0% found this document useful (0 votes)
366 views15 pages

Jurnal Penginderaan Jauh Banjir PDF

This document discusses a study on flood hazard modeling in Sampang District, Indonesia using remote sensing data. The study analyzed multiple variables that influence flooding, including rainfall, land use, slope, land system, and elevation. Weights were assigned to each variable using composite mapping analysis. The results showed that the main cause of flooding in Sampang District is the combination of estuary and swamp plains forming low-lying land, exacerbated by heavy rainfall. A flood hazard map was produced based on weighted flood variables using multi-criteria analysis as a function of the factors analyzed.

Uploaded by

Eka S. Saputra
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
366 views15 pages

Jurnal Penginderaan Jauh Banjir PDF

This document discusses a study on flood hazard modeling in Sampang District, Indonesia using remote sensing data. The study analyzed multiple variables that influence flooding, including rainfall, land use, slope, land system, and elevation. Weights were assigned to each variable using composite mapping analysis. The results showed that the main cause of flooding in Sampang District is the combination of estuary and swamp plains forming low-lying land, exacerbated by heavy rainfall. A flood hazard map was produced based on weighted flood variables using multi-criteria analysis as a function of the factors analyzed.

Uploaded by

Eka S. Saputra
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 15

Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No.

1 Juni 2012 : 52-66

MODEL BAHAYA BANJIR MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH


DI KABUPATEN SAMPANG
(FLOOD HAZARD MODEL USING REMOTE SENSING DATA
IN SAMPANG DISTRICT)
Nanik Suryo Haryani, Any Zubaidah, Dede Dirgahayu, Hidayat Fajar Yulianto, dan Junita Pasaribu
Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN
e-mail: [email protected]
Diterima 8 April 2012; Disetujui 22 Juni 2012

ABSTRACT

Flood is the first biggest disaster in Indonesia, as stated by the National Disaster
Management Agency (BNPB) in the BNPBs natural disaster data of year 2000 to 2009.
Considering the flood has the significant impact of causing the casualties and material
losses, it is necessary to study on it. One of useful data for studying the flood is
remote sensing data. The advantage of good historical data makes it possible to see the
changes of cover/land use from year to year in a region. The extensive area coverage of
remote sensing data allows it to view and analyze in a comprehensive manner. The
method of the study of flood hazard models is using multiple variables, where each
variable has a class of criteria. Determination of the weight of each flood variable by
using the Composite Mapping Analysis. The results of this study shows the main cause
of flooding in the District of Sampang is that most of the land system in the cities are
the combined estuary and swamp plain, forming a low land and is triggered by the
torrential rain. The model of flood hazard maps produced by variable weighting floods
with a multi criteria analysis method which is function of rainfall, landuse, slope, land
system and elevation.
Key words: Flood hazard, Composite Mapping Analysis, Remote sensing

ABSTRAK

Banjir di Indonesia merupakan bencana terbesar yang menempati urutan


pertama, hal ini dikemukakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam
data kebencanaan BNPB tahun 2000 2007. Mengingat dampak bencana banjir dapat
menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi maka bencana banjir perlu untuk
diteliti. Salah satu data yang dapat digunakan untuk penelitian banjir adalah data
penginderaan jauh. Keunggulan data historis yang baik memungkinkan untuk melihat
perubahan penutup/penggunaan lahan dari tahun ke tahun di suatu wilayah.
Cakupan wilayah dari data penginderaan jauh yang luas memungkinkan untuk
melihat dan menganalisis secara komprehensif. Metode yang digunakan dalam
penelitian model bahaya banjir menggunakan beberapa variabel, dimana setiap
variabel mempunyai klas kriteria. Penentuan bobot setiap variabel banjir dengan
menggunakan cara komposit yaitu Composite Mapping Analysis dari setiap variabel
banjir. Hasil dari penelitian ini adalah penyebab utama banjir yang terjadi di
Kabupaten Sampang adalah sistem lahan yang sebagian besar di Kota Sampang
berupa dataran gabungan muara dan Rawa yang merupakan dataran rendah serta
dipicu oleh adanya hujan yang lebat. Model peta bahaya banjir yang dihasilkan
berdasarkan pembobotan variabel banjir dengan metode multikriteria analisis yang
merupakan fungsi dari curah hujan, liputan lahan, lereng, sistem lahan dan elevasi.
Kata Kunci: Bahaya banjir, Composite Mapping Analysis, Penginderaan jauh

