100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
38K tayangan33 halaman

Laporan Praktikum Farmakologi II "Analisis Antipiretik"

Laporan ini membahas tentang analisis efek obat antipiretik pada hewan uji. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek obat antipiretik terhadap perubahan suhu tubuh mencit. Percobaan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang efek obat antipiretik.

Diunggah oleh

boy mokoagow
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
38K tayangan33 halaman

Laporan Praktikum Farmakologi II "Analisis Antipiretik"

Laporan ini membahas tentang analisis efek obat antipiretik pada hewan uji. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek obat antipiretik terhadap perubahan suhu tubuh mencit. Percobaan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang efek obat antipiretik.

Diunggah oleh

boy mokoagow
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 33

FARMAKOLOGI 1

“ANALISIS EFEK OBAT ANTIPIRETIK PADA HEWAN UJI”

LAPORAN PRAKTIKUM

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Nilai Praktikum Farmakologi 1


Jurusan Farmasi Fakulatas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri
Gorontalo”

OLEH:

KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS : B-D3 FARMASI 2022
ASISTEN : DEVANSYAH KURNIAWAN IMAN

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIS


JURUSAN FARMASI
FAKULATAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
2023
Lembar Pengesahan
FARMAKOLOGI 1
“ANALISIS EFEK OBAT ANTIPIRETIK PADA HEWAN UJI”

OLEH:
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ARRAYAN MOKOAGOW 821322030
RISTIA AHMAD 821322036
NADIA DG AKUBA 821322038
SALSABILLAH A. KOBANDAHA 821322050
SITI FAUZIA N. SANI 821322054

Gorontalo, September 2023


Nilai
Mengetahui,
Asisten

DEVANSYAH KURNIAWAN IMAN


KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Farmakologi I. Adapun tujuan dari laporan ini yakni untuk memenuhi tugas
laporan praktikum dari asisten pada praktikum Farmakologi I. Selain itu, laporan
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang praktikum dan prosedur
yang dilakukan. Dalam menyelesaikan laporan ini, banyak sekali halangan atau
rintangan yang kami hadapi.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum
yang telah membimbing dan membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini. praktikum ini, namun kami telah berusaha semaksimal
mungkin dalam melaksanakannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan ide,
kritik, dan saran yang membangun atas isi laporan. Masukan tersebut akan dengan
senang hati kami terima guna perbaikan di kemudian hari.
Dengan ini kami menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dengan
baik tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari pihak-pihak terkait. Kami harap
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta dapat menambah
ilmu pengetahuan.
Wassalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, September 2023

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Percobaan ................................................................................. 2
1.4 Manfaat Percobaan ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Dasar Teori ........................................................................................... 4
2.3 Uraian Bahan ...................................................................................... 10
2.4 Uraian Hewan ..................................................................................... 12
BAB III METODE PRAKTIKUM ................................................................ 13
3.1 Waktu & Tempat Pelaksanaan............................................................ 13
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 13
3.2.1 Alat ..................................................................................................... 13
3.2.2 Bahan .................................................................................................. 13
3.3 Prosedur Kerja .................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 16
4.1 Hasil .................................................................................................... 16
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 17
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 21
5.2 Saran ................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB IDAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel Pengamatan Suhu Mencit ...................................................... 17
Tabel 4.2 Tabel Perubahan Suhu Setiap Kelompok ........................................ 17

iii
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Gambar Mencit (Mus musculus) .......................................................... 6

iv
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa
(tropik) dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis
tumbuhan, tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan
industri khususnya tumbuhan berkasiat obat. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional umumnya hanya didasarkan atas pengalaman atau warisan tanpa
mengetahui kandungan kimianya secara detail.Tumbuhan tersebut jika ditelaah
lebih lanjut mempunyai kandungan kimia aktif biologis, dengan kekayaan tersebut
pemerintah dan aparatur negara mengusahakan adanya jurusan yang mampu
memanfaatkan kekayaan tersebut. Salah satu jurusan yang memanfaatkan
kekayaan tersebut adalah jurusan Farmasi.
Farmasi dalam bahasa Yunani disebut “pharmacon", yang berarti:obat.
Evektififitas dan keamanan pengguna obat serta penyediaan dan cara
pendistribusian obat. Farmasi sendiri yaitu ilmu dan seni dalam penyediaan
bahan-bahan sumber alam dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan
dan juga dipakai dalam pengobatan serta pencegahan suatu penyakit. Ilmu farmasi
meliputi pengetahuan mengenai cara membuat, mencampur, meracik,
memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis dan juga
menstandar obat serta pengobatan. Termasuk juga sifat – sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Ilmu yang mempelajari tentang
obat yaitu farmakologi.
Farmakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sejarah, asal-
usul, sifat fisik, sifat kimia, cara mencampur dan membuat obat. Farmakologi juga
mempelajari efek obat terhadap fungsi biokimia sel tubuh, fungsi fisiologi tubuh,
cara kerja obat, absorbsi obat, distribusi obat, biotransformasi obat, ekskresi obat,
efek obat, efek keracunan obat serta penggunaan obat. Obat didefenisikan sebagai
senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis, penyakit
atau menimbulkan kondisi tertentu. Farmakologi sangat berhubungan dengan obat
antipiretik.

