100% menganggap dokumen ini bermanfaat (5 suara)
11K tayangan53 halaman

Rangkuman Materi Inisiasi Logika UT ISIP4211

Rangkuman Materi Logika ISIP4211 UAS Universitas Terbuka UT E-learning

Diunggah oleh

rexorangejuice
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (5 suara)
11K tayangan53 halaman

Rangkuman Materi Inisiasi Logika UT ISIP4211

Rangkuman Materi Logika ISIP4211 UAS Universitas Terbuka UT E-learning

Diunggah oleh

rexorangejuice
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Anda di halaman 1/ 53

Puri Kurniasih, M. Hum.

Pengenalan Logika

Pengertian Logika
Secara etimologi, berasal dari kata Yunani Kuno λόγος (logos) yang digunakan dalam
beberapa arti, seperti: ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, dan ilmu.

Secara definisi, menurut Irving M. Copi, logika sebagai suatu studi tentang
metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan penalaran
yang tepat dari penalaran yang keliru. (Irving M. Copi, Introduction to logic, (second
edition) New York: The Macmillan Company, 1976, hlm.3)

Secara konseptual kita berangkat dari definisi terminologis bahwa logika adalah
“sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah” (Bakry, 2016: 1.3)

Yang perlu diperhatikan dari definisi tersebut, yaitu sistem penalaran dan
penyimpulan yang sah. Untuk memahami tentang penalaran dan penyimpulan, kita
perlu mengenal LOGIKA DEDUKTIF dan LOGIKA INDUKTIF.

Deduktif dan Induktif dapat dibedakan dengan melihat sifat kesimpulan yang
dihasilkannya. Logika deduktif, kesimpulannya bersifat PASTI; Logika induktif,
kesimpulannya bersifat MUNGKIN. Deduktif dan induktif dapat dibedakan dengan
melihat BENTUK atau ISI pernyataan yang digunakan.

Contoh logika deduktif

Semua manusia pasti mati (A – B) Premis Mayor Universal


Soekarno adalah manusia (C – A) Premis Minor Partikular
Jadi, Soekarno pasti mati (C – B) Kesimpulan Partikular

Premis Mayor Universal: Semua manusia pasti mati (A – B)

● Artinya, setiap manusia (A) termasuk dalam kelompok yang pasti mati (B).
● Dengan kata lain, jika seseorang adalah manusia, maka orang tersebut pasti
akan mati.

Premis Minor Partikular: Soekarno adalah manusia (C – A)

● Artinya, Soekarno (C) adalah bagian dari kelompok manusia (A).


● Ini menunjukkan bahwa Soekarno memiliki sifat atau karakteristik sebagai
manusia.

Kesimpulan Partikular: Jadi, Soekarno pasti mati (C – B)

● Karena Soekarno (C) adalah manusia (A), dan semua manusia (A) pasti mati
(B), maka Soekarno (C) pasti mati (B).
Puri Kurniasih, M. Hum.

● Kesimpulan ini diambil secara logis dari dua premis sebelumnya.

Untuk memahami contoh ini dengan lebih sederhana, kita dapat menggunakan
diagram atau hubungan logis:

1. Hubungan Premis Mayor:


○ A (manusia): Semua manusia pasti mati (B).
○ Artinya, setiap elemen dalam kelompok manusia (A) memiliki sifat
pasti mati (B).
2. Hubungan Premis Minor:
○ C (Soekarno): Soekarno adalah bagian dari kelompok manusia (A).
○ Jadi, Soekarno memiliki sifat yang dimiliki oleh kelompok manusia.
3. Kesimpulan:
○ Karena Soekarno (C) adalah bagian dari kelompok manusia (A) dan
semua manusia (A) memiliki sifat pasti mati (B), maka Soekarno (C)
juga memiliki sifat pasti mati (B).

Kesimpulan bersifat PASTI, karena ditarik dari premis-premis.

Contoh logika deduktif

Soekarno mati, Fatmawati mati, Soeharto mati, Tien mati, Budi mati, dan Tuti mati.
Jadi, semua manusia pasti mati

Kesimpulan bersifat MUNGKIN, karena data tidak pernah habis.


Kesimpulan akan gugur jika ada satu manusia yang tidak bisa mati.

Logika deduktif dikenal dengan logika FORMAL (FORM/bentuk), sebab


kepastiannya ditentukan oleh bentuk pernyataan atau struktur dari penyataan yang
digunakan. Kesimpulan selalu ditarik dari premis mayor dan premis minor, tidak
ada satu hal pun yang berasal dari luar itu, sehingga kepastiannya benar-benar pasti
secara bentuk (perhatikan rumus dalam tanda kurung contoh logika deduktif!).
Sedangkan isi dari premis, mengenai manusia, mengenai mati, mengenai soekarno
itu berasal dari kesimpulan yang diperoleh secara induktif.

Logika induktif dikenal dengan logika MATERIAL (MATTER/isi), karena


kemungkinannya ditentukan oleh isi pernyataan yang digunakan. Isi pernyataannya
itu sesuai dengan kenyataan atau tidak, sehingga kesimpulan yang dihasilkannya
adalah kemungkinan. Kemungkinan itu benar atau salah.

Bahasa dan Logika


Berpikir sebagai proses bekerjanya akal dalam menelaah sesuatu merupakan ciri
hakiki dari manusia dan hasil bekerjanya akal ini tidak dapat diketahui oleh orang
lain jika tidak dinyatakan dalam bentuk Bahasa. Bahasa adalah pernyataan pikiran
atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Bahasa terbagi menjadi kata-kata atau istilah-istilah dan sintaksis yang membentuk
kalimat. Kalimat terdiri dari kalimat bermakna dan kalimat tidak bermakna. Kalimat
bermakna terbagi menjadi kalimat berita dan kalimat bukan berita. Kalimat bukan
berita terbagi menjadi kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru, dam kalimat
harapan. Kalimat berita adalah kalimat yang dapat dinilai benar atau salah. Bahasa
ilmiah adalah kalimat berita yang berupa suatu pernyataan-pernyataan atau
pendapat-pendapat. Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang
penggolongan Bahasa.

Bahasa tergolong menjadi dua, yaitu bahasa alami dan bahasa buatan. Bahasa alami
terdiri dari bahasa isyarat dan bahasa biasa. Bahasa buatan terdiri dari bahasa istilah
dan bahasa artifisial.

Bahasa dapat dibagi menjadi dua kategori utama: bahasa alami dan bahasa buatan.

1. Bahasa Alami

Bahasa alami adalah bahasa yang berkembang secara alami dalam kehidupan
sehari-hari manusia. Bahasa ini digunakan oleh orang-orang untuk berkomunikasi
dalam berbagai konteks sosial. Bahasa alami terdiri dari dua jenis:

● Bahasa Isyarat:
○ Bahasa yang digunakan oleh orang yang memiliki gangguan
pendengaran untuk berkomunikasi.
○ Bahasa ini menggunakan gerakan tangan, ekspresi wajah, dan gerakan
tubuh untuk menyampaikan pesan.
● Bahasa Biasa:
○ Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, seperti bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dll.
○ Bahasa ini berkembang secara alami dalam masyarakat dan digunakan
oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bahasa Buatan

Bahasa buatan adalah bahasa yang diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu,
seringkali untuk membuat komunikasi lebih efisien atau untuk tujuan ilmiah dan
teknis. Bahasa buatan terdiri dari dua jenis:

● Bahasa Istilah:
○ Bahasa yang terdiri dari istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
bidang tertentu, seperti kedokteran, teknik, hukum, dll.
○ Contohnya, istilah medis seperti "hipertensi" atau istilah teknis seperti
"algoritma".
● Bahasa Artifisial:
○ Bahasa yang sengaja dirancang dan diciptakan, sering digunakan
dalam ilmu komputer, matematika, atau linguistik.
○ Contohnya adalah bahasa pemrograman seperti Python atau Java, dan
bahasa logika seperti simbol-simbol dalam matematika.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Semantara fungsi bahasa ada tiga, yaitu fungsi ekspresif, fungsi afektif, dan fungsi
simbolik. Fungsi ekspresif berupa pencurahan rasa. Fungsi afektif menimbulkan
efek psikologis terhadap orang lain. Fungsi simbolik dinyatakan dalam
symbol-simbol dan fakta yang meliputi fungsi logis dan komunikatif. Di antara tiga
fungsi tersebut, untuk logika dan bahasa ilmiah harus memperhatikan fungsi
simbolik, karena komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang
berupa pengetahuan.

Kalimat terbagi menjadi kalimat bermakna dan kalimat tidak bermakna. Kalimat
bermakna terbagi menjadi kalimat deklaratif dan bukan kalimat deklaratif. Kalimat
deklaratif menunjukkan benar atau salah. Kalimat deklaratif melahirkan pernyataan
atau proposisi yang terbagi menjadi: proposisi tunggal, proposisi kategori, dan
proposisi majemuk. Proposisi ada yang bersifat analitik dan ada juga yang bersifat
sintetik.

Berikut adalah penjelasan mengenai klasifikasi kalimat dengan bahasa yang lebih
mudah dimengerti:

Klasifikasi Kalimat

Kalimat dapat dibagi menjadi dua kategori utama: kalimat bermakna dan kalimat
tidak bermakna.

1. Kalimat Bermakna

Kalimat bermakna adalah kalimat yang jelas dan dapat dipahami serta memberikan
informasi yang dapat dinilai benar atau salah. Kalimat bermakna terbagi lagi
menjadi dua jenis:

● Kalimat Deklaratif:
○ Kalimat yang menyatakan suatu fakta atau pendapat dan dapat dinilai
benar atau salah.
○ Contoh: "Air mendidih pada suhu 100 derajat Celsius."
○ Kalimat deklaratif menghasilkan pernyataan atau proposisi.
● Bukan Kalimat Deklaratif:
○ Kalimat yang tidak menyatakan fakta atau pendapat sehingga tidak
bisa dinilai benar atau salah.
○ Contoh: "Pergilah ke pasar!" (perintah) atau "Wah, indah sekali!"
(ekspresi perasaan).

2. Kalimat Tidak Bermakna

Kalimat tidak bermakna adalah kalimat yang tidak memberikan informasi yang jelas
atau tidak dapat dipahami dengan baik. Kalimat ini tidak bisa dinilai benar atau
salah karena tidak jelas atau tidak masuk akal.

● Contoh: "Batu itu berlari ke sekolah."


Puri Kurniasih, M. Hum.

Proposisi

Kalimat deklaratif melahirkan pernyataan atau proposisi. Proposisi adalah


pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah. Proposisi dibagi menjadi tiga jenis:

1. Proposisi Tunggal:
○ Proposisi yang hanya mengandung satu subjek dan satu predikat.
○ Contoh: "Kucing itu tidur."
2. Proposisi Kategori:
○ Proposisi yang menghubungkan subjek dengan kategori atau kelas.
○ Contoh: "Semua anjing adalah mamalia."
3. Proposisi Majemuk:
○ Proposisi yang menggabungkan dua atau lebih proposisi tunggal.
○ Contoh: "Kucing itu tidur dan anjing itu menggonggong."

Sifat Proposisi

Proposisi dapat bersifat analitik atau sintetik:

● Proposisi Analitik:
○ Proposisi yang benar berdasarkan definisi kata-katanya saja.
○ Contoh: "Semua bujangan adalah pria yang belum menikah."
○ Kebenarannya bisa diketahui hanya dengan memahami makna
kata-katanya.
● Proposisi Sintetik:
○ Proposisi yang kebenarannya membutuhkan pengamatan atau
pengalaman.
○ Contoh: "Bunga mawar di taman itu berwarna merah."
○ Kebenarannya tidak bisa diketahui hanya dari makna kata-katanya;
kita perlu melihat atau mengetahui fakta-faktanya.

Sejarah Perkembangan Logika


Konsepsi logika tidak lepas dari sejarah yang membentuknya. Secara historis ada
dua zaman yang membentuk logika, yakni: zaman Yunani dan zaman Modern.

