0% found this document useful (0 votes)
69 views19 pages

Penanaman Padi Hibrida

This document discusses hybrid rice development in Indonesia based on experiences from other Asian countries. It finds that hybrid rice has the potential to significantly increase yields compared to conventional rice, but also faces challenges including unstable production, susceptibility to pests and diseases, high seed prices, low grain quality, and unfavorable taste. For Indonesia, where hybrid rice is newly introduced, development will require a well-planned, gradual process with good socialization. Mass programs focused only on targets can reduce effectiveness and budget achievement. Agro-ecosystem conditions and farmer characteristics will be key to successful hybrid rice development.

Uploaded by

Zidan Kanai
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
69 views19 pages

Penanaman Padi Hibrida

This document discusses hybrid rice development in Indonesia based on experiences from other Asian countries. It finds that hybrid rice has the potential to significantly increase yields compared to conventional rice, but also faces challenges including unstable production, susceptibility to pests and diseases, high seed prices, low grain quality, and unfavorable taste. For Indonesia, where hybrid rice is newly introduced, development will require a well-planned, gradual process with good socialization. Mass programs focused only on targets can reduce effectiveness and budget achievement. Agro-ecosystem conditions and farmer characteristics will be key to successful hybrid rice development.

Uploaded by

Zidan Kanai
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 19

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA

DAN PROSPEK BAGI INDONESIA

Hybrid Rice Development: Lessons Learned from


Asia’s Experience and Its Prospect for Indonesia

Ashari dan I Wayan Rusastra

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail: [email protected]

Naskah diterima: 23 Mei 2014; direvisi: 21 Juli 2014; disetujui terbit: 8 Agustus 2014

ABSTRACT

Food security always occupies top government’s priority in national development due to its huge impact in terms
of social, economy, and politics of the country. Regarding the strategic role of food, the policy on increasing food
production and farmers' welfare constitute a crucial program, particularly in the Ministry of Agriculture. With the
increased demand for food (rice) steadily as well as the rice production levelling off, the government seeks a
technological breakthrough, such as hybrid rice introduction. This rice variety is expected to boost production
significantly, although its role is still debatable. This paper aims to look at the potential and challenges of hybrid
rice development in Indonesia as well as to describe the development in some countries as a comparative study.
The result shows both theoretically and factually in some countries, the hybrid rice has a higher potential yield
than non-hybrid rice as long as it meets the agronomic requirements. Nevertheless, the development of hybrids
(mainly outside of China) still encounters a set of problems, i.e. unstable production, susceptibility to pests and
diseases, expensive seed prices, low quality grain, and less-favored rice flavor. Specifically for Indonesia where
the hybrid rice is still newly introduced, the hybrid rice development will require a well-planned, gradual, and
socialization process. Mass program approaches in hybrid rice which is merely to capture the target oriented, tend
to create an ineffectiveness both of output achievement and budget. Agro-ecosystem aspect and the
characteristics of farmers in terms of social, economic and cultural sides become a key factor to accomplish the
successful hybrid rice development in the future.

Keywords: food security, development program, hybrid rice, quality grain, Indonesia

ABSTRAK

Ketahanan pangan selalu menjadi prioritas utama pemerintah dalam pembangunan nasional karena memiliki
implikasi yang luas terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik nasional. Dengan peran yang strategis tersebut
kebijakan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani selalu menjadi agenda penting,
terutama di Kementerian Pertanian. Dengan terus meningkatnya permintaan akan pangan (beras) serta
kecenderungan terjadinya pelandaian produksi maka pemerintah berupaya melakukan sejumlah terobosan di
antaranya dengan memperkenalkan padi hibrida. Varietas ini diharapkan mampu mendongkrak produksi beras
secara nyata walaupun peran tersebut masih menimbulkan perdebatan. Paper ini bertujuan melihat potensi dan
tantangan pengembangan padi hibrida di Indonesia sekaligus memaparkan kondisi pengembangan di beberapa
negara sebagai studi perbandingan. Hasil studi menunjukkan bahwa secara teori dan faktual di beberapa negara
lain padi hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi dari inbrida asalkan memenuhi persyaratan agronomis. Namun
demikian, pengembangan hibrida di luar negara Cina secara umum masih menghadapi sejumlah kendala di
antaranya ketidakstabilitan produksi, kerentanan terhadap hama penyakit, harga benih yang mahal, kualitas
gabah yang rendah, dan rasa nasi yang belum sesuai dengan keinginan konsumen. Dalam konteks Indonesia, di
mana padi hibrida masih menjadi komoditas yang relatif baru (inovasi), maka dalam pengembangan memerlukan
tahapan-tahapan yang terencana dan proses sosialisasi yang matang. Massalisasi padi hibrida melalui program
dan hanya berorientasi pada target realisasi menyebabkan ketidakefektifan baik dari sisi capaian output maupun
anggaran. Kondisi agroekosistem serta karakteristik petani baik aspek sosial, ekonomi dan budaya menjadi faktor
kunci bagi keberhasilan pengembangan padi hibrida ke depan.

Kata Kunci: ketahanan pangan, program pembangunan, padi hibrida, kualitas gabah, Indonesia

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

103
PENDAHULUAN menjadi lebih dari 6 ton/ha agar mampu
mencukupi kebutuhan pangan penduduk.
Upaya pemerintah dalam penyediaan
Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan pangan (beras) dihadapkan pada sejumlah
salah satu hak dasar manusia dan dalam tantangan. Salah satu tantangan berat sejak
perspektif makro, kecukupan pangan di suatu lebih dari dua dekade ini adalah terjadinya
negara menjadi faktor penentu bagi ketahanan konversi lahan sawah ke peruntukan lainnya.
nasional. Di Indonesia, berbicara tentang Walaupun terdapat beberapa versi data luasan
pangan akan identik dengan beras yang konversi, Sekretariat Negara RI (2010)
merupakan makanan pokok penduduk. menyebutkan bahwa lebih dari 27.000 ha
Kelangkaan pasokan komoditas ini dapat lahan pertanian beralih fungsi setiap tahun
menimbulkan permasalahan serius pada (terutama di Pulau Jawa) untuk penggunaan
aspek sosial, ekonomi, dan politik bahkan lebih perumahan, industri, dan infrastruktur.
jauh berpotensi menyebabkan terjadinya Konversi lahan sawah sangat mempengaruhi
pergantian kepemimpinan nasional seperti keberlanjutan produksi beras sehingga me-
yang terjadi pada tahun 1966 dan 1998 merlukan penanganan serius.
(Suryana et al., 2009).
Untuk menkompensasi kehilangan
Mengingat peran beras yang sangat lahan pertanian, pemerintah telah dan sedang
vital, kebijakan terkait dengan stabilisasi berupaya melakukan pencetakan lahan sawah
penyediaan beras dan perbaikan kesejahtera- baru di luar Jawa. Namun, langkah ini
an petani padi selalu menjadi prioritas dipandang tidak sederhana dan menghadapi
pemerintah. Suryana et al. (2009) menyebut- sejumlah kendala. Antisipasi dampak konversi
kan ada beberapa alasan pemerintah untuk lahan terhadap ketersediaan pangan juga
menjalankan kebijakan tersebut, yaitu: (1) dilakukan pada ranah legislasi. Pemerintah
lebih dari 20 juta keluarga petani dan pekerja telah mensahkan UU No. 41/2009 tentang
menggantungkan pendapatannya pada usaha- Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Ber-
tani padi; (2) permintaan beras selalu mening- kelanjutan. Walaupun demikian, dalam tataran
kat setiap tahun seiring dengan pertumbuhan operasional pelaksanaan UU tersebut masih
penduduk; (3) produksi padi secara alami belum berjalan efektif. Apalagi di era Otonomi
menghadapi ketidakpastian akibat permasalah- Daerah dengan segala dinamika sosial,
an hama penyakit tanaman, perubahan iklim, ekonomi, budaya, dan kelembagaan di
dan meningkatnya harga input; dan (4) masing-masing daerah membuat implementasi
usahatani padi masih menjadi andalan utama UU ini menjadi tidak mudah.
dalam penciptaan lapangan dan penyerapan Tanpa mengabaikan pentingnya pro-
tenaga kerja di perdesaan. Di samping itu, gram ektensifikasi seperti pencetakan lahan
program diversifikasi pangan yang diharapkan sawah, usaha peningkatan produksi melalui
dapat mengurangi ketergantungan akan intensifikasi dipandang masih menjadi pilihan
konsumsi beras ternyata belum berjalan utama dalam pencapaian ketahanan pangan di
sesuai dengan harapan. Konsekuensinya, Indonesia. Merujuk pada perjalanan sejarah,
tingkat konsumsi beras per kapita di Indonesia upaya peningkatan produksi dengan program
masih tetap tinggi sehingga pemerintah harus intensifikasi telah dilakukan pemerintah sejak
mengerahkan segala upaya untuk menjamin akhir tahun 1960-an. Pemerintah saat itu telah
kecukupan beras melalui berbagai program. melakukan beberapa upaya untuk meningkat-
IRRI (2010) menyebutkan bahwa kan produksi pangan melalui program
konsumsi beras per kapita di Indonesia tahun intensifikasi, di antaranya dengan penggunaan
2010 masih sekitar 139 kg/kapita/tahun dan input pertanian modern termasuk varietas
termasuk tertinggi di dunia. Dengan laju benih bermutu (Sayaka, 2003).
pertumbuhan penduduk sekitar 1,3-1,5 persen/ Program ketahanan pangan terus
tahun, konsekuensinya adalah pertumbuhan menjadi perhatian dari setiap regim pemerin-
produksi beras harus lebih tinggi atau minimal tahan satu ke selanjutnya. Pada tahun 2007
setara dengan pertumbuhan penduduk. Lebih misalnya, pemerintah telah meluncurkan pro-
lanjut, IRRI memperkirakan Indonesia akan gram “Peningkatan Produksi Beras Nasional”
membutuhkan 38 persen beras lebih banyak atau P2BN. Tujuan utama program ini adalah
pada 25 tahun mendatang. Dengan bertambah- meningkatkan produksi beras sebesar 2 juta
nya kebutuhan beras tersebut, rata-rata ton atau setara dengan 6,4 persen tahun 2007
produktivitas saat ini (4,6 ton/ha) harus dipacu dan 5 persen untuk tahun berikutnya hingga

