbuka. lain.
Kedua, interpretasi yang berarti menafsirkan
Untuk lebih jelasnya, perbandingan penggunaan yaitu berkenaan dengan komunikasi yang lain sebagai
metode RRA dan PRA adalah sebagai berikut: suatu konfigurasi gagasan dengan penilaian yang
mungkin memerlukan penyusunan kembali suatu
konfigurasi baru dalam pemikiran seseorang. Ketiga,
RRA PRA ekstrapolasi yang merujuk kepada pengertian,
Periode Periode kemampuan untuk melakukan estimasi atau prediksi
pengembangan: akhir pengembangan: akhir yang didasarkan pada kemampuan membaca
70-an dan 80-an 80-an dan 90-an perkembangan, kecenderungan, serta akibat atau
Penemu utama: Penemu utama: kondisi yang dideskripsikan dalam proses
universitas dan Lembaga Swadaya komunikasi.
lembaga penelitian Masyarakat (LSM) Harsja W. Bachtiar menyatakan bahwa,
Pengguna utama: Pengguna utama: LSM pengertian Sistem Budaya tidak dapat dilepaskan
lembaga donor, dan pemerintah lokal kaitannya dengan konsep sistem kebudayaan. Sistem
universitas, dan yang bergerak di kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan yang
lembaga penelitian lapang meliputi pandangan hidup, keyakinan, nilai, norma
Tujuan ideal: belajar Tujuan ideal: kekuatan aturan hukum yang menjadi milik suatu masyarakat
dari luar masyarakat melalui proses belajar, yang kemudian diacu untuk
Sumber yang sering Sumber yang sering menata, menilai, dan menginterpretasi sejumlah
terlupakan: terlupakan: benda dan peristiwa dalam beragam aspek kehidupan
pengetahuan pemberdayaan dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan
masyarakat setempat masyarakat (Bachtiar, 1984:18).
Sistem Kebudayaan memuat sejumlah konsep
Fokus utama: Fokus utama: peran
penting yaitu pengetahuan, nilai budaya, aturan,
penggalian (extractive) serta (participatory)
norma, hukum dan keyakinan. Menurut
Hasil akhir jangka
Hasil akhir jangka Koentjaraningrat nilai kebudayaan merupakan
panjang: aksi
panjang: perencanaan, konsep-konsep mengenai apa yang hidup di alam
masyarakat yang
projek dan publikasi pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat
berlanjut termasuk
mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga,

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


46
dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi segala kemampuan yang dimiliki, manusia berusaha
sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi melihat, memahami, memilah-milah gejala untuk
kepada kehidupan warga masyarakat kemudian merencanakan tindakan dan menentukan
(Koentjaraningrat, 2002:25-31). sikap serta perbuatan yang menghasilkan karya.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, Pada mulanya manusia menanggapi lingkungan
senantiasa terjadi interaksi timbal balik sistem sosial dengan cara trial and error dan karena itu cepat
yang dipengaruhi latar belakang budaya dan sistem lambatnya perkembangan suatu kebudayaan
biofisik atau ekosistem. Menurut Terry A. Rambo, tergantung daripada sedikit banyaknya umpan balik
faktor-faktor sistem biofisik atau ekosistem di sekitar yang dapat ditangkap oleh akal manusia dalam
manusia sangat beragam bergantung pada dimana mengelola lingkungan (Soerjani, Mohamad, Ahmad,
manusia tinggal, termasuk di dalamnya iklim, udara, Rofiq dan Munir, Rozy., 1987:231).
air, tanah, tanaman, dan hewan. Jadi, kehidupan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
manusia sehari-hari tidak pernah lepas dari Pemahaman budaya adalah kemampuan
lingkungannya. Aspek latar belakang sosial-ekonomi- menterjemahkan, menafsirkan, dan mengektrapolasi
budaya manusia dapat mempengaruhi perilaku seperangkat unsur kebudayaan (ilmu pengetahuan,
manusia dalam memperlakukan alam lingkungan sosial, seni, religi dan ekonomi) yang dimiliki
sekitarnya. Jika ada perubahan pada sistem sosial manusia dan digunakan secara selektif dalam
masyarakat secara otomatis akan berakibat pula pada menghadapi lingkungannya.
sistem biofisiknya (Rambo, 1983:9).
Menurut Julian Steward (1982:71) dengan Kerangka Berpikir
menggunakan kebudayaannya manusia melakukan 1. Perbedaan partisipasi masyarakat dalam
adaptasi. Dalam Antropologi, studi semacam ini pelestarian Kawasan Lindung Trowulan antara
dinamakan sebagai ekologi manusia (human ecology) masyarakat yang dilibatkan dengan metode
yang memusatkan perhatiannya kepada bagaimana Partisipatory Rural Appraisal (PRA) dan Rapid
manusia mengadaptasi dirinya dengan lingkungannya Rural Appraisal (RRA)
dan bagaimana kegiatan-kegiatan manusia telah
mengubah dan membentuk ekosistem yang baru. Partisipasi masyarakat dalam pelestarian
Hubungan antara kebudayaan dengan alam sekitarnya Kawasan Lindung pada dasarnya adalah keterlibatan
dengan demikian dapat dijelaskan melalui aspek- anggota masyarakat secara aktif sejak tahap
aspek tertentu dalam suatu kebudayaan. perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dalam
Melalatoa berpendapat bahwa sistem budaya kegiatan pelestarian kawasan lindung. Pelibatan
tersebar dalam unsur ilmu pengetahuan, sosial, seni masyarakat merupakan bagian dari proses
dan religi (Melalatoa, 1997: 6). Max Weber seorang perencanaan yang dimaksudkan untuk
Sosiolog, berpandangan bahwa nilai budaya dapat mengakomodasi kebutuhan, aspirasi dan kepedulian
berupa estetis, politik, religius dan moral (Veeger, mereka. Dalam konteks ini metode PRA sejalan
1986:137). Alisjahbana seorang budayawan dengan beberapa konsepsi dasar tentang
berpendapat bahwa sistem nilai budaya terbagi ke pembangunan berkelanjutan (pemberdayaan
dalam enam nilai, yakni nilai teori, nilai ekonomi, masyarakat lokal, persamaan, dan keadilan sosial).
nilai agama, nilai seni, nilai kuasa dan nilai solidaritas Sedangkan metode RRA oleh sebagian peneliti
(Alisjahbana, 1985:145). Malinowski, Sutherland dan masih diangap sebagai pengumpulan informasi yang
Woodward, serta Ford (dalam A.L. Kroeber dan prosesnya masih sepihak. Pengalaman yang diperoleh
Clyde Kluckhohn, 1952) secara bersamaan dengan RRA (awal 1980-an) menunjukkan RRA
menyimpulkan bahwa kebudayaan adalah segala mudah terkena kritik karena predikat yang
sesuatu yang dapat dikomunikasikan dari satu disandangnya yakni ‘rapid’’ atau cepat. Dengan
generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan pada demikian dapat diduga bahwa pelestarian Kawasan
dasarnya adalah warisan sosial masyarakat Lindung Trowulan berdasarkan partisipasi
bersangkutan yang meliputi ilmu pengetahuan, masyarakat dengan metode PRA akan lebih baik
agama, kesenian, moral, hukum, teknik pembuatan daripada menggunakan metode RRA.
dan penggunaan alat, cara berkomunikasi, kebiasaan- Dengan demikian dapat diduga bahwa strategi
kebiasaan, dan juga proses belajar dalam pemecahan masalah dengan metode PRA akan
memecahkan masalah (Kroeber, A.L. dan memberikan hasil lebih baik jika dibandingkan
Kluckhohn, Clyde., 1952:47– 55). dengan metode RRA terhadap partisipasi masyarakat
Pada hakikatnya kebudayaan itu berkembang dalam melestarikan kawasan lindung Trowulan.
sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia
terhadap lingkungannya dalam arti luas. Dengan

