INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
KASUS PSIKOLOGI ISLAM
Makalah disusun dan dipresentasikan dalam diskusi kelas
Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan Program Studi Pendidikan Agama Islam
OLEH:
INDAH PERMATA UTAMI (2120202087)
MUHAMMAD FATHAN MUBINA (2120202086)
RANAYA AMALIA WANDA (2120202092)
DOSEN PENGAMPU:
PAIZALUDDIN,M.Pd.I
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021/2022
A. Pendahuluan
Menyaksikan pergumulan pemikiran tentang pembaharuan Islam di Indonesia,
nampaknya ada keinginan yang kuat dari para pakar Islam, agar Islam tetap aktif
memberikan warna dalam kemodernan. Usaha ini nampak ketika Islam merespon ilmu
pengetahuan dengan ide islamisasi ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah
perbincangan di seputar upaya membangun sebuah konstruksi Psikologi Islam yang
mempunyai corak dan warna tersendiri, sekaligus sebagai psikologi alternatif. Sedang
Psikologi umum telah terbukti banyak mengalami kegagalan di dalam memahami
berbagai kehidupan jiwa manusia.
Dalam lintasan sejarah, psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang lahir dan
berkembang dari peradaban Barat yang berlandasan ilmiah empiris-sekuler yang tak
berjiwa. Ketika menelaah dimensi relegius dan spiritual, ia hanya menghasilkan
interpretasi yang mengandung kekosongan. Untuk mengisi kekosongan itu, kemunculan
dan sekaligus pengembangan Psikologi Islam yang koheren dengan nilai-nilai ajaran
Islam menjadi semacam kebutuhan. Islamisasi psikologi ini mengharuskan landasan,
tujuan, ruang lingkup, metode dan fungsinya harus relevan dengan kebenaran yang
bersumber pada wahyu Allah.
Sebagai mazhab baru dalam bidang psikologi, Psikologi Islam mempunyai nilai
tambah yang tidak dimiliki oleh psikologi kontemporer lainnya. Namun sayangnya, di
kalangan psikolog muslim sendiri masih terdapat ketidakpercayaan mereka terhadap
ilmu ini. Salah satu sebabnya adalah karena mereka telah terlanjur mempercayai
psikologi Barat kontemporer, terutama metodologinya. Mereka juga belum memahami
Metodologi Psikologi Islam. Padahal prasyarat yang sangat penting bagi suatu
pengetahuan yang dapat dikategori dalam jajaran ilmu pengetahuan adalah
keuniversalan metodologinya. Hal ini berlaku pula dalam membangun Psikologi Islam
sebagai ilmu yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini semakin berkembang pesat. Terutama
tentang psikologi, para tokoh Islam ataupun tokoh dari Barat sangat semangat dalam
2
memperjuangkan ilmu psikologi untuk mewujudkan psikologi sebagai ilmu yang
independen. Dalam konsep Islam, kaum Muslim dalam memperjuangkan ajaran agama
Islam dapat melahirkan psikologi Islam sebagai cabang ilmu baru dari ilmu psikologi.
Psikologi Islam muncul karena adanya pengaruh dari psikologi Barat yang mendorong
kaum Muslim untuk mewujudkan psikologi yang berlandaskan ajaran agama Islam.
Psikologi Islam adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dalam berinteraksi di
kehidupan dunia yang berpedoman pada ajaran agama Islam untuk mencapai kedamaian
dunia dan akhirat. Psikologi Islam juga merupakan usaha membangun sebuah teori dari
khazanah kepustakaan Islam, baik dari al-Quran, al-Sunnah ataupun al-Hadist. Psikologi
Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami
ekspresi diri, aktualisasi diri, kontrol diri, realisasi diri,konsep diri, citra diri, harga diri,
kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Walaupun terbentuknya Psikologi Islam karena adanya perkembangan psikologi di
Barat yaitu Psikologi Barat Kontemporer, itu bukan masalah, sebab jika di dunia ini
tidak ada keterkaitan atau hubungan maka tidak akan ada proses. Jadi terbentuknya
Psikologi Islam melalui proses asimilasi atau pembauran dengan pemilahan dan
pemilihan dari Psikologi Barat Kontemporer menggunakan konsep-konsep sesuai
agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.