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

104
2009 (BB Padi, 2007). Bahkan pada tahun bertujuan untuk melihat potensi dan tantangan
2011 pemerintah mencanangkan pencapaian pengembangan padi hibrida dalam men-
surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. dukung penyediaan beras di Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, program Sebagai bahan pembelajaran, pengalaman
strategis yang dijalankan sejak tahun 2008 negara lain di Asia dalam pengembangan padi
adalah Sekolah Lapangan Pengelolaan hibrida akan dibahas dalam makalah ini.
Tanaman Terpadu/SLPTT (Harianto, 2013).
Pada program SLPTT, salah satu
PERKEMBANGAN PADI HIBRIDA DI
kegiatan untuk mendongkrak produksi pangan
INDONESIA
adalah penggunaan benih padi hibrida. Untuk
mendukung kegiatan ini pemerintah mem-
berikan subsidi dengan menyediakan benih Penelitian pertama pengembangan padi
padi hibrida secara gratis. Pemerintah ingin hibrida di Indonesia dimulai pada tahun 1983
menjadikan padi hibrida sebagai sumber baru oleh Balai Tanaman Padi (Samaullah et al.,
pertumbuhan produksi beras nasional. 2006). Selama 10 tahun berikutnya perkem-
Varietas padi hibrida ditargetkan mampu bangan penelitian padi hibrida berjalan sangat
menyumbang tambahan tingkat produktivitas lambat. Namun, kebuntuan tersebut berakhir
hingga 2 ton/ha yang berarti jauh lebih tinggi ketika IRRI mendukung penelitian secara
dibandingkan target peningkatan padi inbrida intensif pada tahun 1993. Menurut Krishnaiah
sebesar 0,75 ton/ha (Kementan 2013). (2002), pada masa itu ada tiga faktor yang
Beberapa pihak masih meragukan menghambat proses pengembangan padi
kemampuan padi hibrida dalam menyumbang hibrida di Indonesia yaitu: (1) kurangnya
produksi beras nasional. Pemberian subsidi sumber daya manusia yang terlatih, (2) tidak
benih hibrida dengan anggaran yang cukup adanya jaringan yang terorganisir secara baik,
dan (3) lemahnya kegiatan kerja sama.
besar juga menimbulkan pertanyaan akan
Selanjutnya, untuk mendukung perkembangan
efektivitasnya. Studi yang dilakukan Rachman
padi hibrida di Indonesia FAO memelopori
et al. (2009) mengemukakan bahwa masih
Program Kerja Sama Teknik (The Technical
terdapat perbedaan pandangan dalam pe-
Cooperation Program) pada tahun 2000-2001.
ngembangan padi hibrida, khususnya melalui
Kegiatan utama dari proyek ini melakukan
program SLPTT. Tingkat produktivitas padi
review status perencanaan pengembangan
hibrida dianggap tidak berbeda nyata di-
sumber daya manusia melalui study tour,
bandingkan inbrida. Walaupun demikian, program pelatihan baik di dalam maupun luar
Supriyadi et al. (2012) menemukan di negeri. Di samping itu, dilakukan kajian tentang
beberapa lokasi program yang mengaplikasi- evaluasi percobaan hibrida, melaksanakan
kan teknik budi daya yang baik dan dengan dan mengontrol demonstrasi poduksi benih,
iklim yang kondusif, padi hibrida mampu persiapan program jangka menengah, dan
menghasilkan produksi jauh lebih tinggi menyelenggarakan workshop nasional.
dibanding inbrida hingga mencapai selisih
sekitar 2 ton/ha. Dengan berbagai kendala dan
tantangan yang dihadapi, akhirnya Indonesia
Terlepas dari keraguan akan keandal- berhasil melepas varietas padi hibrida yaitu
an dan efektivitas padi hibrida dalam Maro dan Rokan pada tahun 2002. Setelah
mendongkrak produksi beras nasional, setidak- pelepasan pertama, pada tahun-tahun
nya varietas padi hibrida dapat dijadikan berikutnya beberapa varietas lainnya mampu
sebagai teknologi terobosan (breaktrough). dihasilkan. Secara total terdapat 11 varietas
Berdasarkan pengalaman negara lain yang padi hibrida yang telah dilepas sejak tahun
telah lebih dahulu mengembangkan padi 2002 di antaranya: Intani 1, Intani 2, Miki 1,
hibrida menunjukkan varietas ini memiliki Miki 2, Miki 3, Longping Pusaka 1, Longping
sejumlah potensi untuk dikembangkan. Walau- Pusaka 2, Batang Samo, Batang Kampar,
pun demikian, tidak dipungkiri juga menghadapi Maro dan Rokan. Dua varietas terakhir
banyak kendala dan tantangan. Oleh karena dihasilkan oleh lembaga riset pemerintah dan
itu, diperlukan penggalian informasi terkait sisanya oleh perusahaan swasta (Samaullah
potensi dan tantangan pengembangan padi et al., 2006). Pada tahun 2007 jumlah varietas
hibrida secara berimbang dengan harapan padi hibrida meningkat secara drastis
akan dapat menjadi masukan yang obyektif mencapai 31 varietas (Badan Litbang, 2007), 6
bagi pengambil kebijakan. Makalah ini di antaranya dihasilkan oleh Balai Penelitian

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

105
Padi. Sementara itu, Wardana (2012) pada tahun 2008, namun sebelum program
menyebutkan bahwa hingga tahun 2012 lebih tersebut berjalan secara efektif didahului
dari 50 varietas padi hibrida telah dilepas, dengan kegiatan demonstrasi lapang
sebanyak 17 varietas di antaranya merupakan penanaman padi hibrida. Selain itu, di spot-
hasil dari Balai Besar Padi. spot tertentu ada penanaman dari kegiatan
Luasan penanaman padi hibrida di ujicoba oleh perusahaan benih padi hibrida.
beberapa negara ditampilkan pada Tabel 1. Relatif rendahnya pertanaman padi hibrida
Dari tabel tersebut terlihat bahwa area mengindikasikan bahwa tanaman padi hibrida
penanaman padi hibrida di Indonesia relatif masih tergolong baru bagi petani. Hal ini juga
kecil dibandingkan dengan negara lain seperti menggambarkan bahwa diseminasi inovasi
Cina, India, Vietnam, dan Filipina. Luas bukan hal yang mudah dan memerlukan
tanaman padi hibrida sekitar 0,2 persen dari dukungan kebijakan pemerintah yang
total areal padi di Indonesia (2006) dan diimplementasikan dalam bentuk program
tumbuh secara pesat hingga 2009 menjadi 5,2 seperti SLPTT.
persen, kemudian turun menjadi 4,9 persen
pada tahun 2010. Sementara, menurut PENGALAMAN PENGEMBANGAN PADI
Wardana (2012) luasan padi hibrida pada HIBRIDA DI ASIA
tahun 2012 mengalami penurunan menjadi
sekitar 3,9 persen. Dari Tabel 1 terlihat bahwa
Cina mengukuhkan diri sebagai negara Pengertian atau istilah padi hibrida sesungguh-
dengan pertanaman padi hibrida terbesar nya merujuk pada turunan pertama (F1) dari
karena hampir setengah dari total areal padi persilangan dua tetua yang secara genetis
adalah padi hibrida. Di Cina, padi hibrida juga berbeda, di mana F1 memiliki keunggulan
menyumbang secara signifikan dalam dibanding kedua tetuanya karena manifestasi
peningkatan produktivitas beras nasional dari fenomena biologi yang dikenal sebagai
dengan penyediaan pangan bagi 60 juta hybrid vigor atau heterosis (Vermani, 2002).
tambahan penduduk per tahun. Padi hibrida di Adapun Sumarno (2007) mendeskripsikan
Cina dianggap banyak kalangan sebagai teknologi hibrida sebagai upaya untuk
sukses besar dalam program pertanian merekonstruksi seluruh pasangan gen pada
nasional (Li et al., 2010). Vietnam dan India tanaman menjadi heterozygot, dengan jalan
juga memiliki trend positif dalam luasan padi membuat benih dari persilangan. Dampak dari
hibrida walaupun terbilang agak lambat. seluruh pasangan gen-gen yang heterozygot
tersebut adalah timbulnya gejala heterosis,
yaitu produktivitas tanaman hibrida melebihi
Tabel 1. Proporsi Luas Area Pertanaman Padi
produktivitas varietas nonhibrida.
Hibrida terhadap Total Luas Per-
tanaman Padi di Lima Negara di Menurut Satoto dan Suprihatno
Asia, 2000-2010 (%) (2008), ada dua hal penting terkait dengan
gejala heterosis yang perlu dipahami yaitu
Tahun Negara kenyataan bahwa apabila dua genotipe
Cina Bangladesh India Indonesia Filipina Vietnam homozygot disilangkan menghasilkan genotipe
2000 45,3 0,0 0,4 0,0 0,0 5,7 hibrida yang penampilannya melebihi tetua-
2001 49,6 0,0 0,4 0,0 0,3 6,4 nya. Selanjutnya, tidak terdapat kemungkinan
2002 50,2 0,2 0,5 0,0 1,2 6,7 menyeleksi (memilih) genotipe tanaman F2
2003 49,4 0,3 0,7 0,0 3,3 8,1 atau pada generasi selanjutnya yang homo-
2004 51,2 0,8 1,4 0,0 3,2 7,7
zygot dan sama penampilannya dengan
2005 51,4 1,9 1,8 0,0 4,6 9,0
2006 52,1 3,7 2,3 0,2 8,8 8,0 penampilan hibrida F1. Konsekuensinya,
2007 50,3 9,5 2,5 2,4 4,7 8,5 tanaman yang diproduksi dari benih hibrida
2008 54,1 8,9 3,2 2,6 4,5 8,8 (F2) akan kehilangan vigor hybrid. Dengan
2009 52,1 7,5 3,7 5,2 4,3 9,4 demikian, petani tidak dapat menggunakan
2010 51,8 6,8 4,6 4,9 4,6 10,0 padi hibrida (F2) karena hasil panen akan
Sumber: Spielman et al. (2012) menurun secara drastis (David, 2007).
Sementara itu, Sumarno (2007) menyatakan
Terkait dengan pertanaman padi bahwa tingkat heterosis pada padi hibrida
hibrida di Indonesia, diduga merupakan sekitar 15-20 persen, namun kisaran ini bukan
realisasi dari pelaksanaan program SLPTT. sebagai angka pasti sehingga ada
Walaupun program ini secara resmi dimulai kemungkinan lebih besar atau lebih kecil.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

106
Terkait dengan teknologi padi hibrida pengembangan padi hibrida di Cina. Pertama,
ini tidak dapat diabaikan peranan negeri Cina di bawah sistem pemerintahan yang terpusat,
sebagai pioner dan sekaligus dianggap paling regim dapat langsung mempengaruhi petani
sukses dalam pengembangan padi hibrida. untuk menanam padi hibrida. Dalam hal ini Lin
Selanjutnya teknologi padi hibrida dikembang- (1991) dan Barker dan Herdt (1995)
kan dan diikuti oleh negara lain di Asia seperti menyebutkan bahwa pada tahap awal,
India, Bangladesh, Filipina, Vietnam, Indonesia tekanan dari pemerintah merupakan faktor
dan beberapa negara lainnya. Kinerja dan utama tingginya adopsi padi hibrida di Cina.
dinamika perkembangan padi hibrida di Kedua, hampir semua lahan sawah (97%)
masing-masing negara disajikan pada bahas- merupakan lahan irigasi dan lingkungan serta
an berikut. metode tanam kondusif untuk adopsi padi
hibrida. Ketiga, sampai akhir 1980-an, kualitas
beras tidak menjadi perhatian utama di bawah
Cina sistem kuota pemasaran beras yang
Penelitian pertama padi hibrida dilakukan di mewajibkan petani untuk menjual sebagian
Cina pada tahun 1964 dan baru berhasil produksi padi mereka dengan harga rendah
menciptakan varietas komersial pada tahun dengan mengabaikan kualitas gabah. Selain
1976. Sejak saat itu, luas areal padi hibrida itu, sebagian produksi juga dijadikan pakan
meningkat secara nyata dan pada tahun 2003 ternak di mana kualitas gabah dianggap tidak
lebih dari 15 juta ha sekitar 52 persen dari luas penting. Keempat, adanya subsidi untuk
total area padi merupakan padi hibrida. Luas penelitian dan pengembangan, produksi benih
areal ini juga berarti lebih dari 90 persen dari dan distribusi yang semua dilakukan oleh
total padi hibrida yang ditanam di kawasan pemerintah hingga tahun 1990-an.
Benua Asia. Menurut Janaiah et al. (2002) Sementara itu, terjadinya levelling off
promosi padi hibrida disubsidi secara besar- bahkan penurunan penyebaran padi hibrida di
besaran oleh pemerintah. Bagi petani disedia- awal 1990-an disebabkan oleh kesulitan teknis
kan benih gratis, subsidi pupuk dan pestisida pengembangan varietas Japonica di Cina
serta pemasaran dilakukan oleh pemerintah. bagian utara (Virmani dan Kumar 2004).
Yuan (2004) melaporkan hasil padi hibrida Selain itu, juga disebabkan oleh meningkatnya
rata-rata di negara ini sebesar 7 ton/ha pada permintaan beras berkualitas baik seiring
tahun 2004 atau 1,4 ton lebih tinggi dari hasil naiknya pendapatan rumah tangga, menurun-
padi inbrida. Dominasi Cina di teknologi padi nya kuota penjualan beras kepada pemerintah
hibrida semakin kokoh dengan mengembang-
dan program pemuliaan padi hibrida
kan padi hibrida super sejak tahun 1996, yang
berkualitas tinggi kurang berhasil. Namun
mencapai hasil 12 ton/ha pada periode 2001-
pada awal tahun 2000 tingkat adopsi kembali
2005 (Yuan, 2004). Untuk mengimbangi
meningkat sejalan dengan keberhasilan dalam
pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan
pengembangan padi hibrida berkualitas tinggi
industri, padi hibrida diharapkan mampu
sebagai dampak dari peningkatan insentif
mencapai hasil lebih dari 13 ton/ha di masa
untuk kegiatan pemuliaan.
mendatang.
Berkaitan dengan adopsi padi hibrida
di Cina, pada awal 1990-an pernah mencapai India
angka 58 persen. Namun, tingkat adopsi Dipicu oleh keberhasilan pengembangan
kemudian menurun menjadi 50 persen pada teknologi padi hibrida di Cina, The Indian
akhir 1990-an (Huang et al., 2002). Menurun- Council of Agricultural Research (ICAR)
nya tingkat adopsi padi hibrida tidak terlepas memelopori program nasional untuk
dari adanya perubahan perilaku permintaan pengembangan dan adopsi padi hibrida pada
konsumen. Menurut David (2005), seiring Desember 1989 (Sharkar dan Ghosh, 2013).
meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat Proyek ini diimplementasikan melalui jaringan
mengakibatkan permintaan konsumen akan nasional yang terdiri unsur penelitian,
beras berkualitas baik juga bertambah. produsen benih dan jaringan penyuluhan.
Sementara di satu sisi, kualitas varietas padi Selanjutnya, upaya ini diperkuat dengan
hibrida belum mampu memenuhi persyaratan dukungan dari UNDP-FAO-IRRI dengan
sesuai dengan permintaan tersebut. menginisiasi jejaring penelitian nasional dalam
Beberapa faktor mempengaruhi cepat- bentuk program yang disebut Development
nya laju adopsi pada tahun-tahun awal and Use of Hybrid Rice Technology pada

