Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 9, No.
1 (2020): 63-70
P-ISSN 2302-559X; E-ISSN 2549-0818
PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT KIMIA PELET TANDAN
KOSONG KELAPA SAWIT
EFFECT OF TOREFACTION ON THE CHEMICAL PROPERTIES OF EMPTY
FRUIT BUNCH PELLETS
Irma Thya Rani1, Wahyu Hidayat1,, Indra Gumay Febryano1, Dewi Agustina Iryani2,
Agus Haryanto1, Udin Hasanudin1
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
1
2
Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Komunikasi Penulis, email: [email protected]
DOI:http://dx.doi.org/10.23960/jtep-l.v9.i1.63-70
Naskah ini diterima pada 25 Maret 2020; revisi pada 30 Maret 2020;
disetujui untuk dipublikasikan pada 30 Maret 2020
ABSTRACT
Palm oil solid waste that is relatively easy to find is empty fruit bunches (EFB). EFB biomass is converted into
pellets to get a uniform size, then heated through torrefaction into bioenergy so that its utilization is more optimal
and can increase economic value. Torrefaction was carried out using an electric furnace with a target temperature
of 280oC and a duration of 20 minutes. The purpose of this paper is to determine the effect of torrefaction on the
chemical properties of EFB pellets. The results of this study are hemicellulose and cellulose decreased by 0.58% -
0.77%, this happens because hemicellulose and cellulose are degraded with increasing temperature and time of
torrefaction. This is confirmed by changes in the line spectrum for FT-IR analysis where C-O, C=C, C-H, and O-H
experience changes in the line spectrum that indicate changes in chemical composition. Lignin increased after
torrefaction by 2.71%. Water content in EFB pellets decreased by 0.65%, while EFB pellets without treatment
(control) by 14.95% after torrefaction became 22.70%. The volatile content of EFB control pellets was 69.55%
after torrefaction to 61,21% so that the fixed carbon content of EFB control pellets was 10.03% and EFB pellets
after torrefaction became 14.23%. The heat value of EFB pellets before torrefaction is 15.82 MJ/kg, and after
torrefaction, the heating value increases to 18.28 MJ/kg so that it reaches the standard requirements of SNI 8675:
2018 as biomass pellets. Torrefaction pellets from EFB can provide a large increase in the quality of the bioenergy
chemical properties. Biomass torrefaction is very suitable for combustion in power plants and home industries.
Keywords: chemical composition, FTIR, oil palm empty fruit bunches, torrefaction
ABSTRAK
Limbah padat perkebunan sawit yang relatif mudah dijumpai ialah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Biomassa
TKKS dikonversikan menjadi pelet untuk mendapatkan ukuran yang seragam, kemudian ditorefaksi untuk
digunakan sebagai bioenergi sehingga pemanfaatannya lebih optimal dan dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Torefaksi dilakukan menggunakan electric furnace dengan target suhu 280oC dan durasi selama 20 menit. Tujuan
dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh torefaksi terhadap sifat kimia pelet TKKS. Hasil dari penelitian
ini ialah kadar hemiselulosa dan selulosa menurun sebesar 0,58% - 0,77% hal tersebut terjadi karena hemiselulosa
dan selulosa terdegradasi seiring dengan peningkatan suhu dan waktu torefaksi. Hal tersebut diperkuat dengan
perubahan gugus fungsi terhadap analisis FT-IR dimana gugus C-O, C=C, C-H, dan O-H mengalami perubahan
spektrum garis pita yang menandakan adanya perubahan komposisi kimia. Sedangkan kadar lignin meningkat
setelah torefaksi sebesar 2,71%. Kadar air pada pelet TKKS menurun sebesar 0,65 %, sedangkan abu pelet TKKS
tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 14,95% setelah tertorefaksi menjadi 22,70%. Zat terbang pelet TKKS kontrol
sebesar 69,55% setelah tertorefaksi menjadi 61,21% sehingga diperoleh nilai karbon terikat pelet TKKS kontrol
sebesar 10,03% dan pelet TKKS yang tertorefaksi sebesar 14,23%. Nilai kalor pelet TKKS sebelum torefaksi
sebesar 15,82 MJ/kg, dan setelah torefaksi nilai kalor meningkat menjadi 18,28 MJ/kg sehingga memenuhi SNI
8675:2018 pelet biomassa. Pelet TKKS yang tertorefaksi dapat memberikan peningkatan besar dalam kualitas
sifat kimia bioenergi.