Psikologi identik dengan manusia, maka dari itu dalam Psikologi Islam manusia
sebagai subjek yang berhubungan dengan alam sebagai objek dan di antara keduanya
ada keterkaitan dengan Yang Maha Subjek dan Yang Maha Objek yaitu Tuhan, Allah
SWT.
Dari pembahasan diatas dapat diperoleh rumusan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Psikologi Islam ?
2. Bagaimana Pandangan sekaligus hubungan manusia terhadap Psikologi ?
3. Apa perbedaan Psikologi Islam dengan Psikologi Barat ?
4. Siapa saja tokoh Psikologi Islam ?
5. Apa Manfaat Ilmu Psikologi bagi kehidupan Masyarakat ?
3
B. Pengertian Psikologi Islam
Secara etimologis psikologi berasal dari kata psycology (bahasa Inggris), psyche
(bahasa Yunani) berarti jiwa (soul, mind). Dalam Islam istilah jiwa dapat dinamakan
dengan al-nafs dan ada yang menyamakan dengan istilah al-rūḥ. Kata kedua
adalah logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang jiwa.
Psikologi dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab menjadi ilmu nafs, bahkan
Soekanto Mulyomartono lebih khusus menyebutkan dengan nafsiologi. Penggunaan
istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah al-nafs, yaitu aspek psikologi
pada diri manusia.
Menurut Wilhelm Wundt, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan
mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, kemauan, dan ingatan. Plato dan Aristoteles
mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut John Watson, psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang organisme.
Kata Islam berasal dari kata aslama yang berarti patuh atau berserah diri.
Secara terminologi Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah sebagai
petunjuk bagi seluruh manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kedamaian hidup di
dunia dan di akhirat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi Islam adalah ilmu yang
mempelajari jiwa manusia dalam berinteraksi di kehidupan dunia yang berpedoman
pada ajaran agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.
Psikologi Islam adalah usaha membangun sebuah teori dari khazanah
kepustakaan Islam, baik dari al-Quran, al-Sunnah ataupun al-Hadist. Psikologi Islam
merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri,
aktualisasi diri, kontrol diri, realisasi diri,konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran
diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman menjelaskan bahwa Psikologi Islam adalah
corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari
keunikan dan pola pengalaman manusia berinteraksi dengan diri sendiri, lingkungan
4
sekitar, dan alam keruhanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan
kualitas keberagamaan. Menurut Baharuddin, psikologi Islam adalah sebuah aliran baru
dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-
konsepnya kepada Islam.
Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: kajian Islam yang
berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia
dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kabahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
Hakikat definisi Psikologi Islam mengandung tiga unsur pokok: Pertama, bahwa
psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Hal ini
tidak terlepas dari kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara
mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui ini
akan tercipta bagian-bagian psikologi dalam Islam, seperti Psikopologi Islam,
Psikoterapi Islam, Psikologi Agama Islam, dan sebagainya. Kedua, bahwa Psikologi
Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek
kejiwaan dalam Islam berupa al-Ruh, al-Nafs, al-Kalb, al-`Aql, al-Damir, al-Lubb, al-
Fu’ad, al-Sirr, al-Fitrah, dan sebagainya. Ketiga, bahwa Psikologi Islam bukan netral
etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam
memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
C. Pandangan dan hubungan Manusia dengan Psikologi
Manusia adalah makhluk yang mempunyai kesadaran akan dirinya sendiri. Oleh
karena itu manusia adalah makhluk yang ingin mengenai dirinya dan selalu
merefleksikan dirinya, disadari ataupun tidak disadari.
Dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 12-16 dijelaskan bahwa manusia
diciptakan dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Allah jadikan sari pati itu nutfah
(sperma yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfah itu Allah
5
jadikan ‘alaqah (segumpal darah menggantung), lalu ‘alaqah itu Allah jadikan segupal
daging, dan segumpal daging itu Allah jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Allah bungkus dengan daging, kemudian Allah jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain.