1
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set
point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus
(Sweetman, 2008). Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam
namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena
bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan
antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar
dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and Boyle, 2011)
Berdasarkan latar belakang diatas maka dibuat rumusan masalah sebagai
berikut.
2.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antipiretik?
2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antipiretik?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat Antalgin, Ibuprofen dan
Paracetamol?
2.3 Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan antipiretik.
2. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dari obat antipiretik.
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dari obat Antalgin,
Ibuprofen dan Paracetamol?

2
2.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan analisis efek obat antipiretik pada hewan uji yaitu
mahasiswa dapat mengetahui apa itu obat analgetik, mekanisme kerja dari obat
antipiretik, perhitungan dosis, serta mengetahui efektifitas obat antipiretik.

3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Dasar Teori
3.1.1 Pengertian Antipiretik
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set
point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Obat
ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat
golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek
samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon
hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta
retensi garam dan air (Hammond and Boyle, 2011).
Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan
suhu tubuh bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan
pembuluh darah di kulit, sehingga teradi pendinginan darah oleh udara
luar. Sebagian obat antipiretik juga merangsang berkeringat. Penguapan keringat
turut menurunkan suhu badan. Diduga kerja obat antipiretik adalah
mempengaruhi bagian otak yang mengatur suhu badan. Bagian ini terletak di
hipotalamus. Obat antipiretik juga bersifat analgesik dan oleh karena itu biasa
disebut golongan obat analgesik-antipiretik. Sebagai antipiretik, obat mirip
aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam.
Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik, in vitro,
tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antirematik lainnya
tidak digunakan sebagai antipiretik (Katzung, 2009).
Obat–obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa
golongan yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-
aminofenol (misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon
(misalnya fenilbutazon dan metamizol). Acetaminophen, Non Steroid Anti-
inflammatory Drugs, dan cooling blanket biasa digunakan untuk mencegah

4
peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera otak agar tetap konstan pada kondisi
suhu ≤ 37,5ºC (Dipiro, 2008).
3.1.2 Demam
Demam pada dasarnya salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari infeksi
oleh zat asing. Tetapi demam juga mengakibatkan kerusakan sel-sel tubuh
terutama sel-sel otak dan kerusakan ini tidak dapat diperbaiki. Selain kerusakan
sel otak, demam juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh lain seperti
hati dan ginjal, dimana kerusakan ini dapat menyebabkan kematian. Pada
peningkatan suhu yang terlalu tinggi (44-450C), demam dapat menyebabkan
kematian (Amila, 2008).
Demam mungkin adalah tanda utama penyakit yang paling tua dan paling
umum diketahui. Demam terjadi tidak saja pada mamalia tetapi juga pada unggas,
reptil, amfibi, dan ikan. Peningkatan suhu pada hewan yang disuntik dengan suatu
pirogen sebagian besar disebabkan oleh peningkatan pembentukan panas apabila
hewan tersebut berada dilingkungan yang dingin dan penurunan pengeluaran
panas apabila berada dalam lingkungan yang hangat. Toksin dan bakteri misalnya
endotoksin bekerja pada monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer untuk
menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen
(Eps) (Ganong, 1997).
Demam juga dapat disebabkan oleh infeksi atau salah satu akibat kerusakan
jaringan, peradangan, penolakan pencangkokan, adanya tumor ganas, atau
keadaan penyakit lain. Demam juga merupakan efek samping prostaglandin yang
sering terjadi jika diberikan kepada wanita sebagai zat pengaborsi. NSAID tidak
mengambat demam yang disebabkan oleh prostaglandin jika prostaglandin
diberikan secara langsung tetapi menghambat demam yang disebabkan oleh zat-
zat yang meningkatkan sintesis IL-1 dan sitokin lain seperti IL-1 β, IL-6,
interferon alfa dan beta serta TNF α, yang diduga menyebabkan demam paling
tidak antara lain dengan menginduksi sintesis prostaglandin endogen (Goodman,
2007).
Demam yang ditimbulkan oleh sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan
prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin ke dalam