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


47
2. Perbedaan partisipasi masyarakat dalam pemahaman budaya terhadap partisipasi masyarakat
pelestarian kawasan lindung Trowulan antara dalam melestarikan kawasan lindung Trowulan.
yang dilibatkan dengan metode Participatory
Rural Appraisal dan metode Rapid Rural Hipotesis Penelitian
Appraisal, bagi masyarakat yang mempunyai Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka
pemahaman budaya tinggi. berpikir yang telah diuraikan di atas, maka diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Bagi masyarakat yang memiliki pemahaman 1. Secara keseluruhan, partisipasi masyarakat yang
budaya tinggi cenderung memiliki kepedulian yang menggunakan metode PRA lebih baik daripada
lebih besar terhadap kawasan lindung. Melalui yang menggunakan metode RRA.
metode PRA masyarakat menjadi lebih termotivasi 2. Bagi masyarakat yang memiliki pemahaman
karena dilibatkan secara aktif pada seluruh proses budaya tinggi, partisipasi masyarakat melalui
kegiatan pembangunan perdesaan tanpa melibatkan metode PRA lebih baik daripada yang
pihak luar. menggunakan metode RRA.
Dengan demikian dapat diperkirakan partisipasi 3. Bagi masyarakat yang memiliki pemahaman
masyarakat dalam pelestarian kawasan lindung bagi budaya rendah, partisipasi melalui metode RRA
masyarakat yang memiliki pemahaman budaya tinggi lebih baik daripada yang menggunakan metode
melalui metode PRA akan lebih baik dibandingkan PRA.
dengan yang menggunakan metode RRA. 4. Terdapat interaksi antara strategi pemecahan
masalah dan pemahaman budaya terhadap
3. Perbedaan partisipasi masyarakat dalam partisipasi masyarakat dalam pelestarian
pelestarian kawasan lindung Trowulan antara kawasan lindung Trowulan.
yang dilibatkan dengan metode Participatory
Rural Appraisal dan metode Rapid Rural B. METODOLOGI PENELITIAN
Appraisal, bagi masyarakat yang mempunyai
pemahaman budaya rendah. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah
Bagi masyarakat yang memiliki pemahaman dikemukakan maka secara khusus tujuan penelitian
budaya rendah cenderung sulit untuk dilibatkan ini adalah untuk:
dalam memecahkan masalah pelestarian kawasan 1. Mengetahui perbedaan partisipasi masyarakat
lindung. Mereka cenderung baru berpartisipasi dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
apabila menghadapi pengawasan aparat dengan antara yang dilibatkan dengan metode
berbagai sanksi hukumnya. Namun apabila aparat Participatory Rural Appraisal dan metode Rapid
mulai lengah dalam pengawasan, mereka cenderung Rural Appraisal.
mengulangi perbuatan lagi berupa perusakan 2. Mengetahui perbedaan partisipasi masyarakat
lingkungan. dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
Dengan demikian dapat diduga bahwa antara yang dilibatkan dengan metode
partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan Participatory Rural Appraisal dan metode Rapid
lindung bagi masyarakat yang memiliki pemahaman Rural Appraisal, bagi masyarakat yang
budaya rendah melalui metode RRA akan lebih baik mempunyai pemahaman budaya tinggi.
jika dibandingkan dengan metode PRA. 3. Mengetahui perbedaan partisipasi masyarakat
dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
4. Interaksi antara Strategi Pemecahan Masalah dan antara yang dilibatkan dengan metode
Pemahaman Budaya terhadap partisipasi Participatory Rural Appraisal dan metode Rapid
masyarakat dalam pelestarian kawasan lindung Rural Appraisal, bagi masyarakat yang
Trowulan mempunyai pemahaman budaya rendah.
Untuk melestarikan kawasan lindung Trowulan 4. Mengetahui interaksi antara Strategi Pemecahan
melalui partisipasi masyarakat, bagi masyarakat yang Masalah dan Pemahaman Budaya terhadap
memiliki pemahaman budaya tinggi lebih baik partisipasi masyarakat dalam pelestarian Kawasan
menggunakan metode PRA. Sementara itu bagi Lindung Trowulan.
masyarakat yang memiliki pemahaman budaya Penelitian ini dilakukan tahun 2005 terhadap
rendah, maka metode RRA akan lebih tepat untuk masyarakat di Desa Sentonorejo dan Desa
digunakan. Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan
interaksi antara strategi pemecahan masalah dan Trowulan dengan luasan wilayahnya 46,336 km2