Itulah proses kejadian manusia yang digambarkan oleh Al-Qur’an. Istilah nutfah
dan ‘alaqah dapat dimengerti lebih tepat setelah Ilmu Kimia dan Genetika berkembang
pesat. Kalau kita perhatikan penjelasan didalam ayat tadi, betapa hebatnya Al-Qur’an
mengutarakan fakta-fakta ilmiah yang tidak mungkin diketahui manusia ditanah Arab
boleh dikatakan tidak ada, yang ada hanya ada ilmu pengobatan secara primitif. Pada
ayat itu, proses kejadian manusia dan perkembangannya lebih digambarkan secara
biologi dan psikologi, walaupun proses itu tak dapat dipisahkan dengan segi psikologi
(nafsiah) dan rohaniah.
Di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78 dijelaskan tentang perkembangan
kehidupan jiwa manusia. Pada waktu dilahirkan, manusia tidak mengetahui sesuatupun.
Ia belum sadar akan dirinya. Ia belum tahu siapa dirinya. Kemudian Allah
memberinya pancaindra, sehingga ia mengenal benda-benda dan materi sekitarnya. Ia
diberi pendengaran, sehingga ia mengenal suara-suara. Sesudah itu diberi penglihatan.
Dari penyelidikan pisiologi dan psikologi, indra pendengaran berfungsi lebih dahulu
daripada indra penglihatan. Lalu Allah memberinya hati, mata hati, kesadaran atau akal
budi yang disebut “af’idah”. Af’idah mengandung aspek kemauan, perasaan dan
pemikiran. Kurang lebih umur tiga tahun, si anak mulai mengenal “Aku” jasmaniahnya.
Ia mengenal badannya yang ternyata bukanlah kepunyaan orang lain. Pada masa puber,
mata hati atau af’idah ini menuju kesempurnaan. Manusia mulai mengenal “Aku”
rohaniahnya. Ia mengenal dirinya berbeda dengan individu lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat diutarakan bahwa konsepsi Al-Qur’an tentang
manusia antara lain meliputi aspek jasmaniah, psikologi dan rohaniah. Berbeda dengan
konsepsi Barat (sains) yang hanya melihat segi empiriknya saja dari manusia dan
kurang memperhatikan hal-hal yang rohaniah. Segi jasmaniah manusia digambarkan
pada penciptaannya yang berasal dari turab, tanah, lumpur hitam yang diberi bentuk dan
6
akhirnya menjadi tanah kering seperti tembikar. Segi psikologi manusia diuraikan
dengan adanya af’idah dan nafs. Sedangkan segi rohaniah digambarkan dengan
peniupan ruh-ilahi kepadanya.
Manusia menjadi mahluk jasmani dan rohani sebagai satu kesatuan yang utuh,
saling melengkapi (komplementer), serasa dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
antara jasmani nafs dan kerohanian bukan merupakan dua ataun tiga substansi yang
terpisah secara jelas tapi merupakan satu kesatuan yang berproses secara berlanjut mulai
dari penyatuan sperma dengan ovum sampai menjadi insan kamil. Manusia berbeda
dengan hewan yang tidak memiliki kehidupan kerohanian dan berbeda dengan mlaikat
yang bukan materi.
Dari segi jasmani dan prosesnya , manusia serupa dengan binatang, yakni
memiliki ciri-ciri biologi, psiologi,refleksiologi, dan beberapa ciri psikologi yang
bersipat instingtik mekanistis seperti naluri mempertahankan hidup, mempertahankan
diri, mengembangkan jenisnya, kemampuan belajar melalui kebiasaan, pengalaman,
latihan, kondisioning dan semacam nya. Dari segi rohaniah, manusia serupa dengan
malaikat yang berusaha mensucikan dirinya, rindu akan keutaman, kemuliaan, nilai-
nilai luhur, ilmu pengetahuan, pemberian makna hidup, mencari dan mendekatkan diri
pada penciptanya, rindu menyembah, mengagungkan dan mengabdi kepada Tuhan serta
berusaha untuk mencapai kesempurnaan.