52
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

1 PENDAHULUAN jumlah aliran yang sangat besar ke kota


Banjir yang melanda di berbagai Sampang, juga terjadinya sedimentasi
wilayah Indonesia merupakan suatu yang sangat tinggi di sungai yang
fenomena logis karena negara ini berada melintas di kota Sampang, serta sistem
di daerah tropis dengan curah hujan drainase yang kurang baik terutama di
yang sangat besar. Menurut data daerah perkotaan. Permasalahan tersebut
kebencanaan Badan Nasional yang dapat memicu terjadinya banjir di
Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun Sampang, sehingga berdasarkan per-
2000 2009 banjir merupakan bencana masalahan tersebut perlunya penanganan
terbesar yang menempati urutan banjir di Kabupaten Sampang ini secara
pertama. Selain itu, berbagai pemicu komprehensif.
yang dapat di identifikasi adalah Salah satu data yang dapat
perubahan lahan di daerah hulu seperti digunakan untuk analisis model bahaya
pembukaan hutan dan perkembangan banjir adalah penggunaan data peng-
wilayah perkotaan yang sangat cepat. inderaan jauh. Keunggulan data peng-
Pembukaan hutan di daerah hulu akan inderaan jauh mempunyai data historis
menyebabkan air hujan tidak dapat yang baik dan memungkinkan untuk
diserap oleh tanah dan langsung melihat perubahan liputan lahan dari
menjadi air limpasan yang langsung tahun ke tahun di suatu wilayah.
mengalir ke sungai. Debit air sungai Cakupan wilayah dari data penginderaan
akan menjadi lebih besar, dan akhirnya jauh yang luas memungkinkan untuk
menyebabkan banjir. Perkembangan melihat dan menganalisis secara
perkotaan yang tidak diiringi dengan komprehensif wilayah kajian, sehingga
pengelolaan yang baik akan menyebab- penyebab utama banjir dapat diketahui.
kan sistem drainase perkotaan akan Data ini juga dapat digunakan sebagai
memburuk, air tidak dapat mengalir masukan dalam pemodelan daerah
dengan semestinya sehingga menyebab- bahaya banjir. Penelitian ini bertujuan
kan genangan banjir. untuk pembuatan model bahaya banjir
Fenomena-fenomena tersebut ter- dengan menggunakan data penginderaan
jadi di negara kita, namun antara jauh, dengan mengetahui penyebab
wilayah satu dengan yang lain dapat utama banjir di wilayah kajian, serta
berbeda penyebabnya. Kajian mengenai
pembuatan peta bahaya banjir di
penyebab utama banjir di suatu wilayah
Kabupaten Sampang.
sangat penting. Pengetahuan tentang
faktor penyebab banjir dapat digunakan
2 MODEL BAHAYA BANJIR
untuk informasi pembuatan model
bahaya banjir secara komprehensif. Penelitian model banjir wilayah
Analisa multi-kriteria dapat digunakan urban/perkotaan dengan menggunakan
untuk melihat kriteria spesifik dari data penginderaan jauh telah dilakukan
penyebab banjir di suatu wilayah, oleh Elena (2002). Data yang digunakan
selanjutnya daerah bahaya banjir dapat selain data penginderaan jauh, juga
dipetakan. Hal ini diharapkan dapat digunakan data iklim, data historis
mengatasi dan mengurangi dampak banjir, dan faktor sosial ekonomi yang
yang terjadi akibat bencana banjir. diintegrasikan menggunakan sistem
Berdasarkan kenyataan di informasi geografis. Metode yang diguna-
lapangan bahwa permasalahan banjir kan meliputi: analisis hidrologi data
yang terjadi di Kabupaten Sampang hujan dan sungai, analisis kejadian
disebabkan oleh jumlah aliran yang banjir dan kaitannya dengan kondisi
masuk ke Kota Sampang sangat besar hujan, zonasi bahaya banjir dibuat
sehingga akumulasi aliran (flow berdasarkan pendekatan geomorfologi
accumulation) sangat tinggi. Selain berbasis data penginderaan jauh. Hasil
53
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

akhir berupa peta tematis kerentanan tersebut yang sering disebut dengan
banjir dengan 4 kategori: tidak rentan, istilah Composite Mapping Analysis atau
rentan rendah, rentan sedang, dan CMA (Suratijaya, 2007).
rentan tinggi. Sedangkan pembuatan Bahaya banjir merupakan fungsi
peta bahaya banjir menggunakan dari curah hujan, liputan lahan, lereng,
teknologi Geographic Information System sistem lahan dan elevasi. Secara
(GIS). matematis bahaya banjir dapat
Penelitian daerah rawan banjir dikemukakan dengan formula sebagai
ini menggunakan metode MCE dilakukan berikut:
oleh G. Yalcin dan Z. Akyurek (2004), Bahaya Banjir = f (CH, PL, L, SL, E) (2-1)
dimana metode Multicriteria Evaluation
Keterangan:
(MCE) menunjukkan pentingnya pengam-
bil keputusan dalam menentukan bobot CH = Curah Hujan
dan metode yang tepat. MCE digunakan PL = Liputan Lahan
untuk menghitung bobot setiap faktor. L = Lereng
Selain metode MCE juga digunakan SL = Sistem Lahan
Weighted Linear Combination (WLC) untuk E = Elevasi
menyusun kembali daerah rentan banjir.
Bobot dan nilai-nilai dari kriteria dapat 3 METODOLOGI
berubah sesuai dengan daerah penelitian. 3.1 Data
Apabila karakteristik berubah, maka
hasilnya akan menunjukkan kondisi Data yang digunakan dalam
yang berbeda. Daerah rawan banjir penelitian ini data Landsat tahun 2002
dalam penelitian di wilayah studi dilakukan pengolahan data klasifikasi
diklasifikasikan ke dalam 5 kelas yang liputan lahan untuk mengetahui kondisi
terdiri dari: tinggi, tinggi sampai dengan liputan lahan sebelum terjadi peru-
sedang, sedang, sedang sampai dengan bahan, data Spot 5 tahun 2010 dilaku-
rendah, dan rendah. kan pengolahan data klasifikasi liputan
Pembuatan model bahaya banjir lahan untuk mengetahui kondisi liputan
menggunakan data penginderaan jauh lahan sekarang. Data DEM untuk
di Kabupaten Sampang menggunakan analisis kondisi wilayah atau topografi,
beberapa variabel banjir, dimana peta tanah dan peta land system juga
variabel banjir yang digunakan dalam digunakan sebagai salah satu input
penelitian ini meliputi antara lain: dalam pembuatan pemodelan bahaya
variabel curah hujan, variabel liputan banjir.
lahan, variabel lereng, variabel sistem
lahan dan variabel elevasi. Pemakaian 3.2 Metode
variabel banjir dalam penelitian ini
Metode yang digunakan dalam
mengacu pada penelitian sebelumnya
penelitian ini adalah analisa multi-
yang dilakukan oleh Kementerian
kriteria dengan melihat faktor utama
Pekerjaan Umum yang dimodifikasi sesuai
penyebab banjir di suatu wilayah.
dengan kondisi daerah penelitian.
Dalam pelaksanaan proses pembuatan Analisis banjir juga akan dilakukan
model bahaya banjir diperlukan bobot untuk melihat daerah bahaya banjir
setiap variabel tersebut, dimana setiap akibat liputan lahan di wilayah hulu.
variabel mempunyai kelas kriteria. Gambar 3-1 berikut ini merupakan
Penentuan bobot setiap variabel banjir diagram alir rencana penelitian model
dengan menggunakan cara komposit dari bahaya banjir dengan menggunakan
setiap variabel banjir, cara komposit data penginderaan jauh.