Pada zaman Yunani, Aristoteles menjelaskan bahwa “logika adalah ilmu yang
mengkaji hukum-hukum berpikir untuk memelihara proses penalaran dari
kesalahan” (Bakry: 2016: 1.30). Logika zaman Yunani ini dikenal dengan logika
Tradisional atau logika Aristoteles yang berpusat pada karyanya Organon. Buku
Organon berisi tentang Categoriae, De Interpretatione, Analytica Priora, Analytica
Posteriora, Topica dan Sophistici Elenchi. Pada zamannya, konsepsi logika menurut
Aristoteles diikuti oleh Theoprastus, kaum Stoik, Megaria Porphyrius, dan
berkembang pada empat wilayah, yaitu: Athena, Iskandariah, Antiokia, dan Roma.
Logika zaman Yunani berakhir pada masa Boethius di Roma. Akhir logika
tradisional dikenal dengan zaman gelap (dark ages).
Puri Kurniasih, M. Hum.

Pada abad XII (abad ke 12) atau zaman Modern, di wilayah Eropa Peter Abelard
menghidupkan kembali logika pada pendidikan tinggi di Kota Paris. Hidup kembali
logika dengan ditemukannya naskah-naskah kuno oleh Abelard tentang Topica karya
Cicero, tentang Perihermenias komentar Apuleus, tentang De Syllogimo Hypothetico
dan De Syllogismo Categorico komentar Boethius dan komentar tentang De
Interpretatione. Masa ini disebut dengan Ars Vetus atau Logika Tua. Kemudian,
berkembang pada Ars Nova atau Logika Baru, Logika kaum Scholastik, logika
golongan Port Royal hingga logika simbolik. Logika SIMBOLIK pada abad IX
dipelopori oleh Leibniz dengan idenya tentang ars combinatoria. Logika simbolik
ditujukan untuk menjelaskan logika sebagai ilmu pasti. Setiap pengertian,
pernyataan, dan hubungan digantikan dengan simbol-simbol. Logika simbolik
dikembangkan pertama oleh George Boole dan Augustus de Morgan dalam
bukunya The Mathematical Analysis of Logic (1847) tentang logika formal. Kemudian,
John Venn menulis tentang Symbolic Logic (1881). Dalam perkembangannya logika
terus berkembang pada pembahasan logika simbolik.

Sumber Referensi

Sumber bacaan: Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2.
Jakarta: Universitas Terbuka, 2016, hal. 1.1-1.60

JANGAN LUPA BACA MODUL 1: PENGENALAN LOGIKA


Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Dasar-dasar Penalaran

Ide, Konsep, dan Term


IDE atau GAGASAN seringkali dipersepsikan sama dengan "konsep". Padahal,
secara etimologis keduanya berbeda artinya. Meskipun, di dalam MODUL,
dikatakan bahwa "ide dan konsep dalam logika adalah sama artinya". IDE DAN
GAGASAN BEDA SAMA KONSEP

Rene Descartes mengatakan bahwa "ide adalah model pikiran" (Ensiklopedia Filsafat
Stanford). Ide dipahami sebagai cara yang dianggap (atau contoh dari pikiran atau
manifestasi pikiran). Jika dijelaskan bahwa esensi atau sifat pikiran adalah berpikir,
maka ide adalah cara berpikir yang mewakili objek untuk pikiran. Secara praksis,
Descartes membagi ide menjadi tiga: ide bawaan (innate idea), ide adventif
(adventitious idea), dan ide tiruan (factitious idea). Ide bawaan (tak terbatas), ide
adventif (terbatas pada pikiran), dan ide tiruan adalah gagasan (terbatas pada
tubuh). Ide adventif tergantung pada ide bawaan. Ide adventif adalah apa yang
direnungkan oleh pikiran. Ide tiruan adalah ide independen, hal-hal yang ada
eksternal dari pikiran. Oleh karena itu, ide sebagai obyek perwakilan dari pikiran.
Tentunya, sebagai model atau bentuk pikiran, ide memunculkan konsep.

Definisi "KONSEP" atau PENGERTIAN adalah "hasil tangkapan akal manusia


mengenai sesuatu obyek, baik material maupun non-material" (Bakry: 2016: 2.3).
Lebih sederhana, konsep adalah "hasil kegiatan akal budi (pikiran) manusia"
(Hayon, 2001: 29). Hasil pikiran manusia berupa "gambaran" atau "lukisan" yang
bersifat abstrak dan umum, tidak menunjuk kepada obyek dalam waktu, tempat
dan ciri-ciri tertentu.

Misal, konsep kucing yang hakikatnya bersifat abstrak dan umum, bukan hanya
kucing di toko, di rumah, atau di restoran. Karena itu, konsep atau pengertian secara
terminologis adalah "gambaran abstrak dan umum yang dibentuk dan dimiliki oleh
pikiran tentang hakikat obyek" (Hayon, 30). Maka, dapat dipahami perbedaan
antara ide dan konsep. Jika ide adalah bentuk pikiran, maka konsep merupakan
hasil pikiran.

Untuk mengungkapkan konsep disebut "TERM". Term terdiri dari "kata". Jika terdiri
dari satu kata disebut term sederhana, dan jika terdiri dari lebih dari satu kata
disebut term kompleks. Contohnya, kampus (term sederhana) dan kampus terpadu
(term kompleks). Term dapat dipahami dari pengertian sebuah kata, yang terdiri
dari: KONOTASI dan DENOTASI.
Konotasi menjelaskan tentang "isi pengertian" dari kata. Denotasi menjelaskan "luas
pengertian" dari kata. Konotasi tidak lain adalah sebuah definisi. Denotasi tidak lain
menunjukkan adanya suatu himpunan. Hubungan konotasi dan denotasi berbentuk
berbalikan, jika yang satu bertambah, maka yang lain akan berkurang.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Contoh: manusia

DENOTASI: orang Indonesia, orang india, orang arab, orang eropa, orang amerika,
orang berkulit putih, orang berkulit hitam, laki-laki, perempuan, anak-anak, lansia,
… dst. (siapapun selama masuk dalam kategori manusia, maka disebut manusia).

KONOTASI: hewan berakal budi (Aristoteles), makhluk yang berakal budi (KBBI).
(merupakan definisi atas apa itu manusia).

DENOTASI → lebih luas


KONOTASI → lebih sempit

Macam-macam Term
Term dibedakan atas 4 kelompok:
🠶 Pembagian term menurut konotasinya (Konotasi term)
🠶 Pembagian term menurut denotasinya (Denotasi term)
🠶 Pembagian term menurut cara beradanya sesuatu (Predikamen)
🠶 Pembagian term menurut cara menerangkan sesuatu (Predikabel)

Berikut adalah penjelasan mengenai pembagian term dalam bahasa yang mudah
dimengerti:

1. Pembagian Term Menurut Konotasinya (Konotasi Term)

Konotasi mengacu pada sifat atau kualitas yang melekat pada suatu term. Ini
menggambarkan makna tambahan atau perasaan yang diasosiasikan dengan term
tersebut.

● Term Konotatif: Term yang mengandung makna tambahan di luar arti


literalnya.
○ Contoh: "Pahlawan" - Konotasinya mungkin keberanian,
kepahlawanan, pengorbanan.

2. Pembagian Term Menurut Denotasinya (Denotasi Term)

Denotasi mengacu pada makna dasar atau literal dari suatu term. Ini adalah arti
yang paling langsung dan objektif.

● Term Denotatif: Term yang memiliki makna dasar dan langsung, seperti yang
ditemukan dalam kamus.
○ Contoh: "Kursi" - Denotasinya adalah sebuah benda yang digunakan
untuk duduk.

3. Pembagian Term Menurut Cara Beradanya Sesuatu (Predikamen)


Puri Kurniasih, M. Hum.

Predikamen mengacu pada kategori atau kelompok di mana suatu term termasuk
berdasarkan cara keberadaan atau eksistensinya.

● Contoh Kategori Predikamen: (Sub, Kuti, Kuli, Rel)


○ Substansi: Term yang menunjukkan benda atau entitas.
■ Contoh: "Manusia", "Pohon".
○ Kuantitas: Term yang menunjukkan jumlah atau ukuran.
■ Contoh: "Dua", "Banyak".
○ Kualitas: Term yang menunjukkan sifat atau keadaan.
■ Contoh: "Pintar", "Merah".
○ Relasi: Term yang menunjukkan hubungan.
■ Contoh: "Saudara", "Tetangga".

4. Pembagian Term Menurut Cara Menerangkan Sesuatu (Predikabel)

Predikabel mengacu pada cara suatu term digunakan untuk menjelaskan atau
menerangkan sesuatu yang lain. Ini adalah klasifikasi berdasarkan fungsi term
dalam suatu pernyataan atau proposisi.

● Contoh Kategori Predikabel: (Gen, Spes, Dif, Prop, Aksi GSDPA)


○ Genus: Kategori umum atau kelas di mana sesuatu termasuk.
■ Contoh: "Hewan" untuk "Kucing". (lebih tinggi dibanding
spesies)
○ Spesies: Kategori khusus atau subkelas di bawah genus.
■ Contoh: "Kucing" di bawah "Hewan".
○ Diferensia: Ciri khusus yang membedakan satu spesies dari spesies
lain dalam genus yang sama. (DIFFERENT ATAU BEDA)
■ Contoh: "Berkaki empat" untuk "Kucing".
○ Proprium: Ciri khas yang selalu ada pada subjek tertentu tetapi bukan
definisi esensial. (PROPIUM CIRI KHAS)
■ Contoh: "Kemampuan tertawa" untuk "Manusia".
○ Aksiden: Ciri yang dapat berubah dan tidak selalu ada pada subjek.
(AKSIDEN CIRI BISA BERUBAH)
■ Contoh: "Berbaju merah" untuk "Manusia".

Ringkasan

1. Konotasi Term: Mengacu pada sifat atau kualitas tambahan dari suatu term.
2. Denotasi Term: Mengacu pada makna dasar atau literal dari suatu term.
3. Predikamen: Kategori keberadaan suatu term, seperti substansi, kuantitas,
kualitas, dan relasi.
4. Predikabel: Cara suatu term digunakan untuk menjelaskan atau
menerangkan sesuatu, termasuk genus, spesies, diferensia, proprium, dan
aksiden.

Prinsip Penalaran
Puri Kurniasih, M. Hum.

Setelah memahami ide, konsep dan term sebagai dasar-dasar penalaran logis, logika
dapat dipahami secara definitif adalah "sistem penalaran tentang penyimpulan yang
sah". Sebagai sistem penalaran, logika tentunya memiliki kaidah-kaidah (hukum)
yang harus dipatuhi dan diakui sebagai legitimasi dan komitmen berpikir.
Kaidah yang diakui atau paling dasar disebut "prinsip penalaran". Kepatuhan dan
pengakuan prinsip penalaran didasarkan pada "prinsip dasar", yakni suatu
pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Ada empat prinsip dasar
penalaran, yaitu:

🠶 (1) Prinsip Identitas

Penjelasan:

● Prinsip Identitas menyatakan bahwa sesuatu adalah dirinya sendiri.


● Ini berarti setiap objek atau konsep tetap sama dengan dirinya sendiri dan
tidak berubah menjadi sesuatu yang berbeda.

Contoh manusia adalah manusia dengan segala kemanusiaannya

🠶 (2) Prinsip NonKontradiksi

Penjelasan:

● Prinsip Nonkontradiksi menyatakan bahwa sesuatu tidak dapat menjadi dua


hal yang bertentangan dalam waktu yang sama dan dalam konteks yang
sama.
● Ini berarti sesuatu tidak bisa benar dan salah sekaligus dalam hal yang sama.

Contoh tidak mungkin manusia sekaligus bukan manusia

🠶 (3) Prinsip Eksklusi Tertii

Penjelasan:

● Prinsip Eksklusi Tertii menyatakan bahwa setiap pernyataan hanya memiliki


dua kemungkinan: benar atau salah.
● Tidak ada pilihan ketiga atau kondisi antara.

Contoh sesuatu itu adalah manusia atau bukan manusia

🠶 (4) Prinsip Cukup Alasan

Penjelasan:

● Prinsip Cukup Alasan menyatakan bahwa segala sesuatu harus memiliki


alasan atau dasar yang cukup untuk menjelaskan keberadaannya.
● Ini berarti ada alasan yang memadai mengapa sesuatu disebut atau
diidentifikasi sebagai sesuatu.
Puri Kurniasih, M. Hum.

disebut manusia karena memiliki ciri-ciri sebagai manusia,


misalnya: memiliki tubuh, akal budi, mentalitas, dll.
Kalau hanya memiliki tubuh itu pasti bukan manusia tapi boneka.

SesatPikir
Kekeliruan terhadap prinsip dasar penalaran di atas dikatakan SesatPikir, yang
menghasilkan “kesimpulan yang tidak sah.”