5
hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu, efek antipiretiki aspirin bekerja
langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin. PGE2
adalah salah satu prostaglandin yang menyebabkan demam. Manfaat demam bagi
organisme masih belum diketahui. Demam mungkin bermanfaat, karena timbul
dan menetap sebagai respon terhadap infeksi dan penyakit lain.banyak
mikroorganisme tumbuh baik dalam rentang suhu yang relatif sempit, dan
peningkatan suhu akanakan menghambat pertumbuhannya. Selain itu
pembentukan antibodi meningkat apabila suhu tubuh meningkat. Apabila suhu
rektal melebihi 41oC (106oF) dalam jangka waktu lama, akan terjadi kerusakan
otak permanen. Apabila melebihi 43oC, timbul heat stroke dan sering mematikan.
Pada hipertemia maligna, terjadi mutasi gen yang mengkode reseptor
rianodinyang menyebabkan pelepasan Ca2+ berlebihan selama kontraksi otot
yang dicetuskan oleh stres. Peningkatan pembentukan panas menyebabkan
peningkatan mencolok suhu tubuh yang dapat berakibat fatal apabila tidak diobati
(Ganong, 1997).
3.1.3 Hipotalamus
Hipotalamus adalah area kecil otak yang terletak di bagian otak depan yang
disebut diensefalon. Hipotalamus adalah organ saraf dan organ endokrin.
Hipotalamus berkaitan dengan mempertahankan homeostatis, yaitu
mempertahankan lingkungan internal tubuh tetap konstan. Hipotalamus juga
sangat penting dalam mengontrol perilaku dan memungkinkan respon yang tepat
terhadap berbagai stimulus yang datang. Hipotalamus secara terus menerus
menerima informasi dari sistem saraf pusat dan perifer mengenai suhu tubuh,
nyeri, rasa nikmat, pemberian makanan, rasa lapar, massa tubuh, dan status
metabolik. Hipotalamus juga menerima input dari hormon lain dalam tubuh dan
menerima ekstensi saraf dari area lain di otak (Corwin, 2007).
Hipotalamus secara berurutan berespon terhadap semua stimulus yang
datang dengan mengirim tonjolan saraf ke seluruh otak dan dengan mensintesis
serta mensekresi hormonnya sendiri. Badan sel saraf di hipotalamus ventral
mensintesis beberapa hormon dan mengirimnya ke tonjolan akson untuk
dilepaskan ke dalam darah dan disampaikan ke kelenjar hipofisis anterior. Badan

6
sel saraf lain di hipotalamus mensintesis hormon yang dikirim ke bawah melalui
tonjolan akson ke hipofisis posterior, tempat hormon tersebut disimpan pada
akhirnya dilepasksan ke dalam aliran darah (Corwin, 2007).
3.2 Uraian Obat
3.2.1 IbuProfen (Dirjen POM, 1979)
Zat aktif : IBUPROFEN
Golongan obat : NSAID
Rumus struktur :

Indikasi : Meredakan demam, menggurangi rasa nyeri pada


sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, nyeri setelah
operasi pada gigi dan dismenore, terapi
simptomatik rematoid artritis dan osteoartritis
Efek samping : Ringan dan bersifat sementra berupa mual,
muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam
kulit, pruritus, sakit kepala, pusing dan heart bum
Interaksi obat : Aspirin, digoxin
Farmakologi : Aktifitas anti-inflamasi, antipiretik, dan analgetik
Farmakokinetik : Ibuprofen diabsorpsi dari saluran gastrointestinal
dan plasma
Kontraindikasi : Hipertensititas, wanita hamil, dan menyusui
Waktu paruh : Konsentrasi di capai 2 jam
Dosis : Dewasa: 3x2 tab 200mg, atau 3x1 tab 400 mg
Anak: 20 mg/kg BB/hari dibagi dalam beberapa
pemberian. Untuk anak dibawah 30 kg
maksimum 500 mg/hari
Stabilitas : Larutan ibuprofen lisin dalam air untuk wadah
injeksi disuhu kamar yang stabil ketika
terlindungi dari cahaya

7
3.2.2 Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Zat aktif : ACETAMINOPHENUM
Golongan obat : Analgesic dan antipiretik
Rumus sederhana :

Indikasi : Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit


kepala, sakit gigi dan menurunkan demam
Efek samping : Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati dan
hipersensitivitas
Interaksi obat : Peningkatan resiko kerusakan fungsi hati pada
penggunaan Bersama alkohol
Farmakologi : Paracetamol atau acetaminophen adalah obat
yang mempunyai efek mengurangi nyeri
(analgesik) dan penurunan demam (antipiretik).
Paracetamol mengurangi nyeri dengan cara
menghambat implus/rangsangan nyeri perifer.
Farmakokinetik : Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma
dicapai dama waktu ½ jam dan waktu paruh
plasma antra 1-3 jam
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas
Waktu paruh : 1-3 jam
Dosis : Dewasa: 1 tablet 3-4 kali sehari
Anak-anak 6-12 tahun: ½-1 tablet 3-4 kali sehari
atau sesuai petunjuk dokter
Stabilitas : Tidak stabil pada sinar UV hidrolisis dapat
terjadi pada keadaan asam ataupun basa
hidrolisis minimum terjadi pada rentang pH

