0% found this document useful (0 votes)
49 views52 pages

Pengaruh Densitas, Sand Contant Dan Kadar Minyak Terahadap Lumpur Pemboran, Pada Lapangan "X"

This document is the thesis written by Domingos Leki Sarmento discussing the influence of density, sand content, and oil concentration on drilling mud in the "X" field. The thesis contains an abstract, introduction, literature review on drilling mud functions, and plans to analyze the influence of bentonite mud composition additions on density, viscosity, rheology, filtration rate, thickness and settling of mud produced. The goal is to determine the correct mud composition for the formation being drilled using bentonite-based mud. Laboratory analysis will be conducted on the impact of adding pulp waste with and without dispersants at high temperatures on mud properties.

Uploaded by

Rai
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
49 views52 pages

Pengaruh Densitas, Sand Contant Dan Kadar Minyak Terahadap Lumpur Pemboran, Pada Lapangan "X"

This document is the thesis written by Domingos Leki Sarmento discussing the influence of density, sand content, and oil concentration on drilling mud in the "X" field. The thesis contains an abstract, introduction, literature review on drilling mud functions, and plans to analyze the influence of bentonite mud composition additions on density, viscosity, rheology, filtration rate, thickness and settling of mud produced. The goal is to determine the correct mud composition for the formation being drilled using bentonite-based mud. Laboratory analysis will be conducted on the impact of adding pulp waste with and without dispersants at high temperatures on mud properties.

Uploaded by

Rai
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 52

PENGARUH DENSITAS, SAND CONTANT DAN KADAR

MINYAK TERAHADAP LUMPUR PEMBORAN, PADA


LAPANGAN “X”

SKRIPSI

Oleh :

Domingos Leki Sarmento

15.06.0.0021

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DILI “UNDIL”
2016
ii
ABSTRAK

Mud Drilling to represent important factor in a[n drilling. Speed of


drilling, efficiency, drilling expense and safety very depend on this mud. For that
the nature of that mud have to be arranged as according to condition of formation
to be drilled and condition of appliance to be used.
Drilling mud to become one of the consideration in drilling operation
mengoptimasikan. On that account absolute to look after or control the nature of
drilling mud physical so that/ to be is matching with the one which wanted.
For the mandesaing of mud system to be used, have to know by formation
type to be penetrated. Elementary materials at drilling mud can in the form of
freshwater, brine, or oil. mud of materials elementary of salt water commonly use
for the operation of drilling at well which in, where at formation which in owning
high temperature and temperature so that mud with elementary materials of salt
water can stay better at temperature and temperature which is is high to be
compared to mud of materials elementary of freshwater.
Good planning in mud system mandesaing drill will lessen failure, and this
in turn will lessen cost, so that of course its effect can improve advantage of
company.
Elementary Materials mud of bentonite is mud type which enter in type of
water base of mud. Bentonite is one of the functioning viscosity to add or
viscosity degrading (viscosity) [at] drilling mud. Operation of this viscosity is
expected to earn giving affect to increase speed of penetration ( rate drilling) and
also making cool and smooth out equipments drill.
At this final duty aim to to check and look for correct mud composition
used by at formation matching with use mud of materials elementary of bentonite.
Hereinafter will to analysis in laboratory about influence of composition addition
of waste of pulp with dispersi and without dispersi.
Is then done / conducted by examination at high temperature for mud,
what is of density influencing, viscosity, nature of rheologi, fast of filtered
material, thick and also yielded by dregs is mud.

iii
INTISARI

Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam suatu pemboran.


Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat
tergantung pada lumpur ini. Untuk itu sifat-sifat lumpur itu harus diatur sesuai
dengan kondisi formasi yang akan dibor dan kondisi alat yang akan digunakan.
Lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam
mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu mutlaklah untuk memelihara
atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang
diinginkan.
Untuk mendesain sistem lumpur yang akan digunakan, harus diketahui
jenis formasi yang akan ditembus. Bahan dasar pada lumpur pemboran dapat
berupa air tawar, air asin, atau minyak. Lumpur berbahan dasar air garam biasa
digunakan untuk operasi pemboran pada sumur yang dalam, dimana pada formasi
yang dalam memiliki suhu dan temperatur yang tinggi sehingga lumpur dengan
bahan dasar air garam dapat bertahan lebih baik pada suhu dan temperatur yang
tinggi dibandingkan lumpur berbahan dasar air tawar.
Perencanaan yang baik dalam mendesain sistem lumpur bor akan
mengurangi kegagalan, dan ini pada gilirannya akan mengurangi cost, sehingga
tentu saja efeknya bisa meningkatkan keuntungan perusahaan.
Lumpur bahan dasar bentonite adalah jenis lumpur yang masuk dalam
jenis water base mud. Bentonite adalah salah satu viscosifier yang berfungsi untuk
menambah atau meurunkan viskositas (kekentalan) pada lumpur pemboran.
Pengendalian kekentalan ini diharapkan dapat memebrikan dampak untuk
meningkatkan kecepatan penembusan (drilling rate) serta emndinginkan dan
melicinkan peralatan bor.
Pada tugas akhir ini bertujuan untuk meneliti dan mencari komposisi
lumpur yang tepat digunakan pada formasi yang sesuai dengan menggunakan
lumpur berbahan dasar bentonite. Selanjutnya akan dilakukan analisa di
laboratorium tentang pengaruh komposisi penambahan limbah pulp dengan
dispersi dan tanpa dispersi.

iv
Lalu dilakukan pengujian pada temperatur tinggi untuk lumpur tersebut,
apakah akan memepengaruhi densitas, viskositas, sifat rheologi, laju tapisan, serta
tebal ampas yang dihasilkan lumpur tersebut.

v
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah yang Maha Esa,atas
segala Rahmat dan Anugerah-Nyalah penulis mendapat kesempatan untuk
menyelesaikan Skripsi dengan baik sesuai dengan waktu yang telah diberikan.
Skripsi ini wajib mengajukan bagi setiap mahasiswa. Hal ini bertujuan
agar mahasiswa mendapat gambaran tentang bagaimana mengajukan judul skripsi
dengan baik dan benar, dan juga untuk menambah bekal pengalaman yang
berhubungan dengan Teknik Perminyakan secara khusus.
Pada skripsi ini penulis mengambil judul sebagai tugas khusus yaitu
“PENGARUH DENSITAS, SAND CONTANT DAN KADAR MINYAK
TERHADAP LUMPUR PEMBORAN PADA LAPANGAN “X”.
Dalam pembuatan skripsi ini tentunya tidak mungkin dapat terselesaikan
dengan sempurna tampa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kapada:
1. Bapak Estevão Da Costa Belo, S.E., M.M., Selaku Rektor Universitas
Dili.
2. Bapak Agapito M. Fatima, S.T., M.T., Selaku Ketua Fakultas Teknik di
Universitas Dili.
3. Ibu Manuela Olivera De C. Maia, S.T., Selaku Ketua Jurusan Teknik
Perminyakan di Universitas Dili.
4. Bapak Custodio Assis C. Ximenes, S.T., Selaku Pembimbing Utama.
5. Ibu Paula Ligia Fernandes, S.T., Selaku Pembimbing Kedua.
6. Bapak dan ibu dosen jurusan Teknik Perminyakan lainnya yang telah
mendidik dan menguankan ilmunya kepada saya yang menjadi modal
dasar bagaima sadepan dan karir penulis terutama dalam mempelajari
teori-teori disiplin ilmu teknik perminyakan.
7. Kepada semua pihak teman – teman dan keluarga saya yang telah
menmbantu, mendukung dan mendorong saya dalam menghadapi setiap
rintangan untuk menyelesaikan tugas skripsi ini.

vi
Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Kritik yang membangun akan sangat berarti bagi penulis.
Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi yang memerlukannya.