54
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

Landsat (2002) DEM-SRTM Sistem Data TRMM


Spot-5 (2010) lahan 1998 -2008

Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi


Klasifikasi
Lereng Elevasi Sistem Lahan Data Curah Hujan

Dataran Banjir
Liputan lahan Lereng Elevasi Rata-rata CH
& Non Banjir

Survey
Lapangan Analisis Penyebab Analisis Multi-kriteria dengan
Utama Banjir Analisis Spasial Kejadian Banjir

Informasi Banjir
Media Massa BAHAYA BANJIR

Gambar 3-1: Diagram alir penelitian

Dari diagram alir penelitian model analisis spasial kejadian banjir sehingga
bahaya banjir dengan menggunakan akan dihasilkan model bahaya banjir.
data penginderaan jauh pada Gambar 3-1
dapat diuraikan bahwa data penginderaan 3.3 Penentuan Model Bahaya Banjir
jauh yang berupa citra Landsat dan citra Penentuan model bahaya banjir
Spot dilakukan klasifikasi dihasilkan dalam penelitian model bahaya banjir di
peta liputan lahan, dan dari data Digital Kabupaten Sampang ini menggunakan
Elevation Model-Shuttle Radar Topographic beberapa variabel, antara lain meliputi:
Mapping (DEM-SRTM) dilakukan ekstraksi curah hujan, liputan lahan, lereng, sistem
dihasilkan informasi lereng dan elevasi. lahan dan elevasi. Proses pembuatan
Sedangkan dari peta sistem lahan model bahaya banjir diperlukan bobot
dilakukan ekstraksi dihasilkan informasi setiap variabel banjir dan setiap variabel
sistem lahan, dan dari data Tropical banjir mempunyai kelas kriteria.
Rainfall Measurement Mission (TRMM) Berdasarkan perhitungan mean
dilakukan ekstraksi dihasilkan informasi spatial dari setiap variabel banjir
curah hujan. Sedangkan informasi selanjutnya dapat dihitung bobot setiap
survey lapangan dan informasi banjir variabel banjir, dengan asumsi bahwa:
a) Potensi banjir disebabkan oleh
yang diperoleh dari media massa (baik
beberapa faktor dengan bobot sama,
media cetak maupun elektronik) untuk
b) Ranking dan skor setiap kriteria &
menganalisis penyebab utama banjir di
setiap faktor mengacu pada penelitian.
daerah penelitian. Dari analisis penyebab
Untuk lebih jelasnya tahapan atau
banjir ditambah dengan lima variabel
langkah-langkah dalam proses Composite
banjir tersebut di atas, selanjutnya
Mapping Analysis (CMA), seperti Gambar
dilakukan analisis multi-kriteria dengan
3-2.

55
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

Penentuan peta kejadian banjir


berdasarkan posisi lokasi &
frekuensi banjir di lapangan
dengan asumsi

Distribusi dan
Luasan Banjir Tabulasi hasil overlay (ada 5 tabel)

Variabel Luas

Kriteria
-
Curah hujan, Overlay -
Liputan Lahan, -
Lereng, Sistem
Lahan, Elevasi

Perhitungan rasio banjir setiap


kriteria untuk semua variabel

Bobot Relatif
(mean spatial)

Composite untuk semua


variabel

Bobot setiap variabel


penyebab banjir

Gambar 3-2: Tahapan proses Composite Mapping Analysis (CMA)

Perhitungan bobot untuk pem- Point pertama tersebut dihasilkan


buatan model bahaya banjir menggunakan distribusi daerah banjir dan luas
Composite Mapping Analysis (CMA), daerah banjir.
dengan langkah-langkah sebagai berikut: Selanjutnya peta distribusi banjir
Penentuan peta kejadian banjir ber- dilakukan overlay dengan setiap variabel
dasarkan posisi lokasi dan frekuensi banjir, dimana variabel banjir meliputi:
banjir yang terjadi di lapangan dengan curah hujan, liputan lahan, lereng,
asumsi: sistem lahan, elevasi. Proses tumpang
Potensi banjir disebabkan oleh bebe- susun yang dilakukan dengan setiap
rapa faktor dengan bobot sama. variabel banjir ini dihasilkan tabulasi
Rangking dan skor setiap kriteria hasil overlay setiap variabel banjir.
dan setiap faktor mengacu pada Perhitungan rasio banjir setiap kriteria
penelitian sebelumnya. untuk semua variabel dan kriteria.

