0% found this document useful (0 votes)
75 views22 pages

Analisis Integrasi Pasar Spasial Komoditi Pangan Antar Provinsi Di Indonesia Arnanto, Sri Hartoyo, Wiwiek Rindayati

This document analyzes the spatial market integration of food commodities between provinces in Indonesia from 2009-2013. It uses Ravallion integration analysis on retail price data from 33 provinces to measure integration levels and price transmission. The results show Jakarta and South Sulawesi have highly integrated markets for rice and Jakarta for sugar, integrating with most areas. Sugar and rice show better integration than soybeans. Integration between some areas like East Java requires further study regarding regional autonomy policies or market failures.

Uploaded by

cy vin99
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
75 views22 pages

Analisis Integrasi Pasar Spasial Komoditi Pangan Antar Provinsi Di Indonesia Arnanto, Sri Hartoyo, Wiwiek Rindayati

This document analyzes the spatial market integration of food commodities between provinces in Indonesia from 2009-2013. It uses Ravallion integration analysis on retail price data from 33 provinces to measure integration levels and price transmission. The results show Jakarta and South Sulawesi have highly integrated markets for rice and Jakarta for sugar, integrating with most areas. Sugar and rice show better integration than soybeans. Integration between some areas like East Java requires further study regarding regional autonomy policies or market failures.

Uploaded by

cy vin99
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 22

Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm.

136-157 Vol 3 No 2

ANALISIS INTEGRASI PASAR SPASIAL KOMODITI PANGAN ANTAR


PROVINSI DI INDONESIA

Arnanto1, Sri Hartoyo2, Wiwiek Rindayati2


1
Staf pada Kementerian Perdagangan dan Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi,
FEM IPB
2
Staf Pengajar FEM IPB

Artikel diterima Mei 2014


Artikel disetujui untuk dipublikasikan Desember 2014

ABSTRACT

Food prices stabilization through the food production and trade to fulfillment
consumption in terms of both availability and accessibility food is government major
problem. Government’s ability to determine an appropriate pricing policy depends on
market structure, behavior and effectiveness. Trade barriers and market failure
reduction, improved access information would make market integration effective and
efficient. This study aims to analyze the market integration and the price transmission
elasticity that occurs between regions in Indonesia. Using Ravallion integration analysis
and a span from 2009 to 2013 on 33 provinces retail prices data in Indonesia to capture
level integration and price transmission between regions. The results showed in the rice
shows that Jakarta and South Sulawesi region is becoming the leading market and
Jakarta for sugar market those integrated with most areas in Indonesia. Sugar and rice
have a better degree of integration than soya. Integration analysis with Ravallion models
cannot explain two areas integrated or not. It is necessary to study towards further for
East Java in terms of either regional autonomy policy or any market failure that occurs in
order to find a policy solution to be more integrated.
Key words : Food, Market integration, Ravallion model

PENDAHULUAN pokok, mengoordinasikan pelaksanaan


stabilisasi kebutuhan dan melakukan
Harga dari komoditas
pemantauan dan evaluasi stabilitas harga
meningkat tajam sejak tahun 2002, dan
pangan pokok beras, gula, minyak goreng,
kenaikan yang paling tinggi terjadi selama
terigu, kedelai,daging sapi, daging ayam,
periode dari Januari 2006 sampai Juni
dan telur ayam. Disamping produksi
2008. Dalam rangka mengatasi
pangan yang tidak mencukupi kurang
permasalahan stabilisasi harga tersebut,
meratanya penyediaan pangan bagi
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
masyarakat juga menjadi pemicu kenaikan
Menteri Koordinator Bidang
harga pangan, Fakta di lapangan
Perekonomian No.
menunjukkan bahwa sistem produksi dan
KEP-28/M.EKON/05/2010 tentang Tim
sistem distribusi beberapa pangan
Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok. Tim
terganggu karena kualitas sarana dan
tersebut bertugas merencanakan dan
prasarana transportasi banyak rusak.
merumuskan kebijakan stabilisasi
pemenuhan kebutuhan dan harga pangan Belum adanya perda khusus yang
mengatur perdagangan hasil pertanian

136 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

antar daerah memerlukan perhatian kebutuhan produk pertanian antar daerah


sehingga dapat tercipta perdagangan antar produsen harus menjadi perhatian baik
wilayah yang efektif dan efisien. pemerintah pusat maupun pemerintah
Koordinasi antar wilayah dalam rangka daerah.
peningkatan perdagangan dan pemenuhan

Sumber : Direktorat Bapokstra, Kementerian Perdagangan, 2014


Gambar 1. Koefisien Variasi Harga Gula di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2013

Pengendalian harga pangan yang dengan daerah produksi sehingga


dilakukan oleh pemerintah terjadi karena tingginya biaya dalam pengiriman
tidak seimbangnya supply dari produsen membuat lemahnya integrasi pasar bahan
pertanian dengan trend permintaan pangan, implementasi dari kebijakan
terhadap produk tersebut. Kebijakan stabilisasi harga akan lebih efektif pada
stabilisasi harga yang dilakukan oleh pasar yang terintegrasi dibanding yang
pemerintah bertujuan untuk memenuhi tidak terintegrasi. Pada pasar yang
aspek availability dan accessability to terintegrasi, penerapan intervensi
food. Ketersediaan bahan pangan dan juga pemerintah disalurkan kepada pasar-pasar
accessability baik fisik maupun ekonomi lainnya sehingga pelaksanaan kebijakan
disetiap daerah dan setiap waktu dari harga dapat dilakukan dengan biaya yang
konsumen dalam memperoleh bahan lebih murah. Derajat integrasi pasar dapat
pangan. Akses fisik berarti kemudahan memberikan informasi kepada pemerintah,
dalam memperoleh bahan pangan sehingga apabila terjadi gejolak harga di
sedangkan akses ekonomi berkaitan suatu daerah dapat dilakukan aksi efektif
dengan daya beli masyarakat. agar gejolak harga tersebut tidak meluas
Kebijakan stabilisasi harga pada dan menjadi gejolak nasional.
produk pangan sangat sulit untuk Struktur alur perdagangan yang
dilaksanakan secara efektif dan efisien kurang baik akan menyebabkan harga
karena berbagai alasan. Luasan negara menjadi fluktuatif, volatilitas harga dapat
Indonesia yang mencakup daerah lautan dilihat dari nilai koefisien variasi pada
yang luas menyebabkan proses distribusi komoditi pangan tiap provinsi. Perbedaan
yang menjadi sulit, produksi dan konsumsi nilai koefisien variasi tiap daerah
bahan pangan yang tidak seimbang. Letak memperlihatkan bahwa kemampuan tiap
pasar konsumen yang terpisah sangat jauh provinsi dalam meredam gejolak harga

137 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

berbeda (Gambar 1). Untuk komoditi gula, integrasi spasial menggunakan harga riil
nilai koefisien variasi terendah terdapat di komoditi yang diteliti yaitu beras, gula dan
Kepulauan Riau dengan 0.0671 dan nilai kacang kedelai sedangkan yang dianalisis
tertinggi Sulawesi Barat 0.3307. Apabila adalah 33 provinsi di Indonesia, sementara
dibandingkan dengan Jawa Timur sebagai periode analisis dalam penelitian ini adalah
produsen gula terbesar di Indonesia dengan tahun 2009 s/d tahun 2013. Metode analisis
koefisen 0.1130, kemampuan Sulawesi yang digunakan adalah analisis integrasi
Barat sebagai daerah konsumen dalam menggunakan model ravallion yaitu
meredam fluktuasi sangat rendah. Nilai metode yang digunakan untuk mengetahui
koefisien variasi memperlihatkan integrasi spasial antar provinsi di
perbedaan kemampuan provinsi dalam Indonesia. Provinsi yang dijadikan acuan
meredam fluktuasi harga serta perbedaan menggunakan data daerah yang memiliki
kemampuan daerah dalam mencari supply tingkat produksi, konsumsi dan nilai
komoditi pangan ketika permintaan tinggi. perdagangan yang menjadi perhatian dari
Dari kajian Worldbank tentang pemerintah yaitu Jawa Barat, Jawa Timur,
pengembangan sektor perdagangan tahun Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumateras
2011 meneliti mengenai integrasi spasial Selatan, Lampung dan DKI Jakarta..
komoditi kedelai, jagung, beras, gula dan
minyak goreng. Menyimpulkan bahwa Model Ravallion
untuk komoditas yang menerima banyak Model Ravallion (1986) telah
intervensi dari pemerintah seperti beras digunakan secara luas, dikembangkan, dan
tingkat integrasinya akan sedikit lebih didiskusikan dalam analisis integrasi pasar.
tinggi. Tingkat integrasi spasial antar Secara umum model persaman matematik
provinsi cukup signifikan sebagaimana yang dikembangkan oleh Heytens (1986),
ditunjukan pergerakan harga bersama yang adalah sebagai berikut.:
kuat, pada komoditi gula mempunyai R = f (P1, P2, P3, ..., Pn, Xi) …….(1)
angka 83 % pasangan pasar provinsi Pi = fi (R, Xi), i = 2,.....,n ……... (2)
terintegrasi, beras 76 % pasangan Dalam hal ini n pasar provinsi
terintegrasi, minyak goreng 30 % pasangan dengan harga P; R adalah harga dileading
terintegrasi, jagung 28 % pasangan market (pasar acuan). Xi adalah factor
terintegrasi dan komoditi kedelai 26 % musiman dan faktor-faktor lain yang
pasangan pasar provinsi terintegrasi. mungkin mempengaruhi harga di pasar i
Berdasarkan latar belakang dan (termasuk leading market dan pasar di
identifikasi serta rumusan masalah yang daerah lainnya). Karena persamaan (1) dan
telah diuraikan maka tujuan dari penelitian (2) hanya mengukur harga pada waktu
ini adalah menganalisa integrasi pasar sekarang, maka memasukkan pengaruh
yang terjadi antar wilayah di Indonesia dan time lag pada harga akan memberikan
menganalisis besaran elastisitas transmisi struktur yang lebih dinamis. Namun jika
perubahan harga didaerah akibat periode lag terlalu panjang model akan
perubahan harga di pasar acuan serta menjadi rumit, sehingga diasumsikan
melihat dimanakah daerah yang menjadi harga pada tiap-tiap pasar hanya memiliki
pasar acuan untuk ketiga komoditi satu fase lag. Secara lebih spesifik
tersebut. persamaan model Ravallion dalam studi ini
dapat ditulis sebagai berikut:
METODE PENELITIAN Pt = aiPt-1+bi0Rt+bi1Rt-1+ciXt+εt ...(3)
untuk i = 1, 2, ...., n
Dalam menghindari pembahasan
Persamaan (3) sensitif terhadap
melebihi tujuan penelitian, maka diberikan
terjadinya multikolinieritas ketika harga
batasan penelitian. Untuk pengujian

138 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

pasar di provinsi dan acuan berkorelasi ini b2 merupakan ukuran derajat perubahan
kuat. Menduga dalam bentuk pembedaan harga di pasar acuan yang ditransmisi ke
pertama (first difference) akan mengurangi pasar regional. Parameter ini mengukur
pengaruh multikolinieritas karena (Rt–Rt-1) integrasi jangka panjang dan nilai yang
dan (Pt–Pt-1) biasanya berkorelasi lemah diharapkan adalah sama atau dekat dengan
dibandingkan Rt dan Pt. Transformasi ini 1. Jika nilai koefisien b2 sama dengan satu
akan menghasilkan: (b2 = 1), maka kedua pasar terintegrasi
Pt-Pt-1 = aiPt-1-Pt-1+bi0Rt+bi1Rt-1+ciXt+ εt sempurna dalam jangka panjang.
(4) Perbedaaan diantara kedua indikator ini
adalah bahwa b2 menunjukkan berapa
Jika diasumsikan bahwa deret
persen perubahan harga yang terjadi di
waktu di pasar lokal (P) dan di pasar acuan
pasar acuan ditransmisikan ke pasar
(R) mempunyai pola musiman yang sama,
provinsi lainnya.
sehingga tidak perlu memasukkan peubah
.
dummy untuk musiman (Xt). Maka
Dalam pendekatan ini, hipotesis integrasi
persamaan menjadi:
jangka pendek dirumuskan sebagai
Pt-Pt-1 = aiPt-1-Pt-1+bi0Rt+bi1Rt-1+ εt ….(5)
berikut:
Kemudian disederhanakan menjadi
H0 : b1 = 0
Pt= b1Pt-1+ b2(Rt-Rt-1)+ b3Rt-1+ εt ……(6)
Untuk uji statistik digunakan:
Secara umum, persamaan (6) b 0
menunjukkan bagaimana harga di suatu thitung = 1
S (b1 )
pasar (pasar acuan) mempengaruhi
pembentukan harga di pasar lain (pasar Bila hipotesis nol ditolak artinya pasar
lokal) dengan mempertimbangkan tidak terintegrasi dalam jangka pendek.
pengaruh harga pada waktu tertentu (t) Untuk integrasi jangka panjang
dengan harga pada pada waktu sebelumnya dirumuskan hipotesis:
(t-1). Penetapan harga pada waktu H0 : b2 = 1
sebelumnya (t-1) dalam rentang waktu Nilai thitung diperoleh dari:
tertentu bertujuan untuk melihat fluktuasi b 1
thitung = 2
harga yang terjadi. Untuk menunjukkan S (b2 )
pengaruh harga masa lalu pasar provinsi Bila hipotesis nol ditolak berarti pasar
dan harga masa lalu pasar acuan terhadap tidak terintegrasi pada jangka panjang.
pembentukkan harga produsen di pasar
regional pada waktu tertentu digunakan
Index of Market Connection (IMC). IMC HASIL DAN PEMBAHASAN
dikembangkan oleh Timmer (1986) yang
didefinisikan sebagai rasio koefisien pasar Integrasi Jangka Pendek Pasar Beras di
provinsi dengan koefisien pasar acuan, Indonesia
yaitu: Analisis integrasi pasar pada
b1 komoditi beras menggunakan 8 provinsi
IMC = ………………… (7) sebagai pasar acuan yaitu Jawa Barat, Jawa
b3 Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,
Menurut Timmer (1986), IMC Sumateras Selatan, Lampung dan DKI
dengan nilai kurang dari satu Jakarta. Sedangkan provinsi lainnya
mengindikasikan terjadinya integrasi sebagai pasar local yang diasumsikan
jangka pendek. Secara umum, jika nilai mengacu harga terhadap pasar acuan. Nilai
IMC semakin mendekati nol maka koefisien IMC menunjukan bahwa
semakin tinggi derajat integrasi. Dalam hal integrasi jangka pendek tidak terjadi