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


48
dan jumlah penduduk 57.227 jiwa memiliki Untuk pengambilan sampel digunakan teknik
kepadatan 1235 jiwa/km2. random sampling. Populasi sebagai unit analisis
adalah masyarakat yang tinggal di sekitar Cagar
Metode Penelitian Budaya Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Penelitian ini menggunakan desain Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Sampel 60 orang
eksperimen faktorial 2 x 2 , yakni masyarakat di penduduk dewasa (telah berkeluarga). Cluster
dua desa ke dalam dua kelompok yang berbeda sampling dilakukan pada 5 (lima) desa, yakni Desa
perlakuannya (perlakuan metode PRA dan Trowulan, Desa Sentonorejo, Desa Temon, Desa
metode RRA). Masing-masing kelompok terdiri Jatipasar, dan Desa Bejijong. Melalui cluster
dari 40 orang sebagai sampel. Seluruh sampel sampling terpilih dua Desa yaitu Desa Sentonorejo
akan dilakukan pengukuran variabel atribut dan Desa Bejijong. Di Desa Sentonorejo dilakukan
(pemahaman budaya), sehingga masing-masing random sampling sebanyak 30 orang yang mendapat
kelompok tersebut akan terdiri dari subkelompok perlakuan PRA, sedangkan di desa Bejijong juga
orang yang mempunyai pemahaman budaya dilakukan random sampling sebanyak 30 orang untuk
tinggi dan pemahaman budaya rendah. mendapat perlakuan RRA.
Digunakannya metode penelitian Populasi dalam penelitian ini terdiri dari
eksperimen faktorial ini karena selain dapat populasi target dan populasi terjangkau. Populasi
melihat pengaruh salah faktor terhadap variabel target adalah populasi yang menjadi sasaran
Y, juga metode ini dapat memberikan ada atau keberlakuan kesimpulan penelitian. Populasi target
tidaknya interaksi antarvariabel bebas X (Faktor pada penelitian ini adalah perajin bata ibu rumah
A dan Faktor B) terhadap variabel Y (Partisipasi tangga yang ada di KecamatanTrowulan.
masyarakat dalam pelestarian Kawasan Populasi terjangkau (accessable population)
Lindung). Desain eksperimen tersebut sebagai adalah populasi yang secara riil dijadikan dasar dalam
berikut: penentuan sampel, dan secara langsung menjadi
lingkup sasaran keberlakuan kesimpulan. Populasi
terjangkau adalah masyarakat yang berada di
Kawasan Lindung Kecamatan Trowulan.
Var. Strategi Pemecahan Masalah Pengambilan sampel dalam penelitian ini
perlakuan (A) dilaksanakan secara multistage cluster random
sampling atau pengambilan sampel cluster secara
Participator bertahap. Tahap pertama, random sampling akan
Rapid Rural dipilih secara administratif di wilayah Jawa Timur,
Var. Atribut y Rural
Appraisal wilayah yang terpilih adalah Mojokerto. Pada tahap
Appraisal
(RRA) kedua, Mojokerto terdiri dari sembilan kecamatan,
(PRA)
(A2) dengan random sampling ditentukan satu kecamatan,
(A1)
Tingg yaitu Kecamatan Trowulan. Tahap ke tiga, dengan
Pemaha i A1B1 A2B1 simple random sampling terpilih di Desa
man (B1) Sentonorejo dan Desa Bejijong 60 orang penduduk
Budaya Rend sebagai sampel.
(B) ah A1B2 A2B2
(B2) Teknik Pengumpulan Data
Dari hasil pengumpulan data uji coba dan
TOTAL perhitungannya terhadap instrumen non-tes
Partisipasi Masyarakat dalam pelestarian Kawasan
Lindung Trowulan, perhitungan Validitasnya dapat
Gambar 1. Desain Eksperimen dilihat pada Lampiran. Melalui perhitungan korelasi
Keterangan : butir-butir (besaran rxy) dan dibandingkan dengan r-
Variabel Terikat (Y) = Partisipasi masyarakat kritis (Product Moment), jika r-hitung ≥ r-tabel, maka
dalam pelestarian butir 8, 9, 23, dan 25 dinyatakan drop. Dalam tabel
Kawasan Lindung Trowulan harga r-kritis 0,561 (n = 20, α 0,01) terdapat 4
Variabel Perlakuan (X1)= Strategi Pemecahan (empat) butir yang dinyatakan Drop, yaitu butir
Masalah (2 kategori) nomor 8, 9, 23, dan 25. Sedangkan dari perhitungan
Variabel Atribut (X2) = Pemahaman Budaya (2 reliabilitasnya terhadap butir-butir yang valid, melalui
kategori) nilai koefisien dengan Alpha Cronbach, diperoleh
nilai 0,92661. Dengan angka ini dapat dinyatakan