Manusia di gambarakan oleh al-qur’an secara jasmaniah dengan proses
perkembangan, mulai dari sari pati tanah, nutfah alaqoh, mudgah,tulang belulang yang
kemudian di bungkus daging, kemudian terbentuklah makhluk baru dan akhirnya
menemui kematian.
Pembentukan dan proses perkembangan kehidupan psikologi seorang individu
di gambarkan mulai dari tidak tahu apa-apa, berfungsinya pendengaran, penglihatan, di
jadikan af’idah, akal budi dan nafs. Proses perkembangan rohaniah kemanusiaan
digambarkan mulai dari peniupan ruh ( ciptaan) Allah, penerimaan Nabi Adam akan
kalimat-kaliamat Tuhanya, pingsannya Nabi Musa karena melihat kebesaran dan
kekuasaan Allah (cahaya allah) pada sebuah gunung penerimaan kalam ilahi secara
7
sempurna oleh Nabi Musa dan Nabi Isa sampai dengan menghadapnya Nabi
Muhammad ‘wajhan-biwajhin’ pada waktu mi’raj.
Nampak jelas perkembangan manusia secara jasmaniah dan rohaniah sejak
penciptaan Nabi Adam a.s samapai Nabi terakhir, Muhammad saw. Secara jasmaniah
bentuk manusia sekarang adalah bentuk terbaik dan paling harmonis sebagai hasil akhir
perkembanganya. Rohani Nabi Muhammad saw adalah paling sempurna sebagai hasil
perkembangan kehidupan rohaniah manusia sejak di tiupnya dari ciptaan ruh Allah, dan
tidak akan lagi peningkatan kesempurnaan rohaniah yang melebihi Nabi Muhammad
saw, kehidupan jasmaniah, psikologi dan rohaniah manusia selalu merupakan tantangan
bagi cendekiawan untuk menelitinya. Itulah salah satu bukti tanda keagungan Allah.
D. Perbedaan Psikologi Islam dengan Psikologi Barat
Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada hamba-
hamba-Nya, melalui perantara para rasul. Sebagai sebuah agama, islam memuat
seperangkat nilai yang menjadi acuan bagi pemeluknya dalam berperilaku. Aktualisasi
nilai dalam bentuk perilaku yang benar, akan berimplikasi pada kehidupan yang positif
serta mendapatkan pahala dan surga, sedangkan praktik nilai yang keliru akan
berimplikasi pada kehidupan yang negatif, dosa dan neraka. Nilai-nilai tersebut tertera
dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah, meski cakupannya bersifat umum-tidak sampai
membahas masalah-masalah operasional secara mendetail.
Dalam Islam, ilmu merupakan produk akal budi setelah manusia mengetahui dan
memahami ayat-ayat Allah. Manusia dengan kekuatan akal budi yang diberikan oleh-
Nya, mampu untuk 'mengungkapkan' atau 'menemukan' ilmu yang telah diciptakan
oleh-Nya di dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Penemuan atas 'ilmu' tersebut melahirkan
berbagai bidang keilmuan yang bercorak ajaran islam, seperti halnya ilmu psikologi
islam.
8
Apa itu psikologi islam? Adakah perbedaan khusus antara psikologi islam dengan
ilmu psikologi barat? Bagaimana perspektif islam dalam menjabarkan struktur
kepribadian manusia?
Menurut Prof. Zakiah Daradjat, psikologi islam adalah ilmu yang berbicara tentang
manusia, terutama kepribadian manusia yang didasari pendekatan sumber-sumber
formal islam (Al-Qur'an dan Hadist), akal, indera, dan intuisi. Sedangkan, psikologi
barat ilmu yang berbicara tentang kepribadian manusia yang didasari pendekatan
sumber-sumber akal, indera, dan intuisi saja.