8
antara 5-9
3.2.3 Antalgin (Dirjen POM, 1979)
Zat aktif : METHAMPIRON
Golongan obat : NSAID
Indikasi : Nyeri hebat setelah pembedaan atau luka, nyeri
karena tumor atau kolik. Nyeri hebat akaut atau
kronik jika analgesik lain tida menolong, demam
tinggi bila antipiretik lain tidak menolong.
Efek samping : Infeksi lambung hiperdosis, retensi cairan dan
garam, reaksi alergi cukup sering terjadi reaksi
kulit edemaangioneuretik, agranulositosis,
panistopenia, dan netrosis.
Interaksi obat : Efek ototoksik meningkat bila diberikan Bersama
aminoglikosida, tidak boleh diberikaan Bersama
etakrinat, toksisitas salisilat meningkat bial
diberikan secara bersamaam, mengantagonis
tubokurarin dan meningkatkan efek suksinolkolin
dan obat antihipertensi
Farmakologi : Metamizole adalah inhibisi siklooksigenase dan
aktivasi sistem opioidergik dan kanabinoid, serta
inhibisi pelepasan Ca2+ intraseluler. Oleh karena
itu, obat ini sering digunakan untuk manajemen
nyeri berat.
Farmakokinetik : Pada pemberian secara oral senyawa diserap
cepat dan sempurna dalam saluran cerna.
Terdapat 60 antalgin yang terikat oleh protein
plasma, masa paru dalam plasma 3 jam. Obat ini
dimetabolisme di hati menjadi metabolit utama
dan diekskresi melalui ginjal
Kontraindikasi : Hipersensitif, hamil dan laktasi, gengguan
pendarahan

9
Waktu paruh : 1-3 jam
Dosis : Dewasa: 500-1.000 mg sebanyak 3-4 kali sehari,
waktu pengobatan maksimal 4-5 hari. Dosis
maksimal 4.000 mg/hari.
Anak-anak usia diatas 3 bulan: dosis ditentukan
berdasarkan berat badan pasien. Dosis yang
disarankan 8-16 mg/kgBB, sebanyak 3-4 kali
sehari
Stabilitas : Tidak stabil terhadap udara lembab, dan harus
terlindungi dari cahaya matahari
3.3 Uraian Bahan
3.3.1 Alkohol (Farmakope Indonesia Edisi II, 1979)
Nama Resmi : Aethanolum
Sinonim : Alkohol, Etanol, Ethyl alcohol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 46,07 gr/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap,
mudah bergerak, bau khas rasa panas, mudah
terbakar, dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam kloroform dan eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, dapat membunuh kuman
3.3.2 Aquadest (Departemen Kesehatan RI, 1979)
Nama Resmi : Aqua destilata
Sinonim : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O

10
Rumus Struktur :

Berat molekul : 18,02 gr/mol


Pemerian : Cair tidak berwarna dan berbau tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat pelarut
3.3.3 Na CMC (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)
Nama Resmi : NATRII CARBOXY METHYL CELLUSUM
Sinonim : Natrium karboksilametilselulosa
Rumus Molekul : C8H8O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 152,15 gr/mol


Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,
tidak berbau dan hamper tidak berbau,
higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspense koloidal, tidak larut dalam etanol (95%)
P, dalam eter P, dalam pelarut lain
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sabagai katrol
3.3.4 Pepton (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : PEPTON
Nama lain : Pepton
Rumus Struktur :

11
Pemerian : Serbuk kuning kemerahan sampai coklat, bau
khas, tidak busuk.
Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan berwarna
coklat kekuningan yang tidak bereaksi agar asam,
praktis tidak larut dalam etanol ((95%)p dan
dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai penginduksi
3.4 Uraian Hewan
3.4.1 Klasifikasi Mencit (Mus Muculus) Menurut Akbar Budhi, 2010:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Ordo : Mamalia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Gambar 2.1
Spesies : Mus musculus
Mencit (mus musculus)

3.4.2 Karakteristik Mencit


Mencit (Mus musculus) merupakan omnivora alami sehat dan kuat,
profilik, kecil dan jinak. Mencit memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta
ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan
kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda disebabkan perbedaan dalam
proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi dan
reproduksinya. Salah satu hewan laboratorium yang digunakan dalam penelitian
biologis maupun bromedis dan dipelihara secara intensif di laboratorium
digunakan yaitu mencit (Mus musculus). Mencit di laboratorium digunakan untuk
untuk meneliti atau untuk penelitian dalam bidang obat-obatan generik, diabetes
melitus dan obesitas. Mencit termasuk ke dalam golongan hewan omnivora
sehingga mencit dapat memakan semua jenis makanan (Weki, 2011).

12
BAB IV
METODE PRAKTIKUM
4.1 Waktu & Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi 1 dengan percobaan “Analisis Efek Obat
Antipiretik Pada Hewan Uji” ini dilaksanakan pada hari minggu, tanggal 24
september 2023, pada pukul 08.00 – 11.00 WITA. Dilaboratorium Farmakologi
dan Farmasi Klinis, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu batang pengaduk, dispo 1
ml, dispo 5 ml, sonde oral, pot salep, gelas beker, stop watch, termometer,
timbangan dan wadah.
4.2.2 Bahan
Bahan yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu Alkohol 70%,
Aquadest, Antalgin, Sirup Paracetamol, Serbuk Paracetamol, Na-CMC, Pepton
5% dan Mencit.
4.3 Prosedur Kerja
4.3.1 Pembuatan Pepton 5%
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang pepton sebanyak 5 gr
3. Dicampurkan pepton dengan aquadest sebanyak 100 ml
4.3.2 Pembuatan Na-CMC
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Na-CMC sebanyak 0,5 gr
3. Dipanaskan aquadest sebanyak 100 ml
4. Dimasukkan Na-CMC sebanyak 0,5 gr kedalam gelas kimia
5. Dikembangkan Na-CMC dengan aquadest panas sebanyak 100 ml,
kemudian diaduk.
6. Didiamkan selama kurang lebih 24 jam