Menurut Irving M. Copi, sesatpikir dibedakan menjadi dua: sesatpikir formal dan
sesatpikir informal. Sesatpikir formal terbagi dua: sesatpikir pertalian dan sesatpikir
kemaknagandaan.

Lalu, para ahli logika mengembangkannya menjadi tiga macam: sesatpikir Formal,
sesatpikir Verbal, dan sesatpikir Material. Sesatpikir formal disebabkan oleh
kekeliruan penalaran terhadap bentuknya. Sesatpikir verbal disebabkan oleh
kekeliruan penalaran terhadap kata-katanya (pertalian dengan penggunaan yang
salah atau kemaknagandaan kata). Sesatpikir material disebabkan oleh kekeliruan
penalaran terhadap isinya.

Contoh SesatPikir

🠶 SesatPikir Formal
Semua binatang yang bisa terbang adalah binatang bersayap
Elang adalah binatang yang bisa terbang
Jadi, binatang bersayap adalah elang

(sesat, karena binatang yang bersayap bukan hanya elang, ada rajawali, parkit,
bebek, ayam yang juga bersayap, dengan demikian apabila bentuk/form tidak
tepat, maka kesimpulan yang ditarik menjadi sesat) — KALIMAT NYA BIKIN
AMBIGU

🠶 SesatPikir Verbal
Semua yang bisa terbang pasti bersayap
Perasaan ini bisa terbang
Jadi, perasaan ini pasti bersayap

(sesat, karena secara penggunaan kata/verbal istilah terbang itu memiliki makna
yang ganda, bisa terbang karena memang sebenar-benarnya terbang, bisa juga
terbang dalam arti terlalu gembira) —KATANYA BIKIN AMBIGU

🠶 SesatPikir Material
Semua binatang bersayap bisa terbang (Premis Mayor)
Ayam adalah binatang bersayap (Premis Minor)
Jadi, ayam bisa terbang (Kesimpulan)
Puri Kurniasih, M. Hum.

(secara bentuk/formal ini sudah tepat, tapi premis mayor salah (tidak sesuai
kenyataan), karena ternyata tidak semua binatang bersayap bisa terbang,
sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi salah, dengan demikian jika salah
satu isi/matter dari premis salah, maka dipastikan kesimpulan pun sesat)
—KENYATAANNYA BIKIN AMBIGU

Ringkasan

1. Sesatpikir Formal: Kesalahan dalam struktur atau bentuk penalaran logis.


○ Contoh: "Jika A adalah B, dan B adalah C, maka A adalah D." (Struktur
argumen salah)
2. Sesatpikir Verbal: Kesalahan dalam penggunaan kata atau makna yang
ambigu.
○ Contoh: "Bank itu curam." (Ambiguitas kata "bank")
3. Sesatpikir Material: Kesalahan dalam isi atau materi argumen.
○ Contoh: "Semua mahasiswa malas karena saya pernah bertemu dengan
beberapa mahasiswa yang malas." (Generalisasi yang salah)

Demikianlah, dasar-dasar penalaran logis tentang ide, konsep dan term. Praksisnya
tampak pada prinsip dasar dari logika sebagai sistem penalaran tentang penyimpulan yang
sah. Singkatnya, jika keliru prinsip dasar penalarannya, maka terjadi sesatpikir.

Sumber Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/descartes-ideas/#thoughts
Hayon, Y.P., Logika: Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus dan Teratur. Cet. II. Jakarta:
Puri Kurniasih, M. Hum.

ISTN, 2001, h. 29-32.


Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 2.1 – 2.55.

JANGAN LUPA BACA MODUL 2: DASAR-DASAR PENALARAN


Puri Kurniasih, M. Hum.

Analisis dan Definisi

Analisis (Pembagian)
Analisis merupakan "penguraian secara jelas dan berbeda (clearly and distinctly) dari
keseluruhan ke bagian-bagian". → DIPECAH DARI BESAR KE KECIL

Analisis terbagi menjadi:


1. Analisis Logis (UNIV DIKota)
a. Analisis universal → dari umum ke khusus SIFATNYA DEDUKTIF
Dilakukan atas dasar prinsip pembagian dari genus ke spesies atau prinsip
deduktif (dari umum ke khusus) untuk konsep yang sederhana.
Contoh : "Semua kucing adalah mamalia" (premis umum), maka kita bisa
menyimpulkan bahwa "Kucing Persia adalah mamalia" (kesimpulan
spesifik).
b. Analisis dikotomi → positif (ADA) atau negatif (TIDAK ADA)
Dilakukan atas dasar prinsip eksklusi tertii (hanya ada term positif dan term
negatif) pada konsep yang sederhana atau kompleks.
Contoh : Mobil itu entah sedan entah SUV", kita menggunakan analisis
dikotomi di mana mobil tersebut harus masuk ke dalam salah satu kategori
tersebut, tidak ada yang di antara.
2. Analisis Realis (ES ENAK SI)
a. Analisis esensial → SIFAT MENDASAR
Dilakukan dengan bagian dasar yang mewujudkannya.
Contoh : meja = permukaan datar, kakinya 4
b. Anaisis aksidental → SIFAT GAK MENDASAR
Dilakukan atas dasar sifat-sifat yang menyertai wujudnya.
Contoh : meja = kayu jati, cat merah

Hukum Analisis:
1. Analisis harus dilakukan menurut asas tunggal atau prinsip yang sama
2. Analisis harus lengkap dan tuntas
3. Analisis harus jelas terpisah antar-bagiannya
4. Analisis bersifat rasional dan deduktif

Klasifikasi (Penggolongan)
Klasifikasi merupakan "pengelompokan sistematis bagian-bagian yang terpisah atas
dasar sifat, hubungan dan peranannya ke dalam keseluruhan". → DIPECAH DARI
KECIL KE BESAR

Klasifikasi bersifat empiris dan induktif, terbagi menjadi:


Puri Kurniasih, M. Hum.

1. Klasifikasi kodrati, ditentukan oleh susunan kodrati → misal : biologi = sistem


taksonomi. Klasifikasi ini didasarkan pada struktur genetik, morfologi, dan
hubungan evolusioner alami antar spesies.
2. Klasifikasi buatan, ditentukan oleh sesuatu maksud yang praktis → misal :
supermarket : buah, sayur. Tujuannya biar gampang dibagi aja
3. Klasifikasi diagnostik, yang ditentukan oleh gabungan tidak sepenuhnya kodrati
dan tidak sepenuhnya buatan → GABUNGAN DARI KODRATI & BUATAN
misal : gejala penyakit mungkin memiliki basis biologis (kodrati) &
pengelompokan penyakit sering kali juga mempertimbangkan faktor-faktor
buatan seperti metode diagnosa yang digunakan.

Sistem Klasifikasi dilakukan atas dasar Term predikabel / CARA KEBERADAAN


SESUATU, yaitu: genus (jenis), spesies (golongan), diferensia (sifat pembeda),
proprium (sifat khusus), aksiden (sifat kebetulan). Sistem klasifikasi ini ditemukan
oleh Porphyrios, yang dikenal "Pohon Porphyrios". Terdapat pembagian tingkatan,
seperti:

1. Genus → kategori atau kelompok umum yang mencakup berbagai spesies atau
entitas yang memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang sama. = contoh
"mamalia" → kucing, anjing, dan manusia → menyusui anaknya dan memiliki
rambut.
a. summa genus (genus tertinggi) = contoh SUBSTANSI mencakup segala sesuatu
yang dapat dianggap ada, termasuk benda-benda fisik dan entitas-entitas
abstrak seperti pikiran.
b. subaltern genera (genus perantara) = contoh dalam botani, "tumbuhan
berbunga" terdiri dari mawar, anggrek, dan bunga matahari, yang memiliki
bunga sebagai ciri umumnya.
c. proximum genus (genus terbawah) = contoh dalam bahasa, "bahasa
Indo-Eropa", mencakup keluarga bahasa-bahasa seperti Inggris, Spanyol, dan
Hindi, yang memiliki akar umum dan sejumlah besar kata kerja yang sama.
2. Spesies → cara mengklasifikasikan entitas atau konsep-konsep berdasarkan
tingkat spesifikasi atau khususnya.
a. Spesies tertinggi → klasifikasi biologis, "hewan vertebrata" bisa menjadi
contoh spesies tertinggi. Mencakup berbagai jenis hewan yang memiliki
tulang belakang dan berbagai macam spesies seperti mamalia, burung, reptil,
dan amfibi.
b. Spesies perantara → klasifikasi bahasa, "bahasa Roman" mencakup kelompok
bahasa-bahasa seperti Spanyol, Perancis, Italia, dan Portugis, yang semuanya
memiliki akar yang sama dan beberapa persamaan dalam tata bahasa dan
kosakata.
c. Spesies terbawah → klasifikasi tumbuhan, "berbagai spesies mawar" mawar
merah, mawar putih, dan mawar lainnya yang memiliki karakteristik khusus
yang membedakannya satu sama lain.

JADI summa PALING TINGGI, subaltern PERANTARA, proximum TERBAWAH


CARA MEMBEDAKANNYA → genus UMUM & spesies SPESIFIK
Puri Kurniasih, M. Hum.

3. Diferensia → yang ngebedain 1 dengan yg lain


a. Diferensia generik → based on GENUSNYA
Contoh : karakteristik yang membedakan antara kelompok mamalia dan
reptil, seperti metode reproduksi atau jenis cakar yang dimiliki. Kucing
(genus Felis) dibedakan dari hewan lain dalam genus Carnivora dengan
memiliki ciri-ciri sebagai pemakan daging dan memiliki cakar yang dapat
ditarik masuk. Ini adalah ciri umum yang membedakan kucing (Felis) dari
hewan lain dalam genus yang sama, seperti anjing (Canis).
b. Diferensia spesifik → based on SPESIESNYA
Contoh : warna bulu tertentu atau pola perilaku tertentu yang membedakan
antara dua spesies burung dalam genus yang sama. Kucing hutan & kucing
domestik punya karakteristik yang beda
diferensia generik LEBIH LUAS dari diferensia spesifik
GENERIK itu semua
SPESIFIK itu tergantung
4. Proprium → ciri khas
a. Proprium generik
Contoh : kucing itu makan daging karena punya taring dan kuku tajam
(SEMUA KUCING)
b. Proprium spesifik
Contoh : kucing hutan punya kemampuan bertahan hidup di hutan,
sementara kucing domestik karena tinggal sama manusia jadi terurbanisasi.
bulu kucing hutan lebih gelap, bulu kucing domestik lebih beragam.
5. Aksiden → ciri yang bisa berubah
a. Aksiden predikamental → Sifat yang bisa berubah dan tidak mempengaruhi
esensi entitas.
Contoh : Warna rambut, warna mata, dan tinggi badan pada manusia bisa
beda-beda tapi tetep manusia
b. Aksiden predikabel → Sifat yang bisa berubah tetapi diprediksi berdasarkan
esensi atau karakteristik entitas.
Contoh : Kecepatan berlari atau kebiasaan tertentu dalam perilaku makan
pada hewan beda-beda jadi bisa diprediksi berdasarkan jenis hewan itu
sendiri dan cenderung melekat pada spesies atau genus tertentu.

Berdasar pembahasan Analisis dan Klasifikasi tersebut, jelas bahwa keduanya


merupakan pembagian atau penggolongan logis, bukan fisik, karena apabila
keseluruhan dibagi-bagi maka bagian-bagiannya tetap mempunyai hubungan
dengan keseluruhan.

Misal, jika komputer dilepas-lepas ke bagian-bagiannya: hard disk, DVD


room, motherboard, monitor, mouse dan keyboard, maka tidak bisa dikatakan
sebagai hard disk adalah komputer atau keyboard adalah komputer; komputer adalah
keseluruhan dari bagian-bagian tersebut.

Definisi (Penjelasan)
Puri Kurniasih, M. Hum.

Definisi merupakan "penentuan batas Konsep atau Pengertian secara singkat, tepat,
jelas, padat dan lengkap, sehingga diperoleh rumusan term yang jelas dan berbeda
(clear and distinct)" atau "pernyataan yang berisi penjelasan tentang pengertian
suatu term“ → NGEJELASIN

Definisi terdiri dari 2 bagian: "definiendum" (term yang dijelaskan) dan "definiens"
(penjelasan pengertiannya).