Psikologi islam ini merupakan filterisasi dari psikologi kontemporer/ modern yang
di dalamnya terdapat wawasan islam, dan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai
dengan islam. Keberadaan psikologi islam ini salah satunya karena ketidakpuasan
terhadap mazhab-mazhad psikologi kontemporer sebelumnya (aliran
psikoanalisa dan behaviourisme yang merendahkan derajat manusia & aliran
humanistik yang memandang manusia terlalu sempurna, seolah bisa bermain-main
dengan Tuhan).
Integrasi antara Islam dan psikologi (yang kemudian disebut psikologi Islam)
ternayata tidak semudah yang dibayangkan. Secara tidak langsung, integrasi ini
memadukan dua bidang keilmuan dengan karakteristik yang berbeda. Karakteristik
pertama pada lebel Islam yang sarat akan ilmu-ilmu keislaman, teosentris-doktriner,
sedangkan karakteristik kedua pada lebel psikologi yang sarat akan cabang-cabang
kepsikologian, antroposentris-positivistik.
Terdapat empat pemahaman yang mengemuka di kalangan para peminat dan
pemerhati psikologi islam: Pertama, psikologi Islam disamakan dengan psikologi
agama. Pengertian ini sering dimunculkan bagi mereka yang belum pernah terlibat
langsung dalam kegiatan psikologi Islam, sehigga mereka salah memahaminya.
Psikologi agama merupakan cabang dari psikologi yang membicarakan tingkah laku
keagamaan individu dari sudut pandang psikologi yang kedudukannya telah resmi
sebagai salah satu cabang daari psikologi.
9
Psikologi agama ini memiliki kedudukan yang sama dengan psikologi kepribadian,
psikologi pendidikan, psikologi sosial dan sebagainya. Sedangkan psikologi Islam
merupakan salah satu mazhab dalam psikologi lain seperti psikoanalisis,
psikobehavioristik, psikohumanistik, dan psikotranspersonal. Kedua, psikologi Islam
dipandang sebagai bidang studi atau mata kuliah.
Psikologi islam dalam kedudukan ini memiliki posisi yang sama dengan matakuliah
yang lain, yang memiliki bobot SKS dan dipasarkan kepada mahasiswa di
institut/universitas yang berbasis Islam. Ketiga, psikologi islam dipandang sebagai cara
pandang, pola berpikir, atau sistem pendekatan dalam mengakaji psikologi. Psikologi
Islam merupakan satu keutuhan cara berpikir dalam memahami universalitas ajaran
Islam ditinjau dari sudut pandang psikologis.
Atau, "kajian atau studi Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku
kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih
sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat".
Keempat, psikologi islam dipandang sebagai lembaga. Lembaga psikologi Islam
adalah lembaga psikologi yang concern dalam melahirkan dan mengembangkan mata
kuliah dan mazhab psikologi islam.
E. Tokoh-tokoh Psikologi Islam
Tokoh-tokoh Psikologi Islam Dalam bidang Psikologi, ilmuwan-ilmuwan Islam
klasik menekankan keharusan bagi individu untuk memahami kesehatan mental mereka.
Rumah sakit yang menangani pasien-pasien dengan keluhan psikiatri pertama kali
dibangun oleh kalangan muslim di Baghdad pada tahun 705 M, di Fes pada awal abad
ke-8, di Kairo pada tahun 800 M, dan di Damaskus pada tahun 1270 M (Khaidzir,
2007).
10
Para ilmuwan Psikologi pada masa klasik dan pertengahan Islam mendasarkan teori
mereka pada psikiatri klinis dan obsevasi klinis. Mereka telah membuat kemajuan yang
berarti dalam psikiatri dan merupakan kalangan pertama yang mengaplikasikan
psikoterapi dan penyembuhan moral bagi pasien yang menderita penyakit mental,
disamping bentuk terapi lainnya seperti penggunaan obat-obatan, dan terapi musik (B.