13
4.3.3 Pemberian obat secara Oral pada mencit 27 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol
3. Dibuat larutan stok Na-CMC dan dilarutkan dengan obat paracetamol sirup
4. Dibuat larutan pepton 5%
5. Diukur suhu awal pada mencit
6. Dinduksi mencit menggunakan pepton sebanyak 0,5 ml secara subkutan
7. Ditunggu sampai 15 menit kemudian diukur suhu tubuh mencit
8. Dilakukan pemberian obat Na-CMC yang sudah dicampurkan dengan
paracetamol sirup melalui mulut (oral)
9. Diamati pada menit 30,60,90,120 penurunan suhu pada mencit
10. Dicatat perubahan suhu tiap menit
4.3.4 Pemberian obat secara oral pada mencit 32 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol
3. Dibuat larutan stok Na-CMC dan dilarutkan dengan obat paracetamol
serbuk
4. Dibuat larutan pepton 5%
5. Diukur suhu awal pada mencit
6. Dinduksi mencit menggunakan pepton sebanyak 0,5 ml secara subkutan
7. Ditunggu sampai 15 menit kemudian diukur suhu tubuh mencit
8. Dilakukan pemberian obat Na-CMC yang sudah dicampurkan dengan
paracetamol serbuk melalui mulut (oral)
9. Diamati pada menit 30,60,90,120 penurunan suhu pada mencit
10. Dicatat perubahan suhu tiap menit
4.3.5 Pemberian obat secara oral pada mencit 32 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol
3. Dibuat larutan stok Na-CMC dan dilarutkan dengan obat antalgin
4. Dibuat larutan pepton 5%
5. Diukur suhu awal pada mencit

14
6. Dinduksi mencit menggunakan pepton sebanyak 0,5 ml secara subkutan
7. Ditunggu sampai 15 menit kemudian diukur suhu tubuh mencit
8. Dilakukan pemberian obat Na-CMC yang sudah dicampurkan dengan obat
antalgin melalui mulut (oral)
9. Diamati pada menit 30,60,90,120 penurunan suhu pada mencit
10. Dicatat perubahan suhu tiap menit
4.3.6 Pemberian obat secara oral pada mencit 34 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol
3. Dibuat larutan stok Na-CMC dan dilarutkan dengan obat ibuprofen
4. Dibuat larutan pepton 5%
5. Diukur suhu awal pada mencit
6. Dinduksi mencit menggunakan pepton sebanyak 0,5 ml secara subkutan
7. Ditunggu sampai 15 menit kemudian diukur suhu tubuh mencit
8. Dilakukan pemberian obat Na-CMC yang sudah dicampurkan dengan obat
ibuprofen melalui mulut (oral)
9. Diamati pada menit 30,60,90,120 penurunan suhu pada mencit
10. Dicatat perubahan suhu tiap menit

15
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Tabel Pengamatan
Tabel 4.1 Tabel Pengamatan Suhu Mencit
Berat Rata-rata suhu rektal mencit (°C)
Kelompok badan ta t0 30° 60° 90° 120°
Aquadest 27 gr 35,8 32,0 37,7 34,9 35,5 35,0

S. Paracetamol 27 gr 30,4 36,6 33,0 33,8 36,2 37,1

Tab Antalgin 32 gr 35,1 36,6 34,9 35,1 34,6 35,5


Tab Ibuprofen 34 gr 36,8 37,0 37,7 34,9 35,5 33,0
Tab Paracetamol 32 gr 36,9 35,0 33,8 33,8 36,2 37,1

Tabel 4.2 Tabel Perubahan Suhu Setiap Kelompok


Kelompok Perlakuan
Waktu Menit Ke
Aquadest Sirup Tablet Tablet
Paracetamol Antalgin Ibuprofen
t0 Suhu 36℃ 37,7℃ 36,6℃ 37,0℃
Demam
t1 30’ 0,3 -2,9 1,7 0,7
(t1-t0)
t2 60’ -1 1,9 0,2 2,8
(t2-t1)
t3 90’ 0,3 0,7 0,5 0,6
(t3-t2)
t4 120’ 1,4 1,1 0,9 2,5
(t4-t3)