Contoh Definisi:

● Definiendum: "Demokrasi" → yang bisa dijelaskan


● Definiens: "Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan
politik berada pada rakyat, yang dapat dilaksanakan langsung atau melalui
perwakilan yang mereka pilih. → penjelasannya

Definisi terdiri atas:


1. Definisi Nominal
Dirumuskan atas dasar kata-kata, terbagi:
a. Definisi sinonim (persamaan kata)
Contoh : "Hujan adalah air yang turun dari langit."
b. Definisi simbolik (persamaan kata berbentuk simbol)
Contoh : "∆x adalah perubahan kecil dalam variabel x."
c. Definisi etimologi (asal usul kata)
Contoh : “'teknologi' berasal dari bahasa Yunani 'techne' yang berarti seni
atau keterampilan, dan 'logos' yang berarti pengetahuan atau studi."
d. Definisi stipulatif (kesepakatan bersama) → secara sosialnya
Contoh : “'teknologi' dapat didefinisikan sebagai penerapan pengetahuan
untuk menciptakan alat, produk, atau sistem untuk memenuhi kebutuhan
manusia."
e. Definisi denotatif (menunjukkan), ada dua jenis:
1) Definisi ostensive (menunjuk langsung) → OTENTIK LANGSUNG
Contoh : "Contoh 'buah' seperti apel, jeruk, dan pisang."
2) Definisi enumerative (menunjuk secara terperinci dan lengkap) →
ENAMUR TERPERINCI
Contoh : "Semua buah yang memiliki biji di dalam dan dapat
dimakan, seperti apel, jeruk, pisang, dan mangga."
2. Definisi Realis
Dirumuskan atas dasar realitas (sesungguhnya), terbagi:
a. Definisi Esensial → digambarkan berdasarkan SIFAT DASARNYA (Esensial
ANAL KON)
1) Definisi analitik → Menjelaskan definiendum berdasarkan esensi atau
sifat-sifat
Contoh : Segitiga adalah bangun datar dengan tiga sisi dan tiga sudut.
2) Definisi konotatif → Menjelaskan definiendum dengan mengacu pada
konsep atau ide
Contoh : "Cinta adalah perasaan kasih sayang yang mendalam
terhadap seseorang atau sesuatu."
Puri Kurniasih, M. Hum.

b. Definisi Deskriptif → berdasarkan KOMPONENNYA (Deksripsi Aksi Kalu)


1) Definisi aksidental
Contoh : "Rumahnya adalah warna kuning."
2) Definisi kalusal → sebab akibat
Contoh : "Perubahan iklim disebabkan oleh peningkatan emisi karbon
dioksida."
3. Definisi Praktis
Dirumuskan atas dasar kegunaan atau tujuan, terbagi:
a. Definisi operasional → berdasarkan prosedur yang bisa dihitung
1) Operasional kualitatif
Contoh : "Keberhasilan proyek diukur berdasarkan kepuasan
pelanggan."
2) Operasional kuantitatif
Contoh : "Tingkat kepuasan pelanggan diukur berdasarkan skala 1-5."
b. Definisi fungsional → berdasarkan fungsi dan tujuannya
Contoh : "Pemadam kebakaran adalah alat yang digunakan untuk
memadamkan api."
c. Definisi persuasif → berdasarkan keyakinan orang
Contoh : "Pendidikan adalah kunci kesuksesan dalam kehidupan."

Definisi dilakukan harus didasarkan pada syarat-syaratnya atau hukum Definisi,


yaitu:
1. Definisi harus menyatakan ciri-ciri hakikat
2. Definisi harus setara antara definiendum dan definiens
3. Definis harus menghindari definiendum masuk ke dalam definiens
4. Definisi harus dirumuskan secara afirmatif (positif), tidak boleh negatif
5. Definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas, bukan rumusan kabur

Dengan demikian, definisi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang ilmiah.
Definisi harus mampu memperlihatkan perbedaan antara konsep yang dijelaskan
dengan konsep yang lainnya, sehingga jelas batas ilmu yang satu dengan ilmu yang
lain.

Inilah penjelasan dari ANALISIS, KLASIFIKASI, dan DEFINISI untuk


mengungkapkan Konsep secara logis.

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 3.1-3.47.

JANGAN LUPA BACA MODUL 3: ANALISIS DAN DEFINISI


Puri Kurniasih, M. Hum.

Proposisi Kategorik

Term mengungkapkan konsep atau pengertian sebuah kata. Ada term


Konotatif dan term Denotatif. Pada inisiasi kali ini Term Denotatif dijabarkan atas
dasar pada "luas pengertian" dari kata. Sebab itu, term berkaitan dengan
"himpunan".
Term di dalam Logika berkaitan dengan "Proposisi" dan "Penyimpulan". Proposisi
adalah suatu kalimat yang memiliki sifat khas, yakni dapat dinilai benar atau salah.
Penyimpulan adalah proses penarikan sebuah proposisi (kesimpulan) dari satu atau
dua proposisi (premis) lainnya.

Proposisi dibagi menjadi 3, yaitu:


● Proposisi Tunggal
Terdiri dari sebuah pengertian
Contoh : Kucing itu tidur
● Proposisi Kategorik → terdiri dari subjek dan predikat yang dihubungkan oleh
kata hubung logis tertentu (A, E, I, O)
Terdiri dari dua buah pengertian, yakni: Subjek dan Predikat
Contoh : Kucing adalah hewan mamalia
● Proposisi Majemuk → dihubungkan bersama dengan kata hubung logis seperti
"dan" (conjunction), "atau" (disjunction), "jika ... maka" (implication), atau "hanya
jika" (biconditional).
Terdiri dari dua buah proposisi, yakni: Proposisi Khusus dan Proposisi Umum
Contoh : "Jika hari ini hujan, maka saya akan membawa payung."

Unsur Dasar Proposisi


Proposisi kategorik dijelaskan “jika term predikat diakui atau diingkari tentang term
subyek secara mutlak atau tanpa syarat”. Proposisi kategorik selalu berbentuk
kalimat berita atau kalimat deklaratif.
1. Term subyek (S) sebagai subyek dalam proposisi.
2. Term predikat (P) sebagai predikat dalam proposisi.
3. Kopula sebagai petunjuk kualitas proposisi (mengakui/afirmatif atau
mengingkari/negatif).
4. Kuantor sebagai petunjuk kuantitas proposisi (universal, partikular, atau
singular).

KOPULA kualitas DIAKUIN (afirmatif) atau DIINGKARIN (negatif) → kata hubung


“Adalah” “merupakan” (Afirmatif), “bukan merpakan” (negatif)
KUANTOR kuantitas universal, partikular, singular → menunjukan jumlah
- Semua (universal afirmatif)
- Tidak ada (universal negatif)
Puri Kurniasih, M. Hum.

- Beberapa (partikular afirmatif)


- Beberapa tidak (partikular negatif)

Contoh:

Makhluk hidup membutuhkan air.

Makhluk hidup (S) membutuhkan air (P).

Semua (Kuantor Universal) makhluk hidup (S) membutuhkan (Kopula


Afirmatif) air (P).

Sebagian (Kuantor Partikular) makhluk hidup (S) membutuhkan (Kopula


Afirmatif) air (P).

Puri Kurniasih (Kuantor Singular) membutuhkan (Kopula Afirmatif) air (P).

Semua (Kuantor Universal) makhluk hidup (S) tidak membutuhkan (Kopula


Negatif) air (P).

Sebagian (Kuantor Partikular) makhluk hidup (S) tidak membutuhkan (Kopula


Negatif) air (P).

Puri Kurniasih (Kuantor Singular) tidak membutuhkan (Kopula Negatif) air (P).

Empat Macam Proposisi Kategori


Atas dasar kuantitas proposisi di dalam proposisi kategoris KUANTOR, ada 3
proposisi:
1. Proposisi singular adalah pernyataan yang luas term subyeknya singular (sebuah
atau tertentu).
2. Proposisi partikular adalah pernyataan yang luas term subyeknya partikular
(sebagian atau beberapa).
3. Proposisi universal adalah pernyataan yang luas term subyeknya universal
(semua).

Atas dasar kualitas proposisi di dalam proposisi kategoris KOPULA, ada 2


proposisi:
1. Proposisi afirmatif: Pernyataan yang term predikatnya diakui tentang term
subyek.
2. Proposisi negatif: Pernyataan yang term predikatnya diingkari tentang term
subyek.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Secara teoritik, ada 7 macam proposisi kategoris, tapi menjadi 4 macam proposisi
kategoris. Sebab, arti sifat proposisi singular lebih memiliki persamaan dengan
proposisi universal daripada proposisi partikular. Misalnya, "Seorang Puri Kurniasih
adalah Tutor Tuton logika"; atau "Seorang Puri Kurniasih bukan Tutor Tuton logika".
Seorang (bukan sebagian) term subyek yang bersangkutan. Karena itu, disepakati
oleh para ahli logika, ada 4 macam proposisi kategoris dengan
lambang A, E, I dan O, yaitu:

1. Proposisi kategoris "universal afirmatif" (A) → kuantor UNIVERSAL kopula


AFIRMATIF
adalah pernyataan umum yang mengakui adanya hubungan term subyek dan
term predikat. Proposisi A terbagi menjadi 2: Proposisi "universal afirmatif
ekuivalen", yang mengakui persamaan antara term subyek dan term predikat;
dan Proposisi "universal afirmatif implikatif", yang mengakui semua term subyek
adalah bagian dari term predikat.
Contoh: Semua makhluk hidup membutuhkan air.
EKUIVALEN = persamaan
IMPLIKATIF = bagian dari

2. Proposisi kategoris "universal negatif" (E)


adalah pernyataan umum yang mengingkari adanya hubungan term subyek dan
term predikat. Proposisi E hanya terbagi 1: Proposisi "universal negatif eksklusif",
yang mengingkari tidak ada hubungan antara term subyek dan term predikat.
Contoh: Semua makhluk hidup tidak membutuhkan air.
EKSKLUSIF = gak ada hubungan

3. Proposisi kategoris "partikular afirmatif" (I)


adalah pernyataan khusus yang mengakui adanya hubungan term subyek dan
term predikat. Proposisi I terbagi menjadi 2: Proposisi "partikular afirmatif
inklusif", yang mengakui sebagian term subyek adalah bagian dari term predikat;
dan Proposisi "partikular afirmatif implikasi", yang mengakui sebagian term
subyek adalah term predikat.
Contoh: Sebagian makhluk hidup membutuhkan air.
INKLUSIF = sebagian term S adalah bagian dari P
IMPLIKASI = sebagian term S adalah P

4. Proposisi kategoris "partikular negatif" (O)


adalah pernyataan khusus yang mengingkari adanya hubungan term subyek dan
term predikat. Proposisi O terbagi menjadi dua, yaitu: Proposisi "partikular
negatif inklusif", yang mengingkari sebagian term subyek bukan adalah bagian
dari term predikat; dan Proposisi "partikular negatif implikasi", yang
mengingkari sebagian term subyek bukan adalah term predikat.
Contoh: Sebagian makhluk hidup tidak membutuhkan air.
KEBALIKAN DARI PARTIKULAR AFIRMATIF

Empat macam proposisi tersebut dapat dijelaskan lewat diagram himpunan.


Puri Kurniasih, M. Hum.

(Baca Modul 4, Kegiatan Belajar 2, hal. 4.18-4.32)

Negasi proposisi kategoris pun bisa dijelaskan dengan diagram himpunan.


(Baca Modul 4, Kegiatan Belajar 2, hal. 4.36-4.43)

Negasi Proposisi Kategorik


Dari 4 macam proposisi tersebut, terbentuk 7 macam proposisi negasi proposisi
kategoris, yaitu:
1. Proposisi "negasi universal afirmatif ekuivalen" adalah pernyataan ingkaran
umum mengakui persamaan term subyek dan term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Semua manusia adalah makhluk berpikir.
Negasi: Tidak semua manusia adalah makhluk berpikir.
Ekuivalen: Tidak semua makhluk berpikir adalah manusia.
2. Propoisi "negasi universal afirmatif implikasi" adalah pernyataan ingkaran
umum mengakui semua term subyek adalah bagian dari term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Semua orang yang hadir adalah anggota klub.
Negasi: Tidak semua orang yang hadir adalah anggota klub.
Implikasi: Ada orang yang hadir yang bukan anggota klub.
3. Proposisi "negasi universal negatif eksklusif" adalah pernyataan ingkaran umum
mengingkari adanya hubungan term subyek dan term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Tidak ada hewan yang bisa terbang.
Negasi: Ada hewan yang bisa terbang.
Eksklusif: Ada hewan yang tidak terbang.
4. Proposisi "negasi partikular afirmatif inklusif" adalah pernyataan ingkaran
khusus mengakui sebagian term subyek adalah bagian dari term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Beberapa siswa adalah juara matematika.
Negasi: Tidak semua siswa adalah juara matematika.
Inklusif: Ada siswa yang bukan juara matematika.
5. Proposisi "negasi partikular afirmatif implikasi" adalah pernyataan ingkaran
khusus mengakui sebagian term subyek adalah term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Beberapa buah adalah berwarna merah.
Negasi: Tidak semua buah adalah berwarna merah.
Implikasi: Ada buah yang bukan berwarna merah.
6. Proposisi "negasi partikular negatif inklusif" adalah pernyataan ingkaran khusus
mengingkari sebagian term subyek bukan adalah bagian dari term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Beberapa kucing bukan hewan peliharaan.
Negasi: Tidak semua kucing bukan hewan peliharaan.
Inklusif: Ada kucing yang hewan peliharaan.
Puri Kurniasih, M. Hum.