Kata Kunci: FTIR, komposisi kimia, tandan kosong kelapa sawit, torefaksi
63
Pengaruh torefaksi terhadap sifat... (Rani, dkk)
I. PENDAHULUAN II. BAHAN DAN METODA
Peningkatan konsumsi dari 3 sumber energi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
utama meliputi minyak bumi, batu bara dan gas sampai Desember 2019. Persiapan bahan dan
alam mencapai 5,6%. Total konsumsi energi proses torefaksi dilakukan di lokasi
tahun 2018 terdiri dari yang sektor transportasi Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Jurusan
40%, industri 36%, rumah tangga 16%, dan Kehutanan dan Lapangan Terpadu Fakultas
sektor lainnya 6-8% (BPPT 2019). Sehingga Pertanian. Analisis proksimat dan nilai kalor
perlu dicari sumber energi lain yang dapat dilakukan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin
diperbarui dan ramah lingkungan salah satunya Pertanian Fakultas Pertanian, dan Laboratorium
biomassa. Biomassa merupakan material Biofuel Teknik Kimia Fakultas Teknik. Analisis
organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis FT-IR dilakukan di Laboratorium Inovasi
(Syamsiro, 2016). Kelapa sawit merupakan salah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
satu biomassa hasil pertanian yang Alam, Universitas Lampung.
diperdagangkan untuk industri dalam negeri
maupun luar negeri. Biomassa yang relatif Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mudah dijumpai ialah limbah padat perkebunan sarung tangan, saringan (strainer), furnace,
sawit salah satunya tandan kosong kelapa sawit stopwatch, kaliper digital, timbangan digital,
(TKKS) (Wardani dan Widiawati, 2017). oven (electric furnace), cawan porselin, alat tulis,
tallysheet, kamera dan laptop. Bahan yang
Biomassa masih memiliki kerapatan rendah, digunakan ialah alumunium foil, pelet TKKS yang
ukuran yang tidak seragam, kemudahan diperoleh dari PT. Toba Hijau Sinergi di Provinsi
menyerap air (higroskopis) serta sulit dalam Medan, Sumatera Utara, pengolahan data
penanganan, penyimpanan, dan transportasi. menggunakan Microsoft Word 2010 dan
Oleh karena itu diperlukan cara untuk Microsoft Excel 2010.
mengatasinya dengan densifikasi. Densifikasi
adalah teknik konversi biomassa menjadi bahan 2.1. Persiapan Bahan dan Perlakuan
bakar salah satunya pelet, dengan tujuan Pendahuluan
meningkatkan densiti sehingga memudahkan
dalam penanganan, penyimpanan dan 2.1.1. Penyaringan
transportasi karena memiliki ukuran yang Pelet tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang
seragam (Wibowo et al., 2017). Pelet adalah telah disiapkan lalu dilakukan tahap pertama
biomassa yang diperkecil ukurannya, kemudian yaitu penyaringan menggunakan saringan
dipadatkan sehingga berbentuk silindris yang (strainer) dengan tujuan memisahkan pelet TKKS
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. dengan debu dan serbuk sisa pelet.
Kelemahan pelet ialah kepadatan energi yang
rendah, nilai kalor yang rendah dan kadar air yang 2.1.2. Penyortiran
tinggi. Sehingga diperlukan metode thermal Pelet TKKS dipilih melalui tahap sortasi. Pelet
untuk meningkatkan kualitas pelet biomassa, TKKS dipisahkan menurut ukuran sampel
salah satu metode thermal yang digunakan pada sebesar 1-2 cm. Lalu dilakukan tahap
penelitian ini ialah torefaksi. pengukuran dengan cara menimbang berat
masing-masing pelet pada kondisi kering udara
Torefaksi adalah pemanasan biomassa secara dan kering tanur. Sampel pelet TKKS kemudian
perlahan dengan kisaran suhu 200 – 300oC yang disimpan dengan menggunakan kontainer plastik
dilakukan dengan kondisi sedikit atau tanpa untuk menjaga pelet dari kelembaban udara.