16
5.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang “Analisis Efek Obat Antipiretik Pada
Hewan Uji”. Adapun tujuan praktikum kali ini yaitu untuk menganalisis efek
antipiretik dari paracetamol, ibuprofen, dan antalgin pada hewan uji menci.
Antipiretik merupakan suatu obat atau zat-zat yang digunakan untuk menurunkan
panas (Mulyani et al., 2021). Antipiretik bekerja dengan menurunkan sentral pusat
pengatur suhu di hipotalamus, yang diikuti respon fisiologis termasuk penurunan
produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan
panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi, dan penguapan. Namun penggunaan
antipiretik memiliki efek samping yaitu mengakibatkan spasme bronkus,
peredaran saluran cerna, penurunan fungsi ginjal dan dapat menghalangi supresi
respons antibodi serum (Cahyaningrum et al., 2017).
Mekanisme kerja obat antipiretik adalah dengan menghambat pembentukan
prostaglandin. Senyawa antipiretik menghambat enzim siklooksigenase yang
menyebabkan asam arakidonat dan asam C20 yang tidak jenuh menjadi
endoperoksida siklik. Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin
serta prazat dari tromboksan A2 dan protasiklik (Gunawan, 2007).
Langkah awal yaitu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu: batang pengaduk, gelas beker, pot
salep, sonde oral, spoit 1 mL, stop watch, termometer, timbangan, dan wadah
pengamatan. Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu: alkohol
70%, aquadest, tablet antalgin, tablet ibuprofen, sirup paracetamol, tablet
paracetamol, Pepton 5%, Na-CMC, dan mencit sebagai hewan uji. Obat antalgin,
paracetamol, dan ibuprofen memiliki indikasi dan mekanisme yang berbeda. Oleh
karena itu, dilakukan praktikum “Analisis Efek Obat Antipiretik Pada Hewan Uji”
untuk mengetahui efek obat antipiretik yang telah dihitung.
Langkah kedua yaitu dilakukan penimbangan pada berat mencit
menggunakan neraca mekanik. Tujuan dilakukan penimbangan berat mencit
menurut Riskawati (2019), adalah untuk mengukur berat mencit yang akan
digunakan pada praktikum sehingga dapat memudahkan proses perhitungan dosis.

17
Kemudian dilakukan perhitungan dosis. Menurut Tjay (2010), perhitungan dosis
harus digunakan sehingga tidak menimbulkan adanya overdosis.
Langkah ketiga yaitu diukur obat tablet ibuprofen, tablet paracetamol, sirup
paracetamol dan tablet antalgin sesuai pada perhitungan dosis, kemudian
dilakukan pengukuran suhu rektal awal sebelum penyuntikan pepton 5% sebanyak
0,5-1 mL sebagai bahan penginduksi pada masing-masing mencit secara
subkutan. Setelah itu tunggu sampai 15 menit lalu ukur suhu tubuh mencit.
Dilakukan pemberian obat masing-masing kelompok secara oral, setelah itu
diukur dan catat suhu tubuh mencit setiap menit ke-30, 60, 90, dan 120.
Adapun tujuan praktikum kali ini yaitu untuk menganalisis efek antipiretik
dari paracetamol, ibuprofen, dan antalgin pada hewan uji.
Pada kelompok pertama sebagai kontrol, hewan uji diinduksi terlebih
dahulu dengan pepton 5% secara subkutan untuk menginduksi terjadinya demam.
Menurut Budiman (2010), Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai
penginduksi demam pada hewan coba. Setelah didapatkan suhu demam, hewan uji
diberikan bahan uji aquadest dan sirup paracetamol dengan pemberian sesuai
dosis yang sudah dihitung secara oral. Menurut Goodman dan Gilman (2008),
Paracetamol merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati demam dan
nyeri ringan seperti sakit kepala dan nyeri otot. Menurut Ferdinad (2010),
pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Setelah itu
analisis efek obat pada hewan uji coba berdasarkan suhu rektal dari menit ke-30,
60, 90, dan 120 menggunakan termometer digital. Hasil yang kami dapatkan pada
hewan uji yakni pada variasi waktu 20, 60, 90, dan 120 menit yaitu pada suhu
awal 35,7° di induksi pepton suhu mencit menjadi 37,7°, kemudian kami
menyuntikan sirup parasetamol dan suhu tubuh mencit menjadi 34,4°. Hasil ini
berbanding pada penelitian Sandratri (2016), Uji antipiretik menunjukkan bahwa
pada kelompok parasetamol setelah difotolis 90 menit memberikan penurunan
efek antipiretik.
Pada pemberian aquadest sebagai control yakni suhu mencit pada variasi
waktu 30, 60, 90, 120 menit yaitu pada suhu awal 35,0° setelah di induksi pepton

