Makalah Aspek Legal Penggelolaan Obat KEL.3
Makalah Aspek Legal Penggelolaan Obat KEL.3
Disusun oleh:
Kelompok 3
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
4. Untuk mengetahui pemberian obat oleh perawat
5. Untuk mengetahui apa saja aturan dan hukum yang terkait dengan pengelolaan obat
2
BAB 11
PEMBAHASAN
3
dokumentasi yang kecil. Peran perawat dalam tahap pemantauan obat adalah
melakukan pemantauan terhadap efek yang diharapkan dan efek samping dari obat.
Perawat belum melakukan pemantauan terhadap efek pengobatan dan efek samping
obat karena tidak adanya format khusus untuk melakukan pemantauan dan banyak
pekerjaan. Kesimpulan: Peran perawat dalam tahap pemesanan obat adalah
melakukan pengkajian pengobatan dan pemesanan obat. Pada tahap persiapan obat
peran perawat yang belum dilaksanakan adalah mendokumentasikan pengecekan obat
dan memberikan edukasi pengobatan. Peran perawat yang belum dilakukan pada
tahap pemberian obat adalah melaksanakan prinsip benar dokumentasi sedangkan
peran perawat yang belum dilakukan dalam tahap pemantauan obat adalah melakukan
pemantauan efek pengobatan dan efek samping obat.
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.Jika dikaitkan dengan Pasal 98 ayat (2) yang
berbunyi:
“Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat”.
4
Kemudian jika dikaitkan dengan Pasal 98 ayat (3) yang berbunyi:
“Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”.
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perawat yang termasuk bagian
dari tenaga kesehatan, memiliki keahlian dan kewenangan dalam mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”.
5
Dalam hal ini golongan obat label merah (label K) pastinya sudah memiliki izin edar.
Terbukti sudah banyak di pasarkan di apotek-apotek untuk diperjual belikan. Diperkuat
dengan Pasal 2 Permenkes No. 919/Menkes/Per/IX/1993 tentang Kriteria Obat yang dapat
Diserahkan Tanpa Resep, di antaranya:
1) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun;
2) Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit;
3) Penggunaanya tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan;
5) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatanya sendiri.
Sedangkan obat yang hanya boleh diberikan dokter adalah obat yang mengandung narkotika
dan psikotropika. Sebagaimana Pasal 102 Ayat (1) UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
berbunyi bahwa:
“Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan”. Sehingga
dapat dimaknai bahwa selain narkotika dan psikotropika, golongan obat label merah dapat
diberikan oleh tenaga kesehatan selain dokter dan dokter gigi.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa golongan obat label merah
(label K) yang diperjual belikan di apotek adalah obat-obatan yang telah memiliki izin
edar. Analoginya bahwa, kalau obat-obatan tersebut tidak memiliki izin edar, pasti
petugas apotik tidak berani memperjualbelikannya, sehingga pada dasarnya golongan
obat label merah dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki keahlian dan
kewenangan dalam hal itu. namun hal itu dipersempit dengan pasal 102 ayat (1) UU
No.36/2009, bahwa khusus obat yang mengandung narkotika dan psikotropika hanya
dapat diberikan dengan resep dokter.
6
mengandung narkotika dan psikotropika, sehingga tidak hanya perawat, petugas
farmasipun memiliki kewenangan dalam megedarkanya karena obat-obatan tersebut
dimaksudkan untuk penyakit yg prevalinsinya tinggi di Indonesia (Pasal 2 Permenkes
No. 919/Menkes/Per/IX/1993). Penyakit yang prevalensinya tinggi yang banyak
muncul di masyarakat antara lain, hipertensi, stroke, dan diabetes. Hal ini
membuktikan bahwa perawat boleh memberikan golongan obat label merah (label K)
kepada pasien, asalkan obat tersebut tidak mengandung narkotika dan psikotropika.
“Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
7
Pasal 30 Ayat (1) berbunyi bahwa:
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
perorangan, Perawat berwenang:
6) melakukan rujukan;
10) melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep tenaga
medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas”.
Dalam penjelasan Pasal 30 Ayat (1), yang dimaksud dengan “obat bebas terbatas” adalah
obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
Pasal 30 Ayat (1) huruf j secara singkat dapat dideskripsikan bahwa, perawat dapat
melakukan pemberian obat baik sesui dengan resep dokter maupun tanpa resep dokter. Dalam
pasal di atas juga tidak membunyikan bahwa obat label merah/obat terbatas tidak dapat
diberikan oleh perawat, sehingga asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege
Poenali dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dalam kasus di atas. Sedangkan obat yang
harus menggunakan resep dokter adalah obat yang memiliki kandungan narkotika dan
psikotropika (Pasal 102 UU No.36/2009).
Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Perawat berwenang:
1) Melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak ada tenaga medis;
8
2) Merujuk pasien sesuai sistem rujukan dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
3) Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga
kefarmasian.
Maksud dari pasal tersebut adalah bahwa perawat berwenang melakukan pelayanan
kefarmasian dalam hal tidak adanya apotek ataupun tenaga medis di suatu wilayah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, perawat boleh memberikan obat
label merah (label K) kecuali obat-obatan yang mengandung narkotika dan
psikotropika (obat yang harus menggunakan resep dokter).
Pengelolaan obat di Indonesia diatur oleh berbagai regulasi dan hukum yang
bertujuan untuk memastikan keamanan, kualitas, dan efektivitas obat yang beredar di
masyarakat. Berikut adalah beberapa aturan dan hukum yang terkait dengan
pengelolaan obat di Indonesia:
9
1.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Mengatur berbagai aspek kesehatan, termasuk pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan.
b. Menetapkan hak dan kewajiban pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam
menjaga kesehatan.
b. Menentukan standar untuk apotek dan tenaga farmasi dalam menjalankan praktik
kefarmasian.
10
c. Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
d. Mengatur distribusi obat untuk memastikan bahwa obat didistribusikan sesuai dengan
standar yang menjamin mutu dan keamanan.
a. Mengeluarkan keputusan dan instruksi terkait pengawasan obat dan makanan dalam
keadaan darurat atau situasi khusus.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13