139 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

diantara produsen beras di Indonesia. Nilai Derajat integrasi jangka pendek


IMC yang lebih dari 1 menunjukan yang diperlihatkan dimana delapan
integrasi yang sangat lemah diantara provinsi acuan dan 25 provinsi sebagai
daerah produsen hal ini disebabkan karena pengikut memperlihatkan bahwa nilai IMC
tidak adanya atau sangat kecilnya arus yang paling baik yaitu adalah provinsi
perdagangan diantara para produsen beras Aceh dan Riau dengan nilai mendekati
di Indonesia. Produsen yang surplus akan angka 1, ini dapat disimpulkan bahwa
mencari daerah yang deficit untuk menjadi dalam jangka pendek kedua provinsi itu
partner dalam berdagang karena terintegrasi walaupun secara lemah dengan
permintaan dating dari daerah tersebut. Hal daerah acuan. Integrasi yang paling baik
ini dapat terlihat dari hubungan antara terlihat pada Jawa Barat, Jawa Tengah dan
provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, Jakarta sebagai daerah acuan, nilai IMC
dimana nilai IMC yaitu sebesar 3,06 dan ketiga daerah tersebut memiliki nilai
3,29 diantara keduanya memperlihatkan paling kecil dibandingkan daerah acuan
nilai IMC yang kecil. Jarak diantara lainnya. Bila melihat nilai IMC dari
keduanya dan dimana Jawa Barat seluruh daerah yang diuji dapat
merupakan salah satu pemasok beras ke disimpulkan bahwa dalam jangka pendek
Jakarta menjadi salah satu penyebab komoditi beras tidak terintegrasi dengan
terjadinya nilai IMC yang rendah. baik atau terintegrasi secara lemah dan
Nilai IMC dimana Sumatera Utara sangat lemah. Hal ini diperlihatkan dengan
menjadi pasar pengikut pada Lampiran 1 angka IMC yang lebih dari 1,
menunjukan bahwa nilai IMC yang permasalahan di negara berkembang
signifikan dan memiliki nilai yang seperti tingkat infrastruktur dan tingkat
mendekati 1 menunjukan bahwa Sumatera komunikasi perdagangan yang masih
Utara memiliki tingkat keterpaduan pasar rendah menyebabkan efisiensi
dengan provinsi produsen lainnya yaitu perdagangan dan informasi belum berjalan
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dengan baik.
Makasar, Sumatera Selatan, Lampung dan Dengan adanya berbagai kebijakan
Jakarta. Namun sebagai pasar acuan dalam rangka stabilisasi harga, beras di
Sumatera Utara tidak terintegrasi dengan suatu daerah lebih tergantung oleh harga di
baik dengan pasar produsen lainnya, hal ini daerah tersebut pada periode sebelumnya.
dapat disimpulkan bahwa Sumatera Utara Kenaikan harga pada provinsi produsen
dalam jangka pendek tidak berperan maupun konsumen yang dijadikan acuan
terhadap pembentukan harga di daerah dalam jangka pendek tidak akan
produsen namun pembentukan harga di mempengaruhi harga di provinsi lainnya.
Sumatera Utara dipengaruhi oleh daerah Dalam jangka pendek harga disetiap
acuan. Provinsi yang terintegrasi provinsi tidak dipengaruhi oleh provinsi
signifikan walupun lemah terhadap pasar acuan namun dipengaruhi oleh harga di
acuan yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa daerah tersebut pada periode sebelumnya.
Tengah, Lampung dan Jakarta. Sebagai
lumbung padi nasional Jawa Barat sebagai Integrasi Jangka Panjang Pasar Beras
daerah acuan tidak terintegrasi dengan di Indonesia
Jawa Tengah dan Jawa Timur namun Nilai koefisen b2 pada Lampiran 1
terintegrasi sebagai daerah pengikut. Hal sebagai hasil regresi menunjukan bahwa
ini dapat disimpulkan bahwa pembentukan dalam jangka panjang Sulawesi Selatan
harga di Jawa Barat sebagai daerah dan DKI Jakarta memilki nilai b2 yang
produsen dipengaruhi oleh harga di Jawa tinggi dan signifikan pada taraf 5 persen
Tengah dan Jawa Timur. terintegrasi terhadap provinsi produsen.

140 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Sulawesi Selatan terintegrasi terhadap dapat diartikan bahwa apabila harga beras
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, di Sulawesi Selatan naik sebesar 1 persen
Sumatera Selatan, dan DKI Jakarta. maka harga di Jawa Barat akan naik
Dengan nilai b2 tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,924 persen dan Jawa tengah akan
0,924 dan terendah Jawa Tengah 0,736. Ini naik sebesar 0,736 persen.

Gambar 2. Elastisitas Transmisi Harga Beras di 33 Provinsi di Indonesia

DKI Jakarta sebagai provinsi acuan lebih dari 1 bulan periode untuk
dan sebagai daerah yang deficit terhadap menyesuaikan. Hasil tersebut sesuai
beras memiliki nilai b2 yang terbukti dengan penelitian Tahir dan Riaz (1997)
signifikan terhadap daerah produsen. yang menyatakan bahwa penyesuain harga
Jakarta terintegrasi dengan Jawa Barat, pada komoditas pertanian umumnya
Jawa Tengah, Sumatera Utara dan memerlukan waktu, hal tersebut
Sumatera Selatan. Nilai tertinggi yaitu disebabkan oleh perbedaan intervensi
dengan Jawa Barat 0,921 dan terendah pemerintah dalam pengelolaan pasca
dengan Sumatera Selatan 0,625. Hubungan panen dan ancaman terhadap kekurangan
perdagangan dengan Jawa Barat sebagai pasokan bahan pangan.
provinsi yang paling dekat dengan Jakarta Nilai koefisen b2 pada lampiran 1
menyebabkan integrasi terjadi diantara sebagai hasil regresi menunjukan bahwa
kedua daerah tersebut. Nilai 0,921 dalam jangka panjang hampir semua
memperlihatkan bahwa harga beras di provinsi acuan terintegrasi dengan provinsi
Jawa Barat sebagai lumbung padi nasional lainya. Dari lampiran terlihat bahwa
lebih dipengaruhi oleh harga di konsumen provinsi Jakarta dan Sulawesi Selatan
di Jakarta, bila harga di Jakarta nilai 1 merupakan provinsi yang terbukti
persen maka harga di Jawa Barat akan naik signifikan terhadap daerah lainnya. Nilai
sebesar 0,921 persen. Jakarta sebagai b2 pada Jakarta sebagai acuan terlihat
provinsi acuan dalam jangka panjang mendekati nilai 1 bahkan pada Riau
terintegrasi dengan 25 daerah lainnya memiliki nilai yang lebih dari 1 (1,080) hal
namun dalam jangka pendek nilai IMC ini berarti apabila harga di Jakarta naik 1%
menunjukan angka yang tinggi, hal ini maka harga di Riau akan naik lebih dari
disebabkan bahwa harga memerlukan 1,080 persen pada jangka panjang. Jarak

141 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

yang dekat dengan daerah acuan akan perdagangan maupun akses informasi.
memperlihatkan nilai yang baik hal ini Sebagai daerah acuan pada periode
terlihat dari Banten dimana nilai b2 sebesar penelitian Jawa Timur memiliki kegagalan
0,828 dengan Jawa Barat sebagai acuan, pasar yakni dapat berupa kebijakan
0,840 dengan Jawa Tengah dan 0,949 perdagangan ataupun rendahnya akses
dengan Jakarta memperlihatkan bahwa informasi yang tidak mendukung
arus perdagangan diantara daerah tersebut terjadinya pasar persaingan sempurna
menyebabkan adanya integrasi jangka dengan daerah lainnya. Kelebihan supply
panjang. yang terjadi di Jawa Timur tidak dengan
Sebagai daerah produsen yang baik disalurkan ke daerah kekurangan
surplus tidak semua daerah acuan memiliki pasokan atau kelebihan demand.
arus perdagangan dengan daerah lainnya Hasil integrasi jangka panjang
yang defisit, jarak ekonomis dapat memperlihatkan daerah mana yang
dijadikan alasan kenapa daerah surplus terintegrasi dan tidak terintegrasi, Gambar
tidak mau berdagang dengan daerah 14 memperlihatkan bahwa komoditi beras
defisit. Hal ini dapat terlihat pada provinsi memiliki daerah yang terintegrasi cukup
yang tidak terintegrasi dengan kedelapan luas. Dapat disimpulkan bahwa pulau
provinsi acuan yaitu adalah NTT, Sumatera dan pulau Jawa dapat dengan
Gorontalo, Kalimantan Tengah, baik menerima perubahan harga dari
Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, daerah acuan. Sedangkan pulau
Maluku dan Maluku Utara. Jarak Kalimantan, Sulawesi dan Papua terlihat
ekonomis yang jauh terhadap pasar acuan tidak terintegrasi dengan baik. Perubahan
menyebabkan pasangan provinsi tersebut harga di daerah acuan tidak
tidak terintegrasi dengan daerah yang ditransmisiskan dengan baik oleh
dijadikan acuan dalam penelitian. pulau-pulau tersebut.
Yang menarik adalah provinsi Bila melihat baik nilai IMC
Jawa Timur, sebagai daerah penghasil maupun uji statistic b2 yang melihat
beras terbesar ke dua di Indonesia dengan adanya integrasi baik jangka pendek
total produksi mencapai 12,049 juta ton maupun jangka panjang terlihat bahwa
pada tahun 2013 tidak memperlihatkan pada komoditi beras Jakarta dan Sulawesi
nilai IMC maupun b2 yang baik. Kedua Selatan merupakan daerah yang menjadi
nilai tersebut membuktikan bahwa Jawa daerah acuan utama. Kedua daerah
Timur tidak tergintegrasi baik sebagai tersebut terintegrasi dengan sebagian besar
daerah acuan maupun daerah pengikut. wilayah di Indonesia, dan terbukti menjadi
Sebagai daerah acuan provinsi ini tidak daeraha acuan bagi provinsi lainnya di
terintegrasi dengan 32 provinsi lainnya, Indonesia. Hal ini berbeda dengan hasil
baik dalam jangka pendek maupun jangka penelitiuan Bustaman (2013) dimana
panjang. Sedangkan sebagai pengikut Jawa Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera Utara
Timur juga tidak terintegrasi dengan ke 7 merupakan provinsi acuan utama.
provinsi acuan lainnya. Harga di Jawa
Timur sebagai daerah yang tercukupi Integrasi Jangka Pendek Pasar Gula di
kebutuhan berasnya tidak terpengaruh oleh Indonesia
daerah acuan, Jawa Timur hanya Analisis integrasi pasar pada
dipengaruhi oleh harga pada periode komoditi gula menggunakan 8 provinsi
sebelumnya. Sebagai daerah surplus, sebagai pasar acuan sedangkan provinsi
seharusnya Jawa Timur dapat menjadi lainnya sebagai pasar local yang mengacu
daerah yang terintegrasi dengan berbagai harga terhadap pasar acuan. Nilai koefisien
daerah yang terkoneksi baik secara IMC dari yang disajikan pada Lampiran 1

