Tugas 1 Hukum Perusahaan
Apriliandri Putra Pratama
042854333
1. Rohingya merupakan nama suatu etnis yang terdapat di Myanmar. Etnis Rohingya sukar mendapatkan perlakuan buruk atas dugaan tindakan kejahatan genosida yang dilakukan oleh militer Myanmar. Bentrokan yang terjadi pada
etnis Rohingya yang merupakan etnis minoritas yang bergantung pada perlakuan pemisahan karena berbagai kontras etnis dan agama dengan bagian etnis yang lebih besar atau minoritas dari rakyat Myanmar. Bangsa Myanmar
tidak melihat status kewarganegaraan dari suku Rohingya, dengan kata lain etnis Rohingya tidak di akui keberadaannya di Myanmar. Adapun yang menjadi penyebab tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai penduduk Myanmar yakni
dikarenakan etnis Rohingya dianggap keturunan dari Bengali (Bangladesh). Atas perlakuan yang dilakukan oleh masyarakat Myanmar terhadap etnis Rohingnya, maka menyebabkan etnis Rohingka dicabut dari tanah kelahirannya.
Masalah pelanggaran hak asasi manusia yang ekstrem terjadi di Myanmar ini merupakan salah satu masalah yang paling sulit di dunia hukum internasional. Hal ini bukan saja dikarenakan sebuah efek antagonis pada individu di
daerah lokal Myanmar, namun juga di negara yang berbeda. Dengan adanya dugaan kejahatan genosida yang terjadi pada etnis Rohingya tersebut, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) telah melakukan
serangkaian upaya untuk meninjaklanjuti kasus tersebut. Laporan atas dugaan genosida telah ditindaklanjuti oleh Jaksa Penuntut Umum ICC untuk dilakukan pemeriksaan. Hal ini dengan berdasarkan pada Pasal 15 dari Statuta Roma
akumulasi 34. ICC Jaksa Penuntut mengajukan permintaan sesuai dengan peraturan pasal 46 ayat (3) untuk dilakukan Pre-Trial Chamber (persidangan) mengenai dugaan deportasi orang-orang Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.
Kasus tersebut ditindak lanjuti oleh ICC dikarenakan negara Myanmar menunda serta tidak berniat untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena pada dasarnya Etnis Rohingya tidak diakui sebagi warga negara Myanmar. Tidak
berjalannya sistem hukum nasional Myanmar menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah Myanmar tidak mengusahakan tindakan penyelesaian terhadap kasus terkait Etnis Rohingya. Atas dasar tersebutlah maka ICC mengambil
langkah untuk menyelesaikan kasus Etnis Rohingya di Myanmar. Terlebih lagi mengingat fungsi dari ICC adalah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. ICC dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya harus
berlandaskan pada Statuta Roma 1998. Dengan demikian menurut saya, ICC telah berperan aktif dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya dengan berpedoman pada Statuta Roma 1998. Dengan diselesaikannya kasus etnis
Rohingya oleh ICC maka secara tidak langsung ICC telaj melakukan pengembangan aksi kemanusiaan untuk etnis Rohingya, serta penerapan konsep Human Security untuk menjamin keamanan etnis Rohingya secara umum.
2. Jenis pertanggungjawaban dalam kasus etnis Rohingya mengikuti ketentuan asas-asas hukum pidana internasional. Dalam hukum pidana internasional, pertanggungjawaban dibebankan kepada individu responsible yaitu
pembebanan kesalahan oleh individu sebagaimana dasar penuntutan. Unsur yang harus diperhatikan di dalam pertanggung jawaban terhadap individu ini adalah; memperhatikan Actus Reus (Tindakan yang dilakukan) yaitu ketika
individu dijatuhi bersalah ketika telah melakukan pembunuhan dan Means Area (Mental). Hal ini sebagaimana Asas berlakunya hukum pidana di ICC diatur di dalam Statuta Roma Pasal 7 ( ICC Statute Art 7). Hukum pidana
internasional meminta pertanggung jawaban secara langsung terhadap individu atas prilaku yang melanggar kaedah-kaedah internasional yang berorientasi pada konsep kemanusiaan. Agar dapat dilaksanakannya tujuan
pemidanaan masyarakat internasional mengenal dua konsep atau model penerapan Hukum Internasional, yaitu Penerapan tidak langsung (Indirect Syestem) dan Penerapan langsung (direct syestem).