oksigen (Syamsiro, 2016). Pelet biomassa yang
telah ditorefaksi akan menghasilkan black pellet. 2.2. Torefaksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Torefaksi menggunakan electric furnace
pengaruh torefaksi terhadap perubahan sifat dilakukan dengan menentukan target suhu
kimia dan peningkatan nilai kalor pelet TKKS. torefaksi sebesar 280 oC dan waktu tinggal
64
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 9, No. 1 (2020): 63-70
P-ISSN 2302-559X; E-ISSN 2549-0818
(residence time) selama 20 menit. Pelet TKKS 2.3.2. Analisis Perubahan Gugus Fungsi
yang telah disiapkan kemudian ditimbang Analisa perubahan gugus fungsi untuk
dengan menggunakan timbangan digital sebesar menentukan kualitas suatu biomassa
5 gram, kemudian pelet TKKS dibungkus dengan menggunakan Spectroscopy Fourier Transform
alumunium foil dan beri lubang di setiap bagian Infrared (FTIR) tipe varian 2000 FTIR scimiter
sisinya. Setelah target suhu torefaksi tercapai, series dengan metode KBr. Sampel digerus dalam
lalu masukan sampel pelet TKKS ke dalam electric mortar kecil bersama padatan KBr. Setelah selesai
furnace (oven) dan lakukan pengamatan pada digerus, masukan sampel kedalam cetakan
suhu dan waktu yang ditentukan. Setelah berbentuk cincin dengan rata. Lalu
tercapai waktu 20 menit keluarkan sampel dan dikompresikan dengan alat penekan hidrolik dan
dikondisikan dalam kondisi ruangan pada suhu keluarkan sampel dari cetakan. Letakan sampel
25-30oC dengan kelembaban relatif (RH) 70- kedalam spectrofotometer IR untuk kemudian
80%. dianalisis dimana semua spectrum dicatat pada
suhu kamar.
2.3. Pengujian dan Analisis Sifat Kimia Black
Pellet TKKS 2.3.3. Nilai Kalor
Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat
2.3.1. Analisis Komposisi Kimia bomb calorimeter (PARR 1341) yang mengacu
Analisis komposisi kimia meliputi lignin, selulosa, pada ASTM – D 2015 dengan satuan MJ/kg.
dan hemiselulosa dilakukan dengan mengacu Sampel TKKS disiapkan sebanyak ±5 g ke dalam
pada metode Chesson (Datta, 1981). Sampel cawan porselin, kemudian dimasukkan dalam
dikering tanurkan dengan suhu 105°C sampai oven pada suhu 105°C selama 3 jam. Cawan
bobot konstan. Diambil 1 g sampel kering dan porselin berisi sampel setelah dipanaskan
ditambahkan 150 ml aquades, lalu dididihkan kemudian didinginkan dalam desikator dan
selama 2 jam disertai dengan pendingin balik. ditimbang hingga bobot konstan. Sampel yang
Saring dan dioven pada suhu 105°C, kemudian telah didinginkan ditentukan nilai kalor dengan
ditimbang sehingga diperoleh residu pertama instrumen bomb calorimeter.
(R1). Selanjutnya dididihkan kembali residu
pertama menggunakan 150 ml H2SO41N selama 2.3.4. Analisis Proksimat
1 jam disertai dengan pendingin balik lalu
disaring. Residu dicuci dengan 300 ml aquades 1. Kadar Abu
dan di oven pada suhu 105 °C lalu ditimbang Pengujian kadar abu mengacu pada standar SNI
sehingga didapatkan residu kedua (R2). Residu 8675:2018. Sampel pelet TKKS sebanyak ±2 g di
kedua ditambahkan dengan 10 ml H2SO4 72% dan dalam cawan porselen diabukan dalam tanur
didiamkan selama 4 jam pada suhu kamar. listrik pada suhu 550°C selama 2 jam. Sampel
Setelah itu, residu ditambahkan dengan H2SO41 abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