Dili, 06 Juni 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
INTISARI .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Maksud,Tujuan ........................................................................................... 2
1.2.1. Maksud............................................................................................... 2
1.2.2. Tujuan ................................................................................................ 2
1.3. Manfaat ........................................................................................................ 3
1.4. Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.5. Sistematika penulisan .................................................................................. 3
BAB II DASAR TEORI ........................................................................................ 5
2.1. Lumpur Pemboran ....................................................................................... 5
2.1.1. Mendinginkan dan melumasi pahat ................................................... 5
2.1.2. Mengangkat cutting ke permukaan .................................................... 5
2.1.3. Membersihkan dasar lubang .............................................................. 6
2.1.4. Mengontrol tekanan formasi .............................................................. 6
2.1.5. Menahan serbuk bor dan material pemberat saat sirkulasi ................ 6
2.1.6. Menghantar daya hidrolika ke pahat .................................................. 6
2.1.7. Mencegah terjadinya caving dan kontaminasi pada formasi ............. 6
2.1.8. Mencegah dan menghambat laju korosi ............................................ 7
2.1.9. Melindungi dinding lubang bor ......................................................... 7
2.2. Densitas Lumpur ......................................................................................... 7

viii
2.3. Sifat – sifat fisik lumpur pemboran ........................................................... 10
2.3.1. Berat jenis lumpur pemboran ........................................................... 10
2.3.2. Viskositas lumpur pemboran ........................................................... 10
2.3.3. Plastic viscosity................................................................................ 11
2.3.4. Yield point ....................................................................................... 11
2.3.5. Gel strength ...................................................................................... 11
2.3.6. Laju tapisan ...................................................................................... 11
2.3.7. Tebal ampas ..................................................................................... 13
2.3.8. Alkanity Pf dan Mf .......................................................................... 13
2.3.9. Kesadahan total Ca2+ dan Mg2+ ....................................................... 13
2.4. Sifat-sifat lumpur pemboran lainnya ......................................................... 13
2.4.1. PH lumpur bor ................................................................................. 13
2.4.2. Kadar pasir (Sand Content).............................................................. 14
2.4.3. Kadar garam (CI content) ................................................................ 14
2.4.4. Fasa padatan-cairan (Solid content) ................................................. 14
2.5. Karakteristik yang mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran ............... 14
2.5.1. Suhu formasi .................................................................................... 15
2.5.2. Tekanan formasi .............................................................................. 15
2.5.3. Kandungan clay dan garam.............................................................. 15
2.6. Macam – macam kontaminasi ................................................................... 16
2.6.1. Padatan pemboran ........................................................................... 16
2.6.2. Evaporit salt ..................................................................................... 16
2.6.3. Formasi water influk ........................................................................ 16
2.7. Pengaruh kontaminasi terhadap lumpur pemboran ................................... 16
2.8. Bahan – bahan adiktif lumpur pemboran .................................................. 16
2.8.1. Bahan pemberat (Weighting agent) ................................................. 17
2.8.1.1. Viscosifier ................................................................................... 17
2.8.1.2. Fluid loss reducer ........................................................................ 17
2.8.1.3. Shale stabilizer ............................................................................ 17
2.8.1.4. Pola coating ................................................................................. 17
2.8.1.5. Pola chosa ................................................................................... 18

ix
2.8.1.6. Suhu stabilizer ............................................................................. 18
2.8.1.7. Garam – garam elektrolit ............................................................ 18
2.9. Mineral clay............................................................................................... 18
2.9.1. Montmorillonite ............................................................................... 18
2.9.2. Kaolonite .......................................................................................... 18
2.9.3. Illite .................................................................................................. 19
2.9.4. Chlorite ............................................................................................ 19
2.10. Lumpur polimer......................................................................................... 19
2.11. Lumpur KCL polimer................................................................................ 19
2.12. Sand Content ............................................................................................. 20
2.13. Peralatan Dan Bahan ................................................................................. 24
2.13.1. Peralatan ...................................................................................... 24
2.13.2. Bahan........................................................................................... 24
2.14. Prosedur Percobaan ................................................................................... 24
2.14.1. Densitas Lumpur ........................................................................... 24
2.14.2. Sand Content ................................................................................. 25
2.14.3. Data dan Hasil Percobaan .............................................................. 26
2.15. Kadar Minyak pada Lumpur Pemboran ....................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 27
3.1. Jenis penelitian .......................................................................................... 27
3.2. Sasaran penelitian ...................................................................................... 27
3.2.1. Sasaran utama .................................................................................. 27
3.2.2. Sasaran pendukung Sebagai ............................................................. 27
3.3. Teknik pengumpulan data ......................................................................... 27
3.3.1. Dokumentasi .................................................................................... 27
3.3.2. Observasi ......................................................................................... 28
3.4. Fokus penelitian ........................................................................................ 28
3.5. Teknik analisis data ................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 29
4.1. Pembahasan Praktikum ............................................................................. 30
4.2. Pembahasan Soal ....................................................................................... 31

x
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 36
5.1. Kesimpulan................................................................................................ 36
5.2. Saran .......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
LAMPIRAN ......................................................................................................... 39

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.14.3. Data Densitas dan Sand Content Hasil Percobaan ............................... 26

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.12.1. Shale Shaker............................................................................................. 21
2.12.2. Degasser .................................................................................................... 22
2.12.3. Desander ................................................................................................... 22
2.12.4. Desilter ...................................................................................................... 23

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Lumpur pemboran adalah campuran fluida yang komplek yang terdiri atas
zat kimia dan padatan yang secara terus menerus dipompakan dan disirkulasikan
dari mud pits dgn tekanan tinggi ke lubang sumur melalui drill string dan kembali
ke permukaan melalui annulus selama proses pemboran yang didesain untuk
membantu proses pemboran.
Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran
adalah pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur
pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya
menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring
dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat
cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur,zat-zat kimia (additive)
ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk
pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatis dari lumpur
bor dalam psi/ft.Tetapi dilapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per
gallon).
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam suatu
pemboran.Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran
sangat tergantung pada lumpur ini.
Untuk itu sifat-sifat lumpur itu harus diatur sesuai dengan kondisi formasi
yang akan dibor dan kondisi alat yang akan digunakan.Lumpur pemboran menjadi
salah satu pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran.
Oleh sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat-sifat
fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan.
Sistem lumpur yang digunakan pada suatu operasi pemboran harus sesuai
dengan kondisi lithologi formasi yang akan ditembus.

1
Hal ini dimaksudkan agar lumpur pemboran tersebut dapat berfungsi
dengan baik dan serta dapat mencegah dan menanggulangi problem-problem yang
mungkin terjadi seperti kick, blow out, lost circulation, dll.
Perencanaan yang baik dalam mendesain sistem lumpur bor akan
mengurangi kegagalan, dan ini pada gilirannya akan mengurangi cost, sehingga
tentu saja efeknya bisa meningkatkan keuntungan perusahaan.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1. Maksud
Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk pembuatan lumpur bor yang
sesuai standar lumpur pemboran dengan komposisi dan bahan aditif untuk
menanggulangi penurunan parameter rheologi lumpur dalam temperatur tinggi.
Perhitungan terhadap lumpur yang kita gunakan adalah untuk mengetahui
jenis-jenis lumpur terbaik yang akan digunakan dalam suatu formasi.
Dengan mengetahui komposisi lumpur tersebut, kecepatan pemboran,
efisiensi pemboran, keselamatan dan biaya pemboran dapat menjadi lebih optimal.

1.2.2. Tujuan
Tujuannya ditinjau dari segi akademik antara lain :
1.2.2.1.Mengenal material lumpur pemboran serta fungsi-fungsi utamanya.
1.2.2.2.Menetukan besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur
pemboran.
1.2.2.3.Untuk memenuhi persyaratan akademis yang telah ditetapkan Jurusan
Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik.
1.2.2.4.Menambah pengetahuan nyata dan memperdalam teori yang telah di
dapatkan dari perkuliahan dalam berbagai aspek.
1.2.2.5.Mengetahui secara langsung cara bentuk, fungsi maupun cara kerja dari
peralatan yang digunakan dan lingkungan pekerjaan baik lapangan
maupun non lapangan.

2
1.2.2.6.Menambah pengalaman, dan mampu mengaplikasikan semua teori yang
telah diberikan dalam kegiatan perkuliahan kedalam dunia kerja dan
lapangan yang sebenarnya.
1.2.2.7.Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi utamanya.
1.2.2.8.Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan mud
balance.
1.2.2.9.Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran.
1.2.2.10Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor
(emulsi).

1.3. MANFAAT
Adapun beberapa manfaat yang dapat kita ambil pada penelitian kali ini
adalah:
1.3.1. Sebagai syarat kelulusan program studi Teknik Perminyakan pada Instansi
STT-Migas Balikpapan.
1.3.2. Dapat mengetahui segala dampak kemungkinan suatu daerah apakah
memungkinkan untuk dilakukan tindakan produksi atau tidak.
1.3.3. Dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta experience pada dunia
perminyakan.
1.3.4. Bagi perusahaan mahasiswa dapat membantu meringankan sedikit beban
di lokasi tempat praktek berlangsung.