Apabila melihat asas berlakunya hukum pidana, maka menurut saya terdapat dua kemungkinan jenis pertanggung jawaban yang dapat dimintakan kepada Individu yang melakukan tindak kejahatan genosida di Myanmar, yakni
denan adanya peran aktif masyarakat Internasional baik entitas negara dan maupun non negara dapat mengoptimalkan upaya pengadilan nasional sebagai bentuk dari tanggung jawab dari pidana Internasional yang melindung
nilai-nilai kemanusiaan. Selain itujenis pertanggung jawaban yang dapat dilakukan yakni melalui Litigasi Internasional. Ketidak mampuan dan ketidan inginan dari perintah nasional dalam mengupayakan pencegahan hingga
rekonsiliasi dapat diajukan pelaksanaan dari instrument pidana Internasional yang telah terlegitimasi. Sebagaimana kita ketahui instrumen Internasional melalui upaya dewan keamanaan PBB masih mengalami kebuntuaan terkait
kebijakan politisnya. Upaya diplomatis dapat lebih ditekankan untuk dapat membuka kesadaran kelompok negara pemegang hak veto agar memiliki kebulatan suara terkait penanganan krisis kemanusiaan etnis Rohingya. Pada
kasus etnis Rohingya, Negara semestinya berkewajiban untuk menghukum para pelaku pelanggaran berat HAM telah dikembangkan dalam berbagai instrumen hukum hak asasi manusia baik internasional maupun regional. Bahkan
hukum kebiasaan internasional secara tegas melarang segala bentuk pembebasan hukuman terhadap pelanggaran berat HAM yang dilakukan secara sistematis.
Negara dapat melakukan penuntutan terhadap para pelaku kejahatan genosida dilakukan melalui penetapan peraturan perundang-undangan berdasarkan konstitusi yang berisi pengenaan hukuman bagi orang-orang yang bersalah
melakukan kejahatan genosida atau tindakan-tindakan lainnya; pelaksanaan peradilan nasional di negara di dalam wilayah tindakan kejahatan dilakukan; melakukan ekstradisi bagi pelaku kejahatan genosida, dengan
mengecualikan kejahatan tersebut sebagai kejahatan politik.
3. Individual criminal responsbility merupakan peranggungjawaban pidana secara individual, yakni suatu bentuk pertanggungjawaban oleh seorang individu sebagai akibat dari perbuatan tidak sah atau melawan hukum pidana.
Apabila dikaitkan dengan kasus etnis Rohingya, maka prinsip individual criminal responbility dalam hukum pidana dimaksudkan sebagai individu atau siapapun yang memang terbukti melakukan tindakan, baik dalam taraf
sederhana seperti membujuk, memberi kemudahan, membantu dalam pelaksanaan tindakan yang dalam taraf mencoba, sampai pada taraf melakukan atau bahkan memerintahkan, dalam hal ini terkait yang mengarah pada
pemusnahan atau pembunuhan suatu etnis (genosida), harus dikenai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan tersebut. Pelaku kejahatan genosida terhadap etnis Rohingya harus dikenakan pidana sesuai dengan ICC karena
kejahatan terhadap Etnis Rohingya dilakukan melalui Operasi Militer Naga Min yang dilakukan berdasarkan perintah dari pemimpin Junta Militer.
mengenai dugaan deportasi orang-orang Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.
Kasus tersebut ditindak lanjuti oleh ICC dikarenakan negara Myanmar menunda
serta tidak berniat untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena pada dasarnyaEtnis
Rohingya tidak diakui sebagi warga negara Myanmar. Tidak berjalannya sistem
hukum nasional Myanmar menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah Myanmar
tidak mengusahakan tindakan penyelesaian terhadap kasus terkait Etnis Rohingya.
Atas dasar tersebutlah maka ICC mengambil langkah untuk menyelesaikan kasus
Etnis Rohingya di Myanmar. Terlebih lagi mengingat fungsi dari ICC adalah untuk
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. ICC dalam menyelesaikan kasus
etnis Rohingya harus berlandaskan pada Statuta Roma 1998.
Dengan demikian menurut saya, ICC telah berperan aktif dalam menyelesaikan
kasus etnis Rohingya dengan berpedoman pada Statuta Roma 1998. Dengan
diselesaikannya kasus etnis Rohingya oleh ICC maka secara tidak langsung ICC
telaj melakukan pengembangan aksi kemanusiaan untuk etnis Rohingya, serta
penerapan konsep Human Security untuk menjamin keamanan etnis Rohingya
secara umum.