7. Proposisi "negasi partikular negatif implikasi" adalah pernyataan ingkaran


khusus mengingkari sebagian term subyek bukan adalah term predikat.
Contoh :
Pernyataan asli: Beberapa pria bukan pemain sepak bola.
Negasi: Tidak semua pria bukan pemain sepak bola.
Implikasi: Ada pria yang pemain sepak bola.

CONTOH :
UNIVERSAL : Semua jadi Tidak Semua, Ada jadi Tidak Ada
PARTIKULAR : Beberapa jadi Tidak Semua, Beberapa jadi Semua

Demikian itu, proposisi kategoris merupakan penjabaran dari term denotatif,


sehingga Konsep menjadi sebuah penalaran yang logis. Inisiasi selanjutnya akan
dijelaskan mengenai proposisi majemuk; proposisi yang terdiri dari dua proposisi,
yaitu: proposisi khusus (premis) dan proposisi umum (kesimpulan). Proposisi
majemuk tersebut dapat dipahami dengan membedakannya dari "proposisi tunggal"
dan "proposisi kategoris".

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 4.1-4.43.

SI KATEGORIK
Puri Kurniasih, M. Hum.

Proposisi Majemuk

Proposisi majemuk dibagi menjadi 3, yaitu:


● Proposisi Hipotetis
● Proposisi Disjungtif
● Proposisi Konjungtif

Proposisi majemuk menjelaskan "kemajemukan proposisi


(anteseden dan konsekuen) yang dipadukan". Anteseden sering disebut
dengan premis, dan konsekuen disebut dengan kesimpulan.

Contoh :
*Anteseden : UT adalah perguruan tinggi terpopuler
*Konsekuen : UT adalah pendidikan yang terbuka
*Perpaduan : “UT adalah perguruan tinggi terpopuler dan pendidikan terbuka”.

Proposisi majemuk dibedakan menjadi 3 proposisi: Proposisi hipotesis, Proposisi


disjungtif dan Proposisi konjungtif.

Proposisi Hipotetis → pake Implikasi (jika… maka) &


bikondisional (hanya jika)
Jika dalam Proposisi kategoris term Predikat diakui atau diingkari tentang term
Subyek tanpa syarat, maka dalam Proposisi hipotesis term Predikat diakui atau
diingkari tentang term Subyek dengan syarat, tidak mutlak. Sebab itu, Proposisi
hipotesis merupakan “perpaduan antara dua proposisi kategoris (anteseden dan
konsekuen) dengan syarat tertentu”.

Syaratnya adalah “persamaan”, “persyaratan”, dan “kemungkinan”, yang ada di


dalam 3 macam Proposisi hipotesis, yaitu:

1. Proposisi ekuivalen, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat)


keduanya sama. Sebab itu, Proposisi ekuivalen disebut juga “bi-implikasi” atau
“bi-kondisional”, → Kau Definitely Anal (Anak Nakal)
a. Ekuivalen kausalitas (persamaan dalam bentuk sebab-akibat)
Contoh : "Jika suhu udara meningkat, maka penjualan es krim juga
meningkat."
b. Ekuivalen definisional (persamaan dalam bentuk pembatasan arti)
Contoh : "Sebuah persegi adalah bangun datar dengan keempat sisi yang
sama panjang dan keempat sudut yang sama besar."
Puri Kurniasih, M. Hum.

c. Ekuivalen analitik (persamaan dalam bentuk penguraian arti)


Contoh : "Semua bujang adalah laki-laki."

Misalnya, proposisi hipotesis ekuivalen analitik:


*Anteseden : Dia adalah mahasiswa
*Konsekuen : Dia sebagai siswa di perguruan tinggi
*Perpaduan : Jika dia adalah mahasiswa, maka sebagai siswa di perguruan tinggi.

2. Proposisi implikatif, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat)


keduanya bersyarat. → Lo Matre, Imperatif
a. Implikasi logis (persyaratan atas dasar rasionalitas)
Contoh : "Jika hujan turun, maka jalan akan licin."
b. Implikasi material (persyaratan atas dasar kandungan isi)
Contoh : "Jika saya lulus ujian, maka saya akan mendapatkan gelar sarjana."
c. Implikasi imperatif, yang banyak digunakan untuk merumuskan
aturan-aturan hidup bersama
Contoh : "Jika kamu lapar, makanlah!"

3. Proposisi problematik, yaitu: perpaduan anteseden dan konsekuen, karena


(syarat) keduanya bersifat mungkin. Sebab itu, Proposisi problematik tidak dapat
dijadikan aturan hidup bersama atau pedoman.
Contoh : "Apakah manusia dapat hidup di planet lain di luar Bumi?"

EKUIVALEN = sama
IMPLIKATIF = bersyarat
PROBLEMATIK = bersifat mungkin

Proposisi Disjungtif → “Atau”


Proposisi disjungtif merupakan "perpaduan antara anteseden dan konsekuen,
karena (syarat) adanya peng-atau-an sebagai pilihan". → Eksklu Inklu SIF Alter
Kolek TIF

1. Disjungsi eksklusif, yaitu: Kedua pilihannya tidak dapat dipadukan, tapi ada
kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi eksklusif, dapat digunakan
dalam bidang hukum (sebagai konsekuen dari proposisi implikasi logis) dan
percakapan sehari-hari. Pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu atau
kedua pernyataan bisa benar.
Contoh : "Saya akan makan pizza atau pasta malam ini."

2. Disjungsi inklusif, yaitu: Kedua pilihannya dapat dipadukan, tapi tidak ada
kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi inklusif, dapat digunakan dalam
bidang hukum (yang dirangkai dengan proposisi implikasi logis untuk sanksi
yang tegas) dan percakapan sehari-hari. Penggunaan praktis disjungsi, dalam
bidang hukum rangkaian disjungsi inklusif hanya dalam rangka sebagai
Puri Kurniasih, M. Hum.

anteseden, yang lebih dari dua pilihan dengan kata “atau” atau “koma” (,)
jarang sekali sebagai konsekuen. Pernyataan yang menyatakan bahwa hanya
satu dari dua pernyataan yang bisa benar, tidak keduanya.
Contoh : "Pacar saya akan datang ke pesta atau saudara perempuan saya
yang akan datang."

Hubungan disjungsi berganda, dinyatakan dengan bentuk sub-himpunan atau


berbentuk proposisi universal afirmatif implikasi. Perumusan anteseden
disjungsi, dengan 3 cara atas dasar berbentuk implikasi logis:

(1) kedua komponennya didahulukan,


(2) kedua komponennya ditempatkan sesudah konsekuen, dan
(3) satu komponennya berada di depan dan yang satu berada setelah konsekuen.

Misalnya, proposisi disjungsi inklusif:


*Anteseden : Ujian Nasional SLTA tahun 2015 dilaksanakan dengan sistem
online
*Konsekuen : Atau sistem tulis
*Perpaduan : Dilaksanakan dengan sistem online dan sistem tulis

3. Disjungsi alternatif, yaitu kedua pilihannya tidak dapat dipadukan dan tidak
ada kemungkinan ketiga. Sebab itu, disjungsi alternatif disebut disjungsi
kontradiktif. Banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, sebagai
penekanan, tidak digunakan dalam bidang hukum. Pernyataan yang
menyatakan bahwa kedua pernyataan tidak dapat benar secara bersamaan.
Contoh : "Baik hujan turun atau matahari bersinar."

4. Disjungsi kolektif, yaitu kedua pilihannya dapat dipadukan dan ada


kemungkinan ketiga. Tidak digunakan dalam logika (penyimpulan sah) dan
jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pernyataan yang mengandung
kondisi atau syarat sebelum mengambil pilihan.
Contoh : "Jika kamu lulus ujian, kamu akan mendapat beasiswa atau
mendapat penghargaan akademik."

Proposisi Konjungtif → “Dan”


Proposisi konjungtif merupakan "perpaduan anteseden dan konsekuen, karena
(syarat) penyertaan". Dalam bentuk penalarannya, Proposisi konjungtif sama
dengan Proposisi partikular afirmatif inklusif. Ada 2 macam proposisi konjungtif:

1. Konjungsi disjungtif → setara tapi atau


Penyertaan anteseden dan konsekuen dapat dikembalikan pada bentuk
peng-atau-an. Atas dasar disjungtif, ada 3 macam konjungsi:
a. Konjungsi eksklusif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan, tapi ada
kemungkinan ketiga),
Contoh : "Saya akan beli mobil Toyota atau Honda."
Puri Kurniasih, M. Hum.

b. Konjungsi inklusif (penyertaan yang dapat dipadukan, tapi tidak ada


kemungkinan ketiga)
Contoh : "Mobil ini bisa digunakan untuk bepergian ke kota atau ke
gunung."
c. Konjungsi alternatif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan dan tidak ada
kemungkinan ketiga).
Contoh : "Anda bisa memilih untuk belajar di rumah atau di
perpustakaan."
Yang sering digunakan dalam bidang hukum, konjungsi inklusif sebagai
anteseden dari bentuk implikasi logis.

2. Konjungsi predikatif → juga karena bersatu dan setara


Penyertaan anteseden dan konsekuen dalam bentuk penyatuan. Konjungsi
prediktif dengan kata “dan” untuk penyertaan, serta dengan kata “yang”, juga”,
“tetapi”, dan “meskipun” untuk penyatuan. Misalnya, proposisi konjungsi
predikatif:
*Anteseden : Joko Widodo adalah seorang Presiden RI
*Konsekuen : Joko Widodo adalah seorang kader partai politik PDI-P
*Perpaduan : Joko Widodo adalah seorang Presiden RI dan kader partai politik
PDI-P.

Sistem konjungsi
Konjungsi atau sistem konjungsi bisa dilakukan dengan 3 macam dasar
penyimpulan:
1. Berpangkal pada anteseden dan konsekuen.
Sehingga, ada nilai kebenaran: “jika anteseden dan konsekuen benar, maka
proposisi konjungsi benar”, “ingkaran partikular, berarti ingkaran universal”.Ini
merupakan “hukum dasar penyimpulan konjungsi”;
2. Berpangkal pada konjungsi.
Sehingga, dalam proposisi konjungsi bisa ditarik kesimpulan dari premis, tapi
negasi konjungsi tidak bisa ditarik kesimpulan dari tiap ingkaran premis. Ini
merupakan “hukum dasar penyimpulan simplifikasi”; dan
3. Saling menyimpulkan berpangkal pada konjungsi.
Atau, dapat diganti dengan ingkaran dari disjungsi, ingkaran premis. Ini
merupakan “hukum dasar penggantian konjungsi”.

Dari proposisi majemuk (hipotesis, disjungtif dan konjungtif), dapat ditarik


penyimpulannya dalam SILOGISME MAJEMUK (silogisme hipotesis dan
silogisme disjungtif). Silogisme hipotesis, yaitu silogisme ekuivalen, silogisme
kondisional dan silogisme hipotesis khusus. Silogisme disjungtif, yaitu silogisme
eksklusif, silogisme inklusif, dan silogisme alternatif. Dari silogisme majemuk itu,
bisa ditentukan Sistem nilai kebenaran-nya.