1.4. BATASAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang dapat dirumuskan
masalah yang ada yaitu : “Apakah pengaruh densitas, send content dan kadar
minyak terhadap lumpur pemboran ?

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematiku dalam penulisan penelitian ini meliputi:

3
BAB I. PENDAHULUAN, Pada bab ini menjelaskan yang berisi tentang latar
belakan, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II. DASAR TEORI, Pada bab ini menjelaskan yang berisi tentang lumpur
pemboran, densitas lumpur, sand content, peralatan dan bahan, prosedur
percobaan dan kadar minyak pada lumpur pemboran.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN, Pada bab ini menjelaskan yang berisi
tentang jenis penelitian, sasaran penelitian, teknik pengumpulan data, fokus
penelitian dan teknik analisis data.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN, Pada bab ini menjelaskan yang berisi
tantang pembahasan praktikum dan pembahasan soal.
BAB V. PENUTUP, Berisikan tantang kesimpulan dan saran dari penulis tentang
permasalahan yang diteliti.

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Lumpur Pemboran


Lumpur pemboran merupakan suatu campuran (liquid) dari beberapa
unsur yang terdiri dari air (air tawar atau asin), minyak, tanah liat, bahan – bahan
kimia, gas, busa maupun detergen. Lumpur merupakan salah satu bagian
terpenting dari sistem pemboran, atau lazim disebut “darahnya pemboran” yang
berfungsi untuk membantu sistem pemutar dalam operasi pemboran sumur.
Lumpur (mud) merupakan penunjang yang paling utama dari operasi
pemboran dan mempunyai fungsi. Lumpur dapat menanggulangi masalah -
masalah yang ada sekaligus juga menimbulkan masalah dalam operasi pemboran.
Fungsi lumpur pemboran, antara lain:

2.1.1. Mendinginkan dan melumasi pahat


Karena adanya gesekan pada putaran pahat (bit) pada formasi dan
rangkaian maka akan timbul panas. Disaat inilah peran dari lumpur pemboran,
panas yang timbul akan diserap secara konduksi sehingga gesekan dan panas
akan berkurang.

2.1.2. Mengangkat cutting ke permukaan


Serbuk bor (Cutting) cenderung tidak terbawa oleh aliran lumpur karena
adanya beda tekanan, sehingga cutting akan bertumpuk pada dasar lubang.
Pencegahannya adalah mengurangi perbedaan tekanan yang terlalu tinggi dan
aliran lumpur yang merata ke seluruh lubang bor sehingga serbuk bor dapat
terangkat ke permukaan bersama dengan lumpur. Sifat dasar lumpur juga tidak
kalah penting dalam proses pengangkatan serbuk bor, berat jenis (densitas) dan
kekentalan (viskositas) harus dikendalikan sehingga dapat mengangkat serbuk bor
dengan sempurna.

5
2.1.3. Membersihkan dasar lubang
Lumpur mengalir melalui pipa pemboran masuk ke pahat dan keluar
melalui nozzle menimbulkan daya sembur yang sangat kuat sehingga dasar lubang
bersih dari serbukbor.Dalam fungsi ini sangat dibutuhkan perhitungan gpm pompa
dan kekuatan formasi.

2.1.4. Mengontrol tekanan formasi


Mengontrol tekanan formasi merupakan hal yang sangat penting dalam
operasi pemboran untuk mencegah terjadinya semburan liar (blow out) atau lost
circulation. Blow out adalah berat lumpur lebih kecil dari tekanan formasi yang
ada. Lost Circulation adalah kondisi dimana berat lumpur terlalu besar dari
tekanan formasi sehingga lumpur masuk ke dalam formasi.

2.1.5. Menahan serbuk bor dan material pemberat saat sirkulasi


Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serbuk bor
saat tidak ada sirkulasi tergantung pada gel strength-nya. Fungsi ini sangat
dibutuhkan untuk mencegah menumpuknya serbuk bor di anulus yang akan
menyebabkan rangkaian terjepit.

2.1.6. Menghantar daya hidrolika ke pahat.


Lumpur adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari
permukaan ke dasar lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan dalam
membuat progam pengeboran sehingga laju sirkulasi dan tekanan permukaan
menjadi balance sehingga dapat membersihkan lubang dan mengangkat serbuk
bor.

2.1.7. Mencegah terjadinya caving dan kontaminasi pada formasi


Terjadinya kontaminasi pada formasi akan mempersulit operasi pemboran.
Untuk itu sangat dihindari menggunakan lumpur yang tidak bereaksi dengan
formasi. Terutama untuk formasi yang mempunyai pemeabilitas 100 –
150md. Caving terjadi pada formasi shale yang mudah menghidrasi.

6
2.1.8. Mencegah dan menghambat laju korosi
Gas CO2 dan H2S yang terkandung dalam formasi akan menaikan laju
korosi pada peralatan pemboran dibawah permukaan. Untuk mengurangi
terlarutnya gas – gas tersebut harus menjaga PH lumpur. Zat pengikat oksigen
(oxygen scavenger) atau zat penghambat kerak (scale inhibitor) dapat menjadi
solusi untuk menghambat laju korosi.

2.1.9. Melindungi dinding lubang bor


Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan padat dan tipis di
permukaan formasi yang permeable. Pembentukan mud cake akan mengakibatkan
aliran fulida menuju formasi tertahan. Cairan yang masuk ke formasi
disebut filtrate. Mud cake diharapkan adalah tipis dan padat dengan demikian
lubang bor tidak menyempit.

2.2. Densitas Lumpur


Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat- sifat dari
lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss.
Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
penahan tekanan formasi.
Densitas lumpur yang dipilih biasanya serendah mungkin untuk mencapai
laju pemboran yang optimum tetapi bisa menahan tekanan formasi. Selain itu
densitas lumpur dijaga agar tidak melebihi gradien rekah formasi, karena bisa
menyebabkan hilangnya lumpur pada bagian formasi yang rekah.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari lumpur
bor dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan pound per gallon
(ppg).
Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

7
1. Volume setiap material adalah additive :
Vs + Vml = Vmb

2. Jumlah berat adalah additive, maka :


ρsVs + ρmlVml = ρmbVmb

Keterangan :
Vs = Volume solid, gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
ρs = densitas solid, ppg
ρml = densitas lumpur lama, ppg
ρmb= densitas lumpur baru, ppg
dari persamaan 1 dan 2 di dapat :
(Pmb−Pml)Vml
Vs = Ps−Pmb
Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :
Ws = Vs x ρs
Bila dimasukkan ke persamaan 3 :
% volume solid :
Vs Pmb−Pml
vs= Vmb x 100% = x 100%
Ps−Pml

% berat solid :
PsVs (Pmb−Pml
Vs = PmbVmbx 100% x 100%
(Ps−Pml)

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3
untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru sebesar ρmb
setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid,
Sedangkan jika yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite dengan SG 2.5
maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :

8
(Pmb−Pml
Ws = 684 (35.8−Pmb)
Keterangan :
Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur. Sedangkan jika yang
digunakan sebagai pemberat adalah bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap
barrel lumpur diperlukan :
(Pmb−Pml)
Ws = 398 (25−Pmb)
Ws = kg bentonite/bbl lumpur lama Densitas dapat di bagi menjadi 3
bagian yaitu:
1. EMW (Equivalent Mud Weight) yang artinya densitas yang berasal dari
fluida formasi (statis), untuk mendapatkan densitas ini sebagai cerminan
densitas lumpur.
2. Densitas Lumpur yaitu densitas lumpur yang di rencanakan.
3. ECD (Equivalent Circulation Density) yaitu densitas dari lumpur yang
telah tersirkulasi.
Dalam penggunaannya, kontrol terhadap densitas ini sangat penting,
karena bila terlalu berat dapat menyebabkan hilang sirkulasi dan apabila terlalu
ringan akan memyebabkan terjadinya kick dan semburan liar (blow-out). Berat
jenis lumpur diukur secara periodik. Pengukuran adalah untuk lumpur yang akan
dipompakan, sample diambil di suction tank.
Pengukuran yang lain adalah lumpur yang kembali dari dalam lubang,
sample diambil di flow line. Bila berat jenis yang keluar lebih kecil dari
pengukuran sebelumnya, berarti sumur sudah well kick. Jadi sample lumpur yang
diukur adalah : lumpur yang akan dipompakan (disirkulasikan ), densitas lumpur,
dan lumpur yang keluar dari dalam lubang, ECD.
Lumpur yang akan disirkulasikan perlu diukur agar berat jenis lumpur
yang akan disirkulasikan sesuai dengan berat jenis lumpur yang
direkomendasikan. Sedangkan Lumpur yang keluar dari dalam lubang perlu
diukur untuk melihat perubahan harga berat jenis lumpur. Bila berat jenis lumpur
yang keluar lebih kecil dari pengukuran sebelumnya berarti sudah terjadi well
kick. Alat untuk mengukur berat jenis lumpur adalah mud balance.