56
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

Hasil yang diperoleh berupa bobot dan Banyumas. Peta frekuensi kejadian
relatif yang disebut mean spasial. banjir dapat dilihat pada Gambar 4-1,
Selanjutnya dilakukan composite dimana frekuensi kejadian banjir 5 kali
semua variabel, sehingga diperoleh dalam peta ditunjukkan warna merah,
bobot setiap variabel penyebab banjir. frekuensi kejadian banjir 4 kali dalam
peta ditunjukkan warna merah muda
4 HASIL DAN PEMBAHASAN (pink), frekuensi kejadian banjir 3 kali
4.2 Perhitungan Bobot dalam Model dalam peta ditunjukkan warna kuning,
Bahaya Banjir frekuensi kejadian banjir 2 kali dalam
peta ditunjukkan warna biru, frekuensi
Perhitungan bobot bahaya banjir kejadian banjir 1 kali dalam peta
menggunakan Composite Mapping ditunjukkan warna hijau.
Analysis (CMA), berdasarkan frekuensi Rata-rata curah hujan dihasilkan
kejadian banjir yang terjadi di lapangan, dari data Tropical Rainfall Measurement
rata-rata curah hujan, liputan lahan, Mission (TRMM) selama kurun waktu 11
kelerengan, liputan lahan, sistem lahan, tahun dari tahun 1998 sampai tahun
dan ketinggian. 2008 (Gambar 4-2), dimana di
Kejadian banjir di Sampang dalam Kecamatan Sampang rata-rata curah
kurun waktu 10 tahun dari tahun 2002 hujan hanya diperoleh 2 kelas curah
sampai dengan tahun 2011seperti pada hujan yaitu curah hujan antara 200
Tabel 4-1. Kejadian banjir terbesar 300 mm yang tersebar di hampir
terjadi di Kelurahan Panggung sebanyak seluruh wilayah kecamatan Sampang
5 kejadian, sedangkan kejadian banjir dan dalam peta ditunjukkan dengan
sebanyak 4 kali terjadi di Gunung warna biru muda, sedangkan kelas
Madah, kejadian banjir sebanyak 3 kali curah hujan antara 300-400 mm
terjadi di Pasean dan Dalpenang, terdapat disebagian saja kelurahan
kejadian banjir sebanyak 2 kali terjadi Aengsareh, tepatnya di Aengsareh
di Aengsareh, Gunung Sekar, dan bagian barat dan dalam peta ditujukkan
Kamoning, kejadian banjir terjadi satu dengan warna biru tua.
kali terjadi di Tanggumong, Pekalongan,

Tabel 4-1: KEJADIAN BANJIR DI SAMPANG

Tahun
Desa/Kel.
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Panggung v v v v v
Pasean v v v
Gunung v v v v
Madah
Dalpenang v v v
Aengsareh v v
Gunung v v
Sekar
Tanggumong v
Pekalongan v
Kamuning v v
Banyumas v
Sumber: Kompas 2002-2011

57
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

Liputan lahan di Kecamatan Keterangan


Kebun Campur
Sampang diperoleh dari hasil pengolahan Ladang/tegalan
Lahan terbuka

data penginderaan jauh citra Spot 5


Mangrove
Permukiman
Sawah
tahun 2010, dimana untuk daerah Semak belukar
Tambak
Tubuh air
Sampang dihasilkan 9 kelas liputan
lahan, yang terdiri dari kebun campur,
ladang/tegalan, lahan terbuka, mangrove,
permukiman, sawah, semak belukar,
tambak, dan tubuh air. Dari hasil
klasifikasi liputan lahan bahwa
Kecamatan Sampang didominasi oleh
sawah, permukiman, kebun campur dan
tambak, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4-3.

Gambar 4-3: Liputan lahan

Kondisi lereng di Kecamatan


Sampang dihasilkan dari hasil ekstraksi
Digital Elevation Model Shuttle Radar
Topographic Mapping (DEM-SRTM),
dimana Wilayah Kecamatan Sampang
terdiri dari 4 kelas lereng, yang terdiri
darikelas 0-8 %, 8-15 %, 15-25 %, dan
25-45 %, dimana Kecamatan Sampang
ini didominasi oleh lereng dengan kelas
0-8 % dan kelas 8-15 %, sedangkan
Gambar 4-1: Peta kejadian banjir berdasar- lereng dengan kelas 15-25 % dan 25-45
kan posisi lokasi dan frekuensi % hanya sebagian kecil saja dariluas
banjir Kecamatan Sampang. Peta kelerengan di
Kecamatan Sampang dapat dilihat pada
Gambar 4-4.

