TUGAS 1 ARBITRASE, MEDIASI, DAN NEGOSIASI
NAMA : RIMA WAHYU RAMADHAN
NIM : 042238218
Sdr Tomi adalah seorang pengusaha yang bergerak di bidang industri pembuatan ban mobil.
Selama ini bahan baku karetnya disupplai oleh pengusaha perkebunan karet Sdr. Tono. Suatu
ketika, karena adanya kegagalan panen, Sdr. Tono tidak bisa mengirimkan karet sejumlah yang
diperjanjikan sebelumnya. Akibatnya Sdr. Tomi tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan
secara tepat waktu. Hal ini berdampak pada menurunnya kepercayaan pelanggan kepada
perusahaan Sdr. Tomi dan mengakhiri kerja sama yang telah terjalin.
Sdr Tomi tidak bisa menerima keadaan demikian dan meminta pertanggungjawaban kepada
Sdr. Tono. Sdr. Tono dalam hal ini pun juga tidak mau dipersalahkan, sehingga timbullah
perselisihan diantara keduanya yang berkembang menjadi sengketa bisnis.
Terkait dengan cerita di atas:
1. Metode penyelesaian sengketa apakah yang bisa saudara sarankan pada kedua pihak
tersebut? Jelaskan pula tahapannya
2. Metode penyelesaian sengketa tersebut dikatakan sebagai metode yang paling
sederhana. Jelaskan mengapa dikatakan demikian.
JAWAB:
1. Sengketa yang muncul dalam kegiatan bisnis UMKM dan sektor industri kreatif
umumnya tergolong sebagai sengketa perdata, yang dapat diselesaikan baik melalui
mekanisme non litigasi (di luar pengadilan) maupun melalui proses litigasi (melalui
pengadilan). Saat ini, pelaku usaha cenderung memilih untuk menyelesaikan sengketa
dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri atau permohonan kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) jika terdapat utang yang telah
jatuh tempo. Namun, proses pengadilan sering kali memakan waktu lama karena
keputusan di Pengadilan Negeri masih dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan
kasasi ke Mahkamah Agung. Karena proses yang panjang dan bertingkat tersebut,
banyak pelaku bisnis lebih memilih penyelesaian sengketa secara non litigasi melalui
mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution
(ADR). Pengaturan mengenai APS ini telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pelaku UMKM dan
para pegiat industri kreatif sebenarnya memiliki pilihan untuk memanfaatkan forum
alternatif penyelesaian sengketa sebagai solusi atas konflik yang dihadapi. Proses
penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (out of court settlement) umumnya
berlangsung lebih cepat dan dapat memberikan rasa nyaman bagi semua pihak yang
terlibat. Forum ini juga menyediakan ruang dialog yang terbuka, sehingga para pihak
dapat bermusyawarah dan mencari jalan keluar terbaik secara bersama.
Dalam Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999 menjelaskan bahwa “Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. Pada UU 30/1999
memang tidak mengatur secara rinci mengenai teknis alternatif penyelesaian sengketa
tersebut kecuali untuk arbitrase, sehingga hal ini memunculkan berbagai pendapat
mengenai definisi dan
penafsiran atas teknis pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan mengenai model atau bentuk alternatif
penyelesaian sengketa berdasarkan UU 30/1999.
Pertama Negosiasi, dalam bahasa sehari-hari sering kita dengar dengan istilah
“berunding” atau “bermusyawarah”. Secara umum Negosiasi diartikan sebagai upaya
penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai
kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Disini para
pihak berhadapan langsung secara saksama dalam mendiskusikan permasalahan yang
mereka hadapi dengan cara kooperatif dan saling terbuka.
Kedua Mediasi, forum mediasi sejatinya tidak terlepas dari esensi musyawarah mufakat
yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia. Mediasi adalah upaya
penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang
bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak, tetapi
menjadi fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan,
kejujuran, dan tukar pendapat untuk mencapai mufakat. Dengan kata lain, proses
mediasi adalah proses di mana pihak luar yang tidak memihak dan netral bekerja
dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian secara memuaskan. Umumnya Mediator berperan membantu merumuskan
kesepakatan damai dalam proses mediasi antara para pihak yang bersengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Ketiga Konsiliasi, Konsiliasi atau conciliation (Inggris) berarti : perdamaian, persesuaian,
ajakan (untuk berdamai); sedangkan kata conciliator diartikan “perantara perdamaian”.