9
2.3. Sifat – sifat fisik lumpur pemboran
Agar fungsi – fungsi yang diterangkan diatas dapat berjalan dengan baik
maka sifat – sifat lumpur bor harus dijaga dan diamati dengan teliti dalam setiap
operasi pemboran. terdapat beberapa sifat fisik lumpur pemboran., yaitu berat
jenis (density), viskositas, gel strength serta laju tapisan dll.

2.3.1. Berat jenis lumpur pemboran


Berat jenis adalah berat fluida di bagi volume pada temperature dan
tekanan tertentu. Satuan atau dimensi yang dipakai adalah kg/l, gr/cc dan lb/gal.
Berat jenis lumpur harus dijaga agar dapat memberikan tekanan hidrostatik
yang cukup untuk mencegah masukanya cairan formasi ke dalam lubang bor,
tetapi tekanan tersebut jangan terlalu besar, karena akan formasi pecah dan
lumpur akan masuk ke dalam formasi. Tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang
akan mempengaruhi kemampatan dari pada formasi di bawahnya yang akan di
bor. Semakin besar tekanan hiodrostatik lumpur maka lapisan akan semakin
mampat di lapangan pengeboran pengukuran berat jenis lumpur dapat diukur
dengan menggunakan mud balance.

2.3.2. Viskositas lumpur pemboran


Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang
disebabkan oleh adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir. Pada
lumpur bor, viskositas merupakan tahanan terhadap aliran lumpur disaat dilakukan
sirkulasi, hal ini dapat terjadi karena adanya pergeseran antara partikel – partikel
dari lumpur bor tersebut.
Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas
lumpur memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor makin baik. Bila
lumpur tidak cukup kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan
akan mengakibatkan serbuk bor tertinggal di dalam lubang bor.

10
2.3.3. Plastic viscosity
Plastic Viscosity suatu tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh
adanya gesekan – gesekan antara padatan di dalam lumpur, padatan cairan dan
gesekan antara lapisan cairan dimana plastic viscosity merupakan hasil torsi dari
pembacaan pada alat viscometer.

2.3.4. Yield point


Yield point adalah mengukur gaya elektrokimia antara padatan – padatan,
cairan – cairan, cairan – padatan pada zat kimia dalam kondisi dinamis yang
berhubungan dengan pola aliran, pengangkatan serpihan, kehilangan tekanan dan
kontaminasi. Apparent Viscosity adalah keadaan dimana fluida non newtonian
pada shear rate tertentu seolah – olah mempunyai kekentalan (viscositas) seperti
pada fluida newtonian.

2.3.5. Gel strength


Gel Strength pada saat sirkulasi dihentikan maka lumpur akan menjadi gel.
Hal ini disebakan adanya gaya tarik – menarik antara partikel – partikel padatan
lumpur, daya inilah yang disebut gel strength. Pada saat sirkulasi berhenti lumpur
harus mempunyai gel strength yang dapat menahan serbuk bor tidak jatuh ke
dasar lubang. Apabila gel strength terlalu besar maka akan mengakibatkan kerja
pompa terlalu berat untuk memulai kembali sirkulasi.

2.3.6. Laju tapisan


Laju tapisan lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair.
Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, maka
komponen cair dari lumpur akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Dimana
indikasi jumlah cairan yang masuk ke formasi yang tergantung pada suhu,
tekanan, dan padatan yang disebut laju tapisan. Area yang terinfiltrasi lumpur
disebut invaded zone sedangkan zat cair yang masuk disebut filtrate. Kegunaan
laju tapisan adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor. Mud cake
yang baik adalah yang tipis untuk mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor

11
dan kuat untuk membantu kestabilan lubang bor serta padat agar filtrate yang
masuk kedalam formasi tidak terlalu berlebih. Mud cake yang tebal akan menjepit
pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan filtrate yang masuk
keformasi akan merusak formasi dan dapat menimbulkan kerusakan pada
formasi.
Di dalam proses filtrasi-nya, maka laju tapisan dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Statik filtrasi, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur pada
keadaan diam (tidak ada sirkulasi)
2. Dinamik filtrasi, filtrasi yang terjadi dalam keadaan ada sirkulasi dan pipa
bor berputar dan harus diamati ketika proses pemboran berlangsung.
Cairan yang masuk kedalam formasi pada dinding lubang bor akan
menyebabkan akibat negatif, yaitu lubang bor akan runtuh, water blocking,
differential sticking.
3. Dinding lubang bor akan runtuh Bila formasi yang dimasuki oleh zat cair
yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan
lemah, sehingga dinding lubang bor runtuh.
4. Water Blocking Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak
dari formasi ke dalam lubang sumur jika filtrate dari lumpur banyak.
5. Differential Sticking
Seiring dengan banyaknya laju tapisan maka mud cake dari lumpur akan
tebal. Di waktu sirkulasi berhenti ditambah dengan berat jenis lumpur yang besar,
maka drill collar akan cenderung terjepit, karena mud cake akan menahan drill
collar yang terbenam di dalam mud cake. Laju tapisan yang besar dapat
menyebabkan terjadinya formation damage dan lumpur akan kehilangan banyak
cairan. Invasi filtrate yang masuk kedalam formasi produktif dapat menyebabkan
produktivitas menurun. Perlu adanya pengaturan laju filtrasi, yaitu dengan
membatasi cairan yang masuk ke dalam formasi.

12
2.3.7. Tebal ampas
Tebal ampas berhubungan dengan presentasi padatan, sifat kimia, dan
kestabilan lumpur. Hal ini dapat menyebabkan gesekan, torsi atau terjepitnya
rangkaian serta berfungsi untuk melindungi formasi dan melapisi formasi.

2.3.8. Alkanity Pf dan Mf


Sifat ini menunjukan ukuran konsentrasi dari ion OH-, ion karbonat dan
ion biocarbonate yang ada dalam fasa air. Sifat ini juga menunjukan kestabilan
dari sifat – sifat kimia lumpur.

2.3.9. Kesadahan total Ca2+ dan Mg2+


Sifat ini berhubungan dengan besarnya konsentrasi Ca2+ dan Mg2+
berhubangan dengan kontaminasi padatan semen. Sifat ini juga penting untuk
mengetahui kesadahan air bahan dasar lumpur. Air yang mengandung banyak
calcium dan magnesium digolongkan ke dalam hard water. Air ini akan berbusa
dan untuk mencapai yield dan gel tertentu akan banyak memerlukan bentonite.

2.4. Sifat-sifat lumpur pemboran lainnya


Selain mempunyai sifat-sifat fisik lumpur pemboran juga mempunyai
sifat-sifat lain, dimana sifat-sifat lumpur pemboran harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan problem selama pemboran sedang berlangsung

2.4.1. PH lumpur bor


PH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur
yang dipakai, berkisar antara 9 – 12. Jadi lumpur pemboran yang digunakan
adalah suasana basa. Jika lumpur yang digunakan dalam suasana asam maka
serbuk bor yang keluar dari lubang bor akan halus dan hancur, sehingga tidak
dapat ditentukan batuan apa yang ditembus oleh mata bor selain itu peralatan yang
dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak akan mudah berkarat. Kalau
lumpur bor terlalu basa terlalu basa juga tidak baik karena dapat menaikkan
kekentalan dan gel strength dari lumpur.

13
2.4.2. Kadar pasir (Sand Content)
Yang dimaksud dengan Sand content adalah besarnya kadar pasir di dalam
lumpur bor. Kadar pasir harus seminimal mungkin untuk mengurangi sifat
abrasive. Pasir tidak boleh terlalu banyak dalam lumpur bor, karena dapat
merusakan peralatan yang dilalui pada saat sirkulasi dan akan menaikkan berat
jenis dari lumpur bor itu sendiri. Maksimal kadar pasir di dalam lumpur bor yang
diperbolehkan ± adalah 2% volume.

2.4.3. Kadar garam (CI content)


Kadar garam berhubungan langsung dengan besarnya ion chloride yang
terkandung di dalam lumpur bor. Kontaminasi ion chloride ini mungkin berasal
dari air formasi. Kandungan Cl- ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari
lumpur akan mempengaruhi interpretasi logging listrik atau tidak. Kadar garam
yang besar akan menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resestivity
dari cairan formasi akan terpengaruh.