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

107
tahun 1991. Di bawah jejaring ini, ada 12 pusat kualitas gabah tertentu; (2) beberapa varietas
penelitian untuk melakukan penelitian bersama hibrida ketika diolah hasil nasinya relatif
di bawah koordinasi Direktorat Penelitian Padi lengket (stickiness) dan memiliki aroma yang
Hyderabad untuk mengembangkan padi kurang disukai; (3) tambahan hasil panen padi
hibrida yang sesuai dengan sistem irigasi serta hibrida (15-20%) dianggap tidak nyata
memperbaiki teknologi perbenihan. sehingga kurang menguntungkan; (4) harga
pembelian padi hibrida oleh penggilingan
Beberapa perusahaan benih swasta
padi/pedagang lebih rendah; (5) biaya benih
besar juga melakukan penelitian benih hibrida
yang lebih tinggi dibandingkan inbrida; (6)
dengan dukungan pemerintah berupa pem-
upaya untuk menciptakan kesadaran dan
berian jalur tetua (parental line) secara gratis.
transfer teknologi yang kurang memadai dalam
Upaya riset yang sungguh-sungguh selama
tahap awal; (7) kurangnya keterlibatan
sepuluh tahun di bawah ICAR-UNDP-IRRI dan
perusahaan benih pemerintah dalam produksi
FAO berhasil melepas 12 varietas padi hibrida
benih hibrida skala besar; (8) tidak tersedianya
oleh pemerintah dan 8 varietas oleh swasta
varietas padi hibrida untuk boro season
(Janaiah dan Hossain, 2000). Sebanyak 15
(musim dingin) dan untuk dataran rendah.
perusahaan benih swasta di samping milik
pemerintah berperan serta dalam mem- Hasil studi sebelumnya oleh Chengappa
produksi benih dan memasarkannya di tahap et al. (2003) menunjukkan bahwa petani tidak
awal pengembangan. Sementara, Hari et al. melanjutkan lagi penanaman padi hibrida
(2011) dalam Nirmala et al. (2013) menyebut- karena terbatasnya ketersediaan benih saat
kan bahwa hingga 2010 India telah meng- musim tanam. Alasan lainnya adalah harga
hasilkan 46 varietas hibrida, 29 di antaranya benih yang mahal dan sebaliknya harga gabah
dari pemerintah dan 17 dari swasta untuk lebih murah daripada inbrida, serta rendahnya
tujuan komersial. Selama tahun 2010, padi preferensi konsumen terhadap nasi padi
hibrida telah ditanam di areal seluas 1,3 juta hibrida. Temuan serupa diungkapkan oleh
ha dan menyumbang tambahan beras Nirmala et al. (2013) yang menyebutkan harga
nasional sekitar 1,5-2,5 juta ton. benih yang mahal menjadi kendala utama
Di India, lebih dari 80 persen total luas adopsi hibrida skala besar. Solusi yang
padi hibrida berada di kawasan timur India ditawarkan untuk menurunkan harga benih
seperti Uttar Pradesh, Jharkhand, Bihar, adalah dengan memperbaiki sistem produksi
Chattisgarh, serta beberapa daerah kecil di benih sehingga meningkat produktivitasnya.
negeri Madhya Pradesh, Assam, Punjab, dan Sementara itu, harga padi hibrida juga lebih
Haryana. Usahatani padi menjadi sumber rendah dibanding inbrida karena kualitasnya
utama mata pencaharian di wilayah tersebut, rendah. Walaupun kualitas padi hibrida telah
sehingga peningkatan hasil melalui teknologi meningkat dari waktu ke waktu, tetapi masih
padi hibrida akan berdampak besar pada perlu perbaikan sehingga mampu memperoleh
ketersediaan pangan rumah tangga, terpenuhi-
harga yang sama dengan HYV. Jika kualitas
nya gizi, peningkatan pendapatan, serta
padi hibrida sudah setara dengan inbrida,
dampak ekonomi di wilayah tersebut. Dalam
maka petani akan mendapatkan keuntungan
perspektif ini, padi hibrida telah masuk sebagai
salah satu komponen di bawah Misi Nasional lebih karena memperoleh harga yang layak.
Ketahanan Pangan/National Food Security
Mission (NFSM) yang diluncurkan oleh Filipina
pemerintah India dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi beras sebesar 10 juta Varietas padi hibrida pertama di Filipina dirilis
ton padi tahun 2011-2012 (Nirmala et al., pada tahun 1994. Meskipun demikian tidak
2013). banyak petani yang menanam varietas hibrida
sampai dengan diluncurkannya program
Meskipun memiliki potensi besar untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas padi Hybrid Rice Commercialization Program
nasional, namun padi hibrida belum diadopsi (HRCP) yang dimulai pada akhir tahun 2001.
secara luas sebagaimana yang diharapkan. HRCP adalah strategi inti dari Ginintuang
Menurut Viraktamath (2013), kondisi ini Masaganang Ani (GMA) yaitu program
disebabkan beberapa kendala utama yaitu: (1) pemerintah untuk mencapai swasembada
kurangnya penerimaan petani terhadap padi beras di dalam negeri. HRCP menargetkan
hibrida di beberapa daerah seperti India 135.000 ha pada tahun 2002, dan 200.000 ha
Selatan karena mereka memiliki persyaratan pada tahun 2003 serta 300.000 ha pada tahun

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

108
2004 (PhilRice, 2005). Namun demikian, pemerintah menghapus sistem subsidi benih
setelah program berjalan lima tahun tingkat hibrida dan input pertanian karena semuanya
adopsi hanya mencapai 5-6 persen (David, merupakan barang private. Peran pemerintah
2007). Di samping itu, meningkatnya areal terkait hibrida menurutnya lebih baik
padi hibrida di awal-awal program dipicu oleh difokuskan pada penelitian dasar dan strategis
kenaikan alokasi anggaran pemerintah untuk misalnya hibridisasi, pemuliaan konvensional,
pasokan benih hibrida. Pemerintah melakukan penelitian, dan penyuluhan terkait budaya
subsidi benih hibrida secara besar-besaran serta manajemen praktis.
dan tidak kurang dari 10 miliar peso
dikucurkan untuk mendukung progam ini pada Vietnam
tahun 2001-2005.
Penelitian padi hibrida di Vietnam dimulai pada
Namun, hasil studi David (2007) akhir 1970-an di Vietnam’s Institute of
menyebutkan bahwa adopsi benih hibrida di Agricultural Science. Sejak 1983, Cuu Long
Filipina tidak berjalan secara berkelanjutan. Delta Rice Research Institute (CLRR) dan IRRI
Petani banyak yang kembali beralih telah bekerja sama mengembangkan teknologi
menggunakan varietas inbrida setelah satu padi hibrida di Provinsi Delta Sungai Mekong.
atau dua musim tanam. Adapun alasan untuk Hasil percobaan menunjukkan bahwa padi
berhenti adopsi karena sebagian besar petani hibrida mampu melebihi produktivitas inbrida
kesulitan mendapatkan benih padi hibrida, sebesar 18-45 persen (Luat et al., 1994).
serta tambahan hasil panen tidak mampu Vietnam pertama kali berhasil melepas F1
menutup biaya yang lebih tinggi untuk sendiri pada tahun 1992 yang diproduksi di
keperluan benih, tenaga kerja, dan input areal yang masih terbatas yaitu kurang dari
lainnya. Berbeda dengan varietas padi inbrida 200 ha. Produktivitas benih masih sangat
yang dapat ditanam kembali oleh petani, benih rendah (rata-rata 302 kg/ha) sehingga dari
hibrida harus dibeli setiap musim tanam. luasan tersebut total benih yang dihasilkan
Selain itu, beberapa varietas hibrida mungkin hanya sekitar 52 ton.
hanya cocok untuk daerah irigasi dengan
Luas areal untuk penanaman benih
dukungan infrastruktur dan kelembagaan
agak menurun selama 1992-1995, tetapi
pemasaran yang telah berkembang.
kemudian pulih dan meningkat tajam men-
Studi lain pernah dilakukan untuk capai 1.920 ha pada tahun 2006. Bahkan,
mengevaluasi kinerja padi hibrida di tingkat tidak hanya dari sisi luasan, produktivitas
petani di dua provinsi yang merupakan sentra benih juga meningkat menjadi 2,2 ton/ha atau
padi hibrida (Casiwan et al., 2003 dalam David tujuh kali lipat dibandingkan tahun 1992.
2007). Pada musim hujan tahun 2000, hasil Wilayah produksi benih hibrida utamanya
rata-rata padi hibrida Mestizo secara statistik berada di provinsi bagian utara, yang mampu
tidak berbeda dengan varietas inbrida. Namun, memenuhi 60 persen dari total kebutuhan
biaya produksi padi hibrida secara nyata lebih benih, sementara sisanya digunakan benih
tinggi sehingga keuntungan mengarah ke dari varietas Cina. Menurut Vien dan Nguyen
negatif meskipun perbedaan keuntungan (2013) hal ini menunjukkan bahwa benih padi
masih tidak signifikan. Varietas sama yang hibrida di Vietnam cukup diterima dan disukai
ditanam di musim kemarau memiliki kinerja oleh petani.
lebih baik dengan perbedaan hasil lebih tinggi Delta Sungai Merah menjadi sentra
dari 17 persen. Walaupun demikian, karena produksi padi hibrida yaitu sebanyak 51,25
biaya benih dan tenaga kerja yang lebih tinggi persen dari total produksi pada tahun 2000,
maka keuntungan yang diperoleh secara tetapi mengalami penurunan menjadi 36
statistik menjadi tidak berbeda nyata. persen pada tahun 2006. Sementara, pantai
Terkait dengan subsidi dalam tengah utara menjadi wilayah dengan tingkat
pengembangan padi hibrida, David (2007) adopsi tertinggi yaitu tercatat 38,23 persen
menyampaikan kritik bahwa pendekatan ini tahun 2006 (Vien dan Nguyen, 2013). Terjadi
dinilai tidak efektif dan tidak efisien dalam dinamika tingkat adopsi di Wilayah Delta
penggunaan sumber daya. Subsidi juga Sungai Merah, namun secara rata-rata ada
dipandang mengorbankan fungsi regulasi penurunan sekitar 1,07 persen selama periode
pemerintah, menyuburkan perilaku korupsi, 2000-2006. Terjadinya penurunan tingkat
dan mendistorsi pilihan petani terhadap adopsi kemungkinan besar disebabkan oleh:
varietas. Oleh karena itu, diusulkan agar (1) dihapuskannya subsidi harga, (2) sumber