18
suhu mencit menjadi 36,0°. Hal ini berbanding dengan penelitian Jansen (2015)
yakni kelompok kontrol negatif merupakan kelompok yang paling kecil
mengalami penurunan suhu dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya.
Hal ini disebabkan karena aquades tidak memiliki efek antipiretik namun masih
memiliki peran dalam mengatasi dehidrasi.
Pada kelompok kedua, hewan uji diinduksi terlebih dahulu dengan pepton
5% secara subkutan untuk menginduksi terjadinya demam. Menurut Budiman
(2010), Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai penginduksi demam
pada hewan coba. Setelah didapatkan suhu demam, hewan uji diberikan bahan uji
tablet paracetamol dengan pemberian sesuai dosis yang sudah dihitung secara
oral. Menurut Goodman dan Gilman (2008), Paracetamol merupakan obat yang
sering digunakan untuk mengobati demam dan nyeri ringan seperti sakit
kepala dan nyeri otot. Menurut Ferdinad (2010), pemberian secara oral merupakan
cara yang paling banyak dipakai karena merupakan cara yang paling mudah,
murah, aman, dan nyaman. Setelah itu analisis efek obat pada hewan uji coba
berdasarkan suhu rektal dari menit ke-30, 60, 90, dan 120 menggunakan
termometer digital. Hasil yang kami dapatkan pada hewan uji yakni pada variasi
waktu 30, 60, 90, dan 120 menit yaitu pada suhu awal 36,4° setelah di induksi
pepton suhu tubuh mencit menjadi 36,6° setelah disuntikan tablet paracetamol
suhu tubuh mencit menjadi 37,1°. Hasil ini berbanding pada penelitian Hairi
Anwar (2016), di mana paracetamol paling efektif digunakan untuk penurunan
dosis suhu rektal mencit demam yaitu dosis 200 mg/30 gr BB mencit.
Pada kelompok ketiga, hewan uji diinduksi terlebih dahulu dengan pepton
5% secara subkutan untuk menginduksi terjadinya demam. Menurut Budiman
(2010), Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai penginduksi demam
pada hewan coba. Setelah didapatkan suhu demam, hewan uji diberikan bahan uji
tablet Antalgin dengan pemberian sesuai dosis yang sudah dihitung secara oral.
Menurut Katzung (2004), Antalgin adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, migren, sakit perut dan
sakit gigi. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konverensi asam
arakidonat terganggu. Menurut Ferdinad (2010), pemberian secara oral

19
merupakan cara yang paling banyak dipakai karena merupakan cara yang paling
mudah, murah, aman, dan nyaman. Setelah itu analisis efek obat pada hewan uji
coba berdasarkan suhu rektal dari menit ke-30, 60, 90, dan 120 menggunakan
termometer digital. Hasil yang kami dapatkan pada hewan uji yakni pada variasi
waktu 30, 60, 90, dan 120 menit yaitu pada suhu awal 35.1° setelah di induksi
pepton suhu tubuh mencit menjadi 36,6°, setelah disuntikan obat antalgin suhu
tubuh mencit menjadi 35,5°. Hasil ini berbanding pada penelitian Hartono (2014)
kelompok antalgin lebih sedikit menggurangi demam karena obat antalgin lebih
efektif jika digunakan sebagai anti nyeri.
Pada kelompok keempat, hewan uji diinduksi terlebih dahulu dengan pepton
5% secara subkutan untuk menginduksi terjadinya demam. Menurut Budiman
(2010), Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai penginduksi demam
pada hewan coba. Setelah didapatkan suhu demam, hewan uji diberikan bahan uji
tablet Ibuprofen dengan pemberian sesuai dosis yang sudah dihitung secara oral.
Menurut Dressman dan Buttler (2001), Ibuprofen adalah salah satu antiinflamasi
nonsteroid yang digunakan untuk analgetik dan antipiretik. Ibuprofen sering
digunakan dengan frekuensi pemakaian berulangkali dalam sehari dan dapat
menyebabkan efek samping gangguan saluran cerna. Menurut Ferdinad (2010),
pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Setelah itu
analisis efek obat pada hewan uji coba berdasarkan suhu rektal dari menit ke-30,
60, 90, dan 120 menggunakan termometer digital. Hasil yang kami dapatkan pada
hewan uji yakni pada variasi waktu 30, 60, 90, 120 menit yaitu pada suhu awal
36,8° setelah di induksi pepton suhu tubuh mencit menjadi 37,0°, setelah
disuntikan ibuprofen suhu tubuh mencit menjadi 33,0°. Hasil ini berbanding pada
penelitian Dian ayu (2015) hal ini dikarenakan kadar ibuprofen dalam plasma
mencapai kadar puncak dalam waktu 1-2 jam aktivitas antipiretiknya bekerja di
hipotalamus dengan menghambat pengikatan pirogen dengan reseptor di dalam
nukleus pre-optik hipothalamus anterior, sehingga tidak terjadi peningkatan
prostaglandin melalui siklus enzim siklooksigenase.

20
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Antipiretik adalah suatu obat atau zat-zat yang digunakan untuk
menurukan demam. Pemberian obat antipiretik berupa antalgin, ibuprofen, dan
paracetamol memberikan efek penurunan suhu pada hewan uji. Berdasarkan hasil
yang didapat paracetamol sirup merupakan antipiretik yang menurunkan suhu
lebih cepat pada hewan uji.
Antipiretik bekerja dengan menurunkan sentral pusat pengatur suhu di
hipotalamus, yang diikuti respon fisiologis termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit
dengan radiasi, konveksi, dan penguapan. Namun penggunaan antipiretik
memiliki efek samping yaitu mengakibatkan spasme bronkus, peredaran saluran
cerna, penurunan fungsi ginjal dan dapat menghalangi supresi respons antibodi
serum.
Mekanisme kerja obat paracetamol yang bersifat lemah sebagai analgetik,
bekerja menghambat biosintesis prostaglandin dan menghambat pelepasan cox
yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, mekanisme kerja obat
ibuprofen bekerja dengan cara mengurai hormon yang menyebabkan inflamasi
dan nyeri tubuh, mekanisme kerja antalgin bekerja dengan cara sentral pada otak
untuk menurunkan demam.
6.2 Saran
6.2.1 Saran Untuk Percobaan
Diharapkan agar praktikum analisis efek antipiretik pada hewan uji
selanjutnya agar kedepannya dapat melengkapi fasilitas seperti alat-alat contoh
sonde oral untuk mencit, dispo 1mL dan 5mL dan serta bahan yang akan
digunakan oleh praktikan seperti obat-obatan yang digunakan dan NaCl agar
kegiatan praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan bisa efektif.
Diharapkan untuk asisten selalu menjaga hubungan baik antara praktikan dengan
asisten agar bisa menciptakan suasana praktikum yang baik dan nyaman.
Diharapkan kepada para prkatikan agar selalu tertib disaat praktikum masih