Gambar 4-2: Rata-rata curah hujan Gambar 4-4: Kelerengan

58
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

Sistem lahan yang ada di curah hujan, liputan lahan, lereng,


Kecamatan Sampang terdiri dari 4 sistemlahan dan elevasi atau ketinggian,
sistem lahan, antara lain: dataran selanjutnya dilakukan tumpang susun
bergelombang, dataran gabungan, rawa, dengan menggunakan teknik Sistem
teras belakang, dan teras karsik. Sistem Informasi Geografis (SIG), sehingga
lahan diKecamatan didominasioleh dihasilkan peta potensi banjir seperti
dataran gabungan dan teras belakang, pada Gambar 4-7. Selanjutnya langkah
sedangkan dataran bergelombang, teras berikutnya daripeta potensi banjir juga
karsik dan rawahanya sebagiankecil dilakukan tumpang susun dengan peta
saja. Sistemlahan dalam kelas rawa kejadian banjir dengan teknik SIG,maka
berlokasi di bagian selatan dari Wilayah akan dihasilkan peta kejadian banjir
Kecamatan Sampang. Peta sistem lahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar
di Kecamatan Sampang dapat dilihat 4-8.
pada Gambar 4-5.

Gambar 4-6: Ketinggian

Gambar 4-5: Sistem lahan

Elevasi atau ketinggian tempat di


Kecamatan Sampang dihasilkan dari
hasil ekstraksi Digital Elevation Model
Shuttle Radar Topographic Mapping
(DEM-SRTM), dimana Wilayah Kecamatan
Sampang dikelaskan menjadi beberapa
kelas ketinggian dengan interval ketinggian
sebesar 10 meter. Berdasarkan peta
ketinggian tempat yang dihasilkan
bahwa di Wilayah Kecamatan Sampang
didominasi oleh ketinggian antara 0-10
meter dan 10 -20 meter, sedangkan
ketinggiandiatas 70 meter hanya
sebagian kecil saja. Peta ketinggian atau
elevasi di Kecamatan Sampang dapat
Gambar 4-7: Potensi banjir
dilihat pada Gambar 4-6.
Berdasarkan peta yang dihasilkan
tersebut, yang terdiri dari peta rata-rata
59
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

hujan, liputan lahan, lereng, sistem


lahan, elevasi, sehingga diperoleh hasil
mean spasial setiap variabel banjir.Hasil
perhitungan mean spasial setiap variabel
banjir diperoleh hasil bahwa mean
spasial variabel curah hujan diperoleh
sebesar 0,2020 seperti pada Tabel 4-2,
perhitungan mean spasial variabel
liputan lahan diperoleh sebesar 0,2399
seperti pada Tabel 4-3, perhitungan
mean spasial variabel lereng diperoleh
sebesar 0,2910 seperti pada Tabel 4-4,
perhitungan mean spasial variabel
sistem lahan diperoleh sebesar 0,3530
Gambar 4-8: Potensi Kejadian Banjir seperti pada Tabel 4-5, perhitungan
mean spasial variabel elevasi diperoleh
Untuk memperoleh hasil per- sebesar 0,2122 seperti pada Tabel 4-6.
hitungan mean spatial, selanjutnya
dilakukan perhitungan dari setiap
variabel banjir, yang terdiri dari curah

Tabel 4-2: PERHITUNGAN MEAN SPATIAL VARIABEL CURAH HUJAN DI KECAMATAN SAMPANG

Curah Hujan Luas (Ha) Potensi Banjir (Ha) Rasio Banjir


100-200 0 0 0
200-300 7005.09 1417.06 0.2023
300-400 47.16 4.19 0.0888
Jumlah 7052.25 1421.25
Mean Spatial 0.2020

Tabel 4-3: PERHITUNGAN MEAN SPATIAL VARIABEL LIPUTAN LAHAN DI KECAMATAN


SAMPANG

Landuse Luas (Ha) Potensi Banjir (Ha) Rasio Banjir


Sawah 3904.23 848.19 0.2172
Kebun Campur 748.13 82.31 0.1100
Permukiman 1254.01 409.06 0.3262
Lahan terbuka 44.62 3.31 0.0742
Mangrove 42.82 18.44 0.4306
Tambak 680.52 49.25 0.0724
Semak belukar 290.91 0.00 0.0000
Tubuh air 35.61 8.25 0.2317
Ladang / tegalan 51.40 2.44 0.0474
7052.25 1421.25
Mean Spatial 0.2399

60
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

Tabel 4-4: PERHITUNGAN MEAN SPATIAL VARIABEL LERENG DI KECAMATAN SAMPANG

LERENG Luas (Ha) Potensi Banjir (Ha) Rasio Banjir

0 - 8% 4155.69 1301.88 0.3133


8 - 15% 2381.63 106.63 0.0448
15 - 25% 507.19 12.75 0.0251
25-45% 7.75 0.00 0.0000
7052.25 1421.3
Mean Spatial 0.2910