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

109
benih yang tidak stabil, (3) adanya varietas dan Nguyen (2013), diperlukan dukungan yang
inbrida yang memiliki produktivitas sama konsisten dari pemerintah untuk pengembang-
dengan hibrida, serta (4) petani beralih pada an padi hibrida di Vietnam
varietas dengan produktivitas sedang tetapi
memiliki kualitas dan nilai lebih tinggi.
Bangladesh
David (2007) memberikan penjelasan
tentang adopsi padi hibrida di Vietnam yang Penelitian padi hibrida diinisiasi oleh
umumnya terkonsentrasi di utara dan wilayah Bangladesh Rice Research Institute (BRRI)
tengah. Di wilayah ini koperasi petani dan tahun 1983, tetapi hanya sebatas untuk tujuan
pertanian disubsidi negara dan ada insentif akademik. Dalam perkembangan selanjutnya,
uang dari pemerintah untuk menanam padi pemerintah mendorong perusahaan swasta
hibrida. Di wilayah yang umumnya ber- untuk mengimpor benih padi hibrida dan
penghasilan relatif rendah ini kualitas gabah melakukan percobaan bekerja sama dengan
tidak menjadi perhatian utama karena tinggi- petani. Beberapa perusahaan benih swasta
nya proporsi produksi padi untuk konsumsi melakukan impor padi hibrida dan mengujinya
keluarga sendiri serta untuk pakan ternak. di on-farm selama tahun 1997-1998 pada boro
Secara agroekologi, politik, sosial ekonomi, season (musim dingin). Setelah menjalani
dan kelembagaan di wilayah ini mirip dengan segenap uji coba, pada tahun 2001
Cina Selatan yang merupakan sumber utama dialokasikan sekitar 20.000 ha areal khusus
pasokan benih hibrida. Di Vietnam Selatan untuk tanaman padi hibrida. Luasan ini
yang merupakan daerah surplus beras untuk dilaporkan menjadi 49.655 ha pada tahun
tujuan ekspor menunjukkan tingkat adopsi padi 2003 atau kurang dari 1 persen luas sawah
hibrida relatif rendah. total di Bangladesh (Husain, 2001). Pada
Dibandingkan negara lain, menurut tahun 2004 tingkat adopsi padi hibrida tidak
Hossain et al. (2003) keunggulan hasil padi mengalami kenaikan signifikan yaitu sekitar
hibrida terhadap inbrida di Vietnam sekitar 20 0,5 persen dari luas total tanaman padi atau 1
persen. Angka ini bahkan lebih tinggi dari rata- persen dari lahan irigasi.
rata tingkat keunggulan petani di Cina. Dari Varietas padi hibrida lokal pertama di
sisi biaya produksi rata-rata padi hibrida lebih Bangladesh dilepas pada tahun 2001 (David,
tinggi 8 persen dibanding inbrida, sementara
2007). Sementara itu, Ar-Rosyid et al. (2011)
untuk harga jual padi hibrida 3-5 persen lebih
melaporkan bahwa dari tahun 1998/1999
rendah. Namun, secara keseluruhan petani
sampai 2009/2010 telah dilepas 85 padi
masih mendapat keuntungan bersih yang
hibrida dan mendapat notifikasi dari Badan
cukup tinggi karena tambahan produktivitas
masih mampu menutup naiknya biaya Benih Nasional di Bangladesh. Dari jumlah
produksi dan harga yang lebih rendah. Hal tersebut 80 varietas berasal dari swasta/LSM
inilah yang menyebabkan terus meningkatnya dan hanya 5 varietas dari pemerintah. Di
tingkat adopsi padi hibrida di Vietnam Utara Bangladesh pemenuhan kebutuhan benih padi
dan Tengah. hibrida masih didominasi impor terutama dari
Cina dan India.
Permasalahan yang masih dihadapi
dalam pengembangan padi hibrida di Vietnam Lebih lanjut Husain (2001) meng-
di antaranya: (1) terbatasnya varietas dengan ungkapkan bahwa produktivitas padi hibrida 14
kualitas baik sekaligus memiliki keunggulan persen lebih tinggi dari varietas HYV.
hasil dan adaptasi terhadap beragam kondisi Walaupun memiliki potensi hasil lebih tinggi,
ekologi, (2) belum ada industri benih swasta tidak berarti padi hibrida mendapat respon
yang kuat untuk memproduksi dan memasar- dengan tingkat adopsi tinggi. Hal ini tidak
kan benih domestik, dan (3) keterbatasan terlepas dari sejumlah kendala yang dihadapi
tenaga terlatih untuk penelitian dan pe- dalam adopsi, di antaranya: ketergantungan
ngembangan. Permasalahan lainnya adalah input eksternal dan biaya benih yang mahal,
keterbatasan jumlah dan pengalaman penang- memerlukan keterampilan manajemen yang
kar benih, kurang memadainya sarana lebih tinggi, kebutuhan input yang lebih
penelitian dan produksi benih, relatif kecil dan intensif, lebih rentan terhadap hama dan
terfragmentasinya area produksi benih F1, dan penyakit, dan keuntungan yang diperoleh
terbatasnya pengetahuan dan kesadaran belum memadai. Di samping itu, tekstur nasi
masyarakat mengenai potensi teknologi padi dan rasa yang kurang sesuai dengan selera
hibrida. Dengan kondisi tersebut menurut Vien masyarakat juga mengurangi minat adopsi.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

110
Studi tentang kinerja padi hibrida di Community Empowerment (SEARICE, 2007).
tingkat usahatani pernah dilakukan oleh Menurut SEARICE, padi hibrida tidak berhasil
Hossain et al. (2003) untuk boro season 1999. meningkatkan produksi padi di Asia.
Hasil rata-rata produksi dari benih hibrida yang Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh
umumnya diimpor dari India dan Cina beberapa faktor yaitu: (1) ketidakkonsistenan
menunjukkan hasil 15 persen lebih tinggi dalam keunggulan hasil panen dibanding padi
dibanding varietas inbrida unggul. Namun, inbrida baik berdasarkan musim maupun
tidak ada perbedaan yang nyata dalam tingkat lokasi tanam, (2) benih hibrida sangat rentan
pengembalian bersih (net return) meskipun terhadap penyakit, (3) kualitas gabah tidak
harga pasar padi hibrida diasumsikan sedikit di sebagus inbrida sehingga harga lebih murah,
atas inbrida berdasarkan persepsi petani. Hal (4) benih dan teknologi hibrida lebih mahal,
ini disebabkan biaya produksi untuk padi dan (5) pendapatan bersih petani lebih rendah
hibrida 20 persen lebih tinggi. Menurut Ar- dibanding inbrida. Kondisi inilah yang
Rosyid et al. (2011) ada beberapa faktor menyebabkan adopsi padi hibrida menjadi
penentu yang mempengaruhi kinerja ekonomi lambat. Di samping itu, SEARICE (2007)
padi hibrida, akan tetapi dari sekian faktor menyebutkan bahwa keberadaan padi hibrida
tersebut harga pasar padi hibrida yang juga dapat membahayakan kedaulatan pangan
memainkan peran utama. dengan alasan: (1) ancaman terhadap erosi
Sementara itu, kajian yang mengupas genetik karena hilangnya keragaman genetik,
potensi pengembangan padi hibrida berdasar- (2) hilangnya hak petani untuk menyimpan
kan penawaran tenaga kerja dan ketersediaan atau menggunakan kembali benihnya, (3)
daerah irigasi dilakukan oleh Lin dan Pingali tergesernya peran wanita dalam usahatani
(1994). Hasil studi menyebutkan bahwa hanya (kasus Vietnam), dan (4) terbukanya peluang
Vietnam di Asia Tenggara dan Bangladesh di bagi makin kuatnya kontrol korporasi terhadap
Asia Selatan yang mungkin memiliki prospek sektor benih padi.
yang baik untuk adopsi padi hibrida karena
biaya tenaga kerja di negara tersebut masih
rendah dan proporsi daerah irigasi relatif PROSPEK PENGEMBANGAN PADI
tinggi. Namun demikian, menurut Janaiah et HIBRIDA DI INDONESIA
al. (2002) secara umum adopsi padi hibrida
bergerak relatif lambat di Asia terutama di Asia
Berbicara tentang prospek pengembangan
Selatan di mana secara keseluruhan ada
kelambatan peningkatan produktivitas dalam padi hibrida di Indonesia, maka tidak terlepas
dekade terakhir. Sejumlah tantangan yang dari bahasan tentang peluang dan harapan
bersifat teknis, kegagalan pasar, dan kendala serta tantangan yang dihadapi dalam
kebijakan telah membatasi pengembangan pengembangan tersebut. Di samping itu,
dan difusi padi hibrida di luar Cina. pengalaman dari beberapa negara Asia dapat
menjadi pelajaran dan masukan berharga
Selanjutnya, hasil studi Janaiah dan
untuk memperbesar peluang keberhasilan
Hossain (2003) menyimpulkan bahwa secara
umum teknologi padi hibrida yang ada saat ini serta mengantisipasi kendala pengembangan
belum dapat membantu membalikkan kecen- padi hibrida di Indonesia. Program SLPTT
derungan melambatnya produktivitas padi di sebagai media diseminasi padi hibrida ke
daerah tropis Asia. Penelitian lebih lanjut petani juga memiliki posisi strategis karena
masih diperlukan dengan fokus meningkatkan berhasil tidaknya pengembangan padi hibrida
keunggulan hasil (yield) serta meningkatkan di Indonesia akan sangat ditentukan oleh
kualitas gabah padi hibrida. Dat (2002) kinerja SLPTT.
mengungkapkan bahwa kualitas gabah (grain)
adalah salah satu faktor utama yang
membatasi adopsi padi hibrida di negara Potensi Pengembangan
kawasan Asia. Hasil kajian Satoto et al. (2009), menyebutkan
Dari paparan di atas terlihat bahwa bahwa padi hibrida mempunyai potensi hasil
peran dan keandalan padi hibrida dalam lebih tinggi dibandingkan varietas padi inbrida
peningkatan produksi serta pendapatan masih jika memanfaatkan teknik budi daya yang
menjadi pertanyaan. Bahkan, kritik terhadap sesuai. Hal ini pernah dibuktikan dalam
peran padi hibrida di Asia disampaikan oleh demonstrasi penerapan teknologi pengelolaan
Southeast Asia Regional Initiatives for tanaman terpadu (PTT) yang dilakukan di 28