Dengan demikian, proposisi majemuk sebagai pengembangan dari term merupakan


proposisi yang mampu menjelaskan proposisi kategoris dari sisi yang lain. Proposisi
majemuk telah memperlihatkan LOGIKA dari sisi lain, apakah sering atau tidak
digunakan dalam bidang hukum atau kehidupan sehari-hari. Sebab itu, dalam
silogisme majemuk pun terdapat penjelasan sistem nilai kebenarannya.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 7.1-7.48.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Penyimpulan Langsung &


Penyimpulan Tidak Langsung

Penyimpulan:
● Penyimpulan Langsung
● Penyimpulan Tidak Langsung

Penyimpulan Langsung

suatu bentuk penarikan kesimpulan berupa hubungan dua


pernyataan atas dasar pengolahan term-term yang sama
Contoh:
Semua mahasiswa UT mendapatkan tutorial secara online. =
Tidak ada mahasiswa UT yang tidak mendapatkan tutorial secara online.

Penyimpulan langsung didasarkan pada pembanding term subjek dan term


predikat, dalam tiga bentuk: Penalaran Oposisi, Penyimpulan Sederhana, Penalaran
Eduksi.

Penalaran Oposisi → Penalaran oposisi melibatkan hubungan antara proposisi


yang berbeda berdasarkan nilai kebenarannya.
● Oposisi Kontraris : Oposisi antara proposisi A dengan E → KONTRARIS AE
(universal affair & universal negatif). keduanya gak mungkin benar, tapi bisa
jadi keduanya salah.
Contoh
A : Semua perempuan bisa melahirkan anak (univ afir)
E : Semua perempuan tidak bisa melahirkan anak (univ neg)

● Oposisi Sub-Kontraris : Oposisi antara proposisi I dengan O →


SUBKONTRARIS IO. keduanya gak mungkin salah, tapi bisa jadi keduanya
benar.
Contoh
I : Sebagian perempuan bisa melahirkan anak (part aff)
O : Sebagian perempuan tidak bisa melahirkan anak (part neg)

● Oposisi Kontradiktoris : Oposisi antara proposisi A dengan O dan E dengan I


→ KONTRADIKTORI AO EI. yang satu benar, yang satu salah.
Contoh
A : Semua perempuan bisa melahirkan anak (univ afir)
O : Sebagian perempuan tidak bisa melahirkan anak (part neg)
Dan
E : Semua perempuan tidak bisa melahirkan anak (univ neg)
I : Sebagian perempuan bisa melahirkan anak (part afir)
Puri Kurniasih, M. Hum.

● Oposisi Subalternasi: Oposisi Super-Implikasi, oposisi antara proposisi A


dengan I; Oposisi Sub-Implikasi, oposisi antara proposisi E dengan O. →
Hubungan antara proposisi universal dan proposisi partikular dengan subjek
dan predikat yang sama. kalo A benar, I harus benar. kalo E benar, O harus
benar. VICE VERSA asal AI EO.
Contoh
Super-Implikasi → NEGATIF
A : Semua perempuan bisa melahirkan anak (univ afir)
I : Sebagian perempuan bisa melahirkan anak (part afir)
Sub-Implikasi → AFIRMATIF
E : Semua perempuan tidak bisa melahirkan anak (univ neg)
O : Sebagian perempuan tidak bisa melahirkan anak (part neg)

Kontraris univ-univ AE → karena keduanya univ, jadi bakal ada yang salah
Subkontraris parti-parti IO → karena keduanya parti, jadi bakal ada yang benar
Kontradiktori univ-parti kebalikan AO EI → karena kebalikan, jadi ada yang benar
ada yang salah
Subalternasi univ-parti sama AI EO → karena sama, harus benar
Subalternasi – superimplikasi NEGATIF
Subalternasi - Subimplikasi AFIRMATIF/POSITIF

Penyimpulan Sederhana → menyimpulkan kebenaran suatu proposisi


dari proposisi lain yang memiliki hubungan logis langsung.

● Negasi Kontradiksi: dua proposisi yang pernyataannya beda kuantitas dan


kualitas, proposisi A vs proposisi O. → negasi kontrarik AE jadi AO
Contoh
A : Semua perempuan bisa melahirkan anak
Versus
O : Sebagian perempuan tidak bisa melahirkan anak

● Penyimpulan Implikasi: dua proposisi yang pernyataannya beda kuantitas


tapi sama kualitas, proposisi A vs proposisi I. → sama sama afir, tapi yang
satu univ yang satu parti
Contoh
A : Semua perempuan bisa melahirkan anak
Versus
I : Sebagian perempuan bisa melahirkan anak

● Penyimpulan Paralel: dua proposisi yang pernyataannya sama kuantitas tapi


beda kualitas, proposisi O dan I. → sama-sama parti, tapi yang satu negatif,
yang satu afir
Contoh
O : Sebagian perempuan tidak bisa melahirkan anak
Versus
I : Sebagian perempuan bisa melahirkan anak
Puri Kurniasih, M. Hum.

SEDERHANA : negasi kontradiksi, penyimpulan implikasi, dan penyimpulan


paralel
Negasi kontradiksi = negasi kontrarik AE jadi AO
P’ implikasi = sama sama afir, tapi yang satu univ yang satu parti
P’ parallel = sama sama parti, tapi yang satu afir, yang satu negatif

Penalaran Eduksi → penguraian atau pemisahan informasi dari


proposisi atau premis yang diberikan untuk menghasilkan proposisi
baru.
● Konversi: menukar kedudukan subjek dengan predikat dari suatu proposisi
tanpa mengubah makna yang dikandungnya. → nuker P jadi S tapi ga boleh
berubah
Contoh
Semua perempuan bukan laki-laki
Semua laki-laki bukan perempuan

● Inversi: menegasikan subjek dan predikat pada suatu proposisi. → negasiin S


dan P
Contoh
Semua perempuan bukan laki-laki
Semua perempuan adalah non laki-laki

● Kontraposisi: menukar kedudukan subjek dan predikat serta


menegasikannya. → udah di tukar, dinegasiin lagi
Semua Perempuan bukan laki-laki
Semua laki-laki bukan perempuan
Semua laki-laki adalah non perempuan

PENYIMPULAN langsung gak ada premis mayor & minor.

Penyimpulan Tidak Langsung


suatu bentuk penyimpulan berdasarkan perbandingan dua proposisi yang
melahirkan proposisi ketiga sebagai kesimpulannya

Contoh
Semua makhluk tidak abadi (Proposisi 1 = Premis Mayor)
Manusia adalah makhluk (Proposisi 2 = Premis Minor)
Jadi, manusia tidak abadi (Proposisi 3 = Kesimpulan)

Penyimpulan tidak langsung disebut juga dengan silogisme kategoris, terbagi


menjadi dua macam: Silogisme Beraturan dan Silogisme Tidak Beraturan.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Silogisme Beraturan
Silogisme beraturan adalah bentuk silogisme yang mengikuti struktur formal
tertentu, seringkali disebut juga sebagai silogisme kategoris. Silogisme ini memiliki
dua premis (premis mayor dan premis minor) dan satu kesimpulan, dan semuanya
merupakan proposisi kategoris (A, E, I, O).
Silogisme yang terdiri dari tiga proposisi
● Silogisme Sub-Pre → SUBJEK PREDIKAT
Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama
sebagai Subjek dan premis kedua sebagai Predikat.
Contoh
Semua yang memiliki rahim dapat mengandung
Semua perempuan memiliki rahim
Jadi, semua perempuan dapat mengandung

● Silogisme Bis-Pre → BISA PREDIKAT


Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi Predikat di
kedua premis.
Contoh
Semua yang dapat mengandung memiliki rahim
Semua perempuan memiliki rahim
Jadi, semua perempuan dapat mengandung

● Silogisme Bis-Sub → BISA SUBJEK


Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi Subjek di kedua
premis.
Contoh
Semua yang memiliki rahim dapat mengandung
Semua yang memiliki rahim adalah perempuan
Jadi, semua perempuan dapat mengandung

● Silogisme Pre-Sub → PREDIKAT SUBJEK


Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama
sebagai Predikat dan premis kedua sebagai Subjek.
Contoh
Semua yang dapat mengandung memiliki rahim
Semua yang memiliki rahim adalah perempuan
Jadi, semua perempuan dapat mengandung

SILOGISME BERATURAN = lihat yang samanya apa → tentuin dia S atau P →


tentuin jenisnya

Silogisme Tidak Beraturan


Silogisme yang terdiri kurang atau lebih dari tiga proposisi
● Entinema → premis dan kesimpulan di tulis, tapi diakhir ada premis yang ga
disebutin tapi bener (tersirat). ENTINEMA → TERSIRAT
Puri Kurniasih, M. Hum.

Suatu bentuk silogisme yang hanya menyebutkan premis atau kesimpulan


saja atau keduanya tetapi ada satu premis yang tidak dinyatakan.
Contoh
Semua perempuan memiliki rahim
Ibu hamil adalah perempuan
Jadi, yang melahirkan adalah ibu hamil
Penjelasan: Premis tersirat adalah bahwa semua ibu hamil dapat melahirkan.

● Epikirema → karena ada yang sama, gak ditulis. tapi salah satu premis nya
bener, alasan yang ditulis. EPIKIREMA → ALASAN
Suatu bentuk silogisme yang salah satu atau kedua premisnya disertai
dengan alasan.
Contoh
Semua yang memiliki rahim dapat mengandung karena sudah kodrati
Semua perempuan tanpa terkecuali memiliki rahim
Jadi, semua perempuan dapat mengandung

● Sorites → dicoret yang sama, ditulis yang sendirian SORITES → BANYAK


TAPI SENDIRIAN
Suatu bentuk silogisme yang premisnya berkait-kaitan lebih dari dua
proposisi, sehingga kesimpulannya berbentuk hubungan yang salah satu
term proposisi pertama dengan salah satu term proposisi terakhir yang
keduanya bukan term pembanding.
Semua yang memiliki rahim dapat mengandung
Semua perempuan memiliki rahim
Semua ibu hamil adalah perempuan
Semua yang melahirkan adalah ibu hamil
Jadi, semua yang melahirkan dapat mengandung

● Polisilogisme → dicoret yang sama, ditulis yang sendirian POLISILO →


BERDUA TAPI SENDIRIAN
Suatu bentuk penyimpulan berupa perkaitan silogisme, sehingga kesimpulan
sebelumnya menjadi premis pada silogisme berikutnya.
Contoh
Semua yang memiliki rahim dapat mengandung
Perempuan memiliki rahim
Jadi, perempuan dapat mengandung

Semua ibu hamil adalah perempuan


Jadi, ibu hamil dapat mengandung
Semua yang melahirkan adalah ibu hamil
Jadi, semua yang melahirkan dapat mengandung

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 5.1-5.47 dan hal. 6.1-6.56
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Sistem Nilai Kebenaran

Sistem yang digunakan untuk membuktikan sah tidaknya suatu penalaran yang
khusus penalaran majemuk adalah nilai dari pernyataan itu sendiri. Pernyataan
sebagai dasar penalaran mempunyai dua kemungkinan nilainya, yaitu benar atau
salah. Tidak ada kemungkinan ketiga dan juga tidak ada dua nilai tersebut dalam
satu pernyataan tunggal.

Contoh:
Indah sedang berada di Bandung
Kemungkinannya adalah
1) Benar bahwa Indah ada di Bandung atau
2) Salah bahwa Indah ada di Bandung
Tidak mungkin Indah ada dan sekaligus tidak ada di Bandung
Nilai benar atau salah tersebut yang disebut nilai kebenaran
Benar bahwa hal tersebut sesuai, atau benar bahwa hal tersebut tidak sesuai.

Untuk mempermudah mengecek nilai kebenaran akan suatu pernyataan kita dapat
menggunakan Tabel Nilai Kebenaran.

1. Tabel Nilai Kebenaran


Nilai kebenaran dapat direduksi menjadi sebuah simbol:
1 = nilai benar (T = true/nilai benar - B = nilai benar)
0 = nilai salah (F = false/nilai salah - S = nilai salah)

kalo dua komponen, 22


kalo beberapa komponen, bisa tergantung pernyataan 23 24 dsb

A. Nilai Dua Komponen


Pernyataan-pernyataan tunggal jika dirangkaikan menggunakan perangkai
logika akan menjadi proposisi majemuk atau disebut pernyataan majemuk.
Biasanya pernyataan-pernyataan tersebut disimbolkan “p” dan “q” contoh:

Pernyataan 1: Indah adalah mahasiswa semester 5 (p)


Pernyataan 2: Indah adalah mahasiswa pintar (q)
Pernyataan majemuk: Indah adalah mahasiswa semester 5 dan pintar (p dan
q)

Rumus: 22 = 4 kemungkinan pernyataan

Indah adalah mahasiswa semester 5 dan pintar


Indah bukan mahasiswa semester 5, tapi pintar
Puri Kurniasih, M. Hum.