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


49
bahwa butir-butirnya mempunyai keterandalan cukup semestinya dari penduduk yang berdiam di kawasan
tinggi. tersebut. Penggalian lahan sawah selain untuk
Sementara itu pada instrumen pemahaman memperoleh bahan baku bata merah juga dapat
budaya, berdasarkan hasil pengumpulan data uji coba diperoleh manfaat lain. Manfaat itu yakni bila
dan perhitungannya, validitas dengan Indeks Korelasi ditemukan sisa-sisa tumpukan bata kuno – baik yang
Biserial (korelasi point biserial ≥ 0,526 dengan n = 20 masih berupa pondasi maupun serakan – maka bata
pada α 0,01) dapat diketahui terdapat 4 butir soal tersebut sering dimanfaatkan kembali untuk
yang drop, yaitu butir nomor 5, 10, 21, 27. Hal ini membangun pagar atau bahkan tembok rumah
menjadikan jumlah butir yang layak untuk digunakan tinggal. Sementara itu bata yang sudah tidak utuh
dalam menjaring data adalah sebanyak 31 butir soal. juga masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan
Reliabilitas tes dari instrumen pemahaman pengganti semen setelah melalui proses penumbukan
sistem nilai budaya, dari hasil pemasukan dan (penghalusan). Bahan yang oleh masyarakat setempat
perhitungan data dengan menggunakan rumus K-R dikenal sebagai semen merah ternyata mempunyai
20, tentang koefisien reliabilitas tes. Maka seperti daya rekat yang cukup baik. Karena itu tidak
tertulis pada lampiran 7 didapat harga-harga Σ pq = mengherankan jika perburuan bata kuno melalui
4,55 k = 27 dan St2 = 11,9 maka koefisien eksploitasi lahan kerapkali berlangsung. Kegiatan ini
keterandalan instrumen tes 0,641 sehingga dapat sudah berlangsung sejak sekitar tahun 1970an. Pada
dikatakan mempunyai reliabilitas yang cukup. umumnya kerusakan pada Kawasan Lindung yang
mengandung peninggalan arkelogis ini disebabkan
Teknis analisis Data
dua faktor yakni alam dan manusia. Kerusakan
Analisis data yang digunakan dalam penelitian
karena faktor alam antara lain disebabkan karena
ini terdiri atas dua bagian, yaitu analisis deskriptif
proses penuaan secara alami. Bagaimanapun
dan analisis diferensial. Analisis deskriptif dilakukan
peninggalan arkeologis mempunyai masa yang
dengan penyajian data melalui tabel distribusi
terbatas dan secara alami mengalami pelapukan dan
frekuensi, histogram, rata-rata dan simpangan baku.
penurunan daya tahan. Sementara itu kerusakan yang
Sedangkan pada analisis diferensial digunakan pada
disebabkan faktor manusia nampak dari terus
pengujian hipotesis statistik.
meningkatnya eksploitasi lahan untuk memperoleh
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis,
bahan baku juga terus mengalami peningkatan.
kelompok-kelompok data dilakukan pengujian
Tercatat sekitar tiga ribuan industri pembuatan bata
normalitas dan homogenitas. Untuk uji normalitas
merah didirikan di kawasan ini. Beberapa lokasi
digunakan uji Liliefors dan uji homogenitas
penggalian bahan baku bata bahkan berada pada tidak
digunakan uji Bartlett. Pengujian hipotesis statistik
jauh dari candi yang telah dilindungi Undang-undang
digunakan ANAVA (analisis varians) dengan
Benda Kawasan Lindung. Sebagai contoh di Candi
membanding angka Fhitung dengan Ftabel pada setiap
Wringin Lawang lokasi produksi bata hanya berjarak
faktor perlakuan (A dan B), dan interaksi antar faktor
sekitar 100 meter dari lokasi candi. Di antara Candi
(A x B). Teknik analisis data untuk menguji
Brahu dan candi Gentong juga terdapat beberapa
perbedaan adalah teknik ANAVA dan jika terbukti
lokasi produksi bata.
bermakna akan dilanjutkan dengan uji Tuckey.
Lokasi-lokasi produksi tersebut seharusnya
mendapat perlindungan sebagaimana diamanatkan
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
UU No. 5/1992 tentang Benda Kawasan Lindung.
Pada kenyataannya masih terdapat struktur bangunan
Deskripsi Data
kuno yang juga turut rusak akibat proses penggalian
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Lindung
bahan baku bata. Bagi masyarakat setempat rusaknya
Trowulan yang secara administratif termasuk ke
Kawasan Lindung Trowulan tidak mudah untuk
dalam Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto,
dipahami. Kekurangpahaman akan pemahaman
Provinsi Jawa Timur. Di kawasan ini terdapat situs
sistem nilai budaya yang terkandung pada
purbakala yang diduga bekas pusat kota Majapahit
peninggalan arkeologis itu merupakan hal yang
(town site). Sebagai warisan budaya, peninggalan-
umum dijumpai di kalangan masyarakat yang tinggal
peninggalan arkeologis yang terletak di kawasan ini
di kawasan itu. Gambaran situasi ini membawa
tentu tak dapat diabaikan nilai kulturalnya.
kepada asumsi bahwa upaya pelestarian Kawasan
Keberadaannya tidak saja memperteguh jatidiri
Lindung Trowulan juga mencakup aspek perilaku
bangsa tetapi juga amat penting dalam upaya
masyarakat yang dibentuk oleh situasi ekonomi dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat.
lingkungan. Upaya pelestarian pada dasarnya
Namun di sisi lain warisan budaya yang luar
memberi makna baru dan dalam masyarakat yang
biasa tersebut belum memperoleh penghargaan yang
pluralistik, pemberian makna tersebut dapat beragam.