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

111
kabupaten. Varietas hibrida (Maro dan Rokan) samping itu, di kegiatan produksi benih hibrida
menunjukkan rata-rata hasil 9,05 dan 8,87 saja (misalnya 20.000 ton) untuk penanaman
ton/ha, sementara varietas Fatmawati sebesar area 1 juta ha dapat menciptakan tambahan
8,35 ton/ha. Adapun varietas inbrida lainnya pekerjaan sebesar 1 juta HOK .
menunjukkan rata-rata hasil kurang dari 8 Di Cina keberadaan padi hibrida
ton/ha. benar-benar memiliki dampak positif dalam
Lebih lanjut Satoto et al. (2009) peningkatan produksi beras sehingga tingkat
menjelaskan bahwa padi hibrida dapat adopsi relatif tinggi. Namun, bagi petani
ditanam sebagai padi sawah dataran rendah Indonesia keberadaan padi hibrida masih
maupun sedang yang memiliki sistem irigasi relatif baru atau menurut Rogers (2003) dapat
dan drainase baik, tanah bertekstur rendah dikategorikan sebagai sebuah inovasi. Secara
sedang, petani maju, dan apresiatif serta umum persepsi petani terhadap karakteristik
suatu inovasi akan menentukan tingkat adopsi.
responsif dengan teknologi baru. Hal ini juga
Dengan kata lain, jika petani menganggap padi
dikuatkan oleh Samaullah et al. (2006) yang
hibrida memiliki karakter lebih unggul baik
menyatakan bahwa potensi padi hibrida bagi
fisiologi maupun ekonomi dibandingkan
peningkatan produksi dan pendapatan varietas yang digunakan sebelumnya mereka
memang tidak berlaku di semua jenis akan mengadopsi dan akan terjadi sebaliknya.
agrosistem dan semua petani. Varietas Dengan demikian, keberadaan media untuk
tersebut akan menghasilkan produksi yang proses pengenalan dan diseminasi padi
lebih tinggi jika petani sudah terbiasa dengan hibrida seperti program SLPTT menjadi sangat
pertanian intensif. Secara umum petani yang penting. Dari program tersebut petani
melakukan budi daya intensif berada di daerah selanjutnya melakukan evaluasi tentang
dengan irigasi baik. kelayakan padi hibrida baik secara teknis,
Beberapa percobaan dan pengalaman sosial maupun ekonomi.
baik di Indonesia maupun di luar negeri Badan Litbang Pertanian (2007)
menunjukkan bahwa padi hibrida berpotensi menyebutkan bahwa berhasil tidaknya pe-
menghasilkan 10-25 persen lebih tinggi ngembangan padi hibrida ditentukan oleh lima
dibanding padi inbrida (Balai Padi, 2007). faktor utama, yaitu: varietas yang sesuai,
Sementara itu, penelitian Las et al. (2003) kualitas benih, teknik budi daya yang baik,
mengungkapkan bahwa padi hibrida (kasus kesesuaian lahan/wilayah, dan kemampuan
pada varietas Rokan dan Maro) mampu petani dalam aplikasi teknologi. Pada
menghasilkan tambahan hasil 8-16 persen dasarnya, teknik budi daya padi hibrida
lebih tinggi daripada varietas unggul inbrida. memiliki kesamaan dengan padi sawah. Oleh
Laporan lainnya dari Samaullah (2008) masih karena itu, petani yang sudah terbiasa
menanam padi di lahan sawah (irigasi) secara
tentang uji coba varietas Maro dan Rokan di
teknik tidak akan menghadapi permasalahan
beberapa lokasi pengembangan menunjukkan
budi daya saat menanam padi hibrida.
bahwa potensi teknologi padi hibrida cukup
signifikan. Kedua varietas ini bahkan mampu Untuk mendukung pengembangan
memberikan hasil 10-30 persen lebih tinggi padi hibrida, Badan Litbang Pertanian (2007)
dibandingkan inbrida (IR 64). Dengan juga telah mempublikasikan Petunjuk Teknis
meningkatnya produktivitas, keuntungan Lapangan yang termasuk di dalamnya adalah
usahatani padi hibrida juga lebih tinggi 14-16 Peta Daerah-Daerah Potensi Pengembangan
Padi Hibrida, terutama di Pulau Jawa dan Bali.
persen dibanding inbrida.
Tiga provinsi di Jawa yang memiliki potensi
Menurut Virmani dan Khumar (2004), untuk pengembangan padi hibrida yaitu Jawa
potensi manfaat padi hibrida tidak sebatas Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di
pada peningkatan produksi beras. Lebih dari masing-masing provinsi tersebut ada 8, 8, dan
itu, bertambahnya hasil panen berarti 7 kabupaten yang sesuai untuk padi hibrida di
menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi musim kemarau. Sementara di musim hujan,
bagi petani dan kesempatan yang lebih besar masing-masing ada 7, 10, dan 7 kabupaten di
untuk meraih ketahanan pangan. Sebagai setiap provinsi. Total luas lahan di masing-
ilustrasi dikemukakan pada tahun 2003 saja, masing provinsi adalah 690.924 ha, 445.428
dengan rata-rata hasil panen padi hibrida lebih ha dan 516.957 ha di musim hujan dan untuk
tinggi 1 ton/ha mampu menghasilkan tambah- musim kemarau seluas 752.303 ha, 342.241
an 1 juta ton gabah senilai USD120 juta. Di dan 517.416 ha.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

112
Diakui bahwa padi hibrida memiliki Tantangan Pengembangan
keunggulan dan kekurangan (Badan Litbang Sebagai sebuah inovasi padi hibrida memiliki
Pertanian, 2007). Untuk itu lembaga penelitian potensi sekaligus sejumlah kendala pengem-
pemerintah maupun swasta terus melakukan bangan. Berbicara potensi misalnya, dengan
penelitian secara intensif untuk meminimalkan keunggulan heterosisnya padi hibrida memiliki
sifat inferior serta di sisi lain meningkatkan
daya hasil 10-25 persen lebih tinggi
keunggulan untuk mendapatkan benih padi
dibandingkan padi inbrida seperti IR 64,
hibrida yang benar-benar superior. Beberapa
Ciherang, Way Opu Boru, dan lain-lain (Satoto
sifat/karakter unggul serta kekurangan dari
et al., 2009). Namun, untuk mengaktualisasikan
padi hibrida disajikan pada Tabel 2.
potensi tersebut tidaklah mudah karena
membutuhkan lingkungan yang sesuai dan
Tabel 2. Keunggulan dan Kelemahan Padi
teknologi budi daya yang tepat. Di samping itu,
Hibrida
padi hibrida harus selalu ditanam dengan
benih F1 dengan tingkat produktivitas yang
Keunggulan Kelemahan labil sehingga identifikasi teknologi yang tepat
dan lebih efisien menjadi keharusan.
1. Hasil yang lebih tinggi 1. Harga benih yang Ketidaktepatan teknologi akan menyebabkan
daripada padi unggul sangat mahal
inhibrida
gagal panen dan kerugian finansial.
2. Petani harus
2. Vigor yang lebih baik membeli bibit baru
Menurut Satoto dan Suprihatno
sehingga lebih kompetitif setiap tanam (2008), secara umum permasalahan dalam
terhadap gulma karena benih hasil pengembangan padi varietas unggul hibrida di
panen tidak dapat Indonesia antara lain: (1) produksi benih di
3. Keunggulan dari aspek
fisiologi seperti aktivitas
dijadikan benih tingkat produsen masih rendah yaitu sekitar
untuk pertanaman satu ton benih per hektar dan sistem
perakaran dan fotosintetis
berikutnya. perbenihan belum berkembang; (2) varietas
yang lebih luas, intensitas
respirasi yang lebih 3. Tidak semua galur padi hibrida yang telah dilepas umumnya
rendah, dan translokasi atau varietas dapat rentan terhadap hama penyakit utama seperti
asimilat yang lebih tinggi dijadikan sebagai wereng coklat, hawar daun bakteri (HDB), dan
tetua padi hibrida. virus tungro; (3) beberapa varietas padi hibrida
4. Keunggulan pada
beberapa morfologi 4. Proses produksi mempunyai mutu beras kurang baik dibanding-
seperti perakaran yang benih terbilang kan dengan beras terbaik di pasaran; (4)
lebih kuat, anakan lebih rumit keragaan hasil yang tidak stabil akibat
banyak, jumlah gabah per manajemen budi daya yang kurang cocok; (5)
5. Memerlukan areal
malai lebih banyak, dan
penanaman ketersediaan benih murni tetua dan F1 hibrida
bobot per 1.000 butir
dengan syarat kurang memadai; (6) hasil belum stabil dan
gabah isi yang lebih
tumbuh tertentu. harga benih mahal; (7) kebiasaan petani
tinggi.
menggunakan benih sendiri; (8) perencanaan
Sumber: Badan Litbang Pertanian (2007) yang kurang akurat untuk mencapai target
areal pengembangan; (9) kesepahaman antara
Dari Tabel 1 terlihat bahwa padi pihak pemerintah dan swasta untuk menyebar-
hibrida lebih unggul dibanding inbrida dalam luaskan teknologi padi hibrida kurang
aspek fisiologi, morfologi, vigor, dan produk- memadai.
tivitas. Sementara kelemahan padi hibrida Sementara menurut Samaullah et al.
tidak hanya pada aspek teknik/agronomis, (2006), kendala utama yang menghambat
tetapi juga berhubungan dengan masalah perkembangan padi hibrida di Indonesia
sosial ekonomi. Harga benih yang mahal adalah produksi benih. Sebagai gambaran,
ditempatkan sebagai kelemahan utama karena untuk kasus padi hibrida Maro dan Rokan,
bisa menjadi penghalang bagi petani untuk ketika hak produksi diserahkan ke pihak
mengadopsi padi hibrida. Permasalahan ini swasta sebagai lisensi ternyata tidak mampu
sesungguhnya dapat diatasi dengan cara menghasilkan benih sebagaimana mestinya.
meningkatkan produktivitas benih. Untuk Adapun dari pengalaman di lapangan, Satoto
mendorong minat petani untuk adopsi padi et al. (2009) menyebutkan bahwa kendala
hibrida harus dilakukan perbaikan-perbaikan utama yang aktual adalah beberapa varietas
secara simultan antara aspek teknis dan sosial padi hibrida ada yang rentan terhadap
ekonomi. beberapa hama penyakit utama serta benih

