100% menganggap dokumen ini bermanfaat (8 suara)
13K tayangan483 halaman

The Hitler Effect

Diunggah oleh

Lu'lu Irfani Luthfi
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (8 suara)
13K tayangan483 halaman

The Hitler Effect

Diunggah oleh

Lu'lu Irfani Luthfi
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 483

THE HITLER EFFECT

Teknik dan Trik Propaganda, Persuasi, Manipulasi


Pikiran dan Hipnotis Terselubung dari Adolf Hitler yang
Bisa Anda Terapkan

(Secret Code of Neuro Semantics, Hypnosis & NLP in


Controlling People’s Mind)

Putu Yudiantara

MindControlSchool Publications
THE HITLER EFFECT

Teknik dan Trik Propaganda, Persuasi, Manipulasi Pikiran


dan Hipnotis Terselubung dari Adolf Hitler yang Bisa Anda
Terapkan

(Secret Code of Neuro Semantics, Hypnosis & NLP in


Controlling People’s Mind)

Oleh Putu Yudiantara

Copyright ©2012 By Putu Yudiantara

Dicetak Oleh : Raven Mind Control School Publications

Desain Sampul : Putu Yudiantara

Editor : Tirtha D

Diterbitkan dan Didistribusikan Oleh :

Raven Mind Control School Publications

www.mindcontrolschool.com

Cetakan Pertama : Juli 2012

Cetakan Kedua : November 2012

Cetakan Ketiga : Februari 2013

i
DEDIKASI

Untuk Dee Raven, sang penulis dari sudut kegelapan yang telah
menghasilkan buku ini, kedua orang tua tercinta, saudara dan
sahabat-sahabatku terkasih.

Dan Tentu saja, Risa Sandhi Surya yang membuat indpirasiku


senantiasa mengalir

ii
SEBUAH KATA YANG MENGANTARKAN BUKU INI
PADA ANDA

Hitlet Effect, apa lagi ini?

Mungkin beberapa diantara anda akan berpikir demikian,

terutama anda yang telah terbiasa dengan berbagai materi

pembelajaran hipnosis, persuasi dan semacamnya.

Saya tentu tidak akan menuliskan sebuah metode komunikasi

atau cara-cara persuasi out of dated yang terus dituliskan

berulang-ulang dalam berbagai buku, namun banyak yang

menyembunyikan (?) esensi dasar yang menjadikan persuasi

dan hipnosis begitu powerful.

Saya tidak akan banyak kata dalam kata pengantar ini, namun

kiranya ijinkan saya menyampaikan beberapa patah kata yang

saya anggap perlu. Buku The Hitler Effect yang kini ada di

iii
tangan anda merupakan sebuah manual persuasi dan

mempengaruhi pikiran orang lain yang dikembangkan dari

berbagai sudut pandang keilmuan, yang disusun dengan

sistematika yang akan membantu anda memahami isinya

dengan mudah, dan kemudian bisa mempraktekkannya

dalam kehidupan anda.

Saya mengumpulkan materi dari berbagai tokoh dunia dalam

bidang persuasi dan para master komunikasi dunia, mulai

dari cara-cara persuasi yang santun, sampai pada cara-cara

“gelap” dalam memanipulasi pikiran, menjadikan seseorang

berada di bawah kendali anda dan mengikuti setiap keinginan

anda.

Buku ini disusun dengan latar belakang keilmuan Neuro

Linguistic Programming (NLP) dari sudut pandang berbagai

pengembang dan tokoh dalam bidang tersebut, kemudian

Neuro Semantics yang dikembangkan dan didirikan oleh L.

Michael Hall bersama Bob D. Bodenhammer, serta Hypnosis.

Selain tiga bidang keilmuan tersebut, buku ini juga disusun

dengan materi lain yang dianggap relevan; Psychological

iv
Analysis of Adolph Hitler oleh Walter C. Langer sebagai hasil

profiling psikologis Hitler yang dia susun pada tahun 1943,

dua tahun sebelum berakhirnya masa Hitler. Hasil analisis

Langer ini, yang mempergunakan Psikoanalisa sebagai frame

keilmuanya sangat-sangat memukau, sebab hampir sebagian

besar prediksi psikologisnya terhadap Hitler memang terjadi;

upaya pembunuhan Hitler, Hitler akan mengurangi tampil di

depan publik, Hitler akan bunuh diri, sampai pada gangguan-

gangguan psikologis yang dialami Hitler dan hal-hal lain

terkait analisis psikologisnya.

Penulisan buku ini merupakan sebuah proses yang menarik

dan menggairahkan bagi saya, sebab saya mengalami banyak

sekali pengalaman yang menakjubkan, dalam menelaah

proses interaksi antara manusia, dan upaya menghadirkan

sebuah teknik manipulasi pikiran yang mempergunakan

Adolf Hitler sebagai role modelnya. Menelusuri berbagai

referensi terkait persuasi, Robert Cialdini, Kevin Hogan, John

Burton dan banyak lagi. Mengenal lebih dekat dan lebih

mendalam berbagai sudut pandang pemikiran NLP dari

v
tokoh-tokoh utamanya; Bandler dengan berbagai materi

pembelajarannya (Bandler Effect, Nested Loops, Neuro

Hypnotic Repatterning, Design Human Engineering, dan

lainya), Robert Dilts, yang sangat saya kagumi dengan

komposisi Sleight of Mouth (sangat saya rekomendasikan

untuk anda pahami lebih mendalam dan praktikan lebih luas),

Perseptual Posisitions serta Neuro Logical Level. Michael Hall

dengan Meta-State© modelnya, yang benar-benar memukau

serta berbagai karya-karya luar biasanya dalam bidang Self-

Actualizations, Psycho Educations, Coaching dan Komunikasi.

Selain itu saya juga membongkar kembali berbagai referensi

seputaran Hypnosis dan Hypnotherapy dan banyak buku

pemberdayaan diri yang tadinya saya biarkan berjejer rapi di

rak-rak perpustakaan kecil saya.

Hal yang paling mengesankan adalah, proyek penulisan buku

ini kemudian membawa saya mendalami jauh lebih dalam lagi

berbagai “secret societies” dan berbagai misi-misi rahasia

“kalangan elit” dalam hal manipulasi pikiran. Terlepas dari

apakah “masyarakat underground” seperti The Illuminati

vi
dan misi-misi rahasia kalangan elit seperti CIA memang nyata

atau hanya sekedar hoax, saya mengijinkan diri saya untuk

menelaah berbagai penjabaran materinya, terutama dalam

bidang taktik psikologis yang mereka gunakan, dan saya

memutuskan teknik, trik dan taktik yang mereka pergunakan

sangat-sangat relevan dan powerful. Setelah menguji dan

menganalisisnya secara mendalam bersama banyak rekan,

akhirnya beberapa pemikiran tersebut pun banyak

mempengaruhi penulisan buku ini.

Bidang keilmuan yang tidak kalah pentingnya memberikan

kontribusi dalam buku dan model persuasi The Hitler Effect

ini adalah bidang keilmuan yang saya dalami di kampus;

Konseling. Berbagai sudut pandang, model dan teknik

konseling merupakan ilmu yang sangat berguna untuk

berkomunikasi efektif dengan siapa saja, dan memahami

model dunia dimana mereka hidup. Namun, selain sebagai

sekumpulan ilmu pemberdayaan dan transformasi diri,

berbagai teori konseling tersebut juga sangat membantu jika

diterapkan dalam persuasi.

vii
Mencermati, menelaah dan meyarikan semua bidang

keilmuan itu ke dalam satu model merupakan tantangan dan

gairah sendiri untuk saya, yang membuat waktu berlalu tanpa

saya sadari. Bagian paling susahnya kemudian adalah,

bagaimana semua model dan bidang keilmuan psikologis

tersebut bisa dikomposisikan ke dalam sebuah sistem dan

model yang sederhana, namun juga aplikatif. Dari doa dan

upaya terbaik yang telah saya kerahkan, maka buku The

Hitler Effect ini bisa berada di tangan anda, dan bisa anda

terapkan semua materinya dalam kehidupan anda, untuk

kepentingan anda.