142 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

memperlihatkan bahwa integrasi jangka dan Lampung, nilai Jawa Timur terhadap
pendek secara umum terintegrasi diantara Lampung, nilai Lampung terhadap Jawa
provinsi acuan dengan nilai mendekati nol. Timur pada Lampiran 2 menunjukan angka
Integrasi secara kuat dalam jangka pendek kurang dari 1. Perubahan harga pada ketiga
terjadi pada pasangan Jawa Timur terhadap daerah acuan dan daerah produsen terbesar
Lampung, Jawa Tengah terhadap Jawa di Indonesia sangat berkaitan dalam jangka
Timur dan Lampung, serta Lampung pendek.
terhadap Jawa Timur. Perubahan harga di Nilai IMC menunjukan derajat
ketiga daerah acuan ini saling berkaitan, integrasi spasial diantara daerah yang
akses informasi yang baik dari ketiga diteliti, daerah acuan sebagai daerah
daeah produsen ini membuat konektifitas produsen dan diasumsikan sebagai daerah
pasar diantara ketiganya berlangsung yang surplus akan mempengaruhi harga di
dengan baik. daerah yang defisit. Keterintegrasian harga
Hubungan integrasi jangka pendek jangka pendek disebut juga keterkaitan
pada ketiga daerah produsen terbesar di pasar dalam menjelaskan bagaimana para
Indonesia dapat disimpulkan terintegrasi pelaku pemasaran berhasil
secara kuat dalam jangka pendek. Nilai b3 menghubungkan pasar-pasar yang secara
dalam lampiran 2 memperlihatkan bahwa geografis terpisah melalui aliran informasi
nilai Jawa Timur terhadap Lampung dan komoditi. Derajat integrasi yang kuat
sebesar 0,597, Jawa Tengah terhadap Jawa diperlihatkan dengan nilai IMC yang
Timur sebesar 0,572, terhadap Lampung kurang dari 1 terlihat pada Jawa Timur
sebesar 0,509, nilai Lampung terhadap terhadap Jambi, Kalimantan Barat, Banten
Jawa Timur sebesar 0,511. Angka b3 ini dan Bangka Belitung. Provinsi Lampung
menunjukan bahwa bila ada perubahan terhadap Jambi, Sumatera Selatan,
harga sebesar 1 rupiah di pasar acuan akan Bengkulu dan Bangka Belitung. Jawa
menyebabkan harga dari daerah produsen Tengah terhadap Bengkulu, NTB, Bangka
sebagai pengikut berubah sebesar nilai b3 Belitung dan Sulawesi Barat. Jawa Barat
rupiah pada periode berikutnya. Atau terhadap Banten, Sumatera Utara terhadap
apabila harga gula di Jawa Timur berubah Bengkulu dan NTB, Jakarta terhadap
sebesar 1 rupiah pada bulan sekarang maka Bengkulu dan Bali, Kalimantan Selatan
Lampung akan berubah sebesar 0,597 terhadap Aceh, Jambi, Sumatera Selatan,
rupiah pada bulan berikutnya. BengkuluNTB, Kalimantan Barat,
Sebagai provinsi produsen gula Kalimantan Tengah dan Bangka Belitung,
tebu terbesar di Indonesia, Jawa Timur Gorontalo terhdap NTB dan Sulawesi
menjadi provinsi acuan dalam penentuan Tengah.
harga bagi provinsi produsen lainnya. Jawa Bila melihat IMC dimana nilainya
Timur sebagai daerah produsen terbesar kurang dari 1 dan terbukti terintegrasi
tebu yang memiliki luas areal tebu sebesar dengan kuat terlihat bahwa jarak yang
69,57 persen pada tahun 2011 memiliki dekat dengan daerah acuan akan
derajat integrasi jangka pendek yang baik menghasilkan nilai IMC yang baik. Jarak
dengan daerah lainnya. Sebagai pasar yang dekat akan menyebabkan terjadinya
acuan daerah Jawa Timur, Jawa Tengah proses perdagangan diantara keduanya dan
dan Lampung merupakan pasar acuan memnyebabkan proses terjadinya harga
yang saling berkaitan. Nilai IMC yang akan lebih baik. Nilai IMC yang baik juga
kurang dari 1 memperlihatkan bahwa terdapat pada pasangan analisis yang
hubungan ketiga daerah ini terintegrasi memiliki jarak yang jauh dan tidak adanya
secara kuat dalam jangka pendek. Nilai proses perdagangan, hal ini bisa terjadi
IMC Jawa Tengah terhadap Jawa Timur dengan adanya proses perolehan informasi

143 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

yang baik sehingga pasar dapat pelaku pemasaran berhasil


menyesuaikan dengan kondisi di pasar menghubungkan pasar-pasar yang secara
acuan. Sebagai pasar pengikut yang geografis terpisah melalui aliran informasi
mengacu terhadap pasar acuan, provinsi dan komoditi. Derajat integrasi yang kuat
Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, diperlihatkan dengan nilai IMC yang
Papua, Sulawesi Barat, Papua Barat dan kurang dari 1 terlihat pada Jawa Timur
Kepulauan Riau merupakan provinsi yang terhadap Jambi, Bengkulu, Bali, dan
tidak terintegrasi jangka pendek ataupun Bangka Belitung; Jawa Tengah terhadap
terintegrasi secara lemah dalam jangka Bengkulu, Bali dan Bangka Belitung;
pendek. Provinsi Kalimantan Timur Lampung terhadap Jambi, Bangka
terintegrasi secara lemah dengan provinsi Belitung dan Sulawesi Tengah; Jawa Barat
Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, terhadap Banten; Jakarta terhadap Bali.
Sulawesi Selatan, Jakarta dan Gorontalo Bila melihat IMC Jawa Barat
sedangkan dengan provinsi Jawa Timur, terhadap Banten dimana nilainya kurang
Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan dari 1 dan terbukti terintegrasi dengan kuat
tidak terintegrasi dalam jangka pendek. terlihat bahwa jarak yang dekat dengan
Dalam Lampiran 2 dapat dilihat daerah acuan akan menghasilkan nilai IMC
bahwa provinsi Papua tidak terintegrasi yang baik. Jarak yang dekat akan
dalam jangka pendek dengan ke delapan menyebabkan terjadinya proses
provinsi acuan, dan hanya memiliki nilai perdagangan diantara keduanya dan
IMC lebih dari 1 dan menunjukan integrasi menyebabkan proses terjadinya harga akan
yang sangat lemah dalam jangka pendek. lebih baik. Nilai IMC yang baik juga
Nilai IMC Papua terhadap Sumatera Utara terdapat pada pasangan analisis yang
sebagai provinsi acuan sebesar 3,739 memiliki jarak yang jauh dan tidak adanya
adalah nilai yang paling mendekati nilai 1. proses perdagangan, hal ini bisa terjadi
Provinsi Papua Barat juga menunjukan dengan adanya proses perolehan informasi
hasil tidak terintegrasi dalam jangka yang baik sehingga pasar dapat
pendek nilai IMC yang dimana Jawa menyesuaikan dengan kondisi di pasar
Timur sebagai provinsi acuan adalah nilai acuan (Bustaman, 2003).
indeks yang terbaik yaitu 4,115. Provinsi
Kepulauan Riau menunjukan nilai IMC Integrasi Jangka Panjang Pasar Gula di
lebih dari 1, keadaan ini menunjukan Indonesia
Kepulauan Riau tidak terintegrasi dalam Nilai koefisen b2 pada Lampiran 2
jangka pendek dan hanya terintegrasi sebagai hasil regresi menunjukan bahwa
sangat lemah dengan provinsi acuan. dalam jangka panjang provinsi acuan
Pangsa pasar yang kecil akan memiliki integrasi kuat terhadap pasar
mengakibatkan lambatnya daerah tersebut local adalah provinsi Jawa Tengah, Jawa
dalam menyesuaikan harga dengan pasar Barat, Lampung dan Jakarta. Uji nilai
acuan (Tahir dan Riaz, 1997) statistic nilai b2 pada provinsi Jawa Tengah
Nilai IMC menunjukan derajat sebagai pasar acuan menunjukan
integrasi spasial diantara daerah yang
terintegrasi dalam jangka panjang dengan
diteliti, daerah acuan sebagai daerah 8 provinsi lainnya pada taraf 5 persen.
produsen dan diasumsikan sebagai daerah Lampung teintegrasi dengan 13 provinsi,
yang surplus akan mempengaruhi harga di Jawa Barat terintegrasi dengan 8 provinsi
daerah yang defisit. Keterintegrasian harga dan Jakarta terintegrasi dengan 28
jangka pendek disebut juga keterkaitan provinsi lainnya di Indonesia.
pasar dalam menjelaskan bagaimana para

144 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Gambar 3. Elastisitas Transmisi Harga Gula di 33 Provinsi di Indonesia


Jawa Timur merupakan provinsi mendekati sempurna dimana perubahan
gula terbesar di Indonesia dengan produksi harga di Jawa Timur sangat dipengaruhi
gula 1,25 juta ton pada tahun 2013. oleh pergerakan harga di Jawa Tengah.
Sebagai daerah acuan Jawa Timur hanya Nilai b2 Jawa Timur ini lebih tinggi
mempengaruhi pembentukan harga gula dibandingkan Jakarta sebagai acuan,
Kalimantan Selatan diperlihatkan dengan dimana angka b2 menunjukan 0,980. Hal
uji t-statistik b2 yang menunjukan kedua ini berarti bahwa sebagai daerah produsen
pasangan tersebut terintegrasi dalam terbesar di Indonesia, Jawa Timur
jangka panjang. Sebagai daerah pengikut terintegrasi dengan daerah acuan yaitu
Jawa Timur terintegrasi dengan lima Jakarta dan Jawa Tengah sebagai daerah
daerah acuan ditunjukan dengan uji defisit gula. Petani di Jawa Timur dapat
t-statistik b2 yaitu Jawa Barat dengan nilai menikmati perubahan harga yang terjadi di
(1,601), Jawa Tengah (0,202), Sumatera daerah konsumen walau dalam jangka
Selatan (1,959), Lampung (0,955) dan panjang.
Jakarta (1,529) atau signifikan pada taraf 5 Jawa Barat dengan potensi
persen. Sedangkan transmisi harga terlihat keempat sebagai produsen gula tebu
pada nilai b2 yaitu sebesar Jawa Barat nasional sebagai provinsi acuan
dengan nilai (0,82), Jawa Tengah (0,987), memperlihatkan hasil terintegrasi dengan
Sumatera Selatan (0,860), Lampung Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Riau,
(0,895) dan Jakarta (0,980). Nilai b2 Jawa Yogyakarta, Kalimantan Tengah,
Timur ini terlihat bahwa perubahan harga Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
di di daerah acuan dapat ditransmisikan dengan nilai b2 mendekati 1. Hal ini berarti
dengan baik, sehingga para produsen gula bahwa perubahan harga di pasar Jawa
di Jawa Timur dapat menikmati perubahan Barat akan ditrasnformasikan secara
harga di daeerah konsumen gula. selaras di pasar-pasar lainnya yang
Uji t-statistik b2 pasar acuan terintegrasi. Hubungan perdagangan antara
Provinsi Jawa Tengah sebagai produsen provinsi tersebut menyebabkan kondisi
gula tebu terbesar kedua di Indonesia pasar di pasar acuan akan terhubung
menunjukan terintegrasi terhadap 8 dengan kondisi pasar pasar lainnya.
provinsi lainnya. Nilai b2 pada Jawa Timur Perubahan harga tersebut bisa berdasarkan
menunjukan angka 0,987, nilai ini hubungan perdagangan maupun apabila

145 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

tidak terjadi perdagangan, integrasi pasar Sulawesi Tenggara, Papua, Maluku Utara,
terjadi oleh karena kemudahan akses Sulawesi Barat dan Papua Barat tidak
informasi. terintegrasi dengan daerah acuan. Kelima
Integrasi jangka panjang yang provinsi tersebut setelah diuji statistic
terdapat pada provinsi Jakarta sebagai disimpulkan tidak terintegrasi dengan
daerah acuan, dalam uji t-statistik delapan provinsi acuan. Hasil uji integrasi
memperlihatkan bahwa semua provinsi jangka panjang dengan b2=1 menunjukan
terintegrasi kecuali NTT, Papua, Papua bahwa tidak tolak hypothesis nol (Ho)
Barat dan Kepulauan Riau. Nilai uji yakni tidak terintegrasi dalam jangka
t-statistik b2 memperlihatkan integrasi panjang. Dapat dikatakan bahwa efisiensi
terjadi pada 28 pasangan dengan angka pemasaran komoditi gula belum terjadi
signifikan 5 persen, nilai ini menunjukan pada kelima provinsi tersebut, kurangnya
bahwa Jakarta sebagai terbukti signifikan akses informasi menyebabkan tidak
sebagai daerah acuan dalam pembentukan terjadinya integrasi spasial (Firdaus dan
harga di hampir seluruh daerah di Gunawan, 2012).
Indonesia untuk komoditi gula. Walaupun Transmisi harga gula di Indonesia
dalam jangka pendek yang dibuktikan nilai pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa
IMC Jakarta tidak berpengaruh dalam wilayah Indonesia Bagian Timur
pembentukan harga, namun hal ini merupakan wilayah yang kurang
berbanding terbalik dimana Jakarta terintegrasi dengan daerah acuan.
sebagai daerah defisit gula atau Perubahan harga di daerah acuan tidak
memperoleh gula dari daerah produsen ditrasnmisikan dengan baik ke daerah
lebih mempengaruhi proses pembentukan Papua, Sulawesi dan sebagian dari
harga di provinsi lainnya dalam jangka Kalimantan. Hubungan yang kurang baik
panjang. Perbandingan Jakarta diuji antara daerah tersebut dengan pulau Jawa
sebagai daerah pengikut dan sebagai acuan yang merupakan daerah konsumen
memperlihatkan bahwa harga gula di terbesar di Indonesia dan daerah yang
Jakarta dalam jangka panjang lebih berpengaruh dalam pembentukan harga di
dipengaruhi oleh harga pada periode Indonesia kurang diinformasikan ke
sebelumnya dan harga Jakarta lebih daerah timur Indonesia. Hubungan
mempengaruhi harga di daerah lainnya. perdagangan maupun akses dalam
Jadi dalam jangka panjang proses memperoleh informasi masih sangat
stabilisasi harga gula nasional lebih efektif rendah antara daerah acuan dengan daerah
apabila harga gula di Jakarta stabil. tersebut menyebabkan kurangnya tingkat
Pasar gula Indonesia yang saling terintegrasi. Transmisi harga yang terjadi
terintegrasi dari seluruh provinsi yang ada pada Indonesia Bagian Timur sesuai
hanya dapat terjadi apabila terdapat dengan penelitian Issac dan Yeboah (2012)
hubungan perdagangan maupun adanya bahwa daerah dengan tingkat
akses informasi yang terkoneksi baik antar insfrastruktur yang kurang baik akan
daerah. Jika terdapat kegagalan pasar maka memperlihatkan tingkat integrasi yang
efisiensi pemasaran dan informasi tidak rendah pula.
terjadi sehingga integrasi antar daerah
tidak akan efektif berlangsung. Integrasi Integrasi Jangka Pendek Pasar Kedelai
jangka panjang pada produk gula di Indonesia
menunjukan bahwa masih terdapat daerah Analisis integrasi pasar pada
atau provinsi yang tidak terhubung ataupun komoditi kedelai menggunakan 8 provinsi
terintegrasi secara lemah. Pada Lampiran 2 sebagai pasar acuan yaitu Jawa Barat, Jawa
dapat dilihat bahwa provinsi NTT, Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,