2.4.4. Fasa padatan-cairan (Solid content)


Solid content adalah kandungan padatan di dalam lumpur pemboran.
Padatan tidak boleh terlalu banyak yang terkandung di dalam lumpur pemboran
karena dapat menimbulkan masalah – masalah di dalam pemboran. Kandungan
padatan yang baik di dalam lumpur sekitar 8% - 12% volume lumpur. Untuk
menentukan kandungan padatan di dalam lumpur digunakan alat Mud Retort.

2.5. Karakteristik yang mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran


Sebelum membuat lumpur pemboran yang baik, terlebih dahulu harus
memperkirakan keadaan dan kondisi dari formasi yang akan ditembus. Ada
beberapa yang dapat mempengaruhi sifat lumpur pemboran, yaitu :
1. Suhu formasi
2. Tekanan formasi
3. Kandungan clay dan garam

14
2.5.1. Suhu formasi
Semakin dalam formasi yang akan ditembus maka suhu formasi juga
semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu formasi tersebut akan
mempengaruhi keseimbangan dari fluida pemboran.
Pada saat lumpur dalam keadaan diam, maka semakin bertambah tinggi
suhunya akan semakin tinggi juga daya untuk menjadi gel dan penggumpalan gel
dalam batas tertentu dapat diatasi dengan mengaduk lumpur hingga encer
kembali.

2.5.2. Tekanan formasi


Sebelum menentukan jenis fluida pemboran apa yang digunakan, maka
kita harus mengetahui sekurang – kurangnya memperkirakan tekanan formasi
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menentukan densitas fluida pemboran
yang diperbolehkan.
Densitas fluida pemboran didapat dari tekanan formasi ditambah dengan
faktor keamanan (safety factor) yang telah ditentukan sehingga fluida pemboran
tersebut cukup mampu menahan tekanan formasi.
Untuk formasi yang bertekanan rendah digunakan berat jenis rendah,
sehingga tekanan hidrostatis lumpurnya rendah, jika digunakan dengan berat jenis
besar maka akan menyebabkan formasi pecah dan kehilangan sirkulasi.

2.5.3. Kandungan clay dan garam


Pada formasi yang mengandung clay dimana secara terus - menerus akan
menghisap air sehingga mengembang dan gugur ke lubang akan menimbulkan
problem pipa terjepit. Untuk formasi yang mengandung garam kuat atau lapisan –
lapisan garam serta adanya abondant salt water yang berada di daerah payau atau
lokasi pengeboran on-shore atau off-shore, dianjurkan menggunakan salt water
mud atau oil in water emulsion dalam operasi pemboran. Pemakaian lumpur ini
akan memperlihatkan mud cake yang tebal dan filtration loss yang besar jika tidak
ditambah organik koloid dan pembuihan yang terjadi dapat dikurangi dengan
penambahan surfactant ke dalam sistem lumpur.

15
2.6. Macam – macam kontaminasi

2.6.1. Padatan pemboran


Padatan pemboran terdiri dari padatan aktif dan padatan in-aktif. Padatan
aktif misalnya clay dan padatan in-aktif misalnya silt, sand, limestone, chaert.

2.6.2. Evaporit salt


Jenis kontaminasi ini ada beberapa macam yaitu sodium chloride (NaCl),
potassium chloride (KCI), calcium chloride(CaCl2), magnesium chloride (MgCl2),
dan anhydrite (CaSO4). Namun yang paling umum terjadi adalah kontaminan
garam (NaCl), anhydrite, dan gypsum. Sodium chloride yang mengkontaminasi
lumpur pemboran biasanya terjadi pemboran menembus salt dome, lapisan batuan
garam, evaporate, dan lapisan – lapisan lainnyayang mengandung garam,
sedangkan anhydrite dan gypsum terdapat pada suatu batuan keras atau batuan
antara formasi shale dan limestone.

2.6.3. Formasi water influk


Air formasi yang masuk dalam sistem lumpur juga berpengaruh pada sifat
fisik lumpur pemboran yang berarti juga berpengaruh pada keberhasilan fungsi
lumpur pemboran.

2.7. Pengaruh kontaminasi terhadap lumpur pemboran


Kontaminan dapat berubah secara langsung maupun tidak langsung pada
sistem lumpur pemboran yang digunakan. Kontaminasi yang masuk dalam sistem
lumpur dapat merubah sifat fisik lumpur pemboran, menurunkan kinerja lumpur
pemboran yang akhirnya dapat menimbulkan masalah pemboran.

2.8. Bahan – bahan adiktif lumpur pemboran


Di dalam suatu sistem lumpur terdapat material – material tambahan yang
berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat – sifat lumpur agar sesuai dengan
keadaan dan kondisi formasi yang dihadapi selama operasi pemboran. Berikut ini
adalah beberapa bahan kimia yang berguna untuk menaikkan berat jenis lumpur,

16
menaikkan viskositas, menurukan viskositas, dan menurunkan filtration loss dan
sebagainya.

2.8.1. Bahan pemberat (Weighting agent)


Bahan pemberat digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Bahan yang
paling umum digunakan adalah barite dan kalsium karbonat, serta hematite untuk
berat jenis (densitas) tinggi.

2.8.1.1 Viscosifier
Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan kekentalan
(viskositas) yang biasanya mempunyai fungsi sekunder sebagai fluid loss reducer.
Ada dua macam viscofier, antara lain :
1. Tipe mineral clay, misalnya bentonite
2. Tipe polimer, misalnya XCD polimer dan Guar Gum polimer

2.8.1.2 Fluid loss reducer


Bahan ini berguna untuk menurunkan fluid loss dan hampir semua
bahannya berfungsi juga seperti viscosifier misalnya CMC dan PAC. Sedangkan
yang berfungsi sebagai thinner adalah lignit. Penggunaan formulasi yang
menggunakan polimer hendaknya memperhatikan suhu, karena pada umumnya
jenis – jenis polimer tidak tahan terhadap suhu tinggi.

2.8.1.3 Shale stabilizer


Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan formasi shale agar tidak gugur ke
dalam lubang bor.

2.8.1.4 Pola coating


Prinsip kerja pada pola ini yaitu bahan kimia tambahan (aditif) akan
menyelimuti partikel – partikel dari shale, sehingga kontak dengan fluida dapat
dikurangi dengan demikian kemungkinan terjadinya reaksi antara shale dengan
lumpur dapat dikurangi.

17
2.8.1.5 Pola chosa
Pada pola ini yaitu menggunakan garam –garam terlarut untuk
mengadsorbsi air dari dalam shale.

2.8.1.6 Suhu stabilizer


Bahan ini berfungsi untuk mengontrol rheologi lumpur pada suhu tinggi,
karena pada suhu tinggi lumpur biasanya akan mengalami gelation, yaitu naiknya
viskositas lumpur jauh diatas normal.

2.8.1.7 Garam – garam elektrolit


Garam adalah komponen utama dalam pembuatan fluida komplesi dan
work-over. Disamping itu dalam jumlah tertentu juga sering dicampurkan ke
dalam sistem pemboran. Garam - garam yang sering digunakan antara lain KCl,
NaCl, dan CaCl2.

2.9. Mineral clay


Terdapat beberapa mineral yang berperan sebagai pembentuk clay antara
lain:
2.9.1. Montmorillonite
Monmorillonite yang mempunyai rumus kimia [(OH)4Si8O20xH2O] terdiri
dari tiga lapisan struktur, satu buah struktur alumina octahedral dan dua buah
struktur silica tetrahedral yang merupakan Si4O10 ikatan ini tidak dapat
dipisahkan dari kandungan O2-nya secara langsung.

2.9.2. Kaolonite
Kaolonite terdiri dari dua lapisan struktur, satu lapisan SIOP4 dan
alumunium hidrosil dengan ruangan yang sangat rapat tidak seperti pada
montmorillonite. Pertukarannya ion silica alumina oleh elemen tidak diperlukan.

18
2.9.3. Illite
Illite hidrous mika memiliki pola dasar seperti montmorillonite, kecuali
kation K+ yang mempunyai posisi air antara pola lapisan. Illite lebih komplek
karena adanya pertukaran ion K+ yang berlebihan pada air, sehingga tidak
menunjukkan adanya sifat pengembangan.