Saya berkeras untuk tidak menerbitkan buku ini secara luas

dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Salah satu alasanya

adalah, saya ingin lebih dekat dengan para pembaca saya,

sehingga saya bisa secara intensif berdiskusi dengan para

pembaca yang mungkin menemukan kebingungan atau ingin

menanyakan hal-hal yang dianggapnya penting. Sebuah akses

kusus yang memungkinkan anda memperdalam lagi

pemahaman anda terkait materi buku ini.

viii
Buku ini menjadi sangat eksklusif sebab setiap pembeli akan

dimasukan langsung ke dalam keanggotaan di

www.mindcontrolschool.com , sebuah kursus online yang saya

bina dengan tujuan menyebarkan ilmu persuasi secara lebih

luas. Buku yang sedang anda pegang ini memiliki nomer

serinya sendiri, yang menjadikanya satu-satunya di dunia, dan

setiap buku yang keluar atau diedarkan oleh pihak

mindcontrolschool memiliki nomer seri yang juga berbeda

sebagai tanda keaslianya, yang juga merupakan akses anda

untuk mendapatkan berbagai bonus dari penulis, untuk

memperkaya anda dengan materi lanjutan dan materi-materi

pendukung.

Jika anda seorang guru, konselor, coach atau therapist, saya

yakin anda bisa mempergunakan sistem ini untuk

mendatangkan kebaikan yang jauh lebih besar pada klien atau

siswa anda. Jika anda seorang pemimpin sebuah perusahaan,

jika anda seorang politisi atau pemimpin spiritual, maka

silahkan kembalikan pertanyaan “mau dipakai apa ilmu ini?”

ix
ke dalam diri anda, dan pergunakan dalam tanggung jawab

anda sendiri.

Catatan terakhir saya terkait konten dan materi dalam buku

ini yaitu, penerapan dan pengaplikasian segala teknik, trik

serta metode dalam buku ini sepenuhnya merupakan

tanggung jawab anda. Baik penulis, percetakan atau

distributor sama sekali tidak bertanggung jawab pada

bagaimana anda menerapkan isi buku ini dalam kehidupan

anda.

Buku ini ditulis dengan tujuan untuk memperkaya informasi

anda dalam bidang “manipulasi pikiran” dan melihat lebih

dalam bagaimana berbagai upaya manipulasi pikiran

dilakukan oleh berbagai media (elektronik, media cetak

maupun media sosial), bagaimana anda berupaya dihipnotis

oleh iklan, oleh para penjual dan banyak pihak lainya. Di sisi

lain, dan inilah paradoks yang terdapat dalam buku ini, anda

juga diajarkan bagaimana untuk memanfaatkan teknik-teknik

manipulatif yang sama untuk kepentingan dan keuntungan

x
anda, tentu saja anda bisa mengusahakannya tanpa harus

merugikan orang lain.

Saya ingin mengingatkan sekali lagi, kalimat yang terdapat

dalam cover belakang buku ini: “Bersama kuasa yang besar,

datang juga tanggung jawab yang besar”

Salam Penuh Kepuasan

-Putu Yudiantara-

xi
DAFTAR ISI

Persembahan dan Dedikasi .............................................. iii

Pengantar ......................................................................... iv

Daftar Isi ........................................................................ xiii

Cara Mendapatkan Manfaat Optimal dari Buku Ini ........ xv

PENDAHULUAN

MIND CONTROL AND BRAINWASHING IN DAILY LIVE. ARE


YOU THEIR VICTIM? ................................................................ 1

Sejarah Kelam dari Sisi Gelap Manusia …….................. 6

The Game of Manipulation …………………................. 21

Teknik Metode yang Digunakan dalam Mind Control and


Brainwashing ………………………………................... 28

Kumpulan Taktik Psikologis : Metode Sistematik dan


Scientifik dalam Memanipulasi Pikiran ….................. 33

Mempermaikan Emosi Manusia Sebagai Jalan Menuju


Kuasa Tak Terbatas ………...............…………….... 36

The Club of Super Human …………………………. 40

xii
Bagaimana Kegelapan dan Kekerdilan Pikiran
Dimanfaatkan dalam Manipulasi Pikiran …............... 46

Bagaimana manusia dibodohi pikiranya sendiri …… 50

BAGIAN SATU

THE HITLER EFFECT PRINCIPLES

Memahami Pedang Tajam dengan Dua Sisi Mematikan


..................................................................................... 54

RAHASIA PERMAINAN MANIPULASI PIKIRAN YANG


DIMAINKAN HITLER

Menyelami Isi Pikiran Hitler dan Memodel Caranya


Menjadi Penakluk Pikiran ………………………………. 55

Permainan Pikiran yang Hitler Mainkan dan Bagaimana


Caranya Memenangkan Permainan Itu ………………. 60

BAGIAN DUA

PRINCIPLES OF GREAT PERSUASION STRATEGIES AND


LESSONS IN MIND HACKING ................................................ 83

ARE YOU THE NEXT GREAT PERSUADER? Menjadi


Seorang Manipulator Ulung dengan Menginstal Sikap
Mental dan Metodelogi Para Manipulator Ulung ke
Dalam Pikiran Anda …………..............................…… 85

xiii
ALASAN UMUM KENAPA PERSUASI MEMATIKAN
Melihat Bagaimana Emas Berubah Menjadi Besi, dan
Rumusan Merubah Besi Menjadi Emas .....………… 112

Kenapa Saya Menyebutnya Hitler Effect dan Kenapa


Hitler Effect Sangat Efektif ............................……... 135

LEBIH JAUH TENTANG SISI GELAP DAN KEGILAAN


TERSEMBUNYI DALAM MANUSIA Mengenali Daya
Dorong Tersembunyi Manusia yang Sering Membodohi
dan Membutakan Pikirannya ………………………… 157

Kebutuhan yang Menggila dan Rahasia Lain dari Para


Pakar Eksistensial-Humanistic Psychology ………… 178

Manfaatkan Tujuh Kecanduan Tersembunyi Mereka,


Maka Mereka Akan Terdorong Pada Anda ……….... 192

Kondisi-Kondisi Lain yang Membutakan Pikiran


Manusia ………………………..........................…. 209

Memanfaatkan Bagian Diri yang Disembunyikan ...... 218

The Hitler Effect 1O1 Prinsip dan Strategi Efektif


Mengaplikasikan Darkside dan Darkstates dalam
Persuasi ……..........................................……... 226

MASTERING STATE, META STATE AND DARK STATE


Cara Menguasai Kondisi Batin Seseorang untuk
Memanipulasi Pikirannya ……………...............……. 232

THE ALCHEMIST CIRCLE Jika Anda Ingin Mengetahui


Bagaimana Mengarahkan Pemikiran Orang Lain, Maka

xiv
Anda Harus Tahu Bagaimana Siklus Perjalanan
Informasinya …………............................................ 241

MEMBUNUH LOGIKA DAN MEMBUTAKAN


RASIONALITAS …................…………………………. 276

BAGIAN TIGA

PRACTICAL HYPNOTIC LANGUAGE AND INFLUENCE


STRATEGIES ........................................................................... 290

HIPNOTIS TERSELUBUNG DAN BAHASA YANG


MENGHIPNOTIS ……………………………………….. 292

SLEIGHT OF MOUTH Merubah Keyakinan Seseorang


Hanya dengan Percakapan yang Elegant …………….. 309

KUMPULAN POLA DAN TAKTIK PERSUASI


APLIKATIF ……………………………………………… 337

Menciptakan Kepribadian Lain dalam Diri Seseorang


Untuk Mendukung Anda ………………………….……. 337

Biarkan Mereka Berasumsi dan Berfantasi, Maka Mereka


Akan Percaya ……………………………………………. 342

Setting Unpredictable Frame, Cara Mudah Menjebol


Benteng Penolakan ……………………………………… 352

Shocking Effect, Metode Andalan Para Penipu …… 356

Bagaimana Agar Anda Dianggap Sebagai “Seorang


Pakar” Hanya Dalam Satu Menit Atau Kurang …… 365

xv
Buat Mereka Meragukan Pemikiranya Sendiri, Lalu
Arahkan Ke Pemikiran Anda …………………………. 368

Cara Sederhana Agar Kata-Kata Anda Tidak Pernah


Ditolak dan Langsung Menembus Pikiran Bawah Sadar
Seseorang …………………………………………………. 376

Bagaimana Jika Anda Bisa Mendapatkan Semua yang


Anda Inginkan Melalui Buku Ini, Apakah yang Akan
Anda Inginkan Pertama Kali? …………………………. 382