146 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Sumateras Selatan, Lampung dan DKI pasca panen serta jarak antar pasar
Jakarta sedangkan provinsi lainnya sebagai produsen dan konsumen yang
pasar local yang mengacu harga terhadap menyebabkan perlunya waktu untuk
pasar acuan. Hasil perhitungan mencapai kesetimbangan sehingga
menunjukan nilai IMC pada pasangan diperlukan waktu lebih dari sebulan untuk
daerah Jawa Timur terhadap Jawa Tengah menyesuaikan (Tahir dan Riaz, 1997). Hal
mempunyai nilai sebesar 1,001 angka ini tersebut yang menyebabkan integrasi
mendekati angka 1 dimana dapat jangka pendek pada komoditi kedelai tidak
disimpulkan kedua daerah memiliki terjadi dimana dari perhitungan nilai IMC
integrasi jangka pendek. Sedangkan nilai mencapai lebih dari 1.
IMC untuk daerah yang lain
memperlihatkan bahwa tidak terjadi Integrasi Jangka Panjang Pasar Kedelai
integrasi jangka pendek pada komoditi di Indonesia
kedelai pada delapan daerah acuan di
Integrasi jangka panjang yang
Indonesia. Derajat integrasi pada Tabel 3 terjadi diantara daerah acuan kedelai di
menunjukan hubungan antara delapan Indonesia dapat dilihat di Lampiran 3,
pasar acuan kedelai di Indonesia dengan memperlihatkan bahwa hanya terjadi
duapuluh empat daerah lainnya. Hasil integrasi di beberapa daerah yang diuji.
regresi memperlihatkan bahwa nilai IMC Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah
lebih dari 1 membuktikan bahwa harga terbukti terintegrasi dalam jangka panjang
kedelai tidak terintegrasi antara daerah dengan nilai b2 sebesar 0,258 namun nilai
acuan dan daerah lainnya. b2 tidak signifikan sehingga dapat
Kedelai merupakan produk yang disimpulkan Jawa Timur tidak
sangat penting untuk mencukupi berpengaruh terhadap pembentukan harga
kebutuhan protein nabati bagi penduduk di di Jawa Tengah. Integrasi yang terjadi
Indonesia, data BPS menyebutkan bahwa antara Jakarta dengan Jawa Tengah dengan
produksi kedelai di Indonesia mencapai nilai b2 mendekati angka 1
angka 974 512 ton pada tahun 2009 turun memperlihatkan bahwa perubahan harga di
menjadi 779 992 ton pada tahun 2013 Jakarta akan ditransformasikan lebih baik
sedangkan angka impor menunjukan 1 314 oleh Jawa Tengah. Perubahan harga
619 ton pada tahun 2009 naik menjadi 1 kedelai di Jakarta sebesar 1 persen pada
785 384 ton pada tahun 2013. Intervensi jangka panjang akan ditransmisikan ke
pasar oleh pemerintah dalam rangka Jawa Tengah dengan perubahan harga
stabilisasi harga dan pemenuhan sebesar 0,969 persen, dengan nilai yang
permintaan pasar dalam negeri dilakukan mendekati 1 memperlihatkan bahwa
dengan mengimpor lebih dari 70 persen transmisi harga di Jakarta dapat diserap
kebutuhan kedelai. dengan baik oleh Jawa Tengah sebagi
Dari analisis integrasi spasial antar provinsi produsen.
provinsi di Indonesia terlihat bahwa Uji t-stastistik nilai b2 pada
hubungan perdagangan kedelai antar Lampiran 3, Lampung sebagai daerah
daerah dapat dikatakan buruk, tataniaga
acuan memperlihatkan terintegrasi dengan
kedelai dalam negeri terlihat belum 9 daerah pengikut yaitu Jawa Barat,
berjalan dengan efektif. Integrasi pasar Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
jangka pendek komoditi pertanian sangat Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Papua
jarang sekali terjadi, hal ini diseebabkan Barat dan Kepulauan Riau. Nilai b2 pada
oleh perbedaan tingkat intervensi Jawa Barat menunjukan angka 0,924 yaitu
pemerintah, struktur permintaan dari berarti bahwa dalam jangka panjang
daerah produsen, perbedaan teknologi perubahan harga sebesar 1 persen di

147 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Lampung akan direspon oleh Jawa Barat di Indonesia hanya terjadi di 11 provinsi di
sebesar 0,924 persen. Integrasi jangka Indonesia, sedangkan 22 provinsi lainnya
panjang yang terjadi diantara produsen menunjukan nilai uji t yang tidak
kedelai di Indonesia memperlihatkan signifikan dan tidak terintegrasi dengan
bahwa hanya terjadi integrasi di beberapa daerah acuan yang diteliti.
daerah yang diuji. Integrasi pasar kedelai

Gambar 4. Elastisitas Transmisi Harga Kedelai di 33 Provinsi di Indonesia

Besar tidaknya pangsa pasar dari persaingan sempurna yang diharapkan


suatu daerah akan mempengaruhi tingkat dengan memberi keleluasaan bagi
integrasi daerah tersebut dengan daerah pengusaha kedelai dalam tataniaga kedelai
produsen. Bila pangsa pasar suatu daerah ternyata tidak terjadi, penawaran dari
itu kecil kemungkinan daerah tersebut daerah produsen kepada daerah yang
akan terisolasi dengan daerah pasar besar defisit tidak berlangsung dengan
ataupun daerah produsen akan semakin sempurna.
besar, demikian juga sebaliknya. Tataniaga Integrasi spasial komoditi kedelai
kedelai di Indonesia terlihat dari analisis yang terjadi di 33 provinsi menunjukan
integrasi baik jangka pendek maupun bahwa terdapat beberapa wilayah
panjang melalui nilai IMC maupun b2 Indonesia yang tidak terintegrasi secara
dapat disimpulkan bahwa tataniaga kedelai baik. Analisis elastisitas transmisi harga
masih buruk. Kebijakan intervensi pasar yang ditunjukan oleh Gambar 4
yang dilakukan oleh pemerintah terbukti memperlihatkan bahwa, Kalimantan,
belum mampu menjalankan perdagangan sebagian wilayah Sumatera dan sebagian
secara efektif dan efisien. Persoalan ini dari Papua tidak terintegrasi dengan daerah
disebabkan oleh adanya asymmetric acuan. Hanya terdapat 11 daerah yang
information antar daerah, persoalan terintegrasi dengan daerah acuan atau
otonomi daerah yang memberlakukan hanya 33 persen dari wilayah di Indonesia
berbagai rintangan dalam perdagangan yang terhubung dalam pasar kedelai.
ataupun dengan berkurangnya peran Bulog Perubahan harga di pasar acuan tidak
sebagai pengawas kebutuhan pasar sejak dengan baik ditransformasikan oleh
tahun 1998 membuat perdagangan antar wilayah-wilayah tersebut. Besar tidaknya
daerah tidak terjadi dengan baik. Pasar pangsa pasar dari suatu daerah akan

148 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

mempengaruhi tingkat integrasi daerah struktur pasar dan efisiensi


tersebut dengan daerah produsen. Bila perdagangan komoditi antar provinsi
pangsa pasar suatu daerah itu kecil tersebut telah terbentuk dengan baik.
kemungkinan daerah tersebut akan 2. Nilai b2 yang diuji secara statistic
terisolasi dengan daerah pasar besar menunjukan bahwa komoditi beras,
ataupun daerah produsen akan semakin gula, telah terintegrasi jangka panjang
besar, demikian juga sebaliknya. dengan baik. Struktur pasar, efisiensi
Kedelai merupakan komoditi yang perdagangan dan akses informasi antar
sangat penting di Indonesia sebagai protein provinsi telah berlangsung dengan baik
nabati utama dalam produk pangan di sehingga menyebabkan integrasi pasar
Indonesia. Permintaan yang tinggi dan jangka panjang terjadi pada keempat
produksi yang masih sedikit menyebabkan komoditi tersebut. Sedangkan untuk
Indonesia masih mengimpor produk ini komoditi kedelai, tingkat integrasi
dalam mencukupi kebutuhan dalam negeri. spasial antar provinsi menunjukan
Efisiensi perdagangan komoditi kedelai proses integrasi belum berjalan dengan
masih berjalan dengan tidak efektif, baik.
pangsa pasar bagi wilayah Indonesia timur 3. Analisis integrasi spasial antar provinsi
yang relative kecil mengakibatkan menggunakan nilai IMC dan b2
lambatnya daerah tersebut dalam sebagai indikator menunjukan bahwa
menyesuaikan harga dengan pasar acuan pasar komoditi pangan memiliki
(Tahir dan Riaz, 1997). beberapa daerah yang dijadikan acuan.
Elastisitas transmisi harga kedelai Pada komoditi beras dapat disimpulkan
di Indonesia pada Gambar 4 bahwa Jakarta dan Sulawesi Selatan
memperlihatkan bahwa wilayah Indonesia merupakan daerah yang menjadi
Bagian Timur dan Indonesia Bagian Barat daerah acuan utama, daerah tersebut
merupakan wilayah yang kurang terintegrasi dengan sebagian besar
terintegrasi dengan daerah acuan. wilayah di Indonesia. Untuk komoditi
Perubahan harga di daerah acuan tidak gula, daerah yang menjadi provinsi
ditransmisikan dengan baik ke pulau acuan utama adalah Jakarta.
Sumatera, Papua, Kalimantan dan Sedangkan untuk komoditi kedelai
sebagian Sulawesi. Hubungan tidak terdapat daerah yang dijadikan
perdagangan komoditi kedelai belum daerah acuan utama.
berjalan dengan efektif menyebabkan tidak 4. Tingkat integrasi spasial dari komoditi
terdapat cukup bukti yang memperlihatkan beras dan gula, daging ayam dan
suatu daerah menjadi pasar acuan. Proses daging sapi di Indonesia mendekati
pembentukan harga kedelai lebih pasar persaingan sempurna
dipengaruhi oleh factor-faktor lokal yang (competitive market) dibandingkan
terdapat di daerah tersebut (Bustaman, tingkat integrasi kedelai.
2003) 5. Besaran nilai b2 sebagai indikator
KESIMPULAN elastisitas transmisi harga dan integrasi
menunjukan bahwa perubahan harga di
1. Hasil perhitungan IMC (Index of
provinsi acuan dapat dengan baik
Market Connection) komoditi pangan
ditransmisikan ke sebagian besar
menunjukan bahwa integrasi spasial
provinsi lainnya di Indonesia namun
antar provinsi jangka pendek hanya
perubahan harga di provinsi acuan
terjadi pada komoditi gula. Nilai IMC
tidak ditransmisikan dengan baik
yang kurang dari satu memperlihatkan
kedaerah Indonesia Bagian Timur.
bahwa harga gula antar provinsi pada
jangka pendek sangat berkaitan,

149 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

SARAN DAFTAR PUSTAKA


1. Sebagai daerah yang dijadikan acuan Issac I, Yeboah. 2013. Spatial Price
terhadap pangan di pasar-pasar lainnya, Transmission in The Regional Maize
perubahan harga di Jakarta akan Market in Ghana.. University of
ditransmisikan secara selaras pada Bonn. Swedish. Munich Personal
daerah lainnya. Oleh karena itu dalam Repec Archive No.49720:
rangka stabilisasi harga di Indonesia, [BAPOKSTRA] Direktorat Bahan Pokok
provinsi tersebut harus dijaga dengan dan Barang Strategis. Ditjen
baik sehingga lebih efektif dan efisien Perdagangan Dalam Negeri
dalam menahan gejolak harga sehingga Kementerian Perdagangan. 2014.
tidak meluas ke daerah lainnya. Harga Bahan Pokok. Jakarta :
Implementasi kebijakan pemerintah Kemendag.
pusat dalam menstabilisasi harga lebih [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.
baik diarahkan ke daerah acuan Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.
tersebut sehingga biaya yang Bustaman A. 2003. Analisis Integrasi
dikeluarkan dapat lebih murah. Pasar Beras di Indonesia. [skripsi].
2. Jawa Timur merupakan provinsi Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
produsen bahan pangan nomer satu Firdaus M, Gunawan I. 2012. Integration
Indonesia baik beras dan kedelai Among Regional Vegetable Market
maupun gula dimana daerah ini in Indonesia. Journal ISSAAS. 18
merupakan daerah surplus bahan (2):96-106
pangan diharapkan dapat terintegrasi Fackler P, Goodwin BK. 2001. Handbook
secara baik dengan daerah lainnya di of Agricultural Economics, Vol 1.
Indonesia. Namun setelah dianalisis Department of Agricultural &
nilai IMC maupun b2 sebagai koefisien Resource Economics, North Carolina
integrasi terbukti bahwa Jawa Timur State University, Raleigh, NC
tidak secara baik terintegrasi dengan Heytens PJ. 1986. Testing Market
daerah lainnya. Analisis integrasi Integration. Food Research Institute
model Ravallion tidak dapat Studies. XX (1): 25-41.
menjelaskan apa yang menjadi [IMF] International Monetary Fund. 2014.
penyebab terjadinya integrasi, IMF Primary Comodity Prices.
sehingga diperlukan kajian lebih lanjut http://www.imf.org/external/np/res/c
terhadap provinsi Jawa Timur baik dari ommod/index.aspx.
segi kebijakan perdagangan ataupun [Kemenko Ekon] Kementerian
adanya market failure yang terjadi Koordinator Bidang Perekonomian.
sehingga dapat menemukan solusi 2010. Peraturan Menteri Koordinator
kebijakan agar integrasi dapat terjadi Bidang Perekonomian No. 28 Tahun
dengan lebih baik. 2010 tentang Tim Koordinasi
3. Diperlukan kebijakan pemerintah Stabilisasi Pangan Pokok. Jakarta
dalam efisiensi tataniaga kedelai untuk (ID): Kemenko Ekon.
meningkatkan integrasi spasial antar Ravallion, M. 1986. Testing Market
provinsi yang masih rendah dimana Integration. American Journal of
kedelai merupakan komoditi yang Agricultural Economics. 68
diperlukan oleh seluruh lapisan (1):101-108.
masyarakat di Indonesia. Tahir Z. Riaz K. 1997. Integration of
Agricultural Commodity Markets in
Punjab. The Pakistan Development
Review. 36 (3): 241-262.