Syed, 2002). Adapun secara spesifik tokoh-tokoh psikologi Islam adalah sebagai
berikut:
a) Ahmad Ibn Sahl al-Baihaki
Ahmad ibn Sahl al-Baihaki, adalah seorang dokter yang lahir pada 850 M dan wafat
pada 934 M, didalam kitabnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus (keseimbangan Raga dan
Jiwa) yang manuskripnya disimpan di Ayasofya Library, Istanbul dengan nomor 3741,
dengan suskses menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubung dengan jiwa raga, yang
ia istilahkan dengan Tibb al-Qalb dan al-Tibb alRuhani untuk menjabarkan penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan penyakit kejiwaan dan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan spiritual. Ia mengkritik para dokter masanya yang hanya fokus
pada penyakit-penyakit fisik saja.
Ia mendasarkan teorinya pada Al-Qur’an dan hadist yang banyak menyatakan akan
kesehatan jiwa dan penyakit- penyakit jiwa, ia menyatakan bahwa karena manusia
terdiri dari jiwa dan raga, maka keduanya akan saling mempengaruhi yang demikian
manusia tidak akan mencapai kesehatan sempurna jika tidak tercapai anatra kesehatan
jiwa dan raga. Jika raga sakit maka jiwa akan kehilangan banyak energi kognitif dan
kemampuan berfikir komprehensifnya yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan
untuk menikmati kebahagiaan yang diinginkan dalam hidupnya.
Demikian juga raga tidak akan mampu menikmati kebahagiaan jika jiwa sedang
sakit yang kemudian akan mengakibatkan penyakit fisik. Dengan teori-teorinya tersebut
alBaihaki disebut sebagai pencetus psikologi kognitif dan Psikologi pengobatan
(Mulyono, 2008). Hal ini seirama dengan psikologi modern pada saat ini, dimana
membahas akal sehat psikologis itu sendiri. Sebagaimana yang disampaikan oleh
11
Lindberg bahwa akal sehat adalah sebuah bentuk pengetahuan yang operatif, umum,
untuk sebuah kelompok, mengenai alam, sifat manusia, dan situasi sosial (Smith, 2011)
yang sangat menekankan pada keseimbangan hidup, dapat kita lihat bahwa ilmuwan
Islam sudah lebih dulu mengkaji pembahasan ini.
b) Ibn Sina
Ibnu Sina, yang bernama lengkap Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina lahir
pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan
(kemudian Persia). Dia berasal dari keluarga bermahzab Ismailiyah yang sudah akrab
dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Orang tuanya
adalah seorang pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman, ia dibesarkan di
Bukharaj serta belajar falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam. Ibnu Sina mendefinisikan
jiwa sebagai kesempurnaan awal, yang dengannya spesies menjadi sempurna sehingga
manusia yang nyata. Ia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa nabati, jiwa hewani,
dan jiwa rasional (Najati, 2013).
Jiwa nabati, aspek ini mengandung tiga daya, yaitu, daya nutrisi, yang berfungsi
untuk mengolah makanan menjadi bentuk tubuh, daya pertumbuhan, yang berfungsi
untuk pengolahan makanan yang telah diresap tubuh agar mencapai kesempurnaan
pertumbuhan dan perkembangan tubuh, dan yang terahir adalah daya generatif, yang
merupakan daya untuk pengolahan secara harmonis unsur-unsur makanan yang ada
dalam tubuh, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang
sempurna.
Jiwa Hewani, aspek ini mengandung dua daya, yaitu, daya penggerak dan daya
persepsi, daya penggerak terbagi atas daya hasrat dan daya motorik. Daya hasrat yaitu
daya yang berfungsi untuk mendorong perealisasian berbagai bentuk khayalan tentang
hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan, daya ini terdiri dari dua bagian, yaitu
syahwat, merupakan dorongan untuk mencapai sesuatu yang menimbulkan kenikmatan,
dan emosi, yang merupakan dorongan untuk melawan sesuatu yang membahayakan,
merusak dan meniggalkan pencapaian tujuan. Daya motorik berfungsi untuk melakukan
hasrat yang muncul dalam bentuk motorik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
12
Jiwa Rasional, merupakan daya khusus yang dimiliki manusia yang fungsinya
berhubungan dengan akal. Dari satu sisi jiwa rasional melaksanakan berbagai perilaku
berdasarkan hasil kerja pikiran dan kesimpulan ide. Dari sisi lain ia mempersepsikan
semua persoalan secara universal. Jiwa rasional terdiri dari dua bagian: akal teoritis dan
akal praksis.
c) Al-Ghazali
Al-Ghazali, lahir pada tahun 450 H/1058 M, di desa Thus, wilayah Khurasan, Iran.
Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “pembela Islam”. Secara
filosofis, ia memandang manusia adalah mahluk yang befikir secara totalitas tentang diri
manusia itu sendiri: struktur eksistensi, hakikat, atau esensinya, pengetahuan dan
perbuatannya (Rusn, 2009).
Al-Ghazali sangat menekankan ilmu jiwa dan memandangnya sebagai jalan untuk
mengenal Allah. Teoriteori al-Ghazali tentang jiwa senada dengan teori Ibnu Sina dan
al-Farabi. Ia membagi ilmu jiwa menjadi dua bagian, pertama yaitu ilmu jiwa yang
mengkaji tentang daya hewan, daya jiwa manusia, daya penggerak, dan dan jiwa
sensorik. Kedua, ilmu jiwa yang mengkaji tentang pengolahan jiwa, terapi dan
perbaikan akhlak. Berdasarkan kekuatan sifat emosi dan syahwat yang menguasai
manusia Al-Ghazali membagi sifat manusia menjadi empat. Keempat sifat ini
merupakan potensi yang dimiliki manusia secara alami (instink) dan dapat diimprovisasi
dan dikendalikan melalui proses belajar.
F. Manfaat Ilmu Psikologi bagi kehidupan Masyaratkat
Psikologi islam telah banyak dimanfaatkan pada sektor kehidupan manusia seperti
pada bidang pendidikan, kesehatan, psikoterapi, industri dan lain sebagainya. Seperti
misanya adanya ceramah agama pada perusahaan guna mengingatkan para buruh agar
tidak melakukan perbuatan yang tidak baik.
13
Psikologi agama juga bermanfaat sebagai pembangkt perasaan dan kesadaran
bergama serta pembinaan moral dan mental keagamaan manusia. Berikut adalah
beberapa manfaat psikologi agama:
1. Menanamkan cara berpikir positif
Berpikir positif adalah berpikir yang mengarah pada hal-hal yang bersifat baik entah itu
terhadap diri sendiri, orang lain ataupun keadaan yang sedang dihadapi. Seseorang yang
memiliki pikiran positif akan selalu melihat setiap masalah dengan cara yang positif
sehingga menjadi tidak mudah terpengaruh dengan berbagai tantangan dan hambatan
yang dihadapi.
Manusia akan selalu memiliki keyakinan bahwa masalah yang timbul akan selalu
memiliki solusi yang tepat (Peale, 1996).
2. Menamkan kecerdasan kreatif
Menurut Triantoro Safarian, kerativitas adalah kemampuan pikiran yang bersifat
fleksibel dan bervariasi. Atau pada garis besar, kreativitas dilihat dari empat macam
dimensi yaitu process, person, press and product.
Bentuk kreativitas juga dapat dilihat dari proses individu baik itu dorongan internal
maupun eksternal yang dituangkan dalam bentuk produk yang dihasilkan. Asumsi
seseorang terhadap bentuk prodyuk kreatif apabila produk tersebut dinilao inovatif,
lebih aktual dan lebih berbeda daripada yang lain.
Seperti kita ketahui bahwa islam selalu mendukung segala macam usaha manusia baik
itu secara ukhrawi maupun duniawi. Selama hal tersebut tidak bertentangan dengan
norma-norma agama akan menjadi ibadah bila dilakukan secara ikhlas.
Ibadah yang bersifat ritual adalah shalat, puasa dan sebagainya. Sedangakn ibadah non
ritual seperti gotong royong, menyantuni fakir miskin dan sebagainya.
3. Menanamkan kecerdasan emosional
14
Kecerdasan emosional terdiri dari potensi-potensi positif pribadi manusia seperti
empati, memahami perasaan, mengendalikan amarah, mandiri, mampu menyesuikan
diri, memecahkan masalah dengan baik, tekun, setia kawan, ramah serta hormat pada
seseroang.