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

113
sulit diperoleh. Padahal para petani di benih yang efisien, varietas hibrida yang tahan
beberapa daerah sentra produksi sebetulnya OPT serta dukungan kebijakan subsidi benih,
memiliki minat yang besar untuk menanam maka pengembangan padi hibrida di Indonesia
padi hibrida. akan masih sulit. Kebanyakan petani menyata-
Permasalahan ketersediaan benih kan tidak akan melanjutkan penanaman padi
yang berkualitas mungkin dapat dipahami hibrida karena tidak yakin varietas ini
karena proses produksi benih padi hibrida memberikan prospek yang baik dan ber-
memang jauh lebih rumit, misalnya jika kembang secara optimal.
dibandingkan dengan jagung. Untuk panduan Berdasarkan pada pengalaman padi
produksi, sebetulnya lembaga riset inter- hibrida Maro dan Rokan, menurut Samaullah
nasional seperti IRRI sudah menerbitkan et al. (2006), sebetulnya kedua varietas sangat
Petunjuk Teknis Produksi Benih Hibrida signifikan dalam peningkatan produksi (10-
(Virmani dan Sharma 1998; Virmani et al., 30%) dibandingkan inbrida (IR 64). Namun
1999). Walaupun demikian, prosedur standar sayangnya, dalam tahap pengembangan
tersebut harus dikaji kesesuaiannya dengan berikutnya masih kurang menggembirakan.
kondisi lingkungan Indonesia. Badan Peneliti- Kendala yang dihadapi adalah terkait dengan
an dan Pengembangan Kementerian Pertani- kurangnya penguasaan teknik produksi benih
an juga sudah membuat Petunjuk Teknis Budi hibrida bermutu serta kegagalan komunikasi
Daya Padi Hibrida (Badan Litbang, 2007). dalam pengelolaan proses alih teknologi
Hal serupa juga dikemukakan oleh kepada pihak ketiga (produsen benih).
Sumarno (2007) bahwa terdapat sejumlah Menurut Ullych (2012) pengembangan
hambatan adopsi teknologi padi hibrida, di padi hibrida di Indonesia di masa mendatang
antaranya: (a) harga benih hibrida delapan kali masih dihadapkan pada sejumlah kendala: (1)
lipat lebih mahal dibanding inbrida, (b) ketergantungan petani terhadap benih produk-
produktivitas padi hibrida tidak lebih tinggi si perusahaan besar yang mahal harganya; (2)
secara nyata daripada inbrida, (c) rentan padi hibrida membutuhkan pupuk yang lebih
terhadap hama dan penyakit, (d) benih hibrida banyak; (3) padi hibrida lebih rentan terhadap
tidak selalu tersedia, dan (e) petani masih serangan hama dan penyakit sehingga
belum sepenuhnya memahami budi daya membutuhkan pestisida yang lebih banyak;
hibrida secara baik. Padahal, umumnya petani dan (4) mutu beras yang dihasilkan sampai
akan mengadopsi teknologi baru setelah saat ini belum sebagus varietas unggul inbrida.
mereka yakin bahwa teknologi tersebut akan Kondisi ini menyebabkan petani perlu modal
memberikan sejumlah manfaat dan produksi yang lebih besar. Di Cina pun
keuntungan. Dengan masih adanya sejumlah sebagai penghasil benih padi hibrida utama,
kelemahan tersebut, Supriyadi et al. (2012) petani membutuhkan pupuk dan pestisida
juga melaporkan bahwa implementasi SLPTT masing-masing 43 persen dan 31 persen lebih
padi hibrida terkadang tidak berjalan secara banyak dari inbrida. Bagi petani kecil yang
mulus. Di beberapa kabupaten, petani bahkan kurang modal akan memandang teknologi
enggan untuk menanam padi hibrida. Hal ini hibrida mahal dan berisiko. Dengan demikian
mengakibatkan luasan area SLPTT padi peran pemerintah menjadi sangat penting
hibrida di wilayah tertentu tidak memenuhi untuk memperkenalkan padi hibrida kepada
target yang telah ditetapkan. petani melalui program subsidi.
Hasil penelitian Ruskandar (2010) di Pandangan senada juga dikemukakan
Jawa Barat dan Jawa Tengah menyebutkan Nirmala et al. (2013) bahwa harga benih
bahwa padi hibrida belum berkembang di hibrida yang mahal merupakan penghalang
daerah tersebut karena petani belum yakin utama untuk terjadinya adopsi dalam skala
dan melihat secara nyata kelebihan padi besar. Oleh karena itu, biaya produksi benih
hibrida. Di samping itu, padi hibrida memiliki hibrida harus mampu diturunkan dengan cara
sejumlah kelemahan di antaranya rentan perbaikan tingkat produktivitas benih. Di-
terhadap OPT dan mutu giling yang rendah. samping itu, isu kualitas padi hibrida dianggap
Sementara, tingkat adopsi akan sangat masih di bawah inbrida sehingga ada “ruang”
ditentukan oleh produktivitas, harga benih, untuk memperbaiki kualitas hibrida agar setara
ketahanan terhadap HPT, pemasaran, dan dengan HYV untuk memperoleh harga
kualitas giling. Lebih lanjut Ruskandar (2010) gabah/beras yang sama. Jika hal ini berhasil
menyatakan bahwa tanpa teknologi produksi dilakukan petani akan mendapatkan harga

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

114
yang layak yang berarti akan meraih menunjukkan hasil panen padi hibrida sekitar
keuntungan. 15-20 persen lebih tinggi dibandingkan inbrida.
Terkait dengan berapa harga yang Namun, dengan harga pasar padi hibrida yang
layak untuk padi hibrida di Indonesia, hasil lebih rendah maka keuntungan bersih yang
studi yang dilakukan oleh Firohmatillah dan diterima petani tidak secara otomatis lebih
Nurmalina (2012) merekomendasikan harga tinggi, bahkan di sejumlah kasus bisa lebih
jual benih padi varietas unggul hibrida rendah dibandingkan inbrida.
seyogyanya tidak melebihi batas rentang
harga tertinggi (marginal expensive price Kendala Sosial
point/MEP) yaitu Rp42.500/kg. Pada harga
batas tersebut konsumen menganggap bahwa Kendala sosial lebih terkait dengan perilaku
harga benih hibrida sangat mahal. Dari hasil petani baik dalam produksi maupun konsumsi.
perhitungan, seyogyanya harga benih padi Di kalangan petani ada kebiasaan untuk
hibrida harus berada pada rentang harga yang menggunakan benih mereka sendiri atau dari
dapat diterima oleh petani yaitu Rp29.000/kg- petani lain. Sementara, pada budi daya padi
Rp35.000/kg. hibrida benih hanya digunakan sekali saja.
Dari pengalaman di negara Asia Mengubah kebiasaan petani bukanlah sesuatu
maupun di Indonesia dapat dikemukakan yang mudah apalagi jika harus mengeluarkan
bahwa ada sejumlah kendala yang sedang biaya lebih mahal. Kendala lain yang juga
dan akan dihadapi di masa mendatang. memerlukan perhatian adalah mutu gabah
Kendala-kendala tersebut meliputi aspek kurang baik, misalnya saat digiling banyak
teknis, ekonomi, sosial, maupun kelembaga- yang pecah (broken) dan ketika diolah memiliki
an/kebijakan. tekstur, rasa, atau aroma tidak sesuai dengan
selera petani. Sebagai petani kecil pada
umumnya mereka tidak menjual semua hasil
Kendala Teknis panen, tetapi menyisihkan sebagian hasil
Kendala teknis bisa muncul dari karakteristik untuk dikonsumsi sendiri. Dengan demikan,
padi hibrida sendiri, manajemen perbenihan jika varietas hibrida yang ditanam bermutu
ataupun dari petani. Namun, masalah utama rendah dan tidak sesuai dengan cita rasa
adalah tingkat produksi benih pada saat ini petani maka akan berdampak pada
masih sangat rendah sehingga berdampak berkurangnya minat atau bahkan penolakan
pada harga benih hibrida yang menjadi sangat untuk padi hibrida.
mahal. Di samping itu, varietas padi hibrida
umumnya masih rentan terhadap hama pe-
nyakit menjadi penghambat minat petani untuk Kendala Kelembagaan
adopsi. Selanjutnya, keragaan hasil panen pun Di samping kendala teknis, ekonomi, dan
masih tidak stabil atau fluktuatif baik sosial permasalahan lainnya juga menyangkut
antarlokasi dan antarmusim. Sementara dari kelembagaan ataupun kebijakan/program.
sisi petani, sebagian belum memahami teknik Adopsi padi hibrida yang lambat mungkin
budi daya padi hibrida secara baik dan benar. diakibatkan oleh proses transfer teknologi
yang kurang dipersiapkan dengan baik dan
Kendala Ekonomi belum dilakukan sosialisasi yang matang. Di
samping itu, kerja sama dengan pihak ketiga
Dari aspek ekonomi kendala utama bagi
untuk produksi benih belum berjalan baik,
keberlanjutan adopsi padi hibrida adalah harga
sehingga cenderung tergantung pada benih
benih yang sangat mahal. Kondisi ini bisa
kontraproduktif bagi sebuah proses adopsi. impor. Padahal, membangun sistem per-
Seandainya petani masih mau ataupun benihan yang mampu meningkatkan
mampu membeli benih akan ada kendala produktivitas benih menjadi sangat penting.
lainnya yaitu belum tersedianya benih di kios- Jika produktivitas benih meningkat maka biaya
kios. Selama ini, benih hibrida hanya didapat rata-rata produksi benih dapat ditekan
dari program dan belum dijual secara massal sehingga harga benih menjadi lebih murah.
di kios. Di samping itu, peningkatan Jika permasalahan benih belum dituntaskan,
pendapatan yang tidak terlalu nyata dari budi ketergantungan pada impor dikhawatirkan
daya padi hibrida menjadi kendala serius akan semakin memperkuat dominasi korporasi
secara ekonomi. Dari studi di beberapa negara asing dalam penyediaan benih padi hibrida.

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

115
Pelajaran dari Pengalaman Pengembangan spirit dan komitmen pemerintah yang kuat di
di Asia negara-negara Asia dalam pemberian subsidi
Di antara negara-negara di Asia, tidak dapat pada saat introduksi dan berlanjut dalam
dipungkiri bahwa Cina dianggap yang paling pengembangan padi hibrida patut digaris-
sukses dalam pengembangan padi hibrida. bawahi. Demikian pula dukungan riset untuk
Kesuksesan Cina setidaknya dapat diukur dari menghasilkan varietas yang memiliki produk-
tingkat adopsi oleh petani, produksi, dan tivitas tinggi juga menjadi syarat mutlak agar
produktivitas serta banyaknya varietas yang padi hibrida mudah diterima oleh petani.
dilepas yang merupakan hasil dari intensifnya Dari berbagai studi tentang pengem-
riset padi hibrida. Di samping itu, Cina mampu bangan padi hibrida di Asia, secara umum
memperkenalkan dan memasarkan padi memang varietas padi hibrida memiliki potensi
hibrida ke negara lain. Tidak mengherankan produktivitas lebih tinggi dibanding inbrida.
jika Cina menjadi eksportir utama benih hibrida Misalnya, salah satu kajian oleh Virmani
ke beberapa negara dan tentunya memberikan (2002) terhadap petani yang mengadopsi padi
keuntungan ekonomi bagi pelaku usaha serta hibrida di Banglades, Vietnam, Filipina, dan
pemerintah Cina. beberapa negara bagian di India menunjukkan
Negara lain seperti India, Vietnam, bahwa varietas padi hibrida memberikan hasil
dan Banglades dipandang juga cukup berhasil 1-1,5 ton/ha lebih tinggi. Namun, studi ini juga
walaupun masih relatif jauh dibandingkan mengungkapkan bahwa keunggulan dalam
Cina. Dari pengalaman negara-negara produktivitas tidak menjamin untuk
tersebut, ada kesamaan modus bahwa untuk mendapatkan keuntungan lebih besar jika
meraih keberhasilan dalam pengembangan kualitas gabah lebih rendah dibandingkan
padi hibrida adalah adanya komitmen yang dengan varietas inbrida. Temuan ini dapat
kuat dari pemerintah berupa kebijakan yang diterjemahkan sebagai tantangan untuk
kondusif untuk terjadinya adopsi. Kebijakan ditindaklanjuti oleh lembaga riset bahwa
menghasilkan varietas yang unggul dalam
tersebut umumnya diwujudkan dalam bentuk
produktivitas saja tidak cukup tetapi harus
program subsidi maupun pemberian secara
gratis baik benih hibrida maupun sarana diimbangi oleh kualitas yang baik.
produksi lainnya. Kebijakan subsidi sangat Lebih jauh lagi, menurut Viraktamath
nyata pengaruhnya terhadap tingkat adopsi. (2013) varietas padi hibrida harus memiliki cita
Hal ini terbukti, misalnya kasus di Vietnam dan rasa sesuai dengan selera konsumen. Kualitas
Filipina, ketika ada pengurangan subsidi maka dan cita rasa yang sesuai dengan keinginan
tingkat adopsi langsung mengalami penurunan konsumen sangat berpengaruh terhadap
yang nyata. harga gabah/beras hibrida yang pada
gilirannya menentukan tingkat pendapatan.
Cina dipandang sangat superior dalam
Hal lain yang perlu mendapat perhatian
hal tingginya tingkat adopsi padi hibrida.
pemerintah adalah perlunya membangun atau
Namun, kasus Cina dapat dipandang sebagai
merehabilitasi lahan beririgasi sebagai syarat
hal yang spesifik dan merupakan pengecualian
budi daya padi hibrida. Sebagaimana hasil
karena sistem pemerintahan yang berbeda
studi Lin dan Pingali (1994) yang menyatakan
dengan negara lainnya. Sistem pemerintah di
bahwa Vietnam dan Bangladesh memiliki
Cina bersifat terpusat dan ada kewenangan
prospek yang cukup baik untuk padi hibrida
untuk “memaksa” petani menanam padi
karena proporsi daerah irigasi di kedua negara
hibrida. Sebagaimana dilaporkan oleh Lin
tersebut relatif tinggi di samping tenaga kerja
(1991) dan Baker dan Herdt (1995), pada
yang relatif murah.
tahap awal introduksi padi hibrida ada
semacam tekanan dari pemerintah agar petani
wajib menanam padi hibrida. Perspektif Program SLPTT Padi Hibrida
Tentunya model untuk “memaksa” SLPTT merupakan program andalan
petani menanam komoditas tertentu tidak Kementerian Pertanian dalam mendukung
dapat diterapkan di negara luar Cina, termasuk peningkatan produksi pangan nasional yang
Indonesia. Petani di Indonesia telah memiliki dirintis sejak tahun 2008. Dalam upaya
payung hukum Undang-Undang No. 12 tahun peningkatan produksi beras nasional ditempuh
1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dengan cara pemberian subsidi benih dan
yang memberikan keleluasaan untuk memilih saprodi baik untuk padi inbrida maupun
komoditas yang ditanam. Namun demikian, hibrida. Secara khusus untuk padi hibrida,