150 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Timmer PC. 1986. Getting Prices Right – Edition. Cornell University Press.
The Scope and Limits of Agricultural Ithaca.
Price Policy. Ithaca, NY: Cornell Pemerintah Republik Indonesia. 2014.
University Press Undang-undang Negara Republik
Tomek W. Robinson KL. 1990. Indonesia Nomor 7 Tahun 2014
Agricultural Product Prices. Third tentang Perdagangan. Jakarta (ID):
Sekretariat Negara.

151 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Lampiran 1. Hasil Pendugaan Regresi Model Ravalion Komoditi Beras di Indonesia


Provinsi Acuan Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sulawesi Selatan

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.876a 0.358a 0.134b 6.55 0.642 d 0.730a 0.768a 0.283a 2.58 0.232 d 0.832a 0.924a 0.203c 4.09 0.076

Jawa Timur 0.925a 0.344a 0.072 12.77 -0.656d 0.900a 0.510a 0.100 9.04 0.490 d 0.985a 0.210 0.019 52.15 0.790 d

Jawa Tengah 0.877a 0.738a 0.118 7.41 -0.262 d 0.842a 0.424a 0.161b 5.25 0.576 d 0.935a 0.736a 0.075 12.46 0.264

Sulawesi Selatan 0.830a 0.268a 0.143a 5.80 -0.732 d 0.920a 0.067 0.073a 12.59 0.933 d 0.824a 0.222a 0.156a 5.29 0.778 d

Sumatera Utara 0.777a 0.477a 0.230a 3.38 -0.523d 0.735a 0.268 0.288a 2.55 0.732 d 0.737a 0.285 0.283a 2.61 0.715 d 0.823a 0.802a 0.218a 3.77 0.198

Sumatera Selatan 0.927a 0.583a 0.068 13.64 -0.417d 0.931a 0.001 0.070 13.21 0.999 d 0.938a 0.645a 0.062 15.24 0.355 d 0.858a 0.870a 0.156 5.50 0.130

Lampung 0.906a 0.319a 0.081 11.15 -0.681d 0.839a 0.309b 0.148b 5.67 0.691 d 0.894a 0.303b 0.097c 9.26 0.697 d 0.964a 0.500b 0.035 27.40 0.500 d

Jakarta 0.773a 0.523a 0.235a 3.29 -0.477 d 0.902a 0.234b 0.109b 8.28 0.766 d 0.830a 0.465a 0.184a 4.51 0.535 d 0.895a 0.857a 0.132a 6.80 0.143

Sumatera Barat 0.958a 0.584a 0.045 21.11 -0.416 d 0.934a 0.286 0.079 11.88 0.714 d 0.951a 0.385a 0.058 16.45 0.615 d 0.968a 0.635c 0.040 24.07 0.365

Kalimantan
0.936a 0.092 0.058 16.05 -0.908d 0.962a -0.373 0.037 26.23 1.373 d 0.939a 0.027 0.059 15.90 0.973 d 0.925a 0.114 0.085 10.91 0.886
Selatan

Aceh 0.797a 0.640a 0.210a 3.79 -0.360d 0.878a 0.068 0.136b 6.43 0.932 d 0.817a 0.400c 0.199a 4.10 0.600 d 0.767a 0.574b 0.291a 2.64 0.426

Riau 0.753a 0.582c 0.279a 2.70 -0.418 0.612a 0.112 0.465a 1.32 0.888 d 0.723a 0.076 0.330a 2.19 0.924 d 0.805a 0.575 0.266b 3.03 0.425

Jambi 0.727a 0.353b 0.288a 2.53 -0.647 d 0.766a 0.451a 0.260a 2.95 0.549 d 0.663a 0.467a 0.369a 1.80 0.533 d 0.882a 0.817a 0.150 5.87 0.183

Bengkulu 0.803a 0.597a 0.178b 4.51 -0.403 d 0.835a 0.414b 0.157b 5.32 0.586 d 0.749a 0.706a 0.237a 3.16 0.294 0.793a 0.960a 0.224b 3.54 0.040

Yogyakarta 0.813a 0.717a 0.167b 4.87 -0.283 d 0.835a 0.584a 0.156b 5.36 0.416 d 0.680a 0.996a 0.299a 2.27 0.004 0.849a 0.908a 0.162c 5.25 0.092

Bali 0.909a 0.393a 0.087 10.50 -0.607 d 0.842a 0.277a 0.159a 5.29 0.723 d 0.865a 0.590a 0.134b 6.45 0.410 d 0.906a 0.937a 0.106 8.57 0.063

NTB 0.854a 0.440a 0.118c 7.24 -0.560 d 0.862a 0.095b 0.119b 7.25 0.905 d 0.804a 0.473a 0.166b 4.86 0.527 d 0.692a 1.312a 0.297a 2.33 -0.312 d

NTT 0.973a 0.111 0.023 42.69 -0.889 d 0.965a 0.005 0.031 30.76 0.995 d 0.968a 0.190 0.028 34.86 0.810 d 0.962a 0.430a 0.038 25.59 0.570 d

Gorontalo 0.932a 0.084 0.055 17.06 -0.916 d 0.899a 0.135 0.086 10.49 0.865 d 0.929a 0.258 0.059 15.62 0.742 d 0.935 0.005a 0.063 14.73 0.995 d

Kalimantan Barat 0.943a 0.154b 0.063 15.07 -0.846 d 0.929a 0.094c 0.082a 11.39 0.906 d 0.918a 0.197b 0.093b 9.92 0.803 d 0.978b 0.282a 0.029a 33.58 0.718 d

Kalimantan
0.934a -0.080 0.063 14.84 1.080 d 0.830a 0.021a 0.163a 5.09 0.979 d 0.944a 0.020 0.055a 17.06 0.980 d 0.937 0.124 0.071a 13.19 0.876 d
Tengah

Kalimantan Timur 0.750a 0.231a 0.247a 3.04 0.769 d 0.868a 0.149a 0.139a 6.26 0.851 d 0.696a 0.039 0.313a 2.22 0.961 d 0.831a 0.704b 0.200a 4.15 0.296

Sulawesi Utara 0.821a 0.431a 0.181a 4.53 0.569 d 0.816a 0.138a 0.197a 4.15 0.862 d 0.702a 0.329a 0.315a 2.23 0.671 d 0.831a 0.832a 0.205b 4.06 0.168

Sulawesi Tengah 0.720a 0.224b 0.261a 2.76 0.776 d 0.782a 0.038a 0.215a 3.63 0.962 d 0.678a 0.006 0.315a 2.15 0.994 d 0.817a 0.183 0.207b 3.94 0.817 d

Sulawesi
0.845a 0.156 0.129a 6.53 0.844 d 0.876a 0.100a 0.110a 7.98 0.900 d 0.796a -0.002 0.178a 4.46 1.002 d 0.847a 0.541b 0.153b 5.52 0.459
Tenggara

Maluku 0.975a 0.080 0.020 48.70 0.920 d 0.939a 0.043c 0.053c 17.86 0.957 d 0.968a 0.176c 0.027 35.84 0.824 d 0.973a 0.193 0.026 37.96 0.807 d

Papua 0.943a -0.148 0.070 13.45 1.148 d 0.951a -0.322 0.066 14.43 1.322 d 0.950a -0.278 0.066 14.40 1.278 d 0.940a 0.560 0.086 10.90 0.440 d

Banten 0.676a 0.828a 0.305a 2.22 0.172 d 0.860a 0.412b 0.141b 6.09 0.588 d 0.786a 0.840a 0.211a 3.72 0.160 0.797a 1.199a 0.230a 3.47 -0.199

Bangka Belitung 0.527a 0.516a 0.519a 1.01 0.484 d 0.893a 0.320b 0.126c 7.07 0.680 d 0.645a 0.486a 0.408a 1.58 0.514 d 0.819a 0.758a 0.240b 3.41 0.242

Maluku Utara 0.927a 0.093 0.075 12.35 0.907 d 0.909a 0.120c 0.098 9.31 0.880 d 0.939a 0.077 0.065 14.36 0.923 d 0.959a 0.031 0.052 18.38 0.969 d

Sulawesi Barat 0.930a 0.164 0.067 13.88 0.836 d 0.848a 0.002a 0.153 5.54 0.998 d 0.892a 0.170 0.108 8.26 0.830 d 0.934a 0.609b 0.074 12.60 0.391

Papua Barat 0.908a 0.044 0.102 8.88 0.956 d 0.892a -0.180b 0.127 7.02 1.180 d 0.905a 0.017 0.111 8.16 0.983 d 0.941a 0.145 0.079 11.84 0.855 d

Kepulauan Riau 0.958a 0.546a 0.034 28.13 0.454 d 0.941a 0.164 0.055 17.18 0.836 d 0.949a 0.528a 0.045 21.05 0.472 d 0.956a 0.819a 0.042 22.80 0.181

a nyata pada taraf 1%


b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

152 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2
..............................Lanjutan Lampiran 1
Provinsi Acuan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jakarta

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.963a 0.318a 0.039 24.92 0.682 d 0.899a 0.596a 0.114 7.87 0.404 d 0.926a 0.308b 0.088 10.52 0.692 d 0.749a 0.921a 0.245a 3.06 0.079

Jawa Timur 0.948a 0.170 0.050 19.05 0.830 d 0.990a 0.001 0.013 75.70 0.999 d 0.851a 0.265b 0.164 5.19 0.735 d 0.924a 0.369b 0.072 12.87 0.631

Jawa Tengah 1.011a 0.166 -0.008129.96 0.834 d 0.991a 0.562a 0.009 113.42 0.438 d 0.938a 0.245b 0.071 13.25 0.755 d 0.896a 0.734a 0.097 9.26 0.266

Sulawesi Selatan 0.962a 0.160a 0.034 28.67 0.840 d 0.886a 0.285a 0.108a 8.23 0.715 d 0.956a 0.149b 0.045a 21.05 0.851 d 0.903a 0.452a 0.080c 11.28 0.548

Sumatera Utara 0.854a 0.407b 0.168b 5.09 0.593 d 0.813a 0.167 0.220a 3.70 0.833 d 0.827a 0.892a 0.171b 4.83 0.108

Sumatera Selatan 1.004a 0.242b 0.001 1,027 0.758 d 0.987a 0.073 0.020 50.23 0.927 d 0.917a 0.625a 0.075 12.25 0.375

Lampung 0.988a 0.117 0.009106.94 0.883 d 0.966a 0.079 0.033 29.19 0.921 d 0.906a 0.484a 0.079 11.49 0.516

Jakarta 0.965a 0.341a 0.038 25.64 0.659 d 0.912a 0.389a 0.104a 8.79 0.611 d 0.947a 0.287a 0.067 14.23 0.713 d

Sumatera Barat 0.969a 0.787a 0.032 29.91 0.213 0.968a 0.334 0.038 25.69 0.666 d 0.924a 0.411b 0.100 9.27 0.589 d 0.953a 0.923a 0.049 19.65 0.077

Kalimantan Selatan 0.942a -0.278 0.053 17.83 1.278 d 0.933a 0.216 0.068 13.67 0.784 d 0.912a 0.362 0.093 9.77 0.638 d 0.914a 0.164 0.078 11.67 0.836

Aceh 0.900a 0.683a 0.102 8.79 0.317 d 0.665a 0.527a 0.387a 1.72 0.473 d 0.938a 0.420b 0.078 12.09 0.580 d 0.846a 0.836a 0.155b 5.44 0.164

Riau 0.694a 1.226a 0.337a 2.06 -0.226 0.829a 0.533 0.215a 3.85 0.467 0.601a 0.549c 0.516a 1.16 0.451 0.722a 1.080b 0.304a 2.37 -0.080