2.9.4. Chlorite
Struktur octahedral layer tunggal memberikan keseimbangan muatan
terhadap ketiga layer lainnya. Sehingga struktur clay yang terjadi bersifat netral.
Tidak ada kesempatan untuk terjadinya pertukaran ion, sehingga clay jenis ini
tidak memiliki sifat swelling.

2.10. Lumpur polimer


Lumpur polimer adalah sistem lumpur dimana proses pengeringan
(hidrasi) dari formasi shale yang ditembus diusahakan stabil. Ada beberapa cara
untuk mencapai hal tersebut, yang paling umum adalah membatasi jumlah air
yang bereaksi dengan clay, dengan cara menyelimuti serbuk bor (cutting) clay ini
dengan polimer sesegera mungkin untuk rekasi lebih lanjut. Non Dispersed
Polymer terdiri dari anionic dan nonionic polymer. Sistem ini harus punya
polymer yang cukup dalam lumpur untuk pembungkusan clay dan mineral lain
untuk mengatasi hilangnya polymer ini oleh solid control system.
Biasanya kegagalan dalam pemakaian lumpur polimer adalah karena tidak
mampu untuk menjaga low gravity solid, yang disebabkan kurang baiknya
peralatan solid control yang digunakan. Kegagalan lain juga biasanya disebabkan
karena tidak cukup tersedianya polimer dalam sistem atau karena filtrat chemistry
tidak terjaga dengan baik.

2.11. Lumpur KCL polimer


Lumpur KCL polimer merupakan sistem lumpur yang paling umum
digunakan dalam pemboran. Dasar dari sistem ini adalah anionic pengkapsulan

19
(encapsulating) polymer fluid yaitu polymer membungkus serbuk bor (cutting)
pada saat pembersihan lubang.
KCL dalam air akan terurai menjadi ion k+ dan Cl-. Dalam menstabilkan
mineral shale, ion – ion k+ akan menggantikan kedudukan ion Na+. Sehingga di
dalam plate shale ion k+ akan terikat jauh lebih kuat dibandingkan antara ion Na+
dengan plate clay antara clay dengan air, sehingga daya tolak – menolak antara
partikel plate clay di dalam air akan berkurang. Semakin kuat daya tarik menarik
antar clay maka akan semakin banyak air yang terbebas antara clay ke luar sistem.
Hal ini disebabkan karena adanya ion k+ memiliki jari – jari atom yang besar,
yang dapat menutup microfracture shale dan mencegah masuknya air ke dalam
microfracture sehingga mengurangi pengeringan (hidrasi) shale.
Polimer mudah larut dalam lumpur yang mengandung elektrolit dan
adanya muatan negatif pada bagian yang terhidrolisa sehingga meningkatkan daya
rekat dan absorpsi polimer. Dalam upaya mengurangi swelling shale, maka
tergantung dari konsentrasi KCL dan polimer yang digunakan di dalam suatu
sistem lumpur. Jumlah ion k+ yang dibutuhkan di dalam luimpur tergantung dari
tipe clay atau shale yang akan di bor yaitu termasuk reaktif atau tidak reaktif
terhadap air. Semakin reaktif maka konsentrasi dari kcl dan polimer harus
dinaikkan. Konsentrasi KCL optimum yang digunakan adalah 3% yaitu sebesar
10.5 gr dan fungsi dari KCL ini dibantu dengan bahan kimia tambahan (aditive)
pengontrol shale

2.12. Sand Content


Laju pemboran turun dengan naiknya solid content (kadar padatan dalam
lumpur) yang mungkin disebabkan oleh partikel-partikel padatan menghalangi
kontak antara gigi pahat dan batuan. Disamping itu Bila sand content tinggi
saluran sirkulasi lumpur akan terkikis, karena pasir bersifat abrasive.
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran.

20
Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan
menambah beban pompa sirkulasi lumpur.
Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses
pembersihan terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam
lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan yang biasa digunakan disebut dengan
”Conditioning Equipment”, Alat-alat tersebut terdiri dari :

Shale shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang
berukuran besar. Penggunaan screen (saringan) untuk problematika padatan yang
terbawa dalam lumpur menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment.
Solid/padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jari-jari screen akan
tertinggal/tersaring dan dibuang, sehingga jumlah solid dalam lumpur bisa
terminimalisasi. Jari-jari screen di set agar polimer dalam lumpur tidak ikut
terbuang. Kerusakan screen bisa diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.12.1. Shale Shaker

Degassser
Fungsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke lumpur
pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat pemboran menembus zona

21
permeable, yang ditandai dengan pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur
berkurang dan volume lumpur pada mud pit bertambah.

Gambar 2.12.2. Degasser

Desander
Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

Gambar 2.12.3. Desander

Desilter
Fungsinya sama dengan desander tetapi desilter dapat membersihkan
lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Penggunaan desilter dan
mud cleaner harus dioptimalisasi oleh beberapa faktor seperti : berat lumpur,
biaya fasa liquid, komposisi solid dalam lumpur, biaya fasa liquid, biaya logistik

22
yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Biasanya berat lumpur yang
dikehendaki sekitar 10.8 biasanya lebih praktis dengan menggunakan mud
cleaner dibandingkan dengan penyaringan dengan screen terkecil. Selain itu
penggunaan mud cleaner lebih praktis juga lebih murah.
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan prosentase
volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Hal ini
dilakukan melalui pengukuran degan saringan tertentu. Jadi persamaan untuk
menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :
Dimana :
𝑉𝑠
n=𝑉𝑚 × 100%

n = kandungan pasir
Vs = Volume pasir dalam lumpur
Vm = Volume lumpur

Gambar 2.12.4. Desilter

23
2.13. PERALATAN DAN BAHAN
2.13.1. Peralatan
Mud balance
Retort kit
Multi mixer
Wetting agent
Sand Content Set
Gelas ukur 500 cc

2.13.2. Bahan
Barite
Bentonite
Aquades

2.14. Prosedur Percobaan


2.14.1 Densitas Lumpur
2.14.1.1 Mengkalibrasi perPeralatanan mud balance sebagai berikut :
1. Membersihkan perPeralatanan mud balance
2. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan bagian
luarnya. Keringkan dengan kertas tissue.
3. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
4. Rider ditempatkan pada skala 8.33 ppg
5. Mengecek pada level glass bila tidak seimbang atur calibration
screwsampai seimbang
2.14.1.2 Menimbang beberapa zat yang digunakan.
2.14.1.3 Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya air
dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite
dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang
beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud
balancedengan lumpur yang telah dibuat.

24
2.14.1.4 Cup ditutup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dibersihkan.
2.14.1.5 Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu
mengatur riderhingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh
skala.
2.14.1.6 Ulangi langkah lima untuk komposisi campuaran yang berbeda.

2.14.2 Sand Content


2.14.2.1 Isi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai. Tambahkan
air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok dengan kuat.
2.14.2.2 Tuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir keluar
melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan tuangkan
kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih. Cuci pasir
yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur yang
melekat.
2.14.2.3 Pasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur
hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan pasir
mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen volume dari
pasir yang mengendap.

25
2.14.3 Data dan Hasil Percobaan
Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.14.3. Data Densitas dan Sand Content Hasil Percobaan
Lumpur Barite Calcium Sand
Densitas
No dasar Bentonite ( gram Carbonate Content
(ppg)
Air (cc) ) (gram) (% Volume)
1 350 25 0 8.65 0.50
2 350 25 2 8.70 0.50
3 350 25 5 8.75 0.50
4 350 25 10 8.75 0.75
5 350 25 15 8.80 0.75

2.15. Kadar Minyak pada Lumpur Pemboran


Kandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung dalam
lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik
adalah lumpur dengan kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% – 20%
kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap laju pemboran. Hal ini terutama karena minyak akan memberikan
pelumasan sehingga pahat lebih awet, mengurangi pembesaran lubang bor dan
mengurangi penggesekan pipa bor dengan formasi serta mengurangi kemungkinan
terjadinya jepitan terhadap pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak
optimum tersebut, kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju
pemboran, hal ini dikarenakan slip dari bit pada batuan formasi yang menjadi
lebih licin oleh karena adanya pelumasan yang berlebihan. Alat ukur yang di
pakai adalah Retort Kit.

26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, yang mana menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak bisa
diperoleh dengan menggunakan cara-cara statistik. Penelitian kualitatif
menghasilkan data deskriptif yaitu berupa ucapan atau tulisan dan tingkah laku
yang diamati oleh orang-orang (subjek) itu sendiri ( Bogdan dan Taylor, 1992: 21-
22 ).