Indah adalah mahasiswa semester 5, tapi tidak pintar


Indah bukan mahasiswa semester 5 dan tidak pintar

B. Nilai Beberapa Komponen


Merupakan pernyataan yang lebih dari dua pernyataan tunggal.

Contoh:
Pernyataan 1: Indah adalah mahasiswa semester 5 (p)
Pernyataan 2: Indah adalah mahasiswa pintar (q)
Pernyataan 3: Indah mendapat beasiswa (r)
Pernyataan majemuk: Indah adalah mahasiswa semester 5, pintar, dan
mendapat beasiswa.

Rumus 23 = 8 kemungkinan pernyataan

Indah adalah mahasiswa semester 5, pintar, dan mendapat beasiswa


Indah bukan mahasiswa semester 5, tapi pintar, dan tidak mendapat beasiswa
Indah adalah mahasiswa semester 5, tidak pintar, tapi mendapat beasiswa
Indah bukan mahasiswa semester 5 dan tidak pintar, tapi mendapat beasiswa
Indah adalah mahasiswa semester 5 dan pintar, tapi tidak mendapat beasiswa
Indah bukan mahasiswa semester 5, tapi pintar dan mendapat beasiswa
Indah adalah mahasiswa semester 5, tapi tidak pintar dan tidak mendapat
beasiswa
Indah bukan mahasiswa semester 5, tidak pintar, dan tidak mendapat
beasiswa

C. Nilai Negasi

Pengingkaran atau negasi dari suatu pernyataan, jika pernyataan semula


dinilai benar, maka pernyataan sebagai ingkarannya dinilai salah.
Pernyataan (p) maka ingkarannya adalah (~p).

Contoh:
Pernyataan 1: Indah adalah mahasiswa semester 5 (p)
Negasi Pernyataan 1: Indah bukan mahasiswa semester 5 (~p)
Pernyataan majemuk: Indah mahasiswa semester 5 atau bukan semester 5.

Rumus: p ≠ ~p atau ~(p = ~p) [dibaca: tidak mungkin p sekaligus bukan p]


Puri Kurniasih, M. Hum.

2. Penalaran Hipotesis
Merupakan proposisi majemuk yang terhubung secara hipotetis atau hubungan
ketergantungan p (anteseden) dan q (konsekuen), yang dibedakan antara
proposisi ekuivalen, proposisi implikatif, dan proposisi problematik, tidak
semuanya dapat dirumuskan secara tepat dalam bentuk tabel kebenaran.

Diantara tiga macam bentuk hipotetis, yang dapat dirumuskan secara pasti
hanya proposisi ekuivalen saja atau biasa disebut ekuivalen atau bikondisional
atau biimplikasi dan proposisi implikatif yang disebut implikasi.
Sementara proposisi prolematik tidak dapat dirumuskan dalam table kebenaran,
karena hubungannya bersifat kemungkinan. Sehingga, nilai kebenaran dapat
mungkin benar juga mungkin salah.

A. Nilai Ekuivalen → sama (sebab-akibat)


Jika p maka q dan jika q maka p, disimbolkan p ⟺ q

B. Nilai Implikasi → bersyarat (gak bisa sebaliknya)


Jika p maka q, tapi q belum tentu p, disimbolkan p⟹q

C. Penyimpulan Langsung → ada di materi 6


Penalaran dalam bentuk penyimpulan langsung dengan satu pangkal pikIr
dan kesimpulan disebut dengan istilah eduksi, ada tiga macam
penyimpulan: konversi, inversi, dan kontraposisi.
1. Konversi
Penyimpulan hipotetis dengan cara menukar kedudukan dua bagian
sebagai anteseden dan konsekuen yang kesimpulannya disebut konvers.
2. Inversi
Penyimpulan hipotetis dengan cara menegasikan kedua bagian sebagai
anteseden dan konsekuen yang kesimpulannya disebut invers.
3. Kotraposisi
Penyimpulan hipotetis dengan cara menukar kedudukan anteseden dan
konsekuen serta menegasikannya dan kesimpulannya disebut
kontrapositif.

Tidak semua dapat diterapkan dalam proposisi hipotetis secara tepat.


Proposisi ekuivalen ketiga bentuk penyimpulan dapat diterapkan, tapi pada
proposisi implikasi hanya kontraposisi yang dapat diterapkan.

1. Penyimpulan Ekuivalen
Konversi (Konv) : (p⟺q) ⟺ (q⟺p)
Inversi (Inv) : (p⟺q) ⟺ (~p⟺~q)
Kontraposisi (Kont) : (p⟺q) ⟺ (~q⟺~p)
Puri Kurniasih, M. Hum.

2. Penyimpulan Implikasi → kalo begini, bakal begitu


Kontrapositif dari implikasi adalah tepat, tapi konvers dan invers dari
implikasi tidak tepat. Dapat dinyatakan dalam suatu kaidah, yaitu
kontraposisi (Kont) atau transposisi (Trans).
Transposisi (Trans) : (p⟹q) ⟺ (~q⟹~p)

D. Tautologi dan Kontradiksi


Suatu penyimpulan baik langsung maupun tidak langsung untuk penalaran
majemuk dapat dibuktikan ketepatannya dengan nilai kebenaran, di
samping juga diagram himpunan, yang dapat ditentukan menjadi tiga
macam, yaitu: tautologi, kontradiksi, dan kontingensi. Penyimpulan yang
tepat adalah berbentuk tautologi, kebalikannya adalah kontradiksi, jika ada
yang tepat dan ada yang tidak disebut kontingensi.
1. Tautologi → TAU BENAR
Suatu penalaran mesti benar karena bentuk logikanya apapun nilai yang
diberikan pada tiap bagiannya.
Tautologi: Proposisi yang selalu benar. Contoh: (P∨¬P).
Contoh: "Hari ini hujan atau tidak hujan." Ini selalu benar karena salah
satu dari dua kemungkinan tersebut pasti terjadi.
2. Kontradiksi → KONTRA SALAH
Suatu penalaran mesti salah karena bentuk logikanya apapun nilai yang
diberikan pada tiap bagiannya.
Kontradiksi: Proposisi yang selalu salah. Contoh: (P∧¬P).
Contoh: "Hari ini hujan dan tidak hujan." Ini selalu salah karena tidak
mungkin dua hal yang saling bertentangan benar pada saat yang sama.
3. Kontingensi → BEDA PILIHAN TAPI BISA JADI BENAR
Suatu penalaran dapat benar dan dapat juga salah karena bentuk
logikanya apapun nilai yang diberikan pada tiap bagiannya.
Kontingensi: Proposisi yang bisa benar atau salah tergantung pada nilai
kebenaran komponennya. Contoh: (P∨Q).
Contoh: "Hari ini hujan atau hari ini panas." Nilai kebenaran proposisi ini
tergantung pada apakah salah satu atau kedua kondisi tersebut benar.

∨ ATAU disjungsi
∧ DAN konjungsi

3. Disjungsi dan Konjungsi


Merupakan dua pernyataan yang selalu berhubungan karena disjungsi
merupakan penjumlahan logika dan konjungsi merupakan perkalian logika,
keduanya banyak dibicarakan dalam pengolahan.
Puri Kurniasih, M. Hum.

A. Penalaran Disjungsi → materi 6


1. Disjungsi Eksklusif → salah satu atau keduanya benar
Sebuah pernyataan tidak mungkin kedua komponennya bernilai benar,
keduanya saling menyisihkan.
Disimbolkan: (p ⊻ q)
2. Disjungsi Inklusif → salah satu benar, ga bisa keduanya
Sebuah pernyataan tidak mungkin kedua komponennya bernilai salah,
hanya mengenai apa yang dibicarakan, bukan di luar itu.
Disimbolkan: (p ˅ q)
3. Disjungsi Alternatif → ada kondisi tertentu dan keduanya ga bisa sama
Sebuah pernyataan benar jika kedua komponen berbeda nilai, tidak bisa
sama nilainya; sama sama benar atau sama sama salah.
Disimbolkan: (p ⩣ q)

B. Penalaran Konjungsi
Pernyataan konjungsi ini, dua bagiannya merupakan kesatuan sebutan yang
diungkapkan sebagai penyertaan, yang satu disertai yang lain. Ungkapan
penyertaan berupa kesatuan sebutan secara umum dinyatakan dengan kata
“dan”, dimana pernyataannya dinilai benar jika kedua bagiannya bernilai
benar. Pengingkaran salah satu unsur berarti pengingkaran konjungsi dan
kebenaran konjungsi berarti kebenaran tiap unsurnya, disimbolkan (p ∧ q).

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 8.3-8.56.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Penyimpulan dan Pembuktian

Penyimpulan yang akan dibahas adalah salah satu bentuk penyimpulan tidak
langsung yang khusus dalam penalaran majemuk. Penyimpulan tidak langsung
dalam penalaran majemuk dapat juga berupa silogisme atau bentuk-bentuk
penyimpulan yang lain, yang pangkal pikirnya berupa proposisi majemuk, baik
terdiri atas beberapa pernyataan tunggal atau hanya dua pernyataan tunggal.

SILOGISME MAJEMUK → penyimpulan proposisi


majemuk
■ Silogisme majemuk adalah suatu bentuk penyimpulan berdasarkan
hubungan dua pernyataan,yang salah satu diantaranya merupakan
pernyataan atas hubungan dua bagian sebagai premis mayor yang dapat
mewujudkan pernyataan lain sebagai kesimpulannya.
■ Premis mayor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis pertama
(P1) Premis minor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis
kedua (P2) Kesimpulan (Ks)
■ Pembuktian dengan Diagram Himpunan
Dalam bentuk penyimpulan silogisme majemuk, kesimpulan yang
dihasilkannya belum tentu tepat, sebagaimana silogisme kategori. untuk
menentukan ketepatan kesimpulan, dan bahkan merupakan suatu kepastian,
salah satu cara ialah dengan menggunakan diagram himpunan (Lihat Modul
Logika, hal. 9.4-9.5).
■ Pembuktian dengan Nilai Kebenaran
Dalam membuktikan tepat tidaknya kesimpulan silogisme majemuk, selain
menggunakan diagram himpunan, digunakan juga nilai kebenaran.
Pembuktian dengan nilai kebenaran akan menghasilkan dua bentuk, yaitu
tautologi dan kontingensi (Lihat Modul Logika, hal. 9.6).

A. Silogisme Hipotetis → penyimpulan proposisi hipotesis


Suatu penarikan kesimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan ketergantungan dua bagian dengan pernyataan yang
menegaskan atau mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan
lain sebagai kesimpulannya.

1. Silogisme Ekuivalen
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan kesetaraan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satunya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Bentuknya tautologi atau dapat dibolak balik. Kesimpulan
memperkuat premis mayor, menghasilkan dua bentuk penyimpulan, yaitu:
Puri Kurniasih, M. Hum.

a. Modus Ponendo Ponen (MPP) → artinya penegasan dengan menegaskan


Suatu penyimpulan dengan cara mengakui salah satu bagian proposisi
ekuivalen sebagai premis mayor, maka kesimpulannya adalah menetapkan
bagian yang lain. Contoh:
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 mengikuti tuton.
Jadi, mahasiswa Logika 16 mendapat nilai tambah.
---
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 mendapat nilai tambah.
Jadi, mahasiswa Logika 16 mengikuti tuton.

b. Modus Tolendo Tolen (MTT) → artinya penyangkalan dengan menyangkal


berarti premis minor ~
Suatu penyimpulan dengan cara mengingkari salah satu bagian proposisi
ekuivalen sebagai premis mayor, maka kesimpulannya adalah mengingkari
bagian yang lain. Contoh:
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 tidak mengikuti tuton.
Jadi, mahasiswa Logika 16 tidak mendapat nilai tambah.
---
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 tidak mendapat nilai tambah.
Jadi, mahasiswa Logika 16 tidak mengikuti tuton.