Jambi 0.887a 0.331a 0.118 7.51 0.669 d 0.877a 0.276c 0.146c 6.00 0.724 d 0.860a 0.323b 0.170b 5.07 0.677 d 0.794a 0.565a 0.211a 3.77 0.435

Bengkulu 0.806a 0.273b 0.172b 4.68 0.727 d 0.888a 0.484a 0.113 7.86 0.516 d 0.842a 0.194 0.164b 5.12 0.806 d 0.822a 0.863a 0.155a 5.29 0.137

Yogyakarta 1.027a 0.089 -0.023 a43.89 0.911 d 0.922a 0.552a 0.077 11.97 0.448 d 0.932a 0.181 0.070 13.27 0.819 d 0.854a 0.735a 0.126a 6.78 0.265

Bali 0.922a 0.276a 0.073 12.71 0.724 d 0.955a 0.429a 0.046 20.65 0.571 d 0.949a 0.249c 0.056 16.98 0.751 d 0.909a 0.635a 0.083 10.91 0.365

NTB 0.882a 0.185c 0.094c 9.36 0.815 d 0.875a 0.556a 0.113 7.76 0.444 d 0.944a 0.135 0.054 17.45 0.865 d 0.830a 0.744a 0.133b 6.26 0.256

NTT 0.991a -0.093 0.008123.42 1.093 d 0.963a 0.373a 0.033 28.85 0.627 d 0.997a 0.239b 0.004 247.99 0.761 d 0.962a 0.126 0.031 30.59 0.874

Gorontalo 0.896a 0.121 0.082 10.94 0.879 d 0.947a -0.078 0.049 19.46 1.078 d 0.923a 0.172 0.070 13.14 0.828 d 0.924a 0.456a 0.058 15.82 0.544

Kalimantan Barat 0.983a 0.015 0.019 50.56 0.985 d 0.987a 0.171b 0.017 58.26 0.829 d 0.946a 0.071 0.068a 13.94 0.929 d 0.927a 0.300a 0.076 12.16 0.700

Kalimantan Tengah 0.874a 0.144 0.113a 7.76 0.856 d 0.934a -0.051 0.070 13.30 1.051 d 0.907a 0.124 0.099a 9.20 0.876 d 0.846a 0.127 0.138a 6.14 0.873

Kalimantan Timur 0.900a 0.227a 0.098c 9.22 0.773 d 0.873a 0.053 0.142a 6.14 0.947 d 0.895a 0.273a 0.120a 7.46 0.727 d 0.842a 0.502a 0.152b 5.55 0.498

Sulawesi Utara 0.820a 0.317a 0.177b 4.63 0.683 d 0.896a 0.278b 0.117b 7.63 0.722 d 0.890a 0.216c 0.127 6.99 0.784 d 0.829a 0.560a 0.167a 4.97 0.440

Sulawesi Tengah 0.765a 0.323a 0.214a 3.57 0.677 d 0.852a -0.063 0.158a 5.39 1.063 d 0.830a 0.217b 0.182a 4.55 0.783 d 0.736a 0.351a 0.240a 3.07 0.649 d

Sulawesi Tenggara 0.857a 0.089 0.116b 7.36 0.911 d 0.890a -0.103 0.105b 8.49 1.103 d 0.865a 0.280b 0.129a 6.71 0.720 d 0.857a 0.284 0.116b 7.40 0.716 d

Maluku 0.942a 0.017 0.046 20.38 0.983 d 0.985a 0.130 0.012 81.82 0.870 d 0.963a 0.027 0.034 28.24 0.973 d 0.971a 0.081 0.022 43.32 0.919 d

Papua 0.940a 0.038 0.071 13.28 0.962 d 0.923a 0.125 0.100 9.26 0.875 d 0.967a 0.176 0.052 18.58 0.824 d 0.940a -0.272 0.072 13.05 1.272 d

Banten 0.921a 0.363a 0.075 12.23 0.637 d 0.776a 0.591a 0.237a 3.27 0.409 d 0.918a 0.424a 0.092a 9.96 0.576 d 0.731a 0.949a 0.246a 2.97 0.051

Bangka Belitung 0.952a 0.250b 0.054 17.65 0.750 d 0.824a 0.168 0.219b 3.77 0.832 d 0.924a 0.485a 0.098 9.38 0.515 d 0.757a 0.764a 0.260a 2.91 0.236

Maluku Utara 0.977a -0.039 0.025 39.62 1.039 d 0.975a 0.269 0.028 34.83 0.731 d 0.868a 0.023 0.152a 5.70 0.977 d 0.921a 0.083 0.079 11.66 0.917 d

Sulawesi Barat 0.838a 0.034 0.151a 5.55 0.966 d 0.940a 0.120 0.065 14.52 0.880 d 0.916a -0.044 0.091 10.04 1.044 d 0.921a 0.235 0.074 12.51 0.765 d

Papua Barat 0.921a 0.462b 0.087c10.61 0.538 d 0.922a 0.039 0.098 9.38 0.961 d 0.892a -0.016 0.137 6.49 1.016 d 0.921a 0.264 0.086 10.77 0.736

Kepulauan Riau 0.955a 0.068 0.038 25.18 0.932 d 0.965a 0.199 0.032 30.46 0.801 d 0.964a 0.389a 0.035 27.53 0.611 d 0.949a 0.445b 0.042 22.71 0.555 d

a nyata pada taraf 1%


b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

153 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Lampiran 2. Hasil Pendugaan Regresi Model Ravallion Komoditi Gula di Indonesia

Provinsi Acuan Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sulawesi Selatan

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.679a 0.534a 0.353a 1.923 -0.466 d 0.718a 0.541a 0.303a 2.369 -0.459 d 0.722a 0.513a 0.296a 2.441 -0.487 d

Jawa Timur 0.770a 0.802a 0.210b 3.674 -0.198 0.415a 0.987a 0.572a 0.726 -0.013 0.837a 0.505a 0.159b 5.280 -0.495 d

Jawa Tengah 0.893a 0.606 0.100 8.897 -0.394 d 0.540a 0.824a 0.471a 1.147 -0.176 d 0.903a 0.426a 0.097 9.331 -0.574 d

Sulawesi Selatan 0.627a 0.903a 0.352a 1.781 -0.097 0.747a 0.697a 0.262a 2.850 -0.303 d 0.773a 0.755a 0.230a 3.366 -0.245

Sumatera Utara 0.795a 0.668a 0.200c 3.970 -0.332 d 0.675a 0.759a 0.349a 1.935 -0.241 d 0.769a 0.896a 0.242a 3.186 -0.104 0.863a 0.464a 0.143 6.047 -0.536 d

Sumatera Selatan 0.692a 0.672a 0.297 2.329 -0.328 d 0.623a 0.674a 0.398a 1.566 -0.326 d 0.701a 0.751a 0.309a 2.268 -0.249 d 0.701a 0.417a 0.307 2.281 -0.583 d

Lampung 0.830a 0.693a 0.155a 5.338 -0.307 d 0.401a 0.604a 0.597a 0.672 -0.396 d 0.478a 0.676a 0.509a 0.939 -0.324 d 0.836a 0.440a 0.160b 5.220 -0.560 d

Jakarta 0.689a 0.534a 0.322a 2.136 -0.466 d 0.674a 0.406a 0.370a 1.822 -0.594 d 0.704a 0.498a 0.328a 2.145 -0.502 d 0.788a 0.345a 0.234a 3.364 -0.655 d

Aceh 0.788a 0.584a 0.228a 3.455 0.416 d 0.737a 0.780a 0.309a 2.389 -0.220 d 0.752a 0.837a 0.285a 2.641 -0.163 0.770a 0.421a 0.263a 2.927 -0.579 d

Sumatera Barat 0.871a 0.752 0.126 6.911 0.248 d 0.526a 0.724a 0.510a 1.030 -0.276 d 0.627a 0.808a 0.392a 1.600 -0.192 d 0.889a 0.501a 0.116c 7.636 -0.499 d

Riau 0.696a 0.750a 0.317a 2.195 -0.250 0.718a 0.638a 0.322a 2.227 -0.362 d 0.738a 0.673a 0.293a 2.521 -0.327 d 0.835a 0.497a 0.184b 4.548 -0.503 d

Jambi 0.794a 0.504a 0.202a 3.935 -0.496 d 0.507a 0.538a 0.528a 0.960 -0.462 d 0.593a 0.668a 0.425a 1.395 -0.332 d 0.819a 0.340a 0.189a 4.338 -0.660 d

Bengkulu 0.792a 0.611a 0.194a 4.086 -0.389 d 0.429a 0.591a 0.582a 0.737 -0.409 d 0.473a 0.706a 0.525a 0.901 -0.294 d 0.798a 0.380a 0.201a 3.969 -0.620 d

Yogyakarta 0.812a 0.766 0.170a 4.779 -0.234 0.693a 0.830a 0.305a 2.271 -0.170 d 0.738a 0.885a 0.255a 2.901 -0.115 0.900a 0.604a 0.096a 9.352 -0.396 d

Bali 0.624a 0.667a 0.363 1.718 -0.333 d 0.488a 0.507a 0.541a 0.902 -0.493 d 0.488a 0.511a 0.529a 0.922 -0.489 d 0.716a 0.363a 0.292 2.451 -0.637 d

NTB 0.898a 0.660a 0.094 9.576 -0.340 d 0.622a 0.684a 0.380a 1.636 -0.316 d 0.674a 0.767a 0.320a 2.106 -0.233 d 0.902a 0.449a 0.097a 9.290 -0.551 d

NTT 0.816a 0.308a 0.189a 4.309 -0.692 d 0.766a 0.295a 0.262a 2.919 -0.705 d 0.788a 0.307a 0.232a 3.393 -0.693 d 0.796a 0.249 0.221 3.599 -0.751 d

Gorontalo 0.783a 0.567a 0.213 3.672 -0.433 d 0.527a 0.479a 0.507a 1.039 -0.521 d 0.597a 0.647a 0.422a 1.416 -0.353 d 0.800a 0.309a 0.209 3.821 -0.691 d

Kalimantan Barat 0.832a 0.311 0.153c 5.443 -0.689 d 0.723a 0.626a 0.274a 2.634 -0.374 d 0.716a 0.628a 0.275a 2.609 -0.372 0.828a 0.420a 0.166b 4.982 -0.580 d

Kalimantan Tengah 0.611a 0.943a 0.363a 1.682 -0.057 0.646a 0.731a 0.362a 1.785 -0.269 d 0.699a 0.717a 0.302a 2.318 -0.283 d 0.598a 0.758 0.399a 1.498 -0.242 d

Kalimantan Selatan 0.684a 0.951a 0.286 2.391 -0.049 0.728a 0.830a 0.270a 2.696 -0.170 0.739a 0.826a 0.254a 2.904 -0.174 0.726a 0.803 0.264 2.751 -0.197 d

Kalimantan Timur 0.768a 0.972a 0.225a 3.412 -0.028 0.617a 0.790a 0.408a 1.510 -0.210 d 0.704a 0.825a 0.308a 2.286 -0.175 0.759a 0.660a 0.249a 3.048 -0.340 d

Sulawesi Utara 0.676a 0.867a 0.320a 2.113 -0.133 0.727a 0.495a 0.296a 2.455 -0.505 d 0.755a 0.493a 0.261a 2.892 -0.507 d 0.708a 0.696a 0.306a 2.311 -0.304 d

Sulawesi Tengah 0.840a 0.599a 0.161a 5.226 -0.401 d 0.673a 0.489a 0.357a 1.885 -0.511 d 0.717a 0.541a 0.302a 2.373 -0.459 d 0.873a 0.456a 0.136a 6.420 -0.544 d

Sulawesi Tenggara 0.656a 0.558a 0.332a 1.978 -0.442 d 0.633a 0.296b 0.388a 1.632 -0.704 d 0.648a 0.327b 0.364a 1.779 -0.673 d 0.697a 0.565 0.310a 2.247 -0.435 d

Maluku 0.804a 0.644 0.207 3.890 -0.356 d 0.643a 0.491a 0.410a 1.567 -0.509 d 0.633a 0.490a 0.412a 1.536 -0.510 d 0.867a 0.405 0.149 5.811 -0.595 d

Papua 0.826a 0.345a 0.204 4.053 -0.655 d 0.859a 0.306a 0.181a 4.760 -0.694 d 0.869a 0.409a 0.164a 5.309 -0.591 d 0.844a 0.288 0.193 4.367 -0.712 d

Banten 0.339a 0.718a 0.656a 0.518 -0.282 d 0.630a 0.475a 0.402a 1.567 -0.525 d 0.659a 0.468a 0.364a 1.811 -0.532 d 0.534a 0.508a 0.491a 1.087 -0.492 d

Bangka Belitung 0.773a 0.575a 0.222a 3.479 -0.425 d 0.439a 0.664a 0.597a 0.736 -0.336 d 0.464a 0.803a 0.558a 0.832 -0.197 d 0.850a 0.448a 0.156b 5.431 -0.552 d

Maluku Utara 0.717a 0.407a 0.308a 2.331 -0.593 d 0.727a 0.395a 0.324a 2.246 -0.605 d 0.751a 0.478a 0.289a 2.594 -0.522 d 0.733a 0.279 0.308 2.376 -0.721 d