Istilah Mediasi dan Konsiliasi sering digunakan saling menggantikan karena hakikatnya
hampir sama walau terdapat perbedaan di antara keduanya. Keduanya merupakan cara
penyelesaian sengketa yang para pihaknya secara sukarela mencari penyelesaian
melalui perundingan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan bantuan pihak ketiga
yang tidak memihak. Konsiliasi memiliki kesamaan dengan Mediasi. Kedua cara ini
melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Konsiliasi dan
Mediasi sulit dibedakan. Istilahnya acapkali digunakan bergantian. Perbedaan kedua
istilah ini yaitu “Konsiliasi lebih formal daripada Mediasi”. Konsiliasi adalah proses
penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kepada suatu komisi orang-orang yang
bertugas menguraikan/ menjelaskan fakta-fakta, dan biasanya setelah mendengar para
pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan, membuat usulan-
usulan penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat.
Keempat Arbitrase, Arbitrase berasal dari kata arbitrase (Latin), arbitrage (Belanda),
arbitration (Inggris), schiedpruch (Jerman) dan arbitrage (Prancis) yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian oleh
Arbiter atau Wasit. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS menyatakan : arbitrase atau
perwasitan adalah metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan memakai
jasa wasit atas persetujuan para pihak yang bersengketa dan keputusan wasit
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Terkait dengan sengketa antara Sdr. Tomi dan Sdr. Tono dalam cerita di atas, ada
beberapa metode penyelesaian sengketa yang bisa direkomendasikan, terutama jika
mereka ingin memilih pendekatan yang sederhana. Salah satu metode yang paling
sederhana adalah negosiasi.
Negosiasi:
Tahap 1 - Persiapan: Kedua pihak perlu mempersiapkan argumen, data, dan dokumen
yang mendukung posisi mereka. Mereka harus memahami kepentingan masing-masing
dan merumuskan proposal solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Tahap 2 - Pertemuan: Pada pertemuan ini, Sdr. Tomi dan Sdr. Tono bisa duduk bersama
dan membahas sengketa mereka secara terbuka. Mereka harus mendengarkan satu
sama lain dengan baik, berbicara dengan sopan, dan mencari solusi yang saling
menguntungkan. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan damai.
Tahap 3 - Kesepakatan: Jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang dapat
diterima, mereka harus merinci persetujuan tersebut secara tertulis, termasuk jadwal
pengiriman karet yang direvisi dan kompensasi jika diperlukan.
Tahap 4 - Implementasi: Setelah mencapai kesepakatan, kedua pihak harus memastikan
pelaksanaan kesepakatan tersebut sesuai dengan yang telah disepakati.
2. Mengapa metode negosiasi dikatakan sebagai metode yang paling sederhana:
Metode negosiasi dikatakan sebagai metode penyelesaian sengketa yang paling
sederhana karena melibatkan hanya pihak-pihak yang bersengketa tanpa memerlukan
campur tangan pihak ketiga, serta dilakukan secara langsung dan informal. Proses ini
memungkinkan penyelesaian yang cepat, fleksibel, dan bersifat win-win solution karena
para pihak memiliki kontrol penuh atas hasil akhir yang disepakati.
Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata (2012), negosiasi
merupakan bentuk penyelesaian sengketa yang paling mendasar karena dilakukan
melalui perundingan langsung antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai
mufakat tanpa keterlibatan lembaga formal. Demikian pula, dalam UU No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 6 menyebutkan
bahwa penyelesaian sengketa dapat ditempuh terlebih dahulu melalui konsultasi atau
negosiasi sebelum menggunakan bentuk alternatif lain.
Sumber :
Modul HKUM440914.12 Universitas terbuka
Harahap, M. Yahya. (2012). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/93/pdf
https://e-journal.uajy.ac.id/11214/3/2MIH02413.pdf