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


50
Maka, pelestarian warisan budaya – seperti terdapat
di Kawasan Lindung Trowulan – harus dapat
dibicarakan bersama, dinegosiasikan, dan perlu
disepakati bersama pula lewat dialog yang terbuka,
partisipatif dan seimbang.

Tabel 1: Data tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowula
Strategi Pemecahan Masalah Strategi Pemecahan Masalah
PRA RRA
Perlakuan Pemahaman Pemahaman Pemahaman Pemahaman
budaya Tinggi budaya Rendah budaya Tinggi budaya Rendah

Responden

1 70 73 56 80
2 79 74 59 72
3 85 60 69 70
4 70 52 62 72
5 72 69 60 67
6 75 67 55 74
7 80 63 61 74
8 69 65 72 64
9 68 55 60 70
10 83 51 48 69
11 78 56 55 65
12 81 52 50 62
13 77 66 53 61
Sumber : diolah dari data primer Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Setelah dilakukan analisis varians (ANAVA)


melalui uji F, maka diperoleh hasil perhitungan 2. Hipotesis nol (Ho), untuk: faktor pemahaman
untuk masing-masing hipotesis adalah sebagai budaya tinggi tidak mempengaruhi partisipasi
berikut: masyarakat dalam pelestarian Kawasan
1. Hipotesis nol (Ho), untuk : Strategi pemecahan Lindung Trowulan dengan strategi RRA
masalah PRA dan strategi pemecahan masalah dibandingkan strategi PRA, diterima, diterima.
RRA tidak mempengaruhi partisipasi Dari hasil perhitungan ANAVA, setelah
masyarakat dalam pelestarian Kawasan variansi antar kolom (pemahaman sistem budaya)
Lindung Trowulan, ditolak. dibagi variansi di dalam kelompok didapat nilai F =
Dari hasil perhitungan ANAVA, setelah 0,86 dan bila dibandingkan dengan F tabel (0,05)
variansi antar kolom (strategi pemecahan masalah) sebesar 4,030, maka F hitung < F tabel sehingga
dibagi variansi di dalam kelompok didapat nilai F = hipotesis nol diterima.
7,54 dan bila dibandingkan dengan F tabel (0,01) Hal ini berarti hipotesis bahwa pada masyarakat
sebesar 7,159, maka F hitung < F tabel sehingga dengan kelompok yang mempunyai pemahaman
hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti hipotesis bahwa budaya tinggi dengan perlakuan strategi pemecahan
strategi pemecahan masalah dengan PRA lebih baik masalah RRA dibandingkan dengan strategi
dibandingkan dengan strategi pemecahan masalah pemecahan PRA terhadap partisipasi masyarakat
dengan RRA terhadap pelestarian Kawasan dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
Lindung Trowulan, diterima. tidak menunjukkan adanya perbedaan
Dengan demikian hasil penelitiannya adalah
partisipasi masyarakat dalam pelestarian Kawasan
Lindung Trowulan dengan strategi pemecahan
masalah PRA lebih baik dibandingkan dengan
strategi pemecahan masalah RRA.

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


51
3. Hipotesis nol (Ho), untuk: faktor pemahaman 4. Hipotesis nol (Ho): Tidak terdapat interaksi
budaya rendah tidak mempengaruhi partisipasi antara faktor strategi pemecahan masalah dan
masyarakat dalam pelestarian Kawasan faktor tingkat pemahaman budaya terhadap
Lindung Trowulan dengan strategi RRA partisipasi masyarakat dalam pelestarian
dibandingkan strategi PRA, diterima. Kawasan Lindung Trowulan, ditolak.
Dari hasil perhitungan ANAVA, setelah Dari hasil perhitungan ANAVA, setelah
variansi antar kolom (Faktor tingkat pemahaman variansi interaksi antar kelompok (Faktor strategi
budaya) dibagi variansi di dalam kelompok didapat pemecahan masalah dan faktor pemahaman sistem
nilai F = 0,86 dan bila dibandingkan dengan F tabel nilai budaya) dibagi variansi di dalam kelompok
(0,05) sebesar 4.030 maka F hitung < F tabel sehingga didapat nilai F = 46,84 dan bila dibandingkan
hipotesis nol diterima. dengan F tabel (0,01) sebesar 7,159, maka F hitung > F
Hal ini berarti hipotesis bahwa pada tabel sehingga hipotesis nol ditolak.
masyarakat dengan kelompok yang mempunyai Hal ini berarti hipotesis bahwa faktor strategi
pemahaman budaya rendah dengan perlakuan pemecahan masalah dan faktor pemahaman budaya
strategi pemecahan masalah RRA dibandingkan merupakan faktor yang saling mempengaruhi
dengan strategi pemecahan PRA terhadap terhadap partisipasi masyarakat dalam pelestarian
partisipasi masyarakat dalam pelestarian Kawasan Kawasan Lindung Trowulan, diterima (H1: INT A
Lindung Trowulan tidak menunjukkan adanya X B≠0).
perbedaan.