Sulawesi Barat 0.624a 0.506b 0.380 1.640 -0.494 d 0.560a 0.319 0.487a 1.152 -0.681 d 0.499a 0.155 0.543a 0.918 -0.845 d 0.707a 0.516a 0.313 2.259 -0.484 d

Papua Barat 0.901a 0.318a 0.110c 8.172 -0.682 d 0.833a 0.175 0.202a 4.115 -0.825 d 0.833a 0.214 0.198a 4.202 -0.786 d 0.913a 0.239b 0.104b 8.768 -0.761 d

Kepulauan Riau 0.981a 0.267c 0.011 91.365 -0.733 d 0.972a 0.260b 0.021 46.757 -0.740 d 0.975a 0.357a 0.017 56.161 -0.643 d 0.969a 0.171c 0.023 41.646 -0.829 d

a nyata pada taraf 1%


b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

154 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

....................Lanjutan Lampiran 2
Provinsi Acuan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jakarta

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.592a 0.404a 0.417a 1.420 -0.596 d 0.742a 0.576a 0.270a 2.743 -0.424 d 0.812a 0.630a 0.209a 3.886 -0.370 d 0.677a 0.810a 0.314a 2.157 -0.190

Jawa Timur 0.559a 0.703a 0.411 1.363 -0.297 d 0.754a 0.806a 0.233b 3.236 -0.194 0.492a 0.895a 0.511a 0.963 -0.105 0.692a 0.980a 0.273a 2.536 -0.020

Jawa Tengah 0.761a 0.699a 0.228 3.337 -0.301 d 0.881a 0.656a 0.116 7.602 -0.344 d 0.702a 0.752a 0.306b 2.292 -0.248 d 0.823a 0.877a 0.160c 5.144 -0.123

Sulawesi Selatan 0.666a 0.621a 0.322a 2.071 -0.379 d 0.704a 0.672a 0.291a 2.416 -0.328 d 0.813a 0.740a 0.195b 4.170 -0.260 0.707a 0.928a 0.268a 2.635 -0.072

Sumatera Utara 0.895a 0.656a 0.105 8.524 -0.344 d 0.868a 0.806a 0.141 6.151 -0.194 0.794a 1.018a 0.194a 4.100 0.018

Sumatera Selatan 0.624a 0.537a 0.369 1.688 -0.463 d 0.760a 0.866a 0.255a 2.982 -0.134 0.627a 1.022a 0.348b 1.799 0.022

Lampung 0.707a 0.631a 0.273 2.587 -0.369 d 0.777a 0.777a 0.211a 3.677 -0.223 d 0.795a 1.043a 0.180a 4.403 0.043

Jakarta 0.710a 0.439a 0.305a 2.327 -0.561 d 0.688a 0.554a 0.335a 2.053 -0.446 d 0.817a 0.655a 0.209a 3.900 -0.345 d

Aceh 0.786a 0.750a 0.235a 3.344 -0.250 d 0.692a 0.732a 0.344a 2.010 -0.268 d 0.712a 0.708a 0.340a 2.095 -0.292 d 0.726a 0.806a 0.286a 2.542 -0.194

Sumatera Barat 0.664a 0.688a 0.337 1.968 -0.312 d 0.929a 0.721a 0.071 13.079 -0.279 d 0.731a 0.875a 0.290b 2.519 -0.125 0.848a 1.004a 0.143b 5.914 0.004

Riau 0.683a 0.564a 0.337a 2.026 -0.436 d 0.813a 0.681a 0.203b 4.004 -0.319 d 0.715a 0.707a 0.328a 2.181 -0.293 d 0.731a 0.908a 0.272a 2.684 -0.092

Jambi 0.662a 0.506a 0.336a 1.969 -0.494 d 0.774a 0.688a 0.230b 3.368 -0.312 d 0.401a 0.807a 0.644a 0.623 -0.193 d 0.801a 0.941a 0.187b 4.279 -0.059

Bengkulu 0.538a 0.527a 0.438a 1.229 -0.473 d 0.737a 0.719a 0.255b 2.891 -0.281 d 0.541a 0.877a 0.470a 1.151 -0.123 d 0.775a 0.999 0.202b 3.846 -0.001

Yogyakarta 0.654a 0.769a 0.321a 2.033 -0.231 d 0.893a 0.606a 0.100 8.914 -0.394 d 0.852a 0.704a 0.148 5.754 -0.296 0.823a 0.856a 0.155c 5.322 -0.144

Bali 0.601a 0.496a 0.392 1.536 -0.504 d 0.632a 0.567a 0.370a 1.707 -0.433 d 0.595a 0.603a 0.431a 1.380 -0.397 d 0.417a 1.020a 0.546a 0.764 0.020

NTB 0.757a 0.555a 0.228a 3.321 -0.445 d 0.888a 0.622a 0.107 8.270 -0.378 d 0.605a 0.811a 0.398a 1.520 -0.189 d 0.870a 0.915a 0.115c 7.598 -0.085

NTT 0.724a 0.195c 0.286a 2.532 -0.805 d 0.751a 0.375a 0.265a 2.835 -0.625 d 0.702a 0.449a 0.334a 2.099 -0.551 d 0.836a 0.631a 0.163b 5.132 -0.369 d

Gorontalo 0.687a 0.471a 0.312 2.200 -0.529 d 0.719a 0.580a 0.286a 2.511 -0.420 d 0.412a 0.681a 0.633a 0.650 -0.319 d 0.729a 0.819a 0.257b 2.837 -0.181

Kalimantan Barat 0.700a 0.423a 0.277a 2.530 -0.577 d 0.783a 0.650a 0.204b 3.843 -0.350 d 0.701a 0.708a 0.297a 2.361 -0.292 0.762a 0.798a 0.208b 3.654 -0.202

Kalimantan Tengah 0.548a 0.608 0.430a 1.275 -0.392 d 0.572a 0.791a 0.416a 1.375 -0.209 0.755a 0.849a 0.251b 3.007 -0.151 0.673a 1.026a 0.296a 2.271 0.026

Kalimantan Selatan 0.537a 0.671 0.429 1.252 -0.329 d 0.663a 0.698a 0.318a 2.083 -0.302 d 0.747a 0.768a 0.253b 2.947 -0.232 0.712a 0.873a 0.254a 2.803 -0.127

Kalimantan Timur 0.565a 0.693a 0.431a 1.312 -0.307 d 0.762a 0.700a 0.241b 3.160 -0.300 d 0.703a 0.813a 0.318a 2.210 -0.187 0.707a 0.976a 0.276a 2.565 -0.024

Sulawesi Utara 0.648a 0.374a 0.354a 1.832 -0.626 d 0.636a 0.465a 0.375a 1.696 -0.535 d 0.775a 0.633a 0.245a 3.162 -0.367 d 0.716a 0.923a 0.272a 2.634 -0.077

Sulawesi Tengah 0.739a 0.450a 0.266a 2.782 -0.550 d 0.807a 0.502a 0.201a 4.021 -0.498 d 0.741a 0.623a 0.284a 2.609 -0.377 d 0.822a 0.791a 0.172c 4.770 -0.209 d

Sulawesi Tenggara 0.560a 0.200 0.431a 1.301 -0.800 d 0.602a 0.454a 0.400a 1.506 -0.546 d 0.636a 0.520a 0.386a 1.651 -0.480 d 0.644a 0.765a 0.333a 1.937 -0.235

Maluku 0.694a 0.433 0.327 2.120 -0.567 d 0.709a 0.490a 0.319a 2.226 -0.510 d 0.652a 0.603a 0.402a 1.622 -0.397 d 0.715a 0.845a 0.290a 2.464 -0.155

Papua 0.816a 0.346 0.218 3.739 -0.654 d 0.845a 0.388a 0.189a 4.465 -0.612 d 0.894a 0.508a 0.137b 6.512 -0.492 d 0.856a 0.715a 0.162b 5.272 -0.285 d

Banten 0.595a 0.400a 0.410a 1.452 -0.600 d 0.550a 0.627a 0.465a 1.181 -0.373 d 0.765a 0.603a 0.258a 2.961 -0.397 d 0.602a 0.979a 0.383a 1.571 -0.021

Bangka Belitung 0.712a 0.635a 0.286a 2.487 -0.365 d 0.740a 0.674a 0.263b 2.815 -0.326 d 0.453a 0.829a 0.585a 0.774 -0.171 0.698a 0.852a 0.285a 2.445 -0.148

Maluku Utara 0.658a 0.289b 0.376a 1.749 -0.711 d 0.728a 0.491a 0.307a 2.376 -0.509 d 0.703a 0.519a 0.354 1.984 -0.481 d 0.710a 0.775a 0.304a 2.336 -0.225

Sulawesi Barat 0.579a 0.215a 0.433a 1.337 -0.785 d 0.598a 0.468b 0.424a 1.410 -0.532 d 0.477a 0.446b 0.583 0.818 -0.554 d 0.531a 0.654b 0.461b 1.151 -0.346

Papua Barat 0.882a 0.275b 0.135b 6.531 -0.725 d 0.904a 0.307b 0.112c 8.049 -0.693 d 0.837a 0.476a 0.199 4.206 -0.524 d 0.906a 0.638a 0.101c 8.977 -0.362 d

Kepulauan Riau 0.969a 0.313a 0.022 44.424 -0.687 d 0.987a 0.291b 0.006 176.603 -0.709 d 0.978a 0.460a 0.015 65.617 -0.540 d 0.976a 0.614a 0.013 75.068 -0.386 d

a nyata pada taraf 1%


b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

155 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Lampiran 3. Hasil Pendugaan Regresi Model Ravallion Komoditi Kedelai di Indonesia


Provinsi Acuan Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sulawesi Selatan

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.952a 0.142 0.060 15.82 -0.858 d 0.957a 0.025 0.055 17.34 -0.975 d 0.970a 0.161 0.036 27.23 -0.839 d

Jawa Timur 0.982a 0.037 0.012 82.73 -0.963 d 0.933a 0.032 0.065 14.29 -0.968 d 0.987a 0.008 0.008 120.19 -0.992 d

Jawa Tengah 0.777a 0.060 0.182 4.28 -0.940 d 0.494a 0.258 0.491a 1.01 -0.742 d 0.843a 0.129 0.137 6.16 -0.871 d

Sulawesi Selatan 0.926a 0.264 0.066 13.95 -0.736 d 0.892a 0.049 0.116a 7.71 -0.951 d 0.911a 0.085 0.098a 9.33 -0.915 d

Sumatera Utara 0.917a 0.334a 0.066b 13.93 -0.666 d 0.997a 0.505a 0.004 221.82 -0.495 d 0.956a 0.071 0.043 22.30 -0.929 d 0.982a -0.028 0.016 62.83 -1.028 d

Sumatera Selatan 0.771a 0.297a 0.204a 3.78 -0.703 d 0.826a 0.100 0.184b 4.49 -0.900 d 0.843a 0.276a 0.171 4.92 -0.724 d 0.921a 0.022 0.079 11.65 -0.978 d

Lampung 0.918a 0.226a 0.062c 14.87 -0.774 d 0.966a 0.229c 0.030 32.22 -0.771 d 0.948a 0.036 0.047 20.16 -0.964 d 1.004a 0.073 -0.006 177.87 -0.927 d

Jakarta 0.884a -0.140 0.109c 8.14 -1.140 d 0.948a -0.071 0.057 16.59 -1.071 d 0.973a 0.225a 0.032 30.82 -0.775 d 0.990a 0.012 0.011 92.09 -0.988 d

Aceh 0.800a 0.407a 0.201a 3.98 -0.593 d 0.927a 0.175 0.086 10.75 -0.825 d 0.944a 0.041 0.067 14.08 -0.959 d 0.923a 0.378 0.084c 10.99 -0.622 d

Sumatera Barat 0.902a 0.310a 0.085 10.64 -0.690 d 0.936a -0.029 0.065 14.37 -1.029 d 0.921a 0.091 0.083 11.05 -0.909 d 0.943a 0.052 0.055 17.25 -0.948 d

Riau 0.915a 0.123 0.072 12.64 -0.877 d 0.873a 0.193 0.130 6.73 -0.807 d 0.894a 0.067 0.110 8.14 -0.933 d 0.968a 0.266 0.028 34.98 -0.734 d

Jambi 0.853a 0.400a 0.122b 7.00 -0.600 d 1.001a 0.302c 0.000 3,166.36 -0.698 d 0.962a 0.083 0.038 25.26 -0.917 d 0.960a 0.134 0.037 26.05 -0.866 d

Bengkulu 0.964a -0.144 0.027 35.39 -1.144 d 0.933a 0.080 0.062 15.05 -0.920 d 0.902a 0.089 0.095c 9.48 -0.911 d 0.980a -0.202 0.014 67.75 -1.202 d

Yogyakarta 0.835a 0.159 0.132b 6.31 -0.841 d 0.918a 0.134 0.077 11.88 -0.866 d 0.945a 0.082 0.051 18.40 -0.918 d 0.963a -0.049 0.031 31.06 -1.049 d

Bali 0.785a 0.271 0.189b 4.16 -0.729 d 0.820a 0.354 0.188b 4.37 -0.646 d 0.853a 0.078 0.156 5.47 -0.922 d 0.881a 0.436 0.114 7.74 -0.564 d

NTB 0.909a 0.239b 0.073 12.39 -0.761 d 1.028a 0.271 -0.023 45.60 -0.729 d 0.997a 0.066 0.006 159.47 -0.934 d 0.997a 0.164 0.005 193.01 -0.836 d