Bagaimana Agar Seseorang Terobsesi dan Kecanduan


dengan Anda dan Produk Anda ………………………. 388

Anchor, Menciptakan Emas Kapanpun Anda


Menginginkannya …………………………………… 395

The Association Game, Cara Menanamkan Ide,


Pemikiran dan Perspektif di Pikiran Orang Lain Tanpa
Mereka Sadari ……………………………………… 410

Penutup ........................................................................ 428

Referensi & Sumberdaya Belajar Lainya ........................ 430

xvi
“Siapapun yang berbicara pada insting manusia, maka dia
berbicara pada bagian terdalam manusia, dan segera dia
akan mendapatkan respon yang paling diinginkanya dari
orang tersebut”

(Amos Bronson Alcott, 1799-1888)

xvii
BAGAIMANA ANDA BISA MENDAPATKAN MANFAAT

OPTIMAL DARI BUKU INI

Saya ingin anda mendapatkan manfaat optimal dari buku ini,

mendapatkan jauh lebih banyak dari yang buku ini

sampaikan, sebab anda layak untuk itu dan ada sumber daya

dalam diri anda yang akan mewujudkan semua itu untuk

anda.

Saya sangat mengharapkan anda membaca tiap bab yang

disampaikan untuk memperkaya “map” atau paradigma anda

tentang persuasi, manipulasi pikiran, dan lebih umum lagi

manusia dan berbagai sisinya. Informasi dan pemahaman ini

akan sangat berguna bagi anda dalam menjalankan

“permainan” persuasi dan manipulasi, atau sekedar untuk

menyadari permainan yang sedang berlangsung, yang

mungkin saja anda sedang berusaha dijadikan “objek” dari

permainan tersebut. Informasi dan pemahaman yang saya

sampaikan dalam buku ini juga akan sangat berguna untuk

anda membuat berbagai macam strategi persuasi anda, untuk

menyusun “serangan-serangan” yang akan anda lancarkan,

xviii
atau sebaliknya untuk “menangkis” serangan yang sedang

dilancarkan pada anda.

Bagian paling pentingnya adalah, bagaimana anda menyusun,

mengolah dan mengonsepkan semua yang anda baca dalam

buku ini sebagai sebuha attitude yang akan menjadikan anda

sebagai seorang ahli persuasi. Inilah kunci mendasar dalam

mempergunakan buku ini, kembangkan sikap mental seorang

persuader ulung jika anda ingin menjadi seorang persuader

ulung. Hal-hal lain akan mengikuti kemudian.

Penting memang anda mempelajari berbagai teknik dan

strategi dalam melakukan persuasi, namun jauh lebih penting

dari itu anda kembangkan sekumpulan sikap mental dan

attitude seorang ahli persuasi dalam diri anda, sikap mental

yang akan melahirkan berbagai teknik dan strategi dengan

sendirinya. Inilah kunci dalam modelling ala NLP; bukan

semata-mata meniru apa yang dilakukan seorang ahli, namun

meniru sikap mentalnya dalam melakukan apa yang

dilakukannya, atau bagaimana dia melakukannya. Jika anda

memiliki sikap mental seorang pakar persuasi, maka anda

xix
bahkan bisa melahirkan teknik yang lebih dahsyat dibanding

yang mereka telah hasilkan. Anda bahkan bisa melahirkan

metodelogi dan strategi yang jauh lebih hebat dibanding

Hitler Effect ini.

Anda bisa memakai setiap teknik dan strategi dalam buku ini,

namun jangan pernah menganggapnya paling benar dan akan

selalu benar, sebab setelah anda mempraktikannya dengan

sikap mental yang disyaratkan, maka anda juga akan bisa

mengevaluasi sendiri efektifitasnya, kemudian anda bisa

mengembangkan teknik anda sendiri, yang paling sesuai

dengan anda.

Bagian satu buku ini menerangkan pada anda, bagaimana

dalam setiap lini kehidupan permainan saling manipulasi

terus menerus bergulir, membuat anda menjadi subjek dan

sering menjadi objek dari permainan dunia tersebut. Dalam

bidang pendidikan, dalam keluarga, dalam hubungan cinta

dan persahabatan, bahkan dalam kedupan bernegara

permainan ini terus menerus bergulir; orang tua anda, guru

anda, pemerintah anda, media informasi anda, bahkan

xx
pasangan hidup anda terus menerus memainkan permainan

saling manipulasi, dan dalam bagian satu kita akan membuka

paradigma berpikir anda terkait hal ini, dan kemudian

merenungkan, apakah anda menjadi objek yang

mengendalikan permainan, atau menjadi objek yang kalah

dalam permainan ini.

Bagian dua buku ini mulai ke pembahasan materi yang lebih

penting, yaitu menyangkut apa isi pembicaraan anda, apa

yang harus anda katakan, bagaimana anda memainkan

permainan manipulasi pikiran, permainan komunikasi,

bagaimana aturan permainannya, dan bagaimana anda

memenangkannya. Bagian dua lebih menjurus pada strategi

dalam memainkan permainan yang efektif dan

menguntungkan.

Sementara bagian tiga menyangkut tools, alat, sarana dan

persenjataan anda dalam memenangkan permainan ini. Jika

bagian satu menjurus pada apa yang harus anda katakan buku

tiga lebih menjurus pada bagaimana anda mengatakannya.

Bagian dua lebih menjurus pada strategi, dan bagian tiga

xxi
adalah teknik atau triknya. Bagian dua adalah tentang

bagaimana anda memainkan pedang anda dengan efektif, dan

bagian tiga adalah pedang anda sendiri. Saya tidak akan

mengatakan bagian tidak buku ini merupakan bagian yang

paling penting, meski ada berbagai trik dan teknik siap pakai

yang bisa anda pergunakan, sebab buku ini, The Hitler Effect

merupakan sistem yang satu materi berkaitan dengan materi

lainya.

Pertama anda akan diedukasi dan disadarkan bagaimana

“realita” yang ada di dunia kita, bagaimana teori Darwin

membuktikan relevansinya, bahwa “hukum rimba” masih

berlaku dalam kehidupan kita, hanya saja dengan lebih halus,

hukum rimba yang lebih beradab. Setelah membaca bagian

pertama buku ini anda akan disadarkan, bahwa anda perlu

mengambil alih kendali atas kehidupan anda, atas permainan

anda, bukan hanya menjadi korban yang terperdaya, namun

menjadi seorang yang penuh daya kuasa. Kedua, anda akan

mendapatkan berbagai informasi mengenai strategi dan

teknik memenangkan permainan yang bisa anda gunakan

xxii
untuk memenangkan diri anda sendiri. Ketiga, anda akan

mendapatkan berbagai peralatan atau tools yang bisa anda

pergunakan untuk mencapai kemenangan, atas pikiran anda

dan atas pikiran orang lain.

Hitler effect adalah sistem berpikir, sistem berpikir yang

menempatkan anda pada pilihan, menjadi korban atau ikut

dalam permainan dan memenangkanya. Segala sumber daya

untuk menang ada dalam diri anda, dan anda bahkan

memiliki sumber daya untuk menang dalam diri orang lain,

sehingga sangat besar kemungkinan anda untuk menang jika

saja anda mau “bermain” dengan efektif.

Segera setelah anda memilih untuk “join the game” maka hal

pertama yang harus segera anda kembangkan adalah, sikap

mental yang diperlukan dalam permainan ini.

Jika ada hal-hal yang ingin anda diskusikan berkaitan dengan

isi buku ini, berkaitan dengan konsepnya atau kendala yang

anda temui dalam praktiknya, anda sangat diperkenankan

menghubungi penulisnya untuk berdikusi langsung. Itulah

tawaran yang saya berikan, silahkan baca dan silahkan

xxiii
lakukan konsultasi kapan saja berkaitan dengan buku yang

anda baca. Jadi, anda bukan hanya membeli buku, namun

anda juga mendapatkan kursus privat sekaligus. Saya akan

selalu bersedia mendampingi anda dalam mencapai

perkembangan dan peningkatan pemahaman yang jauh lebih

tinggi.