4. Membangun kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual sebenarnya dilihat dari bentuk praktek dan aplikasi keagamaan
yang terdapat pada keagamaannya bukan hanya pada pemahaman agama saja. Psikologi
islam berpran penting dalam membentuk dan meningkatkan kecerdasan spiritual jiwa
individu. Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung jati
menyatakan bahwa kecerdasan spiritual bukan hanya dilihat dari aspek pemahaman
agama saja, namun juga pada aplikasi agama dalam kehidupan sehari-harinya.
5. Fungsi edukatif
Secara yuridis, islam mengajarkan untuk menyuruh perintah Allah dan tidak melakukan
larangan Allah guna mengarahkan bimbingan bagi penganutnya agar terbiasa
melakukan hal-hal yang baik menurut ajaran agama Allah.
6. Fungsi penyelamat
Psikologi islam juga berfungsi sebagai penyelamat. Artinya dalam psikologi islam juga
terdapat penjelasan mengenai dua alam yaitu dunia dan akhirat dimana kedua hal itu
harusnya diyakini oleh setiap manusia. Berkomunikasi dengan ajaran agama islam
diantaranya adalah mempersatukan diri kepada Allah SWT. dan melakukan pembebasa
dan pensucian diri.
7. Fungsi perdamaian
Dalam psikologi islam, seseorang juga bermanfaat untuk mencapai manfaat relaksasi
bagi jiwa dan kedamaian batin dari aspek tuntunan agama dimana rasa bersalah dan
berdosa dapat hilang dari batin apabila manusia telah menebus dosa atau kesalahan
dengan bertaubat.
15
8. Fungsi social control
Psikologi islam bertujuan sebagai social control dalam tuntunan baik itu secara pribadi
atau kelompok yang berfungsi sebagai norma-norma kehidupan agama sehingga agama
menjadi pengawas baik secara individu maupun berkelompok. Secara instansi, agama
adalah norma yang dipatuhi oleh penganut agama sedangkan secara dogmatis, agama
memiliki sifat dogmatis yakni sifat yang berkaitan dengan aspek kenabian.
9. Fungsi memupuk solidaritas
Penganut agama secara psikologis memiliki kesamaan kesatuan iman dan kepercayaan.
Rasa kesatuan tersebut menimbulkan solidaritas baik secara individu maupun secara
berkelompok. Psikologi agama juga berfungsi sebagai pembinaan persaudaraan yang
kokoh yang dapat diwujudkan dalam sikap saling menghargai antar sesama manusia.
10. Fungsi transformatif
Psikologi islam juga berperan sebagai metode atau cara menghilangkan kebiasaan
buruk untuk merubah kehidupan seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru
sesuai dengan agama yang dianutnya. Kehidupan baru tersebut berdasarkan ajaran
agama dapat menegakkan kesetiaan kepada adat dan norma yang dianu sebelumnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
al-Faruqi, Ismail Raji. Islamisasi Pengetahuan. terj. Anas Wahyuni.Bandung: Pustaka,
1984.
Bastaman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi Dengan Islam: Menuju Psikologi
Islami. Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 1996.
Anonim. 2013. “Pengertian Psikologi Islam”. Dalam http://www.referensimakalah.com/
2013/03/pengertian-psikologi-islam.html di akses 30 Mei 2022 pukul 09.45
https://www.kompasiana.com/amp/jeshica/5c1b071faeebe13880302ae7/psikologi-
islam-vs-psikologi-barat
Tiffany.2018. “Manfaat mempelajari Psikologi”. Dalam
https://dosenpsikologi.com//Manfaat-mempelajari-Psikologi.html di akses 30
Mei 2022 pukul 19.39
https://media.neliti.com/media/publications/301035-psikologi-islam-sejarah-tokoh-dan-
masa-d-bfb7476c.pdf
Fromm, Erich. (2004) Konsep Manusia menurut Marx terj. Agung A. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Fuad, Nashori. (2002) Agenda Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
17