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

116
sebetulnya program SLPTT dapat dikatakan menyebabkan budi daya tidak dapat dilakukan
serupa dengan yang dilakukan di negara Asia secara optimal. Akibatnya, hasil panen yang
lainnya di mana pemerintah memberikan diperoleh pun tidak maksimal. Kondisi ini
subsidi besar-besaran dengan harapan dapat diduga akan berpengaruh terhadap kecepatan
meningkatkan produksi beras nasional secara adopsi padi hibrida di tingkat petani.
nyata. Padi hibrida diposisikan sebagai
Program SLPTT padi hibrida masih
terobosan teknologi (breakthrough) untuk
terkesan untuk mengejar target realisasi yang
mencapai tujuan tersebut.
ditetapkan oleh pusat. Belum ada semacam
Pada tahap awal pelaksanaan SLPTT rancangan yang sistematis untuk terjadinya
padi hibrida sempat memunculkan pro dan proses adopsi secara berkelanjutan. Hal ini
kontra akan keunggulan dan manfaatnya. setidaknya dapat dilihat dari belum tersedianya
Menurut Rachman et al. (2009), kondisi ini benih di kios yang memungkinkan petani untuk
disebabkan oleh beberapa hal di antaranya: menanam padi hibrida secara mandiri. Benih
(1) karakteristik padi hibrida yang “capital hibrida masih terbatas untuk memasok
using technology” cenderung memerlukan kebutuhan program SLPTT. Di samping itu,
biaya lebih tinggi dibanding inbrida; (2) peng- tidak ada penyuluh yang secara khusus
gunaan bahan kimia pada budi daya padi memberikan panduan budi daya hibrida.
hibrida lebih tinggi sehingga tidak sesuai Padahal sebagai sebuah inovasi, seharusnya
dengan prinsip PHT; (3) petani kemungkinan dilakukan bimbingan secara intensif bagi
besar tidak menanam padi hibrida setelah petani yang menanam padi hibrida. Monitoring
selesai program karena harga benih yang dan evaluasi secara khusus untuk
mahal; (4) sulitnya mendapatkan benih hibrida pelaksanaan SLPTT padi hibrida juga belum
karena tidak tersedia di kios; dan (5) rasa dari dijalankan secara optimal.
varietas padi hibrida tidak semuanya sesuai Untuk mendorong terjadinya adopsi
dengan selera konsumen/petani. padi hibrida, syarat utama adalah komitmen
yang kuat dari pemerintah melalui kebijakan
Hasil penelitian Supriyadi et al. (2012)
dan program yang lebih terencana. Berbekal
menunjukkan bahwa dari sisi realisasi tanam,
dari pengalaman negara lainnya, dukungan
realisasi panen, dan aspek produksi serta
pemerintah berupa program subsidi baik
produktivitas padi di SLPTT umumnya tidak dalam bentuk benih maupun saprodi serta
mencapai sasaran terutama untuk padi hibrida bimbingan teknis budi daya harus tetap
dan lahan kering. Bahkan, ditemukan kasus dilanjutkan. Namun demikian, program
ada daerah yang tidak bersedia menanam tersebut seyogyanya lebih fokus dan
padi hibrida. Petani yang enggan menanam diarahkan ke wilayah tertentu yang memenuhi
padi hibrida umumnya berargumen belum kriteria agroekosistem padi hibrida dengan
terbiasa dan tidak sepenuhnya memahami kriteria petani yang spesifik pula. Massalisasi
teknik budi daya padi hibrida secara baik dan program dengan tanpa memperhatikan
benar. Di samping itu, mereka juga khawatir kelayakan agroekosistem dan calon petani
dengan risiko gagal panen. Di sejumlah kasus penerima atau hanya mengejar target realisasi
juga ada kelambatan dalam penyaluran benih akan menyebabkan introduksi padi hibrida
ke petani. Rusastra et al. (2011) mengemuka- tidak berjalan dengan efektif dan berpotensi
kan beberapa penyebab kurang optimalnya menghamburkan anggaran. Di sebagian
pelaksanaan SLPTT di antaranya keterlambat- wilayah, justru menimbulkan apriori terhadap
an penyaluran benih dan ketidaksesuaian kinerja padi hibrida untuk meningkatkan
varietas dengan yang diminta petani. produksi beras nasional serta pendapatan
petani.
Dalam tataran operasional, pada
program SLPTT ada yang disebut Labora- Secara lebih makro, dalam tataran
torium Lapang (LL) dan Sekolah Lapang (SL). kebijakan strategis menurut Rusastra et al.
Pada lokasi SL dengan luasan 1 ha mendapat (2011) opsi kebijakan prioritas untuk
bantuan benih maupun saprodi. Budi daya penyempurnaan SLPTT adalah ketersediaan
dilakukan secara intensif (paket lengkap) pada dan akses benih menurut enam tepat yang
areal LL. Sementara, di areal SL petani hanya dikomplemenkan dengan penyempurnaan
mendapat benih saja, sehingga saprodi harus kegiatan pendampingan dan pengawalan.
ditanggung sendiri dengan kebutuhan saprodi Dalam upaya meningkatkan produksi
padi hibrida yang umumnya lebih besar. Hal ini seharusnya secara konsisten mengacu pada

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

117
empat prinsip dasar pengembangan yaitu: (1) hibrida dipandang masih penuh dengan risiko
penyediaan model SLPTT spesifik lokasi, (2) sehingga perlu dukungan pemerintah baik
penyediaan teknologi varietas unggul baru dalam bentuk subsidi input dan bimbingan
dengan tingkat hasil tinggi yang terus teknis.
diperbarui, (3) ketersediaan dan akses saprodi Untuk mengoptimalkan pengembang-
utama, dan (4) jaminan pemasaran hasil an padi hibrida harus memperhatikan aspek
produksi. Keempat prinsip dasar tersebut teknis, sosial dan ekonomi. Padi hibrida
harus dapat diimplementasikan secara memerlukan perlakuan khusus baik kesesuai-
teritegrasi, mengingat satu sama lainnya an agroekosistem, teknik budi daya, maupun
mempunyai hubungan yang komplementer. Di kebutuhan input produksi yang tepat. Dengan
samping itu, pengembangan SLPTT ke depan demikian tidak semua wilayah sesuai untuk
harus mengikuti proses pembelajaran (SL) pengembangan padi hibrida. Petani yang
secara berkesinambungan dan bukan dijadikan target untuk pengembangan juga
pendekatan keproyekan. mereka yang responsif terhadap teknologi dan
terbiasa mempraktekkan budi daya intensif.
Preferensi konsumen (terutama selera)
PENUTUP
terhadap padi hibrida juga patut menjadi
pertimbangan karena akan mempengaruhi
Berdasarkan hasil uji coba di Indonesia dan serapan pasar dan tingkat harga. Walaupun
pengalaman pengembangan di sejumlah memiliki produktivitas lebih tinggi, namun jika
negara Asia, padi hibrida berpeluang menjadi harga lebih rendah maka padi hibrida tidak
teknologi terobosan (breakthrough) untuk akan mampu memberikan tambahan
mendongkrak produksi beras nasional karena keuntungan.
memiliki potensi hasil yang tinggi. Apalagi hasil Dengan memperhatikan berbagai
kajian Badan Litbang Pertanian menunjukkan
aspek di atas, maka dalam pengembangan
tersedia lahan (terutama di Jawa) yang sesuai
padi hibrida seyogyanya dilakukan secara
untuk budi daya padi hibrida. Untuk
lebih terencana melalui beberapa tahapan
mendapatkan hasil yang optimal dalam budi
serta sosialisasi yang matang. Program yang
daya padi hibrida kuncinya adalah kesesuaian
agroekosistem, input yang memadai serta sifatnya serba instan dengan pola massalisasi
aplikasi teknik budi daya yang baik dan benar. dan berorientasi target realisasi justeru akan
Walaupun demikian, untuk beberapa tahun kurang produktif dan menghabiskan banyak
mendatang pengembangan padi hibrida anggaran. Selain itu penelitian yang intensif
nampaknya masih dihadapkan pada sejumlah juga harus terus digalakkan dengan tujuan
kendala yang mempengaruhi tingkat adopsi di tidak hanya menciptakan varietas yang unggul
petani. dari sisi produktivitas tetapi juga menghasilkan
beras yang berkualitas serta sesuai dengan
Permasalahan dan tantangan dalam
selera konsumen.
pengembangan padi hibrida yang perlu
mendapat perhatian ke depan di antaranya:
Pertama, citra yang kurang baik tentang padi DAFTAR PUSTAKA
hibrida seperti relatif mahal untuk implemen-
tasi, rentan terhadap hama dan penyakit,
harga gabah yang lebih rendah serta rasa nasi Ar-Rashid, H., A.W. Julfiquar, and S. Ali. 2011. A
yang tidak sesuai selera konsumen. Padahal, Study on Hybrid Rice in Bangladesh:
beberapa aspek ini menjadi pertimbangan History, Impact and Current Status of
penting dalam pengambilan keputusan adopsi Hybrid Rice Research, Development and
oleh petani. Kedua, permasalahan teknis Delivery in Bangladesh. Submitted to
seperti kesulitan dalam pelaksanaan budi daya IFPRI (International Food and Policy
yang optimal yang terjadi akibat kurangnya Research Institute) and ASA (Agricultural
Advisory Society). 2011
informasi. Dalam kaitan ini peran sumber
informasi dan saluran komunikasi seperti Badan Litbang Pertanian. 2007. Daerah Pengem-
penyuluh pertanian dan program penyuluhan bangan dan Anjuran Budidaya Padi
(pendidikan) serta sistem diseminasi sangat Hibrida. Petunjuk Teknis Lapang. Badan
mendesak untuk dilakukan. Ketiga, sebagai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
sebuah inovasi bagi petani menanam padi Jakarta.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