Tabel 2 : Rangkungan hasil perhitungan ANAVA 2x2

F tabel
Sumber F
dk JK RJK
Varians hitung
α=0.05 α=0.01

Antar
3 **
kelompok 2.381,00 793,67 18,41 2,798 4,218
Dalam
48
kelompok 2.068,77 43,10

Strategi
1 7,54 **
(Kolom) 325,00 325,00

Pemahaman
budaya 1 0,86 ns
37,23 37,23 4,030 7,159
(Baris)

Interaksi 1 46,84 **
2.018,77 2.018,77

Jumlah 51
4.449,77

Keterangan:
** = Sangat Signifikan
* = Signifikan
ns = Nonsignifikan

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


52
Dengan demikian hasil penelitiannya mempengaruhi faktor perlakuan dalam
adalah: terdapat interaksi yang nyata antara faktor pembentukan karakter partisipasi terhadap
strategi pemecahan masalah dan faktor pemahaman pelestarian Kawasan Lindung Trowulan, namun
budaya terhadap partisipasi masyarakat dalam penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini
pelestarian Kawasan Lindung Trowulan. Visualisasi banyak disebabkan oleh pengaruh perbedaan skor
dari interaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar pemahaman budaya yang tidak kontras antara
berikut ini. masyarakat yang mempunyai pemahaman budaya
tinggi dengan masyarakat yang mempunyai
80,00
75,92
pemahaman budaya rendah.
70,00 69,23
61,77
60,00 58,46 Keterbatasan Penelitian
50,00
Perlu disadari bahwa, walaupun perencanaan
40,00
penelitian eksperimen ini telah dirancang
30,00
sedemikian rupa untuk menghasilkan yang optimal,
20,00
10,00
namun pada pelaksanaannya tidak luput dari
0,00
keterbatasan dan kelemahan, baik dalam metodologi
seperti yang sudah tertuang di bab terdahulu, juga
Gambar 2. Garis interaksi antara faktor strategi memiliki keterbatasan sebagai berikut:
pemecahan masalah dan faktor 1. Kegiatan perlakuan hanya dilakukan satu
pemahaman budaya periode, sehingga perbedaan pencapaian
partisipasi tidak nampak jelas. Hal ini
Untuk itu, karena adanya interaksi maka
disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang
dilanjutkan dengan tingkat kebermaknaan interaksi
antarvariabel, melalui uji Tukey diperoleh interaksi dimiliki oleh peneliti, terutama tuntutan waktu
yang bermakna terjadi pada interaksi antara faktor dalam tahapan eksperimen
strategi pemecahan masalah dengan tingkat dan kesempatan waktu pelaksanaan dengan
pemahaman budaya tinggi (A1B1dan A2B1). tingkat kesempatan masyarakat yang terbatas
Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa pola dalam mengikuti prosedur penelitian.
interaksi antara faktor terjadi pada interaksi antara 2. Implementasi strategi pemecahan masalah
strategi pemecahan masalah dengan PRA dan RRA
dalam pelaksanaannya memiliki banyak
pada kelompok masyarakat yang mempunyai
tingkat nilai budaya tinggi Qhitung 9,59 > 4,817 Qtabel kendala, terutama sekali dalam merancang suatu
pada tingkat ketelitian ฀ = 0,01.rancangan
Sedangkankerja bersama masyarakat, namun
interaksi antara strategi pemecahan masalah PRA tetap diperlukan “Term of Reference” yang
dengan strategi RRA pada kelompok masyarakat terukur dan memiliki kekuatan baku dalam
yang mempunyai tingkat pemahaman budaya pelaksanaannya. Keterbatasan inilah yang
rendah Qhitung 4,1 < 4,817 Qtabel pada tingkat menjadi kendala dalam pelaksanaan penelitian.
ketelitian n฀ tidak
= 0,01
ada menunjukka
Hal ini berdampak pada pola pengaturan dan
perbedaan.
Dari seluruh kajian di atas, bahwa keempat pengorganisasian masyarakat sebagai sampel
rumusan masalah, hipotesis statistik dan dan subjek dalam program pemecahan masalah
pengujiannya, terutama yang berkaitan dengan ini, kesiapan jumlah fasilitator tidak mencukupi
ketidak-sesuaian antara hipotesis dan hasil sehingga keterlibatan masyarakat untuk
penelitian, maka pembahasannya adalah sebagai memenuhi seluruh prosedur penelitian tidak
berikut:
optimal.
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian
Kawasan Lindung Trowulan dengan strategi
pemecahan masalah PRA dan RRA tidak D. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
menunjukkan perbedaan pada kelompok masyarakat
yang mempunyai pemahaman budaya tinggi Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka
maupun pada kelompok masyarakat yang
temuan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
mempunyai pemahaman budaya rendah
1. Terdapat perbedaan partisipasi masyarakat
Pemahaman budaya sebagai variabel atribut
dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan
dalam penelitian ini, walaupun secara teoretis dapat