21
berlangsung dan senatiasa belajar dengan baik untuk mempersiapkan praktikum
yang akan dilaksanakan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Amila, (2008). Tentang antipiretik. Jakarta : Erlangga
Budiman TM. (2010). Penentuan aktivitas antipiretika dan antiinflamasi dari
senyawa asam o-(4-metilbenzoil) salisilat terhadap tikus putih galur
wistar. (Doctoral dissertation, Widya Mandala Catholic University
Surabaya)
Corwin, E.J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal.32-33.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal.32-33.
Dressman, J., and Butler, J. (2001). The Biopharmaceutical Classification System.
Ganong, W.F. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Goodman, L.S. and Gilman, A. (2008). Dasar Farmakologi Terapi. Hardman KG,
Limbird LE, Aisyah C. (eds). Edisi X. Jakarta: EGC, pp: 682-684.
Goodman. (2007). Dasar Farmakologi Terapi Vol 1 Edisi 10. Jakarta: EGC
Hammond, R., & Boyle, R. (2011). Pharmacological Versus Non
Pharmacological Antipyretic Treatments in Febrile Critically ill Adult
Patients : A Systematic Review and Meta Analysis.
Katzung, Bertram., G. (2009). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC
Sodikin. (2016). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Pustaka Belajar.
Yogyakarta
Sulistia G. Ganiswara. (2003) . Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Jakarta: FKUI
Sweetman, S.,C., (2008), Martindale: The Complete Drug Reference, 36th Ed,
The Pharmaceutical Press, London, p.8-10 Th
Tjay dan Rahardja, (2012). Obat-obat penting. Jakarta : Gramedia
Tjay, dkk. (2007). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi Keenam. 262, 269-271. PT. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Wilmana, (2011). Farmakologi Terapan. Jakarta : Erlangga

1
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skema Kerja

Mencit (Mus Musculus)

 Ditimbang mencit dan dihitung dosis

I II III IV

Obat Sirup Obat Tablet Obat Antalgin Obat


Paracetamol Paracetamol 0,0126 mg / Ibuprofen
0,042 ml / 27 0,0121 mg / 32 32 gr BB Per 26,16 mg / 34
gr BB Per gr BB Per Oral gr BB Per
Oral Oral Oral

 Selang 15 menit, diberi induksi


Pepton 0,5 ml

Diamati penurunan suhu


pada mencit dalam waktu
30,60,90,120 menit

Dihitung perubahan
suhu demam

Hasil

2
Lampiran 2 : Perhitungan Dosis
1. Perhitungan Dosis (Rute Oral, Dosis Lazim)
Dosis lazim untuk manusia = 5 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 5 mg × 0,0026
= 0,013 mg
27 g
Untuk berat mencit 27 g = × 0,013 mg
20 g
0,017 g
=
20 g
= 8,5 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 8,5 mg
1 ml
= 42,5 mg
120 mg
= × 42,5
5 mg
1,020 mg
Berat serbuk yang ditimbang = ×5g
120 mg
= 0,042 g
2. Perhitungan dosis (Rute Oral, Dosis Lazim 500)
Dosis lazim untuk manusia = 500 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 500 mg × 0,0026
= 1,3 mg
32 g
Untuk berat mencit 32 g = × 1,3 mg
20 g
= 2,08 mg
Vol Pemberian = 1 ml

3
Larutan persediaan = 5 ml
5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 2,08 mg
1 ml
= 10,4 mg
10,4 mg
Berat serbuk yang ditimbang = × 0,582 mg
500 mg
= 0,0121 mg
3. Perhitungan Dosis (Rute Oral, Dosis Lazim 500 mg)
Dosis lazim untuk manusia = 500 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 500 mg × 0,0026
= 1,3 mg
32 g
Untuk berat mencit 32 g = × 1,3 mg
20 g
= 2,08 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 2,08 mg
1 ml
= 10,4 mg
Berat satu tablet = 0,610 mg
10,4 mg
Berat serbuk yang ditimbang = × 0,610 mg
500 mg
= 0,0126 mg
4. Perhitungan Dosis (Rute Oral, Dosis Lazim)
Dosis lazim untuk manusia = 400 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 400 mg × 0,0026
= 1,04 mg

4
34 g
Untuk berat mencit 34 g = × 1,04 mg
20 g
= 1,768 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 1,768 mg
1 ml
= 8,82 mg
400 mg
Berat serbuk yang ditimbang = × 0,577 mg
8,82 mg
= 26,16 mg

Anda mungkin juga menyukai