Tabel 4-5: PERHITUNGAN MEAN SPATIAL VARIABEL SISTEM LAHAN DI KECAMATAN SAMPANG

Sistem Lahan Luas (Ha) Potensi Banjir (Ha) Rasio Banjir

Teras berkarang 3027.06 88.56 0.0293


Dataran gabungan
3287.44 1265.00 0.3848
Muara (MKS)
Rawa (KJP) 367.75 67.69 0.1841
Teras Kars 221.50 0.00 0.0000
Datan bergelombang 148.50 0.00 0.0000
Jumlah 7052.25 1421.25 0.0293
Mean Spatial 0.3530
Ket : Hasil Analisis Spasial Frekuensi kejadian banjir dengan potensi banjir di Kec.
Sampang

Tabel 4-6: PERHITUNGAN MEAN SPATIAL VARIABEL ELEVASI DI KECAMATAN SAMPANG

ELEVASI Luas (Ha) Potensi Banjir (Ha) Rasio Banjir

0-50 6694.72 1421 0.2122


50-100 357.53 0.25 0.0006
Jumlah 7052.25 1421.25
Mean Spatial 0.2122

Hasil pengolahan data yang telah Mapping Analysis (CMA) seperti tercantum
dilakukan dan hasil perhitungan mean pada Tabel 4-7.
spatial dari setiap variabel banjir, yang Berdasarkan hasil perhitungan
selanjutnya dapat dilakukan perhitungan setiap variabel banjir di Kecamatan
bobot setiap variabel banjir, yang Sampang diperoleh hasil bahwa bobot
meliputi variabel curah hujan, variabel yang paling tinggi adalah sistem lahan
liputan lahan, variabel lereng, variabel sebesar 27, sedangkan variabel dengan
sistem lahan, dan variabel elevasi, bobot terrendah adalah variabel curah
dimana hasil perhitungan bobot variabel hujan dan elevasi sebesar 16. Untuk
banjir dengan metode Composite bobot variabel liputan lahan sebesar 19
61
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

dan bobot variabel lereng sebesar 22. Dari hasil pengolahan data serta
Secara matematis model bahaya banjir perhitungan pembobotan dan skoring
di Kabupaten Sampang dapat diformu- yang telah dilakukan seperti tersebut
lasikan sebagai berikut: diatas, selanjutnya bobot dan skoring
tersebut dipergunakan untuk pembuatan
peta bahaya banjir di Kabupaten
Scma=16SCH+19SPL+22SL+ Sampang berdasarkan masing-masing
27SSL+16SE (4-1) variabel dan kriteria banjir yang
diperoleh dari Departemen Pekerjaan
Dimana Scma adalah skoring bahaya
banjir model CMA, SCH nilai skor curah Umum/Kimpraswil, dimana hasil
hujan, SPL nilai skor liputan lahan, SL perhitungan pembobotan dan skoring
nilai skor lereng, SSL nilai skor sistem pada setiap variabel dan kriteria banjir
lahan dan SE adalah nilai skor elevasi. dapat dilihat seperti pada Tabel 4-8.

Tabel 4-7: BOBOT SETIAP VARIABEL BANJIR DENGAN METODE COMPOSITE MAPPING
ANALYSIS (CMA)
No. Variabel Mean Spasial Bobot
1 Curah Hujan 0.2020 16
2 Liputan Lahan 0.2399 19
3 Lereng 0.2905 22
4 Sistem Lahan 0.3531 27
5 Elevasi 0.2122 16

Tabel 4-8: PEMBOBOTAN DAN SKORING PADA MASING-MASING VARIABEL


No. Variable Kriteria Skoring Bobot
1. Iklim/Curah Curah Hujan >300 5 16
Hujan (CH) Curah Hujan 200 300 mm 4
Curah Hujan 100 200 mm 3
Curah Hujan 50 100 mm 2
Curah Hujan < 50 mm 1
2 Liputan Lahan Permukiman/lahan terbuka/ sungai 5 19
(PL) Sawah/tambak/mangrove 4
Ladang/tegalan/kebun 3
Semak belukar/pasir 2
Hutan 1
3 Bentuk Lahan, DatarLandai 0 8% 5 22
Lereng (L) Berombak 8 15% 4
Agak Curam, Bergelombang, Berbukit 3
15 25%
CuramSangat Curam 25 45% 2
TerjalSangat Terjal >45% 1
4. Sistem lahan Dataran gabungan Muara (KJP), Rawa 5 27
(SL) (MKS)
Dataran bergelombang (AAR) 4
Punggung bukit kecil (LAR) 3
Teras berkarang (PSI) 2
Teras karstik (SKN) 1
5. Elevasi (E) 0 50 m 5 16
50 100 m 4
100 150 m 3
150 200 m 2
>250 1