N sebanyak 150 ml dan dididihkan selama 2 jam Kadar abu dihitung dengan persamaan berikut:
disertai dengan pendingin balik. Kemudian
residu disaring lalu dicuci dengan 300 ml aquades BeratAbu( g )
KadarAbu * 100% (4)
dan di oven pada suhu 105 ° C sehingga BeratKeringSampel ( g )
didapatkan residu ketiga (R3). Residu keempat
(R4) diperoleh dengan pengabuan residu pada 2. Kadar Zat Terbang
suhu 550°C selama 2 jam dan ditimbang. Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar SNI
8675:2018. Sebanyak ±2 g pelet TKKS ditimbang
R1 R 2
Hemiselulosa * 100% (1) dalam cawan porselen beserta tutup. Cawan
Sampel berisi sampel serbuk dimasukkan ke dalam tanur
listrik dan dipirolisis pada suhu 950 ºC selama 7
R 2 R3
Selulosa * 100% (2) menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan
Sampel ditimbang. Kadar zat terbang (KZT) dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
R3 R 4
Lignin * 100% (3) KehilanganBeratSampel ( g )
Sampel KZT(%) *100% (5)
BeratKeringSampelAwal ( g )
65
Pengaruh torefaksi terhadap sifat... (Rani, dkk)
3. Kadar Karbon Terikat (fixed carbon) pada biomassa semakin tinggi. Lignin yang
Karbon terikat (FC) merupakan kandungan terdapat diantara sel-sel di dalam dinding sel
karbon dalam sampel setelah penghilangan kadar berfungsi sebagai perekat antar sel. Lignin dapat
air, zat terbang dan abu. Analisis ini mengacu mempertinggi sifat racun yang membuat kayu
pada SNI 8675:2018 yang dapat dihitung sebagai tahan bakteri–bakteri perusak dan serangga
berikut: serta beberapa kelompok mikroorganisme
FC 100% ( KadarAir KZT KadarAbu ) (6) seperti jamur (Setiawan et al., 2012). Proporsi
lignin yang meningkat mungkin terjadi karena
penurunan menurunnya proporsi hemiselulose
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan selulose. Kadar lignin yang semakin tinggi
baik untuk proses perlakuan panas karena lignin
3.1. Komposisi Kimia pada Pelet TKKS terdekomposisi pada suhu 280oC sampai 500oC
Kandungan hemiselulosa pada pelet kontrol dan dapat memberikan rendemen arang tinggi
sebesar 26%, setelah dilakukan torefaksi sebagai bioenergi (Darmawan, 2017).
menggunakan oven (electric furnace)
hemiseluosa mengalami penurunan menjadi 3.2. Analisis Fourier Transform Infrared
15%. Hal ini juga terjadi terhadap selulosa pada (FTIR)
pelet TKKS dimana pelet kontrol memiliki Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan selulosa sebesar 35% dan kualitas suatu biomassa yang mengalami
terdegradasi setelah melalui proses torefaksi perubahan struktur karena ada perlakuan panas.
menggunakan oven (electric furnace) menjadi Cekungan dan gelombang menunjukkan ikatan
27% nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. unsur pada sampel yang diuji mengalami
Kandungan hemiselulosa dan selulosa pada pelet perubahan gugus fungsi. Hasil analisis dan
biomassa dapat terdegradasi seiring dengan pengujian FTIR dapat dilihat pada Gambar 1.
peningkatan suhu yang diberikan. Kandungan Hasil penelitian menunjukkan adanya
kimia lignin pada pelet TKKS kontrol sebesar perubahan gugus fungsi pelet TKKS dibeberapa
17% mengalami peningkatan menjadi 46% kisaran bilangan gelombang. Perubahan gugus
setelah melalui proses torefaksi. Komposisi fungsi pada pelet TKKS dapat dilihat pada Tabel
kimia pada pelet TKKS dapat dilihat pada Tabel 2.
1.