3.2. Sasaran penelitian


Sasaran dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
3.2.1. Sasaran utama
Sasaran utama dalam penelitian adalah pengaruh naik turunnya suatu
densitas yang merupakan salah satu sifat-sifat pada lumpur terhadap formasi
perlapisan batuan.

3.2.2. Sasaran pendukung Sebagai


Sasaran pendukung dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
bersangkutan. Kita dapat memprediksi apa yang akan terjadi kedepan. Apakah
daerah bersangkutan dapat dilakukan tindak pengeboran secara lebih lanjut atau
tidak.

3.3. Teknik pengumpulan data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data
adalah:
3.3.1. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan sumber-sumber data yang berasal dari arsip atu dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.

27
3.3.2. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian. Teknik ini diharapkan untuk memperoleh pengetahuan tentang fakta
dan peristiwa yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Fokus penelitian.


Dalam penelitian ini, peneliti mengfokuskan masalah pada pengaruh
Densitas lumpur terhadap formasi batuan pada lapangan yang akan di bor.

3.5. Teknik analisis data


Data-data yang telah terkumpul akan dianalisa, yang digunakan adalah
analisa interaktif (Interactive model of analysis). Dalam proses analisis ini model
yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif dengan menggunakan model
analisis interaktif. Inti yang dapat diambil dari analisa interaktif menurut Miles
dan Hubeman ini (Sutopo, 1988: 34-37) yaitu:
Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara komponen (termasuk
proses pengumpulan data). Selama proses pengumpulan data berlangsung, peneliti
bergerak dalam keempat komponen analisis yaitu:
3.5.1. Pengumpulan data, merupakan pencarian informasi baik dari data primer
maupun data sekunder.
3.5.2. Reduksi data, merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data yang ada dalam fieldnote.
3.5.3. Sajian data,adalah suatu rakitan argumentasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan.
3.5.4. Penarikan kesimpulan, adalah suatu usaha menarik konklusi dari hal-hal
yang ditemui dalam reduksi maupun sajian data. Pengumpulan data
Penarikan kesimpulan Reduksi Penyajian data.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Lumpur pemboran dapat di definisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-


cairan berbusa, gas ber tekanan) yang di pergunakan untuk membentuk operasi
pemboran dengan membersihkan dasarv lubang dari serpih bor dan
mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat verjalan lancare.
Fungsi dari lumpur pemboran itu sendiri uaoyi imtil serpih bor, mendinginkan dan
melumasi mata bor, membersihkan dasar lubang, melindungi dinding lubang
supaya stavil, menjaga dan mengimbangi tekanan formasi, menahan serpih atau
serbuk bor dan padadtan lainnya jika sirkulasi dihentikan, sebagai logging,
menunjang (support) berat dari rangkaian bor dan selubung, menghantarkan daya
hirtolika ke pahat mencegah dan menghambat laju korosi.
Dari percobaan di atas dapat kita lihat bahwa penambahan barite, CMC,
dan CaCO3 berfungsi untuk memperbesar harga densitas lumpur, namun sebelum
menambahkan bahan-bahan itu harus diuji terlebih dahulu tekanan di dalam
reservoir kita dengan cara mensirkulasikan lumpur dasar terlebih dahulu untuk
menganalisa tekanan formasi agar tekanan yang diberikan oleh lumpur dapat
mangimbangi tekanan dari formasi kita. Karena jika densitas lumpur terlalu besar
dapat mengakibatkan terjadinya loss circulating atau hilangnya lumpur di dalam
formasi, namun apabila densitas lumpur terlalu kecil maka dapat menyebabkan
terjadinya kick (masukny fluida formasi kedalam sumur).
Apabila densitas dari lumpur terlalu besar maka perlu ditambahkan
bentonite lagi agar densitas lumpur menjadi seimbang (standard). CaCO3 juga
berfungsi sebagai pemberat densitas lumpur, namun densitas yang diberikan lebih
besar dibandingkan dengan barite.
Penentuan kadar pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah untuk
mencegah abrasi pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk
mencegah penebalan mud cake dan drill pipe sticking. Dengan penambahan barite
seharusnya tidak mempengaruhi volume sand content. Dalam percobaan kita
dengan penambahan barite volume sand content berubah. Hal ini bisa jadi

29
diakibatkan dari kandungan pasir yang di masukan kedalam tabung berbeda beda ,
bisa jadi lumpur yang di masukan pertama kandungan pasir nya merata (koloid),
namun yang kedua bisa jadi pasir sudah mengendap terlebih dahulu didalam cup
sebelum di masukkan kedalam tabung untuk dilakukan pengukuran sand content,
sehingga saat dituangkan tidak masuk kedalam tube.
Sedangkan dengan penambahan CaCO3 akan meningkatkan kandungan
pasir dalam lumpur sehingga perlu disediakan alat alat penyaring atau biasa
disebut dengan condition equipment yaitu shale shaker yang berfungsi untuk
membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke dalam lumpur pemboran.
Desander berfungsi untuk membersikan lumpur dari partikel-partikel padatan
yang berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker, dan desilter yang berfungsi
sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan lumpur dari partikel -
paratikel yang berukuran lebih kecil.
Log resistivity merupakan metode yang sangat membantu dalam pekerjaan
evaluasi formasi khusunya untuk menganalisa apakah suatu reservoir
mengandung air garam (wet) atau mengndung hidrokarbon, sehingga log ini
digunakan untuk menganalisa hidrocarbon water contacft. Gambar berikut
merupakan contoh interpretasi HC-water contact dari resistivity log.

4.3. Pembahasan Praktikum


Dari percobaan diatas dapat kita lihat bahwa penambahan barite dan
calcium carbonat akan memperbesar harga densitas lumpur. Hal ini dapat dilihat
ketika penambahan barite 5 gram, maka densitas meningkat 0.10 menjadi 8.75.
Penambahan barite kedalam lumpur tidak meningkatkan kandungan pasir,
hal ini dapat dilihat dari % volume yang tetap menunjukkan sand content 50%.
Namun, dengan penambahan calcium carbonat kedalam lumpur akan
meningkatkan kandungan pasir dalam lumpur,meningkat sebesar 25%.
Kemudian aplikasi di lapangan sendiri, pada saat awal pemboran mud
engineer menggunakan lumpur dasar terlebih dahulu untuk menganalisa tekanan
formasi, apabila terlalu kecil densitas lumpur maka akan ditambahkan barite
namun kandungan pasir di lumpur tidak berubah. Mud engineer bisa

30
menambahkan calcium carbonat ke dalam lumpur pemboran supaya densitas
lumpur bertambah, namun kandungan pasir di lumpur juga meningkat. Dan harus
disediakan desander di peralatan supaya pasir di lumpur pemboran bisa dikontrol.

4.2. Pembahasan Soal


4.2.1. Apakah yang dimaksud dengan fluida pemboran dan lumpur pemboran?
4.2.2. Fluida pemboran adalah fluida yang diinjeksikan kedalam lubang bor yang
berfungsi untuk membersihkan lubang pemboran.
4.2.3. Lumpur Pemboran adalah campuran fluida yang komplek yang terdiri atas
zat kimia dan padatan yang secara terus _ menerus dipompakan dan
disirkulasikan dari mud pits ke lubang sumur.
4.2.4. Sebutkan fungsi dari penggunaan lumpur pemboran ? ( minimal 5 )
1. Mengangkat cutting kepermukaan.
Fungsi ini dihubungkan dengan viskositas lumpur itu sendiri. makin kental
lumpur pemboran maka pengangkatan serbuk bor semakin baik.
2. Mengontrol tekanan formasi.
Fungsi ini berhubungan dengan densitas lumpur pemboran. Adanya
densitas lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke
formasi ( loss circulation ). Sedangkan apabila densitas lumpur bor terlalu kecil
akan menyebabkan kick ( masuknya fluida formasi ke lubang sumur ).
3. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string
Adanya gaya gesekan antara pahat dengan formasi batuan dapat
mengakibatkan panas, maka dari itu lumpur pemboran yang juga memiliki
komposisi air dapat mendinginkan. Sedangkan untuk melumasi pahat dan drill
string, supaya Peralatan dapat dipakai tahan lama dan tidak mudah aus.
4. Membersihkan dasar lubang bor
Lubang bor yang terendapkan oleh serbuk bor dapat menyebabkan pipa
pemboran terjepit dan waktu pemboran akan lebih lama dari yang direncanakan.
5. Melindungi formasi produktif
Karena formasi produktif biasanya pada sandstone, maka diupayakan agar
formasi tersebut tidak runtuh.