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


53
antara perlakukan strategi pemecahan masalah dalam menyelesaikan persoalannya sendiri perlu
PRA dengan perlakukan strategi pemecahan lebih ditingkatkan, meski lebih menyita waktu
masalah RRA. Hal tersebut ditunjukkan dari namun persepsi yang sama antarwarga masyarakat
hasil analisis data yang menunjukkan Fhit lebih dapat
kecil F tab (7,159 < 7,54 α=0,01). diwujudkan. Hal ini mengingat keterlibatan mereka
2. Pada kelompok masyarakat yang mempunyai sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring, hingga
tingkat pemahaman budaya tinggi, partipasi evaluasi.
dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan Ketiga, sementara itu metode RRA yang diajukan
antara perlakuan strategi pemecahan masalah sebagai alternatif memang dapat lebih cepat
PRA dengan perlakukan strategi pemecahan diterapkan dalam memecahkan masalah, namun
masalah RRA tidak signifikan. Dari hasil keterlibatan masyarakat sebagaimana terdapat pada
analisis data didapat Fhit lebih kecil F tab (0,86 < PRA tidak dapat diwujudkan karena semua tahap
4,030 α=0,05). pelaksanaan dilakukan team ahli.
3. Pada kelompok masyarakat yang mempunyai
tingkat pemahaman budaya rendah, partisipasi Saran
dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan Beberapa saran yang diajukan di sini tertuju
antara perlakuan strategi pemecahan masalah pada beberapa pihak. Pertama, untuk kepala daerah
RRA dibandingkan dengan perlakukan strategi misalnya Bupati Mojokerto ada baiknya Pemerintah
pemecahan masalah PRA tidak signifikan. Dari Daerah Kabupaten Mojokerto segera menyediakan
hasil analisis data didapat Fhit lebih kecil F tab alternatif lapangan kerja yang lain terhadap petani
(0,86 < 4,83 α=0,05). di Trowulan agar aktifitas mereka yang selama ini
4. Terdapat interaksi antara faktor strategi membuat bata dapat berpindah ke mata pencaharian
pemecahan masalah dengan faktor tingkat yang baru sehingga tidak seterusnya melakukan
pemahaman budaya terhadap partisipasi perusakan lingkungan di kawasan lindung tersebut.
masyarakat dalam pelestarian Kawasan Lindung Kedua, untuk Kepala Balai Pelestarian Peninggalan
Trowulan. Dari hasil analisis data didapat Fhit Purbakala Jawa Timur, disarankan untuk
lebih besar F tab (46,84 > 7,159 α=0,05). melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat desa di Trowulan berkaitan dengan
Berdasarkan temuan-temuan tersebut maka pentingnya pelestarian peninggalan purbakala bagi
dapat disimpulkan terdapat interaksi posistif antara kemajuan peradaban bangsa, khususnya mereka
faktor strategi pemecahan masalah dan faktor yang tinggal di Kawasan Trowulan. Ketiga, untuk
tingkat pemahaman budaya terhadap partisipasi Kepala Suku Dinas Kebudayaan Dinas Pariwisata
masyarakat dalam pelestarian Kawasan Lindung Mojokerto Perlu hendaknya melakukan upaya
Trowulan, pada masyarakat yang memiliki pendampingan bagi penduduk Trowulan dalam
pemahaman budaya tinggi partisipasinya lebih mengembangkan pariwisata lewat penggalian
baik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pencapaian potensi-potensi budaya di kawasan tersebut.
partisipasi masyarakat pelestarian Kawasan Keempat, untuk Kepala Desa agar lebih mendorong
Lindung Trowulan dapat dilakukan strategi peran penduduk dalam mengendalikan kawasan
pemecahan masalah yang sesuai dengan lindung Trowulan agar kerusakan tidak terjadi lebih
mempertimbangkan tingkat pemahaman sistem nilai parah dan sebaiknya penduduk juga diposisikan di
budaya di masyarakat. garis depan, sehingga dapat memantau dan memberi
informasi lebih cepat kepada pihak berwenang.
Implikasi Kelima, bagi para perajin. perlu diberikan dorongan
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka agar lebih kreatif dalam membuat karya-karya yang
dapat dijelaskan implikasi dari penelitian ini adalah memiliki kekhasan Trowulan sehingga memiliki
sebagai berikut: nilai jual yang kompetitif dengan produk kawasan
Pertama, terdapat perbedaan antara strategi lain.
pemecahan masalah yang dilakukan melalui metode
PRA dengan strategi pemecahan masalah yang
DAFTAR PUSTAKA
dilakukan melalui metode RRA. Metode PRA
terbukti lebih tepat digunakan dalam menyelesaikan Allan, D.L , et al, Statement of Soil Quality.
masalah lingkungan sosial di perdesaan ketimbang Agronomy News: June; 7, 1995
metode RRA.
Kedua, jika melihat perbedaan tersebut maka Alisjahbana, Sutan Takdir. Persepsi Masyarakat
tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia, 1985.
sebagai konsekuensinya keterlibatan masyarakat