Penurunan kandungan hemiselulosa seiring Bilangan gelombang antara 2700 – 3600 cm 1
dengan kenaikan temperatur dan lama waktu yang merupakan vibrasi gugus O-H dan C-H
torefaksi (Irawan et al., 2015). Salah satu faktor mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan
yang mempengaruhi hemiselulosa dan selulosa bahwa adanya perubahan gugus fungsi dimana
ialah suhu, pada suhu yang tinggi akan sebagian besar hemiselulosa dan selulosa sudah
menyebabkan hemiselulosa dan selulosa yang mengalami degradasi atau terdekomposisi
didapat menurun (Dewanti et al., 2018). Hal (Lestari et al., 2018). Gugus C=C merupakan
tersebut sejalan dengan pernyataan Rubiyanti et struktur dari lignin yang berada pada kisaran
al. (2019) selulosa dan hemiselulosa dapat gelombang 1500-1800 cm 1. Hal tersebut
terdegradasi pada suhu tinggi dibandingkan menunjukkan bahwa pelet TKKS yang telah
dengan suhu yang lebih rendah, sehingga tertorefaksi dengan menggunakan electric
kehilangan berat massa biomassa lebih tinggi. furnace memiliki gelombang yang lebih tajam
Kehilangan kandungan tersebut menyebabkan dibandingkan dengan pelet TKKS kontrol (tanpa
berat biomassa menurun dan sifat hidrofobik perlakuan). Hal tersebut terjadi karena semakin
Tabel 1. Komposisi Kimia Pelet TKKS Kontrol (Sebelum Torefaksi), dan Pelet TKKS Setelah Torefaksi
(% d.b)
Perlakuan Hemiselulosa Selulosa Lignin Lain-Lain
Kontrol 26 35 17 22
Electric furnace 15 27 46 20
66
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 9, No. 1 (2020): 63-70
P-ISSN 2302-559X; E-ISSN 2549-0818
Gambar 1. Spektrum FTIR Pelet TKKS
Tabel 2. Perubahan Gugus Fungsi Pelet TKKS
Bilangan Gelombang (cm 1) Gugus Fungsi Kontrol Electric Furnace
900-1200 C=O Curam Melandai
1500-1800 C=C Landai Curam
2700-3000 C-H Curam Melandai
3300-3600 O-H Curam Melandai
Sumber: Lestari et al., (2018), Pangau et al., (2017), dan Sukarta dan Ayuni., (2016).
meningkatnya kadar lignin pada biomassa yang 280oC. Torefaksi biomassa dapat meningkatan
secara signifikan terakumulasi dari hemiselulosa nilai kalor berdasarkan kenaikan suhu dan waktu
dan selulosa yang terdegradasi pada proses torefaksi (Sulistio et al., 2020). Torefaksi pada
torefaksi pada suhu 270– 300 oC (Pangau et tandan kosong sawit pada rentang suhu 200-
al.,2017). 300 o C mendapatkan kenaikan nilai kalor
terhadap peningkatan suhu torefaksi yang
3.3. Nilai Kalor digunakan (Fernando dan Helwani, 2016). Nilai
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini kalor pelet bahan bakar berbanding terbalik
menunjukkan nilai kalor pada sampel pelet TKKS dengan nilai kadar air, semakin tinggi kandungan
kontrol (tanpa perlakuan) sebesar 15,82 MJ/kg. kadar air suatu pelet maka nilai kalor yang
Sedangkan pada pelet TKKS yang telah dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini
ditorefaksi electric furnace peningkatan nila dipertegas dengan pernyataan Mahdie et
kalor diperoleh sebesar 18,28 MJ/kg data al.(2016) dimana nilai kalor erat kaitannya
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. dengan kadar air dan kerapatan dari pelet yang
dihasilkan.
Nilai kalor merupakan salah satu parameter
penting dalam pemilihan bahan bakar padat 3.4. Analisis Proksimat
seperti pelet biomassa, Nilai kalor yang semakin Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui
tinggi menunjukkan kualitas bahan bakar yang efesiensi pembakaran suatu biomassa (pelet
semakin baik (Adrian et al., 2015). Keberadaan bahan bakar). Biomassa terdiri dari beberapa
nilai kalor yang tinggi sangat menguntungkan komponen seperti kadar air (moisture content)
pada penggunaan bahan bakar. Nilai kalor pelet zat mudah menguap (volatile matter), karbon
TKKS mengalami peningkatan 13,0% setelah terikat (fixed carbon), dan abu (ash). Hasil
torefaksi dengan electric furnace pada suhu analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 3.