Silahkan mulai membaca setiap babnya, dan pastikan setiap

kata yang anda baca kemudian “memperkata map” serta

“mengembangkan sikap mental” yang diharapkan.

xxiv
FRAME GAME AND GAME OF FRAME

Prinsip Sederhana Persuasi yang Penuh Taktik Mematikan

Bab ini merupakan bab yang perlu anda baca, untuk

memberikan gambaran dan insights mengenai bagaimana

anda menjalankan proses persuasi yang efektif dan penuh

“kemenangan”. Bab ini merupakan penjabaran sebuah prinsip

penting persuasi dan sikap mental yang akan sangat

memberdayakan untuk anda, lagi pula, jika anda tidak

memberdayakan diri dengan sikap mental ini, anda akan

terperdaya olehnya.

Hitler Effect menyatakan sebuah fenomena penuh kegelapan,

kegelapan yang jika anda tidak berdayakan dengan baik akan

dengan sangat baik membuat anda terperdaya. Fenomena

kegelapan dalam persuasi adalah fenomena bagaimana

manusia telah terkondisikan dengan sangat kokoh untuk

saling menaklukan, saling menguasai, saling memanipulasi

dan saling mempengaruhi. Anda bisa jadi tidak mengakuinya,

tidak mengakuinya karena mungkin fenomena ini menjadi

terlalu “gelap” untuk ada, sama seperti fenomena angsa hitam.

xxv
Namun, demikianlah kenyataannya, yang mana kenyataan

fenomena ini tidak akan berubah hanya karena kita merubah

istilah yang dipakai untuk menggambarkannya dengan istilah

persuasi, komunikasi atau istilah “sopan” lainnya.

Pendidikan merupakan proses dimana anak-anak dipengauhi

untuk menjadi “lebih baik”, dimana mereka “dibentuk” demi

kepentingan sekolah, orang tua dan masyarakat. Mereka

dibentuk menjadi manusia penuh daya saing, penuh

kompetisi, penuh ketegangan, penuh tuntutan dan bahkan

sering penuh “kesemena-menaan”. Politik dan pemerintah

adalah para manipulator yang berusaha membuat kita

“tunduk” dan menjadi “pengikut”. Media dan iklan adalah

para manipulator lain, yang dengan segala cara berusaha

mempengaruhi pemikiran kita untuk menambah keuntungan

mereka. Bahkan orang tua kita berusaha menanamkan

pengaruhnya. Meski tidak semua orang dan tidak semua hal

berusaha mempengaruhi kita ke arah negatif, namun

setidaknya rata-rata dari mereka berusaha mempengaruhi kita

xxvi
berdasarkan kepentingan mereka (meski kita juga tidak selalu

merasa dirugikan).

Mari kita langsung menuju aturan-aturan dan fenomena

frame game ...

Persuasi adalah permainan, mari kita ambil sudut pandang

tersebut. Sudut pandang ini diberikan oleh Michael Hall, yang

menurut pengamatan saya sangat tepat, sederhana, namun

membukakan kita sebuah perspektif yang sangat membantu

dalam menjalankan proses persuasi yang hebat. Permainan

seperti apa yang dimainkan dalam persuasi? Permainan sudut

pandang, permainan cara berpikir dan permainan pikiran,

atau frame games dalam terminologi NLP. Meski kebanyakan

diantara anda memiliki konotasi yang negatif terhadap kata

“manipulasi pikiran”, namun frame games merupakan

permainan manipulasi pikiran.

Permainan sudut pandang (frame games) menunjukan bahwa

proses persuasi kita membutuhkan strategi, taktik, trik dan

teknik serta sekumpulan aturan dasar dalam memainkannya.

Trik, teknik dan strategi diperlukan dalam permainan

xxvii
persuasi agar anda bisa memenangkan permainan anda,

bukan malah dipermainkan dalam proses tersebut. Karena

permainan yang anda mainkan merupakan permainan sudut

pandang pemikiran, permainan cara berpikir, arah berpikir

dan permainan pola pikir serta berbagai komponennya, itu

berarti anda harus memfokuskan pada objek permainan yang

anda mainkan tersebut.

Frame atau bingkai merupakan metafora yang tepat untuk

pemikiran. Frame memiliki batasan, sejauh mana frame

berpikir seseorang, seluas apa, atau sesempit apa. Bingkai

pemikiran seperti juga kaca mata yang kita kenakan untuk

menatap dunia, sehingga bagaimana warna dunia kita akan

ditentukan oleh warna kaca mata yang kita kenakan. Saat

anda memindahkan, mengubah ukuran atau memasang

bingkai baru pada cara berpikir orang lain, maka anda juga

akan mengubah banyak hal dalam dirinya; mengubah

keputusan yang dia ambil serta mengubah penilaian-penilaian

yang dia buat. Bahkan anda dan semua yang anda katakan

pun terbingkai dalam cara berpikir tertentu dari bingkai

xxviii
pemikiran lawan bicara anda, yang membuatnya menilai anda

dengan cara tertentu, yang membuatnya memutuskan untuk

menyetujui atau menolak anda, sehingga jika cara pandang

dan penilaian yang dia buat terhadap anda tidak mendukung

tujuan yang ingin anda capai dalam proses persuasi tersebut,

anda harus “melakukan sesuatu” terhadap framenya.

Anda bisa memandang proses persuasi sebagai apa pun, anda

bisa memiliki banyak penilaian, cara berpikir dan sudut

pandang (frame) apa pun terhadap persuasi, namun akan

lebih memudahkan dan menyenangkan jika anda memandang

persuasi dalam sudut pandang permainan (game frame),

sehingga menimbulkan konotasi yang memberdayakan dalam

diri anda, seperti bagaimana menyenangkan dan penuh

tantanganya proses tersebut, bagaimana bisa sangat

menghibur dan menggairahkannya proses persuasi anda, dan

bagaimana anda bisa memainkannya dengan mengikuti

“Aturan main” yang berlaku, serta tentu saja lengkap dengan

bagaimana menyusun berbagai teknik dan strategi dalam

memainkannya.

xxix
Memandang persuasi sebagai permainan (game frame),

permainan mengolah sudut pandang dan pola pikir seseorang

(frame games) membuat saya selalu bergairah dengan proses

penuh tantangan yang satu ini.

Lalu apa saja aturan yang berlaku dalam permainan yang satu

ini?

Lantas, teknik dan trik apa saja yang perlu digunakan dalam

memenangkannya?

Apa hadiah dan hukuman yang didapatkan dalam kekalahan

atau kemenangan proses persuasi ini?

Apa kaitanya dengan Hitler Effect?

Bahkan, membahas sudut pandang ini saja sudah sangat

menyenangkan untuk saya.

Saya meyakini bahwa ada aturan khusus yang memang

berlaku dalam proses persuasi, bahkan aturan ini sangat

mengikat dan akan menentukan apakah anda tetap bermain

xxx
atau lengsung mendapatkan kartu merah, dan dikeluarkan

sebagai pecundang?

Aturan yang berlaku dalam permainan pola pikir dan sudut

pandang, tentu saja adalah aturan-atura pikiran, cara serta

proses berpikir dan bagaimana menginterupsinya sesuai

dengn kepentingan anda.

Bermain dalam permainan persuasi juga berarti anda

memiliki berbagai sumber daya, persenjataan dan fasilitas

yang bisa anda pergunakan untuk memenangkan permainan

anda. Bukan hanya itu, anda juga akan bisa mendapatkan

berbagai sumber daya, fasilitas dan daya dukung di “wilayah

lawan” anda, yang keduanya bisa anda manfaatkan dan daya

gunakan untuk mencapai kemenangan yang anda inginkan.

Namun, lawan anda juga memiliki sumber daya yang sama.

Dalam Art of War dari Sun Tzu, buku strategi perang Cina

kuno yang masih sangat relevan diterapkan dalm berbagai

bidang kehidupan, termasuk dalam persuasi dikatakan,

ketahui kekuatan dan kelemahan musuh anda sama baiknya

xxxi
dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan anda sendiri,

maka anda tidak akan kalah dalam seratus pertempuran.

Kebanyakan orang terlalu yakin dengan kekuatannya sehingga

meremehkan musuhnya, terlalu yakin dengan kemenangan

yang akan segera diraihnya, sehingga rasa percaya dirinya

yang membabi buta ini bukan membuatnya menyusun

strategi dan teknik yang akan benar-benar memenangkannya,

namun malah menghancurkannya, bahkan sebelum

peperangan dimulai. Rasa percaya diri merupakan elemen

penting untuk membuat anda maju terus dalam pertempuran,

namun jika berlebihan, anda bisa saja malah dihancurkannya.

Gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal.

Dalam membuat perencanaan yang matang, anda

memerlukan informasi yang akurat mengenai wilayah musuh

anda (pola pikir dan pemikiran atau frame) musuh anda, dan

mengetahui frame anda sendiri dengan sama baiknya. Musuh

anda memiliki cara pikir atau frame yang akan melemahkan

anda, memiliki benteng-benteng kokoh penolakan, namun

juga memiliki sumber daya yang bisa anda manfaatkan untuk

xxxii
kemenangan anda, dan anda hanya perlu mengamatinya

dengan seteliti mungkin. Di sisi lain, anda pun memiliki

berbagai frame yang bisa melemahkan diri anda sendiri dalam

persuasi, anda memiliki sudut pandang dan cara berpikir yang

alih-alih membuat anda makin kuat, namun membuat anda

terus menerus menderita kekalahan. Sebelum anda bisa

bermain-main dengan frame orang lain, anda wajib bermain-

main dengan frame anda sendiri.

Kepercayaan apakah yang anda simpan dalam pikiran anda

berkaitan dengan proses komunikasi dan persuasi?

Apakah kepercayaan-kepercayaan anda tersebut mendukung

anda mencapai tujuan-tujuan persuasi anda selama ini?

Apakah anda mendapatkan apa yang anda inginkan dalam

proses komunikasi?

Apakah anda malah mendapatkan banyak penolakan dan

kekalahan?

xxxiii
Bisakah anda menganalisa berbagai penyebab kekalahan anda,

dan merumuskan apa saja yang menjadikan anda menang

selama ini?

Sebelum maju ke peperangan berikutnya, sebelum mengikuti

permainan selanjutnya, akan sangat berguna jika anda

melakukan dua hal penting ini; pertama, anda analisa

berbagai aspek yang menyebabkan anda menang atau kalah,

dengan sedetail dan seteliti mungkin, lalu putuskan ulang

bagaimana anda akan bermain dalam permainan berikutnya,

kemudian kedua, anda amati dengan teliti para “pemain”

yang mencapai banyak kemenangan, bagaimana mereka

mencapai kemenangan mereka, bagaimana mereka

memainkan permainan mereka dan bagaimana trik serta

prinsip yang mereka pakai dalam bermain. Dua hal ini bisa

menjadi modal yang sangat penting untuk anda, bisa menjadi

modal untuk kemenangan anda.

Saat anda mengamati orang lain, mengamati lawan main

anda, anda harus berfokus pada dua hal; apa kelemahan

mereka, apa hal dalam diri dan lingkungan mereka yang bisa

xxxiv
anda manfaatkan untuk mencapai tujuan yang anda ingin

capai dalam proses persuasi yang anda lakukan. Berdasarkan

dua pengamatan ini, anda akan bisa menyusun strategi yang

mutakhir dan dahsyat, sementara teknik yang anda gunakan

bisa anda pilih dari berbagai macam teknik dalam buku ini.

Hitler Effect memfasilitasi anda dengan berbagai gambaran

umum kelemahan manusia yang bisa anda manfaatkan dlam

permainan anda, berbagai teknik, strategi dan tentu saja

aturan main yang harus anda ikuti, jika memang anda ingin

mencapai apa yang anda ingin capai dalam sebuah proses

persuasi dan komunikasi. Namun, gambaran umum yang

disampaikan dalam Hitler Effect ini, ada yang bisa anda

langsung pakai untuk setiap orang, ada hal-hal yang harus

anda pilih yang merupakan kelemahan personal orang

tersebut.

Apakah anda siap ikut bermain dengan sebaik mungkin, atau

anda memilih menjadi korban yang selalu “dimainkan”?

Saat anda memandang sesuatu sebagai permainan, anda akan

memiliki state yang berbeda dalam persuasi, anda akan

xxxv
memiliki playful state yang akan memungkinkan anda bukan

hanya menikmati, namun juga menjadi bergairah dengan

segala macam hal berkaitan dengan proses persuasi yang anda

lakukan. State semacam ini akan sangat memberdayakan dan

menguatkan anda dalam menangani setiap tantangan yang

anda akan temui dalam proses persuasi. Berbagai penolakan,

dinamika emosional dan kekakuan akan menjadi tantangan

yang menggairahkan dan menyenangkan.

Ingatkah anda pada saat-saat anda bermain permainan

tertentu, mungkin play station, golf, sepak bola atau futsal,

bermain game lain atau permainan olah raga? Anda begitu

menikmati permainan kegemaran anda, anda begitu bergairah

dan penuh suka cita. Pada saat itu anda mengerahkan

pemikiran dan usaha terbaik anda, bukan hanya untuk

mencapai kemenangan, namun juga untuk menikmati

permainan yang anda sedang mainkan. Anda menyiapkan

berbagai trik, strategi dan teknik dalam bermain, namun anda

juga dengan fleksibel menyesuaikan trik dan teknik anda

dengan dinamika permainan yang sedang berlangsung. Tidak

xxxvi
ada kebencian, amarah atau emosi yang menyakitkan, tidak

ada personalisasi emosional, semua dipandang sebagai

permainan yang harus dinikmati dan dimenangkan.

Sangat penting mengadopsi cara berpikir ini agar anda

menikmati dan menjalankan proses persuasi anda dengan

cara dan state yang anda akan terkaget-kaget sendiri dengan

efektifitas dan kenikmatannya. Tahap pertama untuk bermain

dalam permainan persuasi, dalam permainan sudut pandang,

permainan emosional dan pemikiran, anda harus bisa

mengambil sikap sebagai seorang pemain, seorang yang

memainkanya, bukan dipermainkan olehnya. Jika anda telah

mengambil sikap semacam ini, mengadopsi cara berpikir

semacam ini, maka kondisi dan situasi proses persuasi anda

pun akan sangat-sangat berbeda. Kondisi ini disebut magician

state atau alchemist state, state yang anda akan butuhkan

sekali untuk melakukan magical things dan merubah “logam

menjadi emas”.

Beberapa sikap mental, keyakinan dan prinsip yang bisa anda

pegang dalam melakukan proses persuasi berikut akan

xxxvii
semakin meneguhkan nikmatnya permainan yang anda

sedang mainkan, yang saya adopsi dari Mind Liner State ala L.

Michael Hall.

 Setiap pernyataan dan penolakan memiliki jawaban

serta celah penerimaan di dalamnya, dan saya akan

mempergunakannya dengan seoptimal mungkian

 Setiap pernyataan atau penolakan memberikan

feedback, bukan kegagalan, sehingga saya akan

memanfaatkan setiap feedback yang saya terima

untuk mendapatkan feedback yang saya inginkan

 “Saya akan sepenuhnya bertanggung jawab atas

proses komunikasi yang melibatkan pemberian dan

penerimaan feedback”.

 Saya tidak akan mempersonalisasikan (menjadikan

feedback yang saya terima sebagai serangan pribadi,

sebagai bentuk masalah pribadi atau menyangkut

haal-hal personal), namun menjadikannya sebagai

bagian dari permainan persuasi yang sedang

berlangsung

xxxviii
 Saya akan selalu mendeteksi “makna” dalam frame

berpikir seseorang berkaitan dengan proses persuasi

yang sedang berlangsung

 Saya tahu dan paham bahwa seseorang hanya hidup

dalam dunia konseptual dan dunia personalnya saja,

dan bahkan saya pun akan dimasukannya ke dalam

dunia konseptualnya, dan saya tahu bahwa dunia

konseptual tempat hidupnya itu merupakan hasil dari

“makna” yang dia jalin dan frame yang dia pakai.

 Saya akan selalu ingat bahwa sudut pandang,

penilaian dan cara berpikir seseorang sifatnya sangat

dinamis dan mudah dirubah, namun demikian saya

akan tetap menghormati bagaimana pun cara berpikir

seseorang tersebut, sebagai tahap awal saya

mengarahkannya

 Seseorang akan dengan mudah diubah sudut

pandangnya saat peta mentalnya sudah menjadi

semakin kaya.

xxxix
Prinsi-prinsip yang saya petikkan di sini bukanlah prinsip

baku atau satu-satunya prinsip, namun bentuk pengayaan

sederhana bagi anda dalam menjalankan proses persuasi anda.