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


54
Anon, The Burra Charter. Sydney: Australia Ife, Jim dan Frank Tesoriero, Community
National Committee for ICOMOS, 1979. Development: community based alternatives in
an Age of Globalization. New South Wales:
Bachtiar, Harsja W. ”Integrasi Nasional
Pearson Education, 2008.
Indonesia” dalam Wawasan Kebangsaaan.
Jakarta: Bakom PKB Pusat, 1984. Kistanto, Nurdien H. Dari Pemahaman Ke
Penyertaan dan Pember-dayaan: Suatu
Barrow, C.J, Developing the Environment:
Perkembangan Metodologi dalam Kajian &
Problems and Management.New York:
Tindakan di Bidang Sosial Budaya, Semarang:
Longman Group, 1995.
Universitas Diponegoro, 2003.
Borg, Walter D, and Meredith D Gall., Educational
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan
research, an introduction. 4 th Ed. New York:
Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Longman, 1983
Utama, 2002.
Braun R, Ann., Beyond the Problem-Solving
Krathwohl, David R., Bloom, Benjamin S, and
Approach to Sustainable Rural Development
Masia, Bertram B,.Taxonomy of educational
dalam http://www.idrc.ca/en/ev-85059-201-1-
objectives, Book 1 cognitive domain, New
DO_TOPIC
York: Longman, 1956
Chambers, Robert, “The Origins and Practice of
Kroeber A.L. and Clyde Kluckhohn. Culture: A
Participatory Rural Appraisal”, dalam World
Critical Review of Concept and Definitions
Development 22 (7), 1991
.Cambridge: Peabody Museum, 1952.
Chambers, Robert, Rural Appraisal: Rapid, Relaxed
McNeely, Jeffrey A., Economics and Biological
and Participatory. Sussex: IDS Discussion
Diversity, (Switzerland: International Union
Paper 311, 1992.
for Conser-vation of Nature and Natural
Chohan, John, M and Norman T Uphoff, Rural Resources), 1988
Development Participation: concept and
Melalatoa, M. Junus. Sistem Budaya Indonesia.
measures for project design, implementation
Jakarta: Pamator, 1997
and evaluation. New York: Cornell University
Press, 1977. Mikkelsen, Britha. Metode Penelitian Partisipasi
dan Upaya-upaya Pemberdayaan,
Daniel, Moehar, dkk PRA Participatory Rural
diterjemahkan Matheos Nalle. Jakarta:
Appraisal, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Yayasan Obor Indonesia. 2001.
Davis, Keith, Human Behavior at Work:
Mitzberg, Henry and Quinn James Brian. The
Organizational Behavior. New York;
Strategy Process: Concept and Context. New
McGraw-Hill Series in Management., 1979.
York: Prentice Hall, Inc, Simon and Schuster
Doyle, Rebekah and Marianne Krasny, Co., 1992.
Participatory Rural Appraisal as an Approach
Mundardjito, Bukti-bukti Kejayaan Majapahit
to Environmental Education dalam
Muncul Kembali . Jakarta: Proyek Pemugaran
http://www. gardenmosaic.cornell.edu
dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan
Hadi, Sudharto P. Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Purbakala, 1986.
Teori dan Metode. Yogyakarta: Gadjah Mada
--------, Pendekatan Studi Permuki-man Sebagai
University Press, 2002.
Strategi Kegiatan Arkeologi Terpadu. Depok:
Haeruman, Herman. “Pengelolaan Sumber Daya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Alam dan Lingkungan Hidup dalam Usaha Universitas Indonesia, 2003.
Peningkatan Kualitas Hidup Jangka Panjang”
---------, “Pelestarian Sumberdaya Budaya
dalam Manusia dalam Keserasian Lingkungan
Maritim”. Makalah yang disampaikan dalam
(penyunting: Mohamad Soerjani dan Bahrin
Seminar Eksplorasi Sumberdaya Maritim
Samad), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Indonesia di Pusat Studi Jepang, Universitas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1983.
Indonesia. 2005.
Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata
Owen, OS, Natural Research Conser-vation on
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
Ecological Approach, Ed. 4, New York: Mac
University Press, 1997.
Millan Publishing, 1985.

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


55
Parillo N Vincent, Contemporary Social Problems. Suharto, Edi, Membangun Masyarakat
New York: John Wiley and Son, 1997. Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika
Aditama, 2005.
Purba, Jonny, Pengelolaan Lingkungan Sosial.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002. Sumarto, Hetifah Sj. Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan
Rambo,Terry A. Conceptual Approach to Human
Partisipatif di Indonesia, Jakarta: Yayasan
Ecology, Research Report No. 14. Honolulu:
Obor Indonesia, 2003.
Hawaai: East-West Environment and Policy
Institute, 1983). Sutrisno, Lukman. Menuju Masyarakat Partisipatif.
Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Raab, Eral and Gertude Jaeger Seiznik, Major
Social Problems. New York: Harper and Row Tanudirjo, Daud A., “Warisan Budaya Untuk
Publisher, 1994. Semua Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan
Budaya Indonesia Di Masa Datang”, dalam
Ramos, Roman, Community Participation Model.
Kumpulan Makalah Kongres Kebudayaan V
Canada : International Development Research
Di Bukittinggi. Jakarta : Dirjen Kebudayaan,
Center, 1986.
2003.
Sastropoetro, S.R.A, Partisipasi Komuni-kasi,
Tjandrasasmita, Uka, “Strategi Peles-tarian Benda
Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan
Cagar Budaya: hubungannya dengan
Nasional. Ban-dung : Alumni, 1995.
arkeologi”, makalah dalam Seminar Nasional
Sedyawati, Edi, “Pelestarian Seni Tradisi dalam Metodologi Riset Arkeologi. Depok: Jurusan
Program Pemerintah”, dalam Kumpulan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas
Makalah dan Sambutan .Jakarta : Dirjen Indonesia, 1995
Kebudayaan, 1999.
Tunggal, Arif Djohan, Peraturan Perundang-
Sharer, Robert J. and Wendy Ashmore, undangan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Fundamentals of Archaeology. California: The Harvarindo, 2001.
Benjamin / Cummings Publishing Company,
Veeger, K.J., Realitas Sosial.Jakarta: Gramedia,
1980.
1986.
Soerjani, Mohamad, Rofiq Ahmad dan Rozy
Yeung, Y.M. Participatory Urban Services in Asia.
Munir., Lingkungan: Sumberdaya Alam dan
Canada: International Development Research
Kependudukan dalam Pemba-ngunan. Jakarta:
Center, 1986.
UI Press, 1987.
Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan
Lingkungan: Meniti Gagasan dan
Pelaksanaan Sustainable Deve-lopment,
Jakarta: Institut Pendidikan dan
Pengembangan Lingkungan, 1997.
---------, Ekologi Manusia, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 2002
---------, “Lingkungan Hidup, Pengelolaan dan
Pemanfaatan dalam Pembangunan”, makalah
Pelatihan AMDAL PT. Komatsu : Indonesia
Tbk 25 Februari 2005, Jakarta: PT.
KOMATSU, 2005 (tidak diterbitkan).
Soerjani, Mohamad, Arief Yuwono, dan Dedi
Fardiaz, Lingkungan Hidup (The Living
Environment), Jakarta: IPPL dan Restu Agung,
2006.
Steward, Julian H., Theory of Culture Change,
(Urbana: University of Illinois Press, 1982),

Volume XI Nomor 02 Maret 2010 ISSN 1411-1829


56

You might also like