62
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

Selanjutnya dari hasil total rata-rata curah hujan terbesar terjadi


skoring dan pembobotan variabel banjir pada bulan Desember, dimana rata-rata
dapat dikelaskan menjadi empat kelas curah hujan mencapai sebesar 448
bahaya banjir yang meliputi kelas tidak mm/bulan.
rawan banjir, sedang/cukup rawan Hasil dari skoring dan pembobotan
banjir, rawan banjir, dan sangat rawan variabel banjir diperoleh peta bahaya
banjir, dengan perhitungan interval banjir bulan Desember seperti pada
kelas banjir adalah jumlah bobot Gambar 4-9. Berdasarkan hasil peta
dikalikan skor maksimum setiap variabel bahaya banjir dapat dianalisis bahwa
banjir dikurangi jumlah bobot dikalikan tingkat sangat bahaya banjir dalam
skor minimum setiap variabel banjir gambar ditunjukkan dengan warna
dibagi dengan jumlah klas (dalam merah terletak di bagian selatan
perhitungan pada penelitian ini dibagi 4 Kabupaten Sampang tepat di daerah
kelas). Sehingga dari hasil perhitungan Kecamatan Sampang dan daerah
interval kelas banjir sebesar 100, maka tambak di Kecamatan Sreseh dan
diperoleh kelas bahaya banjir seperti Kecamatan Jrengik. Sedangkan di
pada Tabel 4-9. bagian utara Kabupaten Sampang
tepatnya di daerah pantai Kecamatan
4.3 Peta Bahaya Banjir Kabupaten Banyuates, Kecamatan Ketapang dan
Sampang
Kecamatan Sokobanah. Adapun luas
Peta bahaya banjir dibuat ber- dari peta bahaya banjir bulan Desember
dasarkan beberapa variabel statis dan di Kabupaten Sampang seperti Tabel 4-9.
dinamis dengan pembobotan dan skoring. Berdasarkan peta bahaya banjir
Variabel statis yang dipergunakan di Kabupaten Sampang yang telah
meliputi: kemiringan lereng, elevasi/ dihasilkan bahwa kelas bahaya sangat
ketinggian, dan sistem lahan atau land rawan banjir seluas 26.174,93 hektar
system yang terdiri atas kondisi atau sebesar 19,23%, kelas rawan
fisiografi dan jenis batuan. Sedangkan seluas 60.103,67 hektar atau sebesar
variabel dinamis yang dipergunakan 44,17%, kelas cukup rawan seluas
meliputi: liputan lahan dan curah 49.579,79 hektar atau 36,43%, dan
hujan. Peta bahaya banjir yang akan kelas tidak rawan seluas 208,09 hektar
dibuat adalah peta bahaya banjir pada atau sebesar 0,15%. Dari hasil luas
bulan Desember. Peta bahaya banjir bahaya banjir tersebut di atas dapat
pada bulan Desember dibuat berdasarkan dikatakan bahwa di Kabupaten
perhitungan rata-rata curah hujan yang Sampang termasuk dalam kategori rawan
tertinggi di Kabupaten Sampang selama banjir, sehingga perlu adanya antisipasi
kurun waktu 11 tahun dari tahun 1998 dalam penanggulangan bahaya banjir di
sampai dengan tahun 2008, dimana wilayah tersebut.

Tabel 4-9: INTERVAL KELAS BAHAYA BANJIR DI KABUPATEN SAMPANG

No. Interval kelas Kelas bahaya banjir

1. 100 200 Tidak rawan

2. 201 300 Sedang / cukup rawan

3. 301 400 Rawan

4. 401 500 Sangat rawan

63
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

Tabel 4-9: PETA BAHAYA BANJIR BULAN DESEMBER DI KABUPATEN SAMPANG

No. Kelas Bahaya Luas (Ha) Persentase (%)


1 Sangat Rawan 26174.93 19.23
2 Rawan 60103.67 44.17
3 Cukup Rawan 49579.79 36.43
4 Tidak Rawan 208.09 0.15
Jumlah 136066.50 100

BATAS ADMINISTRASI

BATAS KABUPATEN
BATAS KECAMATAN
BATAS DESA

INFORMASI JARINGAN JALAN DAN SUNGAI

JARINGAN JALAN
JARINGAN SUNGAI

INFORMASI BAHAYA BANJIR BULAN DESEMBER

Sangat Rawan
Rawan

Cukup Rawan

Tidak Rawan

Gambar 4-9: Peta bahaya banjir Kabupaten Sampang

Setelah dilakukan survey lapangan dengan tambahan variabel banjir yaitu


dapat diketahui penyebab banjir di buffer sungai, seperti Gambar 4-10.
Kabupaten Sampang adalah selain Peta bahaya banjir yang dihasilkan
disebabkan oleh 5 variabel banjir ditunjukkan bahwa di Kabupaten
tersebut di atas juga disebabkan oleh Sampang didominasi oleh kelas bahaya
luapan air sungai yang ada di cukup rawan seluas 59.932,84 hektar
Kecamatan Sampang yaitu Sungai atau sebesar 44,05 %, yang diikuti kelas
Kemuning. Berdasarkan hasil survey bahaya dengan tingkatan tidak rawan
lapangan dengan cara mengukur posisi seluas 48.319,32 hektar atau sebesar
lokasi daerah batas terluar yang terkena 35,51%. Sementara kelas bahaya dengan
banjir menggunakan alat GPS, sehingga tingkatan rawan seluas 20.427,14 hektar
dapat diketahui lokasi banjir yang atau sebesar 15,01%, sedangkan kelas
sebenarnya di lapangan. Selanjutnya bahya untuk tingkatan sangat rawan
dilakukan skoring dan pembobotan dari hanya seluas 7.386,70 hektar atau
buffer sungai dari 100 m hingga 500 m sebesar 5,43 %. Luas peta bahaya banjir
(sesuai dengan kondisi di lapangan). bulan Desember dengan buffer sungai di
Hasil yang diperoleh peta bahaya banjir Kabupaten Sampang seperti Tabel 4-10
berikut.