67
Pengaruh torefaksi terhadap sifat... (Rani, dkk)
Gambar 2. Nilai Kalor Pelet TKKS dan Perbandingannya dengan Standar Pelet
Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Pelet TKKS (% d.b)
Perlakuan Kadar Air Kadar Abu Kadar Zat Terbang Fixed Carbon
Kontrol 5,47 14,95 69,55 10,03
Electric furnace 1,87 22,70 61,21 14,23
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kadar air pelet untuk mengetahui jumlah material padat yang
TKKS kontrol sebesar 5,47% menurun seiring dapat terbakar setelah komponen zat terbang
dengan peningkatan suhu torefaksi. Nilai kadar dihilangkan. Kadar karbon terikat sangat
abu pada pelet TKKS kontrol sebesar 14,95% dan berperan untuk mengetahui besar kecilnya nilai
mengalami peningkatan pada pelet TKKS yang kalor. Semakin tinggi kadar karbon terikat, maka
telah tertorefaksi electric furnace menjadi nilai kalor akan semakin tinggi (Wibowo et al.,
22,70%. Menurut Erni et al. (2018) peningkatan 2017). Hasil analisis kadar karbon terikat
kadar abu terjadi karena semakin lama dimana pelet TKKS kontrol belum memenuhi
pemanasan yang dilakukan terhadap biomassa syarat SNI sebagai pelet biomassa dan setelah
dimana jumlah air yang teruapkan dalam melalui proses torefaksi menggunakan electric
biomassa semakin besar. Kadar zat terbang furnace, pelet TKKS dapat memenuhin syarat
(volatile metter) dimana nilai pelet TKKS kontrol standar SNI sebagai pelet biomassa. Kadar karbon
sebesar 69,55% dan setelah tertorefaksi terikat yang meminimalkan standar SNI
menggunakan electric furnace nilai kadar zat 8675:2018 sebesar minimal 14%.
terbang meninkat menjadi 61,21%. Kadar zat
terbang yang dihasilkan semakin besar IV. KESIMPULAN DAN SARAN
disebabkan sebagian serbu kayu dan biomassa
tidak mengalami proses karbonisasi sehingga zat Kadar hemiselulosa dan selulosa pelet TKKS
terbang yang dihasilkan relatif lebih tinggi dan terdegradasi seiring dengan penambahan suhu
menghasilkan asap yang cukup banyak dan waktu torefaksi. Hal ini sejalan dengan
(Wibowo et al., 2016), namun hasil penelitian analisis FT-IR dimana gugus C-O, C=C, C-H, dan
ini menunjukkan semua perlakuan memenuhi O-H mengalami perubahan spektrum garis yang
SNI dimana maksimal kadar volatil SNI 8675 : menandakan adanya perubahan komposisi kimia
2018 sebesar 80%. yang terdegradasi melalui torefaksi. Kadar lignin
pelet TKKS meningkat sebesar 2,70%, hal
Kadar karbon terikat pada pelet TKKS kontrol tersebut terjadi karena degradasi hemiselulosa
sebesar 10,03% dan semakin meningkat setelah dan selulosa mengikat pada lignin dalam
pelet TKKS melalui proses torefaksi biomassa. Kadar abu meningkat menjadi 14,62%
menggunakan electric furnace sebesar 14,23%. setelah torefaksi. Sedangkan kadar zat terbang
Karbon terikat merupakan salah satu indikator meningkat menjadi 79,32% dan kadar karbon
68
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 9, No. 1 (2020): 63-70
P-ISSN 2302-559X; E-ISSN 2549-0818
terikat meningkat menjadi 65,70% sehingga Irawan, A., Riadz, T. dan Nurmalisa. 2015. Proses
karbon terikat memenuhi standar SNI 8675 : torefaksi tandan kosong kelapa sawit
2018. Nilai kalor pelet TKKS sebelum torefaksi untuk kandungan hemiselulosa dan uji
sebesar 15,82 MJ/kg, setelah torefaksi kemampuan penyerapan air. Jurnal
menggunakan electric furnace meningkat Reaktor. 15(3): 190-195.
menjadi 18,28 MJ/kg sehingga memenuhi
standar biopelet di negara Jerman. Penelitian Lestari, M.D., Sudarmin., dan Harjono. 2018.
lebih lanjut terkait proses torefaksi dengan Ekstraksi selulosa dari limbah pengolahan
penggunaan bahan baku (biomassa) yang agar menggunakan larutan naoh sebagai
berbeda sehingga memperbaiki kondisi prekursor bioetanol. Indonesian Journal
lingkungan dengan pemanfaatan yang optimal. of Chemical Science. 7(3): 236-242.
Mahdie, M.F., Subari, D., Sunardi., dan Ulfah. 2016.
DAFTAR PUSTAKA Pengaruh campuran limbah kayu rambai
dan api-api terhadap kualitas biopelet
Adrian, A., Sulaeman, R., dan Oktorini, Y. 2015. sebagai energi alternatif dari lahan basah.