2. Silogisme Kondisional
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan persyaratan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satu bagiannya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulan. Bentuknya kontingensi, tidak dapat dibalik.
Dinyatakan sebagai silogisme kondisional jika premis mayornya berbentuk
proposisi implikatif atau proposisi kondisional, penyimpulannya ada dua bentuk
juga, yaitu:
a. Modus Ponendo Ponen (MPP)
Mengakui anteseden pada proposisi implikatif sebagai premis mayor,
kesimpulannya adalah menetapkan konsekuennya, contoh:
Mahasiswa yang melakukan plagiarisme harus dihukum
Salah satu mahasiswa Logika 16 melakukan plagiarisme
Jadi, salah satu mahasiswa Logika 16 harus dihukum

b. Modus Tolendo Tolen (MTT)


Mengingkari konsokuen dari proposisi implikatif sebagai premis mayor,
kesimpulannya adalah mengingkari anteseden, contoh:
Mahasiswa yang melakukan plagiarisme harus dihukum
Salah satu mahasiswa Logika 16 tidak harus dihukum
Jadi, salah satu mahasiswa Logika 16 tidak melakukan plagiarisme
Puri Kurniasih, M. Hum.

3. Bentuk Khusus Silogisme


Bentuk khusus silogisme ini disebut silogisme hipotetis, merupakan penyimpulan
berdasarkan perbandingan dua implikasi yang di dalamnya terkandung adanya
bagian sebagai pembanding yang dapat mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Jika p maka q, jika q maka r, jadi p maka r.
Contoh:
Jika mengikuti tuton akan mengerjakan tugas
Jika mengerjakan tugas akan mendapatkan nilai
Jadi, jika mengikuti tuton akan mendapatkan nilai

B. Silogisme Disjungtif
Suatu penyimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang mempunyai
hubungan pengatauan antara dua bagian dengan pernyataan yang menegaskan atau
mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan lain sebagai
kesimpulannya.

1. Silogisme Eksklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang saling menyisihkan antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni
Modus Ponendo Tolen (MPT), contoh:

Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 17

2. Silogisme Inklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang dapat bersatu antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni Modus
Tolendo Ponen (MTP), contoh:

Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 17

3. Silogisme Alternatif
Suatu bentuk penyimpulan yang premis mayornya berbentuk pengatauan yang
tidak dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan lain antara kedua bagiannya.
Ada dua bentuk, yakni MPT dan MTP, contoh:

MPT
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang malas
---
MTP
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang malas
Puri Kurniasih, M. Hum.

ANTILOGISME DAN DILEMA

A. Antilogisme
Antilogisme atau pengujian silogisme adalah “suatu ingkaran kesimpulan pada
silogisme majemuk yang menimbulkan ketidakselarasan antara premis dan
kesimpulan”. Antilogisme digunakan untuk menguji silogisme majemuk. Hasil
antilogisme bahwa yang tepat adalah kesimpulan semula, sebab kesimpulan yang kedua
diingkari. Hukum dasar antisilogisme: “ingkaran kesimpulan dari silogisme
majemuk yang mewujudkan ketidakselarasan dengan premisnya, maka yang tepat
adalah kesimpulan semula”. Pembuktian dari antilogisme, yaitu ke-tepat-an
kesimpulannya dengan diagram himpunan.

Penyimpulan antilogisme didasarkan pada hukum dasar antilogisme sebagai suatu


TAUTOLOGIS (silogisme yang mesti benar), yang disusun oleh silogisme
kondisional dengan cara: “ingkari konsekuen dengan menetapkan salah satu
anteseden, maka kesimpulannya cukup ingkari salah satu antesedennya. Cara ini
mengikuti modus tolendo tolen (dalam silogisme ekuivalen).

Jadi, antilogisme menunjukkan ketidakkonsistenan antara tiga proposisi dan


digunakan untuk mengidentifikasi kontradiksi dalam argumen.

B. Dilema
Dilema atau penyimpulan bercabang adalah “penyimpulan dalam silogisme
majemuk yang lebih kompleks dengan dua proposisi implikatif sebagai premis
mayor dan proposisi disjungtif sebagai premis minor, yang mewujudkan
kesimpulan yang bercabang”. Dilema digunakan di dalam perbincangan, yang
menuntut teman bicara harus mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak
menyenangkan, untuk menuntut keadilan. Atas dasar sistem penalarannya, ada 2
macam Dilema: Konstruktif dan Destruktif.

Jadi, dilema menyatakan bahwa jika ada dua kondisi yang mengarah pada hasil
yang sama, maka hasil tersebut harus diterima tidak peduli kondisi mana yang
terjadi.

1. Dilema Konstruktif
Dilema konstruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus ponendo ponen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, menetapkan
anteseden masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka
kesimpulannya menetapkan konsekuen masing-masing proposisi itu. Bukti
ke-tepat-an dilema konstruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti
ke-benar-annya adalah TAUTOLOGI.

Jadi dilema konstruktif adalah bentuk argumen yang menyatakan bahwa jika
dua kondisi masing-masing mengarah pada hasil yang sama, maka jika salah
satu kondisi terpenuhi, hasil tersebut akan terjadi.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Contoh:

1. Proposisi 1: Jika saya belajar keras, saya akan lulus ujian. (P→R)
2. Proposisi 2: Jika saya mengikuti les tambahan, saya akan lulus ujian. (Q→R)
3. Proposisi 3: Saya belajar keras atau mengikuti les tambahan. (P∨Q)
4. Kesimpulan: Oleh karena itu, saya akan lulus ujian. (R)

2. Dilema Destruktif
Dilema destruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus tolendo tolen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, ingkari konsekuen
masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka kesimpulannya
ingkari masing-maisng anteseden proposisi itu. Bukti ke-tepat-an dilema
destruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti ke-benar-annya adalah
TAUTOLOGI.

Untuk ingkari dilema dengan RETORSI (penyimpulan dilema yang


kesimpulannya untuk ingkari kesimpulan dilema semula).
Pada bahasan Antilogisme dan Dilema, dapat dipahami secara jelas bahwa
LOGIKA adalah sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah (tepat)
sebagai berpikir logis dalam bidang hukum, ilmu pengetahuan ilmiah, dan
kehidupan sehari-hari. Sebab itu, jika berpikir (menalar) tidak mengikuti
hukum dasar penyimpulan yang sah, maka dapat dikatakan tidak logis.

Jadi, Dilema destruktif adalah bentuk argumen yang menyatakan bahwa jika
dua kondisi masing-masing mengarah pada hasil yang berbeda, maka jika
salah satu hasil tidak terjadi, salah satu kondisi tidak terjadi.

Contoh:

1. Proposisi 1: Jika saya belajar keras, saya akan lulus ujian. (P→R)
2. Proposisi 2: Jika saya mengikuti les tambahan, saya akan mendapatkan nilai
bagus. (Q→S)
3. Proposisi 3: Saya tidak lulus ujian atau tidak mendapatkan nilai bagus.
(¬R∨¬S)
4. Kesimpulan: Oleh karena itu, saya tidak belajar keras atau tidak mengikuti
les tambahan. (¬P∨¬Q)

PENYIMPULAN KAUSAL
Penarikan kesimpulan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Metode
hubungan sebab akibat atau penyimpulan kausal dapat dijelaskan secara singkat
dalam bentuk logika menggunakan silogisme hipotesis dalam bentuk khusus, yang
terdiri atas beberapa premis (pangkal pikir) dan kesimpulan.
Puri Kurniasih, M. Hum.

A. Metode Kausal
Sering disebut metode Mill adalah metode yang diciptakan khusus untuk menarik
kesimpulan dalam hubungan sebab akibat. Terdapat 5 metode, diantaranya:

1. Metode Persesuaian (Method of Agreement)


Metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari suatu gejala
berdasarkan persamaan peristiwa yang terjadi. Jika dua peristiwa atau lebih dari
suatu gejala tertentu memiliki satu faktor yang sama, maka faktor tersebut dapat
dianggap sebagai sebab dari gejala itu.
Rumus:

ABC ⟹ Z
CDE ⟹ Z
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Tuti makan mie ayam menjadi sakit perut
P2 Dodi makan mie ayam menjadi sakit perut
Ks Mie ayam adalah penyebab sakit perut

2. Metode Perbedaan (Method of Dfference)


Metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari suatu gejala
berdasarkan kelainan peristiwa yang terjadi.

Jika terdapat dua peristiwa, yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan
yang lain tidak, sedangkan pada peristiwa yang satu itu terdapat sebuah unsur
dan pada peristiwa yang lainnya tidak terdapat, maka unsur itulah yang
merupakan sebab dari gejala tersebut.
Rumus:
ABC ⟹ Z
A B ~C ⟹ ~Z
_____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Dina makan mie ayam dan minum es teh manis, sakit perut.
P2 Dini minum es teh manis, tidak sakit perut.
Ks Perbedaan apa yang dimakan (mie ayam) bisa jadi merupakan
sebab gejala.

3. Metode Gabungan Persesuaian dan perbedaan (Joint Method of Agreement and


Difference)
Jika dua peristiwa atau lebih yang di dalamnya terjadi gejala tertentu mempunyai
persamaan satu unsur sedangkan dua atau lebih peristiwa yang di dalamnya
tidak terjadi gejala tersebut tidak mempunyai persamaan kecuali tidak adanya
unsur itu, maka unsur yang semata-mata membuat dua kelompok peristiwa itu
berbeda adalah merupakan akibat atau sebab dari gejala tersebut.
Puri Kurniasih, M. Hum.

INTINYA, kalo misal ada satu unsur dari beberapa unsur yang gak muncul
sebagai penyangkalan, berarti dia penyebabnya

Rumus:
ABC ⟹ Z
BCE ⟹ Z
ABD ⟹ ~Z → krn pas gak ada C, Z jd salah, makanya C penyebabnya
____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Dina makan mie ayam dan minum es teh manis, sakit perut.
P2 Widi makan mie ayam dan minum es jeruk, sakit perut.
P3 Sinta makan mie ayam dan minum air putih, sakit perut.
P4 Dini minum es teh manis, tidak sakit perut.
P5 Angelin makan nasi goreng dan minum es jeruk, tidak sakit perut.
P6 Susan makan bubur dan minum air putih, tidak sakit perut.
Ks Dapat disimpulkan persamaan makanan (mie ayam) dan
perbedaan makanan (selain mie ayam) adalah sebab gejala
(sakit perut atau tidak).

4. Metode Residu (Method of Residues)


Merupakan metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari
suatu gejala berdasarkan langkah pengurangan sebab-sebab yang ada dengan
sebab-sebab yang telah diketahui sehingga sisanya adalah sebab yang dicari.
Jika terdapat beberapa gejala sebagai akibat dari beberapa faktor dan dengan
pengurangan faktor dapat mengurangi gejala tersebut maka sisa dari gejala itu
merupakan akibat dari sebab-sebab selebihnya.

INTINYA, misalnya di statement pertama disebutin dan menyebabkan 1 konklusi,


dan di statement kedua kedua hal itu gak disebutin lagi, maka itu sebabnya.

Rumus:
ABC ⟹ XYZ
AB ⟹ XY
_____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Tessa makan mie ayam, semangka dan minum es teh manis
menjadi sakit perut, migrain, dan keram.
P2 Windi makan semangka dan minum es teh manis menjadi migrain
dan keram.
Ks Dapat disimpulkan faktor yang menyebabkan gejala yang lain
selain dari faktor dan gejala yang diketahui adalah akibat dari
sebabnya (makan mie ayam menjadi sakit perut).
Puri Kurniasih, M. Hum.

5. Metode Perubahan Seiring (Method of Concomitant Variation)


Serentak diiringi perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsur
peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsur pada peristiwa pertama
tidak berubah, maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan
sebagai sebab akibat.
Rumus:
ABC ⟹ XYZ
A B C1 ⟹ X Y Z1
A B C2 ⟹ X Y Z2
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Lina makan mie ayam dengan sambal yang banyak, sakit perut.
P2 Shindy makan mie ayam dengan sambal yang sedikit, hampir
sakit perut (mulas).
P3 Febby makan mie ayam tanpa sambal, tidak sakit perut.
Ks Sambal dapat menyebabkan sakit perut.

B. Penyimpulan Kausal dan metode Logik


Metode logika yang sedang kita pelajari adalah metode logika yang bersifat deduktif
/ DARI UMUM KE KHUSUS dalam hal pola/bentuk logikanya dan bersifat
induktif dalam hal pelaksanaannya / DARI KHUSUS KE UMUM

Kelima metode ini yang setiap premis mayor di dalam deduksi memerlukan induksi
dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai
hasil hasil eksperimen dan penyelidikan.

Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian bagian yang saling terpisah, tetapi
sebetulnya saling bantu-membantu.

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 9.1-9.56.

Anda mungkin juga menyukai