NTT 0.937a -0.093 0.062b 15.04 -1.093 d 0.924a -0.176 0.088 10.55 -1.176 d 0.840a 0.094 0.197a 4.25 -0.906 d 0.942a -0.084 0.061 15.49 -1.084 d

Gorontalo 0.575a 0.787b 0.489a 1.18 -0.213 d 0.755a 1.200c 0.335a 2.25 0.200 0.779a 0.462c 0.307b 2.54 -0.538 d 0.861a -0.268 0.173 4.97 -1.268 d

Kalimantan Barat 0.935a 0.226a 0.049b 18.93 -0.774 d 0.860a 0.236 0.132b 6.51 -0.764 d 0.959a 0.028 0.036 26.40 -0.972 d 0.990a -0.004 0.005 187.74 -1.004 d

Kalimantan Tengah 0.987a 0.043 0.005 182.83 -0.957 d 0.976a 0.019 0.019 51.63 -0.981 d 0.971a 0.007 0.025 39.25 -0.993 d 0.974a 0.036 0.019 51.51 -0.964 d

Kalimantan Selatan 0.914a 0.024 0.075b 12.22 -0.976 d 0.973a -0.049 0.028 35.02 -1.049 d 0.967a -0.006 0.035 27.59 -1.006 d 0.965a -0.102 0.034 28.73 -1.102 d

Kalimantan Timur 0.905a 0.150 0.088c 10.24 -0.850 d 0.967a 0.131 0.036 26.81 -0.869 d 0.925a 0.078 0.084 11.08 -0.922 d 0.909a 0.180b 0.093b 9.79 -0.820 d

Sulawesi Utara 0.786a 0.397b 0.203a 3.87 -0.603 d 0.872a 0.608c 0.145 6.02 -0.392 d 0.873a 0.048 0.146a 5.99 -0.952 d 0.914a 0.021 0.089c 10.23 -0.979 d

Sulawesi Tengah 0.891a 0.201 0.127c 7.04 -0.799 d 0.713a -0.018 0.405a 1.76 -1.018 d 0.721a 0.243 0.402a 1.80 -0.757 d 0.831a 0.507a 0.220a 3.78 -0.493 d

Sulawesi Tenggara 0.872a 0.414b 0.144c 6.06 -0.586 d 0.927a -1.161a 0.094 9.91 -2.161 d 0.940a 0.052 0.082 11.45 -0.948 d 0.906a 0.136 0.116c 7.85 -0.864 d

Maluku 0.837a 0.189 0.180 4.65 -0.811 d 0.608a 0.176 0.527a 1.15 -0.824 d 0.683a 0.261a 0.434a 1.57 -0.739 d 0.797a 0.143 0.248 3.22 -0.857 d

Papua 0.852a 0.124 0.203b 4.19 -0.876 d 0.955a 0.349 0.076 12.52 -0.651 d 0.950a 0.039 0.085 11.17 -0.961 d 0.950a 0.088 0.078 12.19 -0.912 d

Banten 0.895a 0.230b 0.090c 9.89 -0.770 d 0.896a 0.318c 0.106 8.42 -0.682 d 0.881a -0.018 0.123a 7.14 -1.018 d 0.952a 0.059 0.045 21.23 -0.941 d

Bangka Belitung 0.883a 0.384a 0.094c 9.42 -0.616 d 0.958a 0.162 0.039 24.67 -0.838 d 0.958a 0.052 0.040 23.93 -0.948 d 0.981a 0.119 0.015 63.35 -0.881 d

Maluku Utara 0.923a -0.205 0.118 7.82 -1.205 d 0.911a -0.489 0.160c 5.71 -1.489 d 0.929a -0.026 0.130 7.15 -1.026 d 0.929a -0.062 0.117 7.94 -1.062 d

Sulawesi Barat 0.874a 0.331 0.136b 6.42 -0.669 d 0.897a 0.488 0.134b 6.69 -0.512 d 0.860a -0.468a 0.183a 4.70 -1.468 d 0.958a 0.232 0.051 18.70 -0.768 d

Papua Barat 0.904a 0.296a 0.113 8.02 -0.704 d 0.807a 0.584a 0.294b 2.75 -0.416 d 0.844a 0.838a 0.239c 3.53 -0.162 d 0.968a 0.108 0.046 20.87 -0.892 d

Kepulauan Riau 0.842a 0.417a 0.126b 6.66 -0.583 d 1.023a 0.177 -0.018 55.28 -0.823 d 0.993a 0.958a 0.011 91.20 -0.042 d 0.974a 0.170c 0.025 39.58 -0.830 d

a nyata pada taraf 1%


b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

156 | Edisi Desember 2014


Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan, hlm. 136-157 Vol 3 No 2

Lampiran 3. Hasil Pendugaan Regresi Model Ravallion Komoditi Kedelai di Indonesia


Provinsi Acuan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jakarta

Provinsi Pengikut b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1 b1 b2 b3 IMC b2-1

Jawa Barat 0.915a 0.775a 0.109c 8.36 -0.225 0.931a 0.188c 0.082 11.40 -0.812 d 0.857a 0.924a 0.190 4.52 -0.076 0.798a 0.248 0.222b 3.59 -1.248 d

Jawa Timur 0.966a 0.293a 0.032 30.01 -0.707 d 1.022a 0.016 0.026 39.89 -0.984 d 0.960a 0.245c 0.041 23.67 -0.755 d 0.985a 0.035 0.011 91.41 -1.035 d

Jawa Tengah 0.642a 0.358 0.363a 1.77 -0.642 d 0.846a 0.443a 0.139a 6.10 -0.557 d 0.616a 0.333 0.406a 1.52 -0.667 d 0.730a 0.969a 0.238a 3.07 -0.031

Sulawesi Selatan 0.929a 0.102 0.080 11.64 -1.102 d 0.952a 0.022 0.049 19.28 -0.978 d 0.906a 0.484 0.111a 8.13 -0.516 d 0.889a 0.035 0.110b 8.08 -0.965 d

Sumatera Utara 0.909a 0.217a 0.082a\c 11.03 -0.783 d 0.880a 0.556a 0.126a 6.98 -0.444 d 0.916a -0.22b 0.073b 12.49 -1.226 d

Sumatera Selatan 0.725a 0.764a 0.303a 2.40 -0.236 0.710a 0.072 0.331a 2.15 -0.928 d 0.797a 0.137 0.196a 4.06 -0.863 d

Lampung 0.956a 0.318a 0.040 23.61 -0.682 d 1.004a 0.012 0.006 169.07 -0.988 d 0.911a -0.098 0.074c 12.31 -1.098 d

Jakarta 0.973a -0.291c 0.032 30.71 -1.291 d 0.994a 0.047 0.007 144.55 -0.953 d 0.912a -0.223 0.105 8.72 -1.223 d

Aceh 0.836a 0.347 0.204b 4.11 -0.653 d 0.887a 0.309a 0.127 6.96 -0.691 d 0.690a 0.328 0.401a 1.72 -0.672 d 0.883a -0.288 0.128a 6.89 -1.288 d

Sumatera Barat 0.878a 0.534a 0.133b 6.62 -0.466 d 0.899a 0.216a 0.101a\b 8.93 -0.784 d 0.875a 0.448b 0.142b 6.15 -0.552 d 0.842a -0.326a 0.151a 5.58 -1.326 d

Riau 0.860a 0.413b 0.149 5.79 -0.587 d 0.925a 0.187a 0.072 12.92 -0.813 d 0.786a 0.295 0.241a 3.27 -0.705 d 0.857a 0.016 0.135b 6.36 -0.984 d

Jambi 0.970a 0.628a 0.031 31.32 -0.372 d 0.983a 0.227a 0.014 67.98 -0.773 d 0.888a 0.676a 0.122 7.29 -0.324 0.854a -0.121 0.133b 6.43 -1.121 d

Bengkulu 0.968a 0.373b 0.029 33.05 -0.627 d 0.959a 0.045 0.035 27.20 -0.955 d 0.962a -0.045 0.037 26.33 -1.045 d 0.941a -0.121 0.050 18.88 -1.121 d

Yogyakarta 0.842a 0.471a 0.157a 5.36 -0.529 d 0 .908a 0.273a 0.082 11.14 -0.727 d 0.683a 0.402c 0.330a 2.07 -0.598 d 0.858a 0.174 0.123b 6.98 -0.826 d

Bali 0.818a 0.299 0.199a 4.12 -0.701 d 0.846a 0.247c 0.155a 5.47 -0.753 d 0.761a -0.202 0.270a 2.82 -1.202 d 0.652a -0.120 0.333a 1.96 -1.120 d

NTB 0.982a 0.539a 0.021 47.78 -0.461 d 1.022a 0.088 0.018 56.17 -0.912 d 0.963a 0.547a 0.042 23.11 -0.453 d 0.922a 0.048 0.070 13.21 -1.048 d

NTT 0.933a 0.032 0.081a 11.54 -0.968 d 0.947a 0.052 0.059c 16.18 -0.948 d 0.938a -0.180 0.077b 12.21 -1.180 d 0.935a 0.105 0.069b 13.53 -0.895 d

Gorontalo 0.741a 1.172b 0.369a 2.01 0.172 0.779a 0.273 0.289b 2.70 -0.727 d 0.557a 2.085a 0.661a 0.84 1.085 0.605a 0.356 0.493a 1.23 -0.644 d

Kalimantan Barat 0.887a 0.372a 0.111c 7.98 -0.628 d 0.964a 0.095 0.029 33.37 -0.905 d 0.885a 0.461a 0.119b 7.45 -0.539 d 0.941a -0.094 0.049 19.03 -1.094 d

Kalimantan Tengah 0.991a 0.083 0.001 1,024 -0.917 d 0.989a 0.035 0.003 287.15 -0.965 d 0.986a 0.069 0.008 120.67 -0.931 d 0.985a -0.040 0.008 125.79 -1.040 d

Kalimantan Selatan 0.800a 0.203c 0.213a 3.75 -0.797 d 0.909a 0.145b 0.089a 10.18 -0.855 d 0.845a -0.236 0.172a 4.91 -1.236 d 0.912a 0.007 0.083b 10.97 -0.993 d

Kalimantan Timur 0.937a 0.422a 0.072 13.02 -0.578 d 0.970a 0.128 0.030 31.98 -0.872 d 0.873a 0.322 0.153b 5.71 -0.678 d 0.840a -0.091 0.163a 5.16 -1.091 d

Sulawesi Utara 0.829a 0.957a 0.202b 4.10 -0.043 d 0.848a 0.325a 0.163b 5.19 -0.675 d 0.750a 0.718b 0.308a 2.43 -0.282 0.794a -0.48b 0.214a 3.71 -1.483 d

Sulawesi Tengah 0.881a 0.085 0.172a 5.12 -0.915 d 0.933a 0.425b 0.084 11.06 -0.575 d 0.845a -0.078 0.236b 3.59 -1.078 d 0.824a 0.092 0.227b 3.64 -0.908 d

Sulawesi Tenggara 0.955a 0.165 0.063 15.16 -1.165 d 0.931a 0.015 0.090 10.38 -0.985 d 0.918a 0.698b 0.120 7.62 -0.302 0.817a 0.112 0.224b 3.64 -0.888 d

Maluku 0.822a 0.356 0.245a 3.36 -0.644 d 0.864a 0.410a 0.168a 5.14 -0.590 d 0.818a 0.332 0.260a 3.14 -0.668 d 0.791a 0.376 0.255a 3.10 -1.376 d

Papua 0.944a 0.410 0.099 9.55 -0.590 d 0.955a 0.188 0.072 13.26 -0.812 d 0.917a 0.602 0.150c 6.12 -0.398 d 0.933a -0.174 0.102 9.10 -1.174 d

Banten 0.941a 0.315b 0.063 14.95 -0.685 d 0.974a 0.138a 0.024 40.75 -0.862 d 0.835a 0.504a 0.185b 4.53 -0.496 d 0.871a -0.177 0.121b 7.17 -1.177 d

Bangka Belitung 0.955a 0.609a 0.043 22.16 -0.391 d 0.975a 0.245a 0.020 49.41 -0.755 d 0.894a 0.783a 0.112 8.01 -0.217 0.865a -0.058 0.119a 7.26 -1.058 d

Maluku Utara 0.934a 2.24a 0.123 7.60 -3.243 d 0.942a 0.097 0.098 9.60 -0.903 d 0.929a 0.258 0.138 6.71 -0.742 d 0.924a 0.252 0.124 7.46 -0.748

Sulawesi Barat 0.865a 0.362 0.182b 4.76 -0.638 d 0.900a -0.047 0.126c 7.15 -1.047 d 0.837a 1.218b 0.229a 3.66 0.218 0.845a -0.88a 0.184a 4.59 -1.881 d

Papua Barat 0.904a 0.538a 0.145 6.24 -0.462 d 1.046a 0.050 0.064 16.26 -0.950 d 0.880a 0.695a 0.188a 4.68 -0.305 1.047a -0.64a 0.059 17.68 -1.645 d

Kepulauan Riau 0.941a 0.823a 0.061 15.42 -0.177 d 0.950a 0.162 0.048 19.92 -0.838 d 0.902a 0.671a 0.106 8.48 -0.329 0.956a -0.488b 0.042 23.01 -1.488 d
a nyata pada taraf 1%
b nyata pada taraf 5 %
c nyata pada taraf 10 %
d nyata pada taraf 5 % (uji t-statistik dari t-table = 1.96)/pasar tidak terintegrasi

157 | Edisi Desember 2014

You might also like