Karakteristik pelet kayu dari limbah kayu Jurnal Hutan Tropis. 4(3): 246-253.
karet (Hevea brazilliensis Muell. Arg)
sebagai alternatif sumber energi Maryenti, R., Komalasari, dan Helwani, Z. 2017.
terbarukan. Jurnal Fakultas Pertanian. Pembuatan bahan bakar padat dari
2(2): 43-52. pelepah sawit menggunakan proses
torefaksi pada variasi suhu dan waktu.
ASTM D 2015-00. Standard Test Method for Jurnal Fakultas Teknik. 4(1): 1-4.
Gross Calorivic Value of Coal and Coke by
the Adiabatic Bomb Calorimeter. Pangau, J.R., Sangian, H.F., dan Lumi, B.M. 2017.
Karakterisasi bahan selulosa dengan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi iradiasi pretreatment gelombang mikro
(BPPT). 2019. Outlook Energi Indonesia terhadap serbuk kayu cempaka wasian
2019. Pusat Teknologi Pengembangan (Elmerillia ovalis) di SulawesiUtara. Jurnal
Sumber Daya Energi BPPT, Jakarta. Mipa Unsrat Online. 6(1): 53-58.
Darmawan, D. 2017. Karakteristik Bambu Rubiyanti, T., Hidayat, W., Febryano, I.G., dan
sebagai Bahan Energi Biomassa. Skripsi. Bakri, S. 2019. Karakteristik pelet kayu
Institut Pertanian Bogor. Lampung. 8-9. karet (Havea brasiliensis) hasil torefaksi
dengan reaktor Counter-Flow Multi Baffle
Dewanti, D.P. 2018. Potensi selulosa dari limbah (COMB). Jurnal Sylva Lestari. ISSN: 2549-
tandan kosong kelapa sawit untuk bahan 5747
baku bioplastik ramah lingkungan. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 19(1): 81-88. Setiawan, A., Andrio, O. Dan Coniwanti, P. 2012.
Pengaruh komposisi pembuatan biobriket
Erni, N., Kadirman. dan Fadilah, R. 2018. dari campuran kulit kacang dan serbuk
Pengaruh suhu dan lama pengeringan gergaji terhadap nilai pembakaran. Jurnal
terhadap sifat kimia dan organik tepung Teknik Kimia. 18(2): 9-16.
umbi talas (Colocasia esculenta). Jurnal
Pendidikan Teknologi Pertanian. 2(4): 95- Sidabutar, V.T.P. 2017. Kajian peningkatan potensi
105. ekspor pelet kayu indonesia sebagai
sumber energi biomassa yang terbarukan.
Fernando, A.Q., dan Helwani, Z. 2016. Torefaksi Jurnal Ilmu Kehutanan. 12 (2): 99-116.
tandan kosong kelapa sawit pengaruh
kondisi proses terhadap nilai kalor prodik Standar Nasional Indonesia (SNI). 2018. Pelet
torefaksi. Jurnal Fakultas Teknik. 3(2): 1- biomassa untuk energi. (SNI 8675-2018).
4. Badan Standardisasi Nasional.
69
Pengaruh torefaksi terhadap sifat... (Rani, dkk)
Sukarta, N., dan Ayuni., P.S. 2016. Analisis Wardani, A.P.K., dan Widiawati, D. 2017.
proksimat dan nilai kalor pada pelet Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit
biosolid yang dikombinasikan dengan sebagai material tekstil dengan pewarna
biomassa limbah bambu. Jurnal Sains dan alam untuk produk kriya. Jurnal Tingkat
Teknologi. 5(1): 728-736. Sarjana Bidang Seni Rupa dan Desain.
1(2): 3-10.
Sulistio, Y., Febryano, I.G., Hasanudin, U., Yoo, J.,
Kim, S., Lee, S., dan Hidayat, W. 2019. Wibowo, T., Setyawati, D., Nurhaida., dan Diba, F.
Pengaruh Torefaksi dengan Reaktor 2016. Kualitas biopelet dari limbah batang
Counter-Flow Multi Baffle (COMB) dan kelapa sawit dan limbah kayu
Electric Furnace terhadap Pelet Kayu penggergajian. Jurnal Hutan Lestari. 4(4):
Jabon (Anthocephalus cadamba). Jurnal 409-417.
Sylva Lestari. 8(1): 65-76.
Syamsiro, M. 2016. Peningkatan kualitas bahan
bakar padat biomassa dengan proses
densifikasi dan torefaksi. Jurnal Mekanik
Sistem Termal. 1(1): 7-13.
70