64
Model Bahaya Banjir Menggunakan Data...... (Nanik Suryo Haryani et al.)

BATAS ADMINISTRASI

BATAS KABUPATEN
BATAS KECAMATAN
BATAS DESA

INFORMASI JARINGAN JALAN DAN SUNGAI

JARINGAN JALAN
JARINGAN SUNGAI

INFORMASI BAHAYA BANJIR BULAN DESEMBER

Sangat Rawan

Rawan

Cukup Rawan

Tidak Rawan

Gambar 4-10: Peta bahaya banjir Kabupaten Sampang dengan buffer sungai

Tabel 4-10: PETA BAHAYA BANJIR BULAN DESEMBER DENGAN BUFFER DI KABUPATEN
SAMPANG

No. Kelas Bahaya Luas (Ha) Persentase (%)


1 Sangat Rawan 7386.70 5.43
2 Rawan 20427.14 15.01
3 Cukup Rawan 59932.84 44.05
4 Tidak Rawan 48319.32 35.51
Jumlah 136066.50 100

5 KESIMPULAN DAN SARAN dataran rendah serta dipicu oleh adanya


Penelitian ini telah menghasilkan hujan yang lebat daerah setempat
model pengolahan data dalam proses maupun hujan lebat di bagian hulu
pembuatan model peta bahaya banjir (Kecamatan Kedungdung dan
melalui perhitungan pembobotan variabel Kecamatan Robatal) yang terletak di
banjir dengan metode Composite Mapping bagian utara kota Sampang, sehingga
Analysis. Secara matematis model bahaya mengakibatkan daerah hilir Kecamatan
banjir di Kabupaten Sampang diformu- Sampang terjadi banjir. Selain tersebut
lasikan dengan pembobotan yaitu untuk di atas, penyebab banjir di Sampang
curah hujan sebesar 16, liputan lahan terjadi akibat luapan sungai Kemuning.
sebesar 19, lereng sebesar 22, sistem Dalam penelitian model bahaya
lahan sebesar 27, dan bobot untuk banjir di Kabupaten Sampang, maka
elevasi sebesar 16. penelitian ini dapat dilakukan penelitian
Penyebab utama banjir yang lanjutan berupa model resiko banjir di
terjadi di Kabupaten Sampang adalah Kabupaten Sampang yang dapat berguna
sistem lahan yang sebagian besar di untuk antisipasi dalam penanggulangan
kota Sampang berupa dataran gabungan banjir
muara dan Rawa yang merupakan
65
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 52-66

UCAPAN TERIMA KASIH Falak N.; and Mohammad S., 2003. Data
Penulis mengucapkan terima kasih Integration for Flood Risk Analysis
kepada Pemerintah Daerah Tingkat II by using GIS/RS as Tools,
Kabupaten Sampang dalam hal ini Research Associate, National
diwakili oleh Bappeda Kabupaten Centre of Excellence in Geology
Sampang yang telah membantu dalam University of Peshawar, Pakistan.
pelaksaanan survey lapangan, sehingga Nanik, S.H.; Dony K.; Asni, F., Rohkis,
diperolehnya data yang dapat digunakan K.; dan Parwati, 2001.
untuk mendukung dalam pelaksanaan Inventarisasi Zona Tingkat
penelitian ini. Kerentanan Banjir di Cilacap.
Buku Pemanfaatan Data
DAFTAR RUJUKAN Penginderaan Jauh Satelit dan
SIG Untuk Mitigasi Rawan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bencana, LAPAN, Jakarta.
(BNPB), 2009. Data Kebencanaan Marfai, M.A., 2003. GIS Modelling of
di Indonesia Tahun 2000 2009. River and Tidal Flood Hazard in a
Pusdatin-BNPB, Jakarta. Waterfront City, Case Study:
Cahyono S., 2002. Urban Flood Semarang City, Central Java,
Management In Surabaya City: Indonesia. Thesis Master of
Anticipating Changes in the Science International Institute for
Brantas River System. Thesis S2 Geo-Information Science and
ITC Netherland. Earth Observation, ITC the
Departemen Permukiman dan Prasarana Netherlands.
Wilayah-Badan Litbang Kimpraswil. Sagala, S. A. H., 2006. Analysis of Flood
2001, Pedoman Teknis Pengelolaan Physical Vulnerability in Residential
Lingkungan dan Pemantauan Areas, Case Study: Naga City, The
Lingkungan Penanggulangan Philippines. Thesis. Enschede, ITC
Banjir, Jakarta. Netherland.
Edna M. R., 2007. Floodplain Inundation Suratijaya, I. N., 2007. Teknik Pemodelan
Simulation Using 2D Spasial dalam Pengelolaan Alam
Hydrodynamic Modelling Approach, dan Lingkungan. Institut Pertanian
Thesis Master of Science Bogor (IPB), Bogor.
International Institute for Geo- Yalcin, G.; and Akyurek, Z., 2004.
Information Science and Earth Analysing Flood Vulnerable Areas
Observation, ITC the Netherlands. With Multicriteria Evaluation.
Elena B. C., 2002. Flood Hazard, Proceedings ISPRS Congress.
Vulnerability, and Risk Assessment Istambul-Turki.
in the city of Turrialba, Costa Rica,
Thesis S2 ITC Netherland.

66

You might also like