Secara lebih lengkap anda akan mendapati bagaimana

tepatnya sikap mental dan prinsip yang akan membawa anda

memasuki alchemist state dalam bab mengenai Attitude NLP,

yang merupakan kunci utama menjadi seorang NLP-ers.

Saat anda sudah berada dalam state yang tepat, maka saat itu

akan akan memiliki kualitas yang jauh berbeda, bahkan anda

bisa saja mendapati diri anda menjadi seorang ahli

“pembujuk” dengan skills yang akan membuat anda terkaget-

kaget sendiri.

Untuk memiliki kualitas permainan persuasi yang tinggi dan

bisa bermain-main secara optimal dengan frame dan meaning

seseorang, maka anda harus memasuki “state pemain” terlebih

dahulu.

Tetapi, Semua, terserah anda ...

xl
The Hitler Effect 1
Putu Yudiantara

PENDAHULUAN

MIND CONTROL AND BRAINWASHING IN DAILY


LIVE

ARE YOU THEIR VICTIM ???

Mind control dan cuci otak (brainwashing) merupakan terminologi

yang biasa dikaitkan dengan manipulasi pikiran, yang memiliki

konotasi negatif di masyarakat. Salah satunya, hal ini diakibatkan

oleh pemberitaan media bahwa banyak teoris yang

mempergunakan pencucian otak sebagai metodenya.

Dalam buku ini terminologi cuci otak (brainwashing), mind

control, manipulasi pikiran dan persuasi mengarah pada satu

makna, yaitu “menstruktur ulang pikiran”, apa pun tujuan

penstrukturan ulang tersebut. Namun, tentu saja secara definitif

istilah-istilah tersebut memiliki definisinya sendiri, yang satu

dengan yang lainya memiliki perbedaan terutama dalam hal

“tingkat paksaan” dalam praktiknya. Istilah-istilah tersebut juga

tidak mengarah pada pemaknaan “baik-buruk”, sebab baik atau

buruk hanya merupakan konsepsi mental yang dinamis saja.


The Hitler Effect 2
Putu Yudiantara

Apakah ada diantara anda, pembaca yang saya cintai, yang skeptik

dengan istilah pencucian otak? Saya harapkan anda tetap

melanjutkan membaca, dan mari kita lihat apakah anda akan

masih tetap skeptik dengan istilah semacam cuci otak dan

manipulasi pikiran.

Atau ada diantara anda yang sangat mempercayai terminologi ini

sehingga ingin menguasai metodenya, dan menerapkanya untuk

tujuan tertentu yang akan mendatangkan lebih banyak kebaikan

dalam hidup anda? Jika “iya” maka biarkan bagian ini menjadi

bab-bab awal anda dalam perjalanan menguasai mind control,

brainwashing, manipulasi pikiran atau istilah apa pun yang anda

sukai.

Saat pertama mengemukakan konsep penulisan buku ini pada

beberapa rekan, banyak yang berpendapat kalau buku semacam ini

lebih baik tidak diterbitkan, sebab dikawatirkan penyalahgunaan

berbagai metode dan taktik yang disediakan di buku ini yang

memang sangat fulgar dan blak-blakan.

Saya hampir “menghaluskan” buku ini, menyembunyikan

beberapa hal, dan tidak menyampaikan hal-hal lain yang bersifat


The Hitler Effect 3
Putu Yudiantara

lebih powerful, agar tidak disalahgunakan oleh individu atau

kelompok tertentu. Namun kemudian saya berpikir, kalau teknik

dan metodenya disembunyikan, maka pastinya banyak orang yang

tidak tahu akan menjadi korban bagi segelintir orang yang tahu.

Kemudian, apakah mind control dan brainwashing merupakan

teknik atau ilmu yang negatif ? Tentu saja “iya” dan sekaligus

“tidak”.

Ilmu, baik ilmu apa pun itu tidaklah bersifat baik atau buruk,

namun bagaimana ilmu itu dipergunakanlah yang akan

memberikanya kesan baik atau buruk. Ilmu ini adalah ilmu yang

tajam, dan pisau tajam ini entah akan anda gunakan untuk

mengiris daging untuk makan malam atau untuk mengiris telinga

tetangga anda, itu semua menjadi tanggung jawab anda.

Sayangnya, banyak yang langsung memunculkan kesan negatif dan

kecurigaan saat mendengar istilah semacam mind control dan

brainwashing. Padahal secara halus, bidang keilmuan ini juga

dipergunakan dalam keseharian oleh berbagai kalangan. Sebagian

untuk tujuan yang sama-sama menguntungkan dan sebagian lagi

untuk tujuan yang hanya menguntungkan diri mereka sendiri.


The Hitler Effect 4
Putu Yudiantara

Bagaimana dengan istilah persuasi dan komunikasi? Apakah kedua

istilah tersebut juga memunculkan kesan negatif di pikiran anda?

Kemungkinan besar tidak. Padahal, kedua istilah ini hanyalah

bentuk sopan dari kata mind control dan psychological

brainwashing.

Mari kita ambil contoh penerapanya dalam pemerintahan. Peranan

“mengarahkan persepsi” masyarakat merupakan hal yang penting

bagi pemerintah. Melakukan berbagai daya upaya untuk mengelola

“persetujuan dan penolakan” masyarakat sepertinya memang

merupakan bagian signifikan yang harus pemerintah kuasai agar

kebijakan-kebijakanya bisa berjalan dengan efektif. Apa lagi di

jaman digital seperti ini, dimana pergerakan informasi merupakan

suatu yang sangat mudah, bahkan informasi internasional pun bisa

diakses dalam hitungan detik dari pedesaan. Perkembangan

teknologi informasi yang beriringan dengan perkembangan

teknologi pikiran kemudian menjadi senjata yang sangat kuat

dalam mengarahkan persepsi masyarakat. Televisi, radio, koran,

internet bahkan media sosial merupakan senjata pemerintah dalam

“memerangi” rakyatnya agar arah pemikiranya bisa sesuai dengan

yang diaharapkan.
The Hitler Effect 5
Putu Yudiantara

Jika pemerintah ingin memberikan pesan pada masyarakatnya

untuk mendukung perang, maka berbagai pencitraan visual-

auditori-kinestik ditambah unsur-unsur yang mempengaruhi

dorongan-dorongan instingtif untuk bertahan hidup, menghindari

rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan akan sangat membantu

dalam pengkemasan “iklan layanan masyarakat” yang hendak

disusun. Belum lagi, jika dalam konteks massal, memetic mind

control dan ethereal effect akan dengan sangat mudah dipraktikan.

Sangat mengerikan, saat kemajuan teknologi informasi dikawinkan

dengan teknologi dan metodelogi psikologis.

Sejarah sudah mencatatkan nama Adolf Hitler, melalui

propaganda - nya yaitu dengan manipulasi pikiran massa bisa

menggiring satu negara untuk melakukan kegilaan dan kerusakan

yang sangat mengerikan, holocaust.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai Hitler Effect dan

berbagai metode mind control dalam buku ini, saya yakin anda juga

akan senang dengan pembahasan bagian pertama buku ini, yaitu

bagian pembukaan tentang mind control dan brainwashing.

Bagaimana berbagai lembaga mempergunakanya dalam

keseharian, bagaimana anda berusaha dimanipulasi dalam setiap


The Hitler Effect 6
Putu Yudiantara

aspek kehidupan, dan bagaimana tanpa anda sadari selama ini

anda telah menjadi “korban” mind control.

Itulah salah satu tujuan penulisan buku ini, yang mungkin

merupakan salah satu buku yang paling komprehensif dan

terperinci membahas berbagai aspek mind control, yaitu agar anda

memiliki pemahaman, wawasan dan pengetahuan mengenai apa

dan bagaimana mind control itu, apa saja teknik yang digunakan,

bagaimana anda dimanipulasi dan berbagai komponen penting

pembahasan menyangkut 5W+1H. Selain sebagai manual, buku ini

juga bersifat psiko-edukatif bagi anda.

Bukan hanya dalam arah negatif yang bisa jadi merugikan anda,

namun saya ingin mengajak anda untuk membuka mata dan

pikiran untuk melihat bahwa berbagai teknik dan metode dalam

buku ini telah dan bisa juga diterapkan untuk berbagai hal positif

yang akan meningkatkan kualitas kehidupan anda.

Sejarah Kelam dari Sisi Gelap Manusia

Mind Control bukan hal baru lagi, meski penggunaan teknik dan

metodenya telah mencapai pengembangan yang sangat pesat dan

berkesesuaian dengan jaman. Di jaman sekarang, Mind Control


The Hitler Effect 7
Putu Yudiantara

telah melibatkan pendayagunaan berbagai teknologi canggih, yang

membuatnya semakin powerful, sekaligus juga terselubung dengan

sangat halus.

Sejak awal kehidupan, manusia terlahir dengan berbagai

kecenderungan atau motivasi dasar yang mendorongnya untuk

melakukan berbagai hal dan terlibat dalam berbagai aktifitas dalam

kehidupanya. Kecenderungan atau motivasi dasar inilah yang

membuat manusia melakukan berbagai aktifitas, menyusun goal,

terlibat dalam masyarakat, dan melakukan hubungan seksual.

Semua ini merupakan bagian instingtif manusia, yang dibawa

bersama DNA dan dikembangkan dalam berbagai pengalaman

selama proses perkembanganya.

Jika memakai terminologi Segi Tiga Kebutuhan Maslow, maka

setidaknya ada lima motivasi atau kecenderungan dasar manusia

yang mendorongnya untuk hidup dan berkehidupan di dunia ini.

Hirarki Kebutuhan Maslow secara sederhana menjelaskan pada

anda, mengapa anda dan manusia lainya melakukan hal-hal yang

anda lakukan, mengenali driving forces dalam diri manusia.


The Hitler Effect 8
Putu Yudiantara

Pertama, kebutuhan biologis atau kebutuhan primer yang

berkaitan dengan makan dan minum. Tentu tidak perlu saya

perpanjang lagi penjelasan mengenai topik yang satu ini, sebab kita

semua memilikinya. Namun sadarkah anda bahwa keinginan

dasar, keinginan paling mendasar dari manusia ini teramat sangat

kuat, bahkan mampu menjadikan manusia sebagai “iblis”?

Kita, manusia, apa lagi manusia yang hidup di jaman modern

merupakan manusia yang hidup dengan berbagai aturan norma,

nilai-nilai kamanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Namun

nilai dan norma tersebut bisa sama sekali tidak berlaku jika “perut

lapar”.

Contoh sederhananya adalah kanibalisme korban kecelakaan

pesawat di pegunungan Andes.

Sebelumnya, ijinkan saya bertanya, anda memilih mati kelaparan

atau memakan manusia lain (kanibalisme) ?

Saya pernah mengajukan pertanyaan yang sama dalam sebuah

survey kecil, dan jawaban awal kebanyakan adalah “memilih mati”.

Namun saat diajak berimajinasi ke sebuah masa (future

progression) dimana dia ditempatkan dalam kondisi yang mirip


The Hitler Effect 9
Putu Yudiantara

dengan korban kecelakaan pesawat Uruguay Air Force Flight 571,

mereka mulai ragu dengan berbagai aturan norma serta nilai-nilai

kemanusiaanya.

Oke, pertama, mari kita simak cerita tentang kecelakaan pesawat

Uruguay Air Force Flight 571 di pegunungan Andes dahulu.

Pesawat asal Uruguay itu mendarat darurat di pegunungan Peru

karena cuaca buruk. Pesawat yang membawa 45 penumpang, para

pemain Rugby yang terdiri dari mahasiswa dan pembimbingnya

itu jatuh di ketinggian 13500 m, di salah satu puncak tertinggi

pegunungan bersalju. Bukan hanya tidak memiliki persediaan

makanan yang cukup untuk sisa 29 penumpang yang selamat

(kemudian terus berkurang lagi sampai menjadi 16 orang) mereka

juga harus bergelut dengan salju pegunungan Andes, dengan hawa

dingin dan badainya. Sisa penumpang pesawat yang tadinya

selamat dari kecelakaan kemudian ada yang meninggal karena

kedinginan, ada yang meninggal karena longsoran salju dan

berbagai alasan lain.

16 orang penumpang yang selamat itu akhirnya menyerah pada

rasa lapar dan pada kebutuhan mereka untuk bertahan hidup.

Solusi yang ditawarkan oleh Roberto Canessa, salah seorang


The Hitler Effect 10
Putu Yudiantara

mahasiswa kedokteran, adalah memakan daging para penumpang

yang telah meninggal untuk memenuhi kebutuhan akan energi dan

untuk mengenyangkan perut mereka “untuk bertahan hidup”.

Pilihan itu memang merupakan pilihan yang sulit. Namun, mereka

akhirnya setuju juga untuk mulai menyayat-nyayat mayat rekan-

rekanya yang telah meninggal, dan menjadikanya perbekalan

untuk ekspedisi mencari bantuan. Daging manusia, atau daging

rekan satu pesawat yang mereka konsumsi itu membuat mereka

mampu bertahan hidup sampai 72 hari.

Bagaimana tanggapan masyarakat atas kanibalisme ini?

Masyarakat menerima dan memaklumi apa yang mereka lakukan.

Bahkan dikatakan, para orang tua yang mayat anaknya dimakan

pun tetap memaafkan para survivor ini.

Apa poin penting dari cerita ini ?

Kita, manusia beradab dan manusia yang berasaskan moral serta

nilai-nilai kemanusiaan ini belum pernah benar-benar menguji

batas moral dan nilai kemanusiaan kita di hadapan tantangan

seperti yang para penumpang pesawat itu alami.


The Hitler Effect 11
Putu Yudiantara

Mungkin ada diantara anda yang merasa jijik dengan makanan

yang mereka konsumsi untuk bertahan hidup. Bahkan mungkin

terbersit di pikiran anda, lebih baik mati dari pada memakan

daging mayat. Namun, anda baru memakai “imajinasi” dan

sekedar membayangkan apa yang meraka lalui, sehingga anda juga

baru mereka-reka reaksi yang akan anda berikan dalam situasi

tersebut.

Kebutuhan biologis adalah kebutuhan mendasar yang daya

dorongnya paling kuat. Orang yang tidak terlalu didorong oleh

kebutuhan biologis ini pastilah karena satu alasan saja, kebutuhan

biologis mereka telah terpenuhi.

Kebutuhan biologis seperti makan dan minum adalah kebutuhan

yang sama dengan yang dimiliki binatang. Bedanya, untuk makan

dan minum, manusia menggunakan akal dan nilai kemanusiaanya,

sedangkan binatang tidak memiliki pertimbangan etis semacam

itu.

Namun, bisa anda lihat sendiri, sejarah mencatat bahwa manusia

bisa melepaskan nilai kemanusiaanya dan menjadi apa yang

mungkin dulunya mereka kira “tidak beradab” saat mereka


The Hitler Effect 12
Putu Yudiantara

ditempatkan dalam situasi dimana perut mereka benar-benar

dikosongkan. Seorang kawan saya memiliki istilah yang cukup

indah untuk menggambarkan hal ini, manusia hanya menjadi

manusia (dengan moral, etika dan rasio) saat perutnya sudah

kenyang.

Ijinkan saya menyampaikan permintaan maaf pada seluruh korban

kecelakaan pesawat Uruguay Air Force Flight 571, baik yang

selamat atau yang telah meninggal. Saya sama sekali tidak

bermaksud menilai apa yang mereka lakukan dengan bingkai

moralitas. Saya hanya sedang menyampaikan betapa kuatnya

dorongan biologis ini, sampai-sampai hal-hal yang paling

mengerikan pun bisa dilakukan.

Selain makan dan minum, dorongan biologis primordial yang

paling mendasar dalam diri manusia (dan binatang) adalah

dorongan seksual atau kebutuhan seksual.

Anda pasti sudah tahu, bahwa dalam ajaran agama kebanyakan,

berzinah atau melakukan hubungan seksual di luar pernikahan

adalah dosa. Bahkan ada beberapa agama serta kepercayaan

tertentu yang memiliki aturan dan larangan yang sangat ketat


The Hitler Effect 13
Putu Yudiantara

dalam hal penyaluran kebutuhan seksual. Tetapi anda juga

pastinya sudah tidak asing dengan pemberitaan adanya tokoh atau

pemimpin agama yang melakukan pencabulan, bukan?

Bahkan apa yang disebut sebagai “aturan Tuhan” pun bisa dengan

mudah dilanggar saat dorongan yang sangat besar ini sedang tidak

terkendali.

Tahukah anda bagaimana pikiran anda selama ini berusaha

dimanipulasi oleh berbagai kalangan dengan memanfaatkan

dorongan seksual ini?

Lihatlah iklan dalam berbagai media, meski tahun-tahun

belakangan mulai agak menurun, namun masih banyak iklan yang

memanfaatkan dorongan seksual dan sensualitas untuk menarik

perhatian anda.

Apa hubungan antara wanita berpakaian seksi dengan iklan mobil

sport?

Jika ditelaah secara rasional, mungkin sepintas kedua hal ini tidak

ada hubunganya. Namun, para pekerja media dan pembuat iklan


The Hitler Effect 14
Putu Yudiantara

itu sepertinya tahu benar cara otak manusia memproses informasi,

salah satunya dengan teori asosiasi.

Saat anda memiliki kesan emosional yang “menyamankan” dan

menyenangkan pada satu hal, maka pikiran anda akan cenderung

memunculkan berbagai hal lain terkait kenyamanan yang semakin

membenarkan betapa nyamannya hal tersebut. Demikian pula

sebaliknya, jika anda tidak memiliki kesan yang baik, kesan yang

“nikmat” terkait satu hal, maka hal-hal lain, bahkan mungkin

semua hal yang berkaitan dengan hal tersebut akan terkesan

negatif.

Saat seorang wanita cantik dengan penampilan yang sensual

dihadirkan di depan lelaki, maka dia akan merasakan berbagai

sensasi “nikmat” dan emosi-emosi yang menggairahkan.

Kemudian saat wanita tersebut berbicara tentang mobil Sport

(yang diiklankanya) maka otomatis otak membuat asosiasi bahwa

mobil sport itu juga akan menghadirkan berbagai emosi dan

sensasi nyaman dan nikmat yang sama. Kesan-kesan dan asosiasi

seperti ini kadang tidak disadari karena memang beroperasinya di

wilayah unconscious kita.


The Hitler Effect 15
Putu Yudiantara

Lihat, betapa mudahnya pikiran kita dimanipulasi? Dengan

memanfaatkan sedikit kecenderungan mendasar manusia yang

dikombinasikan dengan cara otak mengolah informasi, banyak

perusahaan bisa menghasilkan profit triliunan.

Kebutuhan kedua yang akan memotivasi manusia setelah

kebutuhan biologis terpenuhi adalah kebutuhan akan rasa aman.

Rasa aman dari segala ancaman dan gangguan, rasa dimana anda

merasa nyaman dan bebas dari gangguan.

Rasa aman yang terusik dan kepedihan yang bercampur bisa

menjadi senjata yang sangat kuat untuk mendorong manusia

untuk melakukan hal-hal yang bahkan sangat keji sekali pun. Kita

sama-sama tahu, kalau membunuh adalah hal yang sangat

bertentangan dengan moral, etika, dan nilai-nilai kemanusiaan

serta hukum. Namun, saat pembunuhan dilakukan dengan alasan

untuk membela diri, maka pembunuhan itu mendapatkan

pengecualian, dan bahkan dalam hukum juga akan mendapat

keringanan.

Jika ada orang yang membunuh karena memang hobinya

membunuh, maka hal itu dianggap sangat kejam. Namun, saat


The Hitler Effect 16
Putu Yudiantara

seorang ayah membunuh perampok yang juga berusaha

memperkosa anaknya, maka hal itu disebut tindak kepahlawanan.

Dalam konteks yang berbeda, perilaku yang sama bisa memiliki

makna dan interpreatasi yang sangat berbeda.

Sekali lagi, saya tidak sedang ada dalam posisi untuk menilai baik-

buruk perilaku ini, namun saya sedang menguraikan contoh-

contoh betapa besarnya dorongan “gelap” manusia. Manusia bisa

menjadi sama dengan binatang saat kebutuhanya terancam.

Manusia yang mengagung-agungkan dirinya sebagai ciptaan

Tuhan paling mulia, yang berbudi pekerti dan memiliki nilai-nilai,

segera bisa mengesampingkan semua itu demi kebutuhan

dasarnya.

Kaitanya dengan mind control? Tentu semua ini adalah

keuntungan bagi anda yang ingin menjadi operator mind control.

Anda kini tahu, bahwa manusia, terlepas dari berbagai latar

belakang budaya dan normanya, memiliki dorongan yang jauh

lebih kuat dari norma dan nilai yang dipegangnya, dorongan yang

bahkan bisa membuatnya melakukan hal-hal yang sama seperti

yang dilakukan binatang, dorongan instingtif dasar.


The Hitler Effect 17
Putu Yudiantara

Silahkan renungkan sejenak, bagaimana jadinya jika anda

mempermainkan semua dorongan dan kebutuhan dasar ini untuk

kepentingan manipulasi pikiran dan mind control ???

Sekali lagi, sebelum saya melanjutkan pembahasan ini, ijinkan saya

mengingatkan anda, bahwa mengetahui dorongan-dorongan

(driving force) manusia merupakan hal yang sangat signifikan

dalam menerapkan mind control. Dalam pembahasan berikutnya

saya akan mengungkapkan lebih banyak driving force dalam diri

manusia, yang oleh Adolf Hitler dijadikan senjata yang sangat kuat

untuk memanipulasi pikiran. kecenderungan-kecenderungan dasar

ini memiliki kuasa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan

berbagai norma, nilai atau prinsip yang terbentuk dalam pikiran

manusia.

Dorongan ini sifatnya sangat primordial, dan juga kadang

“tersembunyi” sebab terletak di area unconscious kita, sehingga

pikiran anda, akan lebih suka mencarikan pembenaran untuk

pemenuhan kebutuhan ini, dibanding menentangnya. Dorongan

dasar dalam diri manusia, jika anda memahami seluk beluknya,

akan menjadi senjata yang sangat tajam untuk para operator mind

control. Bagaimana tidak, dorongan ini bahkan bisa membuat


The Hitler Effect 18
Putu Yudiantara

manusia yang paling bijaksana sekali pun menjadi bringas,

irasional dan bertindak bertentangan dengan prinsipnya sendiri.

Dorongan terbesar ketiga (urutan menandakan prioritas) yaitu

kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. Dalam berbagai budaya

populer, anda tentu sudah menyaksikan berbagai dampak besar

(baik positif maupun negatif) dari apa yang dipahami masyarakat

kebanyakan sebagai cinta, mulai dari kisah cinta yang berujung

pada pembunuhan yang sadis, kisah cinta yang ujungnya adalah

perang dan kehancuran seperti kisah runtuhnya Troy, atau kisah-

kisah lain yang membuat manusia kehilangan akalnya karena cinta.

Berdasarkan catatan Komnas Perlindungan Anak, sampai Juni

2012, putus cinta adalah penyebab utama banyak remaja

melakukan bunuh diri.

Cinta bisa sangat membutakan, cinta bisa menimbulkan

kecanduan yang lebih mengerikan dibandingkan kecanduan pada

alkohol, narkoba atau nikotin. Kenapa? Karena cinta adalah salah

satu dorongan terbesar yang ada dalam diri manusia, yang dalam

proses pemenuhanya kemudian bisa menjadi salah satu bentuk

“kecanduan” tersembunyi.
The Hitler Effect 19
Putu Yudiantara

Dorongan besar lain setelah dorongan cinta adalah dorongan

harga diri, perasaan dihargai dan keinginan untuk mendapatkan

penghargaan. Bahkan sekolah dan banyak institusi terhormat

mengetahui hal ini, dan karena itu banyak orang yang bersemangat

ikut perlombaan untuk menjadi juara, menjadi orang yang

merasakan kebanggan paling besar.

Jika anda suka menonton tayangan TV terutama berita-berita

kriminal, anda akan banyak melihat banyak kasus pembunuhan

yang disebabkan oleh “pelecehan” atau “ketersinggungan”.

Manusia bahkan bisa membunuh jika merasa harga dirinya

direndahkan. Hal-hal menyangkut harga diri adalah hal yang

mudah meluapkan amarah yang “membutakan”.

Kemudian, jika