118
BB Padi. 2007. Sosialisasi Padi Hibrida Mendukung Janaiah, A., M. Hossain, C.B. Casiwan, and T.T. Ut.
Peningkatan Produksi Padi Nasional. Balai 2002. Hybrid Rice Technology for Food
Besar Penelitian Tanaman Padi. Karawang. Security in the Tropics: Can the Chinese
Miracle be Replicated in the Southeast Asia?
Chengappa, P.G., A. Janaiah, and G.M.V. Srinivasa.
Paper Presented at the International
2003. Profitability of Hybrid Rice Cultivation Symposium on Sustaining Food Security
Evidence from Karnataka. Economic and and Managing Natural Resources in
Political Weekly 38(25): 2531-2534. Southeast Asia – Challenges for the 21
st

Dat, V.T. 2002. Hybrid rice for Food Security: Century. 8-12 January 2002. Chiang Mai,
Recent Progress and Large–Scale Thailand
Production Issues. http://www.fao.org/doc Janaiah, A. 2002. Hybrid Rice for Indian Farmers:
rep/005/y3544e/y3544e03.htm. Diakses Myths and Realities. Economic and Political
Tanggal 23 Desember 2013 Weekly. 37(42):4319-4328.
David, C.C. 2005. “Philippine Hybrid Rice Program”. Janaiah, A. and M. Hossain. 2000. Adoption of
Paper Presented at the SEARCA-ADSS, 21 Hybrid Rice Technology in India: An
June 2005. Los Banos, Philippines. Economic Evaluation of Early Farm-Level
th
David, C.C. 2007. The Philippine Hybrid Rice Experiences. Paper Presented at 24
Program: A Case for Redesign and Scaling International Rice Research Conference, 31
Down. Research Paper Series No 2006-03. March-4 April 2000. Held at IRRI, Los
Philippine Institute for Development Studies. Banos, Philippines.

Firohmatillah, A.R. dan R. Nurmalina. 2012. Pe- Janaiah, A. and M. Hossain. 2003. Can Hybrid Rice
ngembangan Padi Varietas Unggul Hibrida: Technology Help Productivity Growth in
Asian Tropics? Farmers’ Experiences.
Pendekatan Metode Quality Function
Economic and Political Weekly 38(25): 2492-
Development dan Sensitivity Price Analysis.
2501.
Jurnal Ekonomi Pembangunan 13 (1): 29-45.
Kementerian Pertanian. 2013. Petunjuk Teknis
Harianto. 2013. Percepatan Pencapaian Surplus
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Beras 10 Juta Ton. http://www.jurnas.- Terpadu Padi dan Jagung 2013. Ditjen
com/news/113321/Percepatan_Pencapaian_ Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Surplus_Beras_10_Juta_Ton_/1/Nasional/O Jakarta
pini#sthash.uO1FCq1f.dpuf. Diakses Tanggal
8 Nopember 2013. Krishnaiah, L. 2002. Strengthening the Development
and Use of Hybrid Rice in Indonesia. FAO
Haribabu, E. 2009. Hybrid Rice Technology (HRT) Supported Activites. FAO. Rome, Italy.
in China and India: How inclusive of HRT?
Working Paper SIID-15/2009. Collaborative Las, I., B. Abdullah, dan A.A. Darajat. 2003. Padi
Research Project on System of Innovation Tipe Baru dan Padi Hibrida Mendukung
Ketahanan Pangan. Tabloid Pertanian Sinar
for Inclusive Development: Lesson from
Tani, 30 Juli 2003.
Rural China and India. Supported by the
Innovation, Policy and Science Theme of Li, J., Y. Xin, and L. Yuan. 2009. “Hybrid Rice
International Development Research Center Technology Development: Ensuring China’s
(IDRC). Canada. Food Security”. In D.J. Spielman and R.
Pandya-Lorch (Eds.). Proven Successes in
Hossain, M., A. Janaiah, and M. Husain. 2003. Agricultural Development: A Technical
Hybrid Rice in Bangladesh: Farm-Level Compendium to Millions Fed. International
Performance. Economic and Political Weekly Food Policy Research Institute. Washington,
38(25): 2518-2522. DC.
Huang, J.K., S. Rozelle, R. Hu and N. Li. 2002. Lin, J.Y. 1991. The Household Responsibility
China’s Rice Economy and Policy: Supply, System Refrain and the Adoption of Hybrid
Demand, and Trade in the 21st Century, p. Rice in China. Journal of Development
33-58. In M. Sombilla, M. Hossain, and B. Economic 36:353-372.
Hardy (Eds.). Developments in the Asian
Lin, J.Y. and P.L. Pingali. 1994. Economic
Rice Economy. International Rice Research
Assessment of the Potential for Hybrid Rice
Institute. Los Banos, Philippines.
in Tropical Asia. p. 131-142. In S.S. Virmani
Husain, A.M. 2001. Socio-Economic Assessment of (Ed.). Hybrid Rice Technology: New
Hybrid Rice Adoption by Farmers in Developments and Future. International Rice
Bangladesh. Agricultural Research and Research Institute. Los Banos, Philippines.
Extension Network. Newsletter No. 44. Luat, N.V., V.S. Nguyen, and S.S. Virmani. 1994.
IRRI. 2010. Indonesia. http://irri.org/index.-php? Current Status and Future Outlook on Hybrid
option=com_k2&view-=itemlist&task-=categ Rice in Vietnam. Vietnam and IRRI: A
ory&id=480&Itemid=100210&lang=en. Partnership in Rice Research Proceedings
Diakses Tanggal 4 Nopember 2013 of a Conference Held in Hanoi, Vietnam.

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

119
Nirmala, B., N. Vasudev, and K. Suhasini. 2013. Southeast Asia Regional Initiatives for Community
Farmer’s Perceptions on Hybrid Rice Empowerment (SEARICE) 2007. Hybrid
Technology: A Case Study of Jharkhand. Rice in Asia: Sowing the Seeds of
Indian Res. J. Ext. Edu. 13 (3): 103-105. Dependency (A Fact Sheet on Hybrid Rice).
PhilRice. 2005. Midterm Impact Assessment of Pesticide Action Network Asia and the
Hybrid Rice Technology in the Philippines. Pacific (PAN AP). Penang, Malaysia.
PhilRice. Los Banos. Philippines. Spielman, D.J., D. Kolady, P. Ward, H. Ar-Rosyid,
Rachman, B., IW. Rusastra, Y. Yusdja, A.R. and K. Gulati. 2012. Public Expenditure,
Nurmanaf, Ashari, H. Tarigan, E. Ariningsih Private Incenties, and Technology Adoption.
dan Sunarsih. 2009. Kinerja dan Dampak The Economics of Hybrid Rice in South Asia.
Program Strategis Departemen Pertanian. IFPRI Discussion Paper 01233. Environment
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis and Production Technology Division.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. International Food Policy Research Institute
Bogor. (IFPRI). USA.
Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovation. Fifth Sumarno. 2007. Harapan Mencapai Swasembada
Edition. Free Press. New York. Beras dari Penanaman Padi Hibrida. Tabloid
Rusastra, I W., W. Sudana, Sumarno, Z. Zaini, K. Sinar Tani, 24 Oktober 2007.
Kariyasa, Baehaki, dan Sarlan. 2011. Supriyadi, H., IW. Rusastra dan Ashari. 2012.
Evaluasi Kebijakan dan Politik Anggaran Analisis Kebijakan dan Program Sekolah
SL-PTT Tanaman Pangan. Pusat Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Menunjang Peningkatan Produksi Padi
Pangan. Bogor. Nasional. Pusat Sosial Ekonomi dan
Ruskandar, A. 2010. Persepsi Petani dan Kebijakan Pertanian.Bogor.
Identifikasi Faktor Penentu Pengembangan Suryana, A., S. Mardianto, IK. Karyasa, dan P.
dan Adopsi Varietas Padi Hibrida. Iptek Wardana. 2009. Kedudukan Padi dalam
Tanaman Pangan Vol. 5 No. 2. Pusat Perekonomian Indonesia. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Penelitian Tanaman Padi. Karawang.
Pangan. Bogor.
Ullych, R.M. 2012. Padi Hibrida: Alternatif atau
Samaullah, M.Y., Satoto, Suwarno, dan I. Las. Masalah? http://laboratoriumbenih-bpsbtph
2006. Status Perkembangan Padi Hibrida banten.blogspot.com/2010/08/padi-hibrida-
di Indonesia. hlm. 329-337. Dalam Inovasi alternatif-atau-masalah.html. Diakses Tanggal
Teknologi Menuju Swasembada Berke- 16 Agustus 2012.
lanjutan. Buku 2. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Karawang. Vien, T.D. and D.N. Nguyen. 2013. Economic
Impact of Hybrid Rice in Vietnam: An Initial
Sarkar, D. and J.K. Ghosh. 2013. Spread of new Assessment. Hanoi University of Agriculture
Varieties of Hybrid Rice and Their Impact http://www.cares.org.vn/webplus/Article-
on the Overall Production and Productivity /ECONOMIC%20IMPACT%20OF%20HYBR
in West Bengal. Study No 176. Agro- ID%20RICE%20IN%20VIETNAM.pdf.
Economic Research Centre. Visva-Bharati, Diakses Tanggal 29 Oktober 2013.
Santiniketan.
Viraktamath. 2013. Hybrid Rice in India: Current
Satoto dan B. Suprihatno. 2008. Pengembangan Status and Future Prospect. Rice
Padi Hibrida di Indonesia. Iptek Tanaman Knowledge Management Portal. Directorat
Pangan 3 (2): 27- 40.
of Rice Research. Rajendranagar,
Satoto, B. Sutaryo, dan B. Suprihatno. 2009. Hyderabad. http://www.rkmp.co.in. Diakses
Prospek Pengembangan Varietas Padi Tanggal 13 Nopember 2013.
Hibrida. Balai Besar Penelitian Tanaman
Virmani, S. S. 2002. Rice: The Future of Rice
Padi. Karawang. http://www.litbang.deptan.
Cultivation. Asian Pasific Biotech 6 (2): 942-
go.id/special/-padi/bbpadi_2009_itp_02.pdf.
948.
Diakses Tanggal 27 Oktober 2013.
Virmani, S.S. and H.L. Sharma. 1998. Manual
Sayaka, B. 2003. Market Structure, Conduct, and
Performance of The Corn Seed Industry in Hybrid Rice Seed Production. IRRI. Los
East Java, Indonesia. Dissertation. UPLB. Banos, Philippines.
Los Banos. Virmani, S.S. and I. Khumar. 2004. Development
Sekretariat Negara RI. 2010. Penyusutan Luas and Use of Hybrid Rice Technology to
Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai. Increase Rice Productivity in the Tropics.
http://www.setneg.go.id/index.php?-ption= IRRN 29(1): 11-19.
com_content&task=view&id=4617&Itemid=2 Virmani, S.S., B.C. Viractamath, C.L. Casal, R.S.
9. Diakses Tanggal 27 Oktober 2013. Toleda, M.T. Lopez, and J.O. Manolo.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 103 – 121

120
1999. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI. petani. Diakses Tanggal 12 Desember
Los Banos, Philippines. 2013.
Wardana, P. 2012. Padi Hibrida Mulai Mendapat Yuan, L. 2004. Hybrid Rice for Food Security in the
Kepercayaan Petani. Pusat Penelitian dan World. FAO Rice Conference, Rome, Italy.
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. http://www.fao.org/rice2004/en/pdf/longpin
http://pangan.deptan.go.id/berita/padi- g.pdf. Diakses Tanggal 13 Nopember
hibrida-mulai-mendapat-kepercayaan- 2013.

PENGEMBANGAN PADI HIBRIDA: PENGALAMAN DARI ASIA DAN PROSPEK BAGI INDONESIA Ashari dan I Wayan Rusastra

121

You might also like