31
4.2.5. Apa yang dimaksud dengan Plug-flow, Laminer-flow, Turbulen-flow?
Laminer flow adalah gerak partikel mengikuti lintasan yang teratur.
Turbulen flow adalah gerakan partikel mengikuti lintasan yang tak teratur. Plug
flow adalah semakin banyak jumlah gelembung yang bersatu membentuk
gelembung yang lebih besar.

4.2.6. Apa bedanya reactive solid dengan inert solid? Berikan contohnya!
1. Reactive solid adalah padatan yang bereaksi dengan zat cair lumpur bor,
padatan ini membuat lumpur menjadi kental.
Contoh: bentonite, attpulgite
2. Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan zat cair lumpur bor.
Contoh: barite

4.2.7. Sebutkan dan jelaskan komponen dari fasa pembentuk lumpur pemboran ?
4.2.7.1.Fasa Cairan
Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau
campuran air dan minyak.

4.2.7.2.Fasa Padat
Fasa padat dibagi dalam dua kelompok, yaitu padatan dengan berat jenis
rendah dan padatan dengan berat jenis tinggi. Padatan berat jenis rendah dibagi
menjadi dua, yaitu
1. Reaktif Solid : Padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid (clay)
2. Innert solid : zat padat yang tak bereaksi.

4.2.7.3.Fasa Additive
Fasa additive atau fasa kimia; merupakan bagian dari system yang
digunakan untuk mengontrol sifat-sifat lumpur.

32
4.2.8. Jelaskan mengapa pengontrolan densitas pada lumpur perlu dilakukan?
Karena adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan
lumpur hilang keformasi ( lost circulation ). Sedangkan apabila terlalu kecil akan
menyebabkan kick, maka densitas leumpur harus disesuaikan dengan keadaan
formasi yang akan di bor.

4.2.9. Ada empat hal yang mempengaruhi pengangkatan cutting ke permukaan,


sebutkan !
1. Kecepatan fluida di annulus,
2. kapasitas untuk menahan fluida,
3. viskositas, dan
4. gel strenght.

4.2.10. Apa yang terjadi pada opersai pemboran,jika lumpur pemboran bersifat
asam?
Lumpur cenderung bersifat asam, maka rangkaian drillstring dan
peralatan sirkulasi lainnya akan mudah terkena korosi.

4.2.11. Jelaskan apa pengaruh serpih-serpih sand pada operasi pemboran ? dan
bagaimana cara mengatasinya dalam operasi pemboran ?
Pengaruh dari serpih-serpih sand pada operasi pemboran adalah dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan. Jika densitas lumpur
bertambah, maka beban sirkulasi lumpur akan bertambah juga. Cara untuk
mengatasi masalah dalam operasi pemboran dengan membersihkan lumpur yang
akan disirkulasikan dengan conditioning equipment yang terdiri dari shale shaker,
degasser, desander, dan desilter.

4.2.12. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content yang terlalu besar!
1. Dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang akan disirkulasikan.
2. Meningkatkan densitas lumpur sehingga akan menambah beban pompa
sirkulasi lumpur.

33
4.2.13. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran.pada saat bit mencapai
kedalaman 1600 ft, saudara harus menaikkan densitas 250 bbl lumpur dari
14 ppg menjadi 20 ppg dengan menggunakan Barrite (SG=4.2) dengan
catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung jumlah Barrite yang
dibutuhkan (dalam lb)!
= 20 ppg
= 14 ppg
= 250 bbl
= 250 x 42 = 10500 gallon
SG = 4.2
= 4.2 x 8.33
= 34986 ppg

Ditanya :
W=…
Jawab :
Ws =
= 14700
= 324079,52
4.2.14. Mengapa bentonite digunakan sebagai bahan dalam pembuatan fresh water
mud?
Apa keunikan/kekhususan yang dimiliki bentonite dibandingkan dengan
material-material clay lainnya yang menyebabkan bentonite biasa digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan fresh water base mud?
Karena selain benonite dapat mengurangi filtration loss,juga dapat
mengurangi tebal mud cake dan juga dapat menaikkan viscositas.

4.2.15. Sebutkan 5 material/bahan kimia/merk dagang produk yang termasuk


kedalam weighting agent materials(masing-masing mahasiswa harus
berbeda).

34
1. Hi-Dense R No.4
2. Baroid R 41
3. Dolomite
4. Surfaktan
5. M-I BAR
4.2.16. Sebutkan peralatan-peralatan pemboran yang disebut dengan
“Conditioning Equipment” dan jelaskan masing-masingnya!
1. Shale shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang
berukuran besar.
2. Degasser
Fungsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke lumpur
pemboran.
3. Desander
Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.
4. Desilter
Fungsinya sama dengan desanser tetapi desilter dapat membersihkan
lumpur dari partikel-partikel yang berukuran kecil.

35
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaaan yang telah kami lakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
5.1.1. Densitas lumpur sangat berpengaruh terhadap kinerja lumpur yaitu sebagai
mengontrol tekanan formasi dan mengangkat cutting ke permukaan.
5.1.2. Densitas akan bernilai besar (naik) dengan adanya kandungan pasir
dalam lumpur.
5.1.3. Untuk menaikkan densitas , dapat dilakukan dengan cara menambahkan
bahan– bahan sebagai berikut : bentonite, kalsium karbonat, CMC dan
lain-lain.
5.1.4. Jika densitas lumpur terlalu tinggi kita bila menambahkan air agar
densitasnya turun.
5.1.5. Densitas ini sangat erat kaitannya dengan besarnya tekanan hidrostatis dari
lumpur itu sendiri dimana tekanan hidrostatis= 0.052.ρ.h. dan tekanan
hidrostatis sangat mempengaruhi stabilitas suatu pemboran.
5.1.6. Barite dan CaCO3 merupakan additive yang digunakan untuk menaikan
densitas, namun CaCO3 menghasilkan kandungan pasir lebih banyak.
5.1.7. Apabila dibandingkan keduanya, barite dan calcium carbonat, dengan
harga densitas yang sama tetapi menghasilkan kandungan pasir yang
berbeda, yaitu calcium carbonat menghasilkan kandungan pasir yang lebih
banyak.
5.1.8. Penambahan barite dan calcium karbonat adalah untuk menambah densitas
lumpur pemboran.
5.1.9. Dengan menambahkan dua additive yang berbeda dengan jumlah yang
sama (pada lumpur yang berbeda), barite menaikkan densitas lumpur lebih
besar dibandingkan calcium carbonat.
5.1.10. Berat jenis lumpur pemboran diukur dengan alat timbangan lumpur (mud
balance) yaitu semacam alat penimbang yang disatu ujungnya berskala dan

36
ujungnya yang lainnya terdapat mangkuk tempat akan di tentukan
densitasnya.
5.1.11. Jika Harga densitas yang terlalu besar mengakibatkan lost
circulation,namun apabila terlalu kecil bisa menyebabkan kick.

5.2. Saran
5.2.1. Densitas, sand content pada lumpur pemboran dapat lebih disempurnakan
dengan penelitian untuk karakteristik di dalam fluida, dengan
memperhitungan factor volume dan temperatur pada lumpur.
5.2.2. Pada proses lumpur pemboran, di gunakan untuk membentuk operasi
pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor, agar tidak
merusak mata bor.
5.2.3. Sand content penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran untuk
mencegah abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Faisal, Sanapiah. 2007, Format-Format Penelitian, Penerbit PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta.
2. Mardalis. 1989, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta.
3. Muhammad, Iqbal. 2008, Analisa Lumpur Pemboran, STT-MIGAS,
Balikpapan.

38
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A Profil Lumpur Pemboran, Uaoyi Imtil ...........................................A-1
Lampiran B Sifat Fisik Sand Contant Dan Kadar Minyak .................................B-1
Lampiran C Acuan Dasar Laju Alir Lumpur ......................................................C-1
Lampiran D Spesifikasi Mud Pump Yang Digunakan Rig Pemboran ................D-1
Lampiran E Perhitungan Kecepatan Alir Lumpur ..............................................E-1
Lampiran F Perhitungan Densitas Lumpur .........................................................F-1
Lampiran G Perhitungan Kandungan Pasir Dalam Lumpur ...............................G-1
Lampiran H Perhitungan Parameter Pengangkatan Cutting ...............................H-1
Lampiran I Sketsa Section Annulus .................................................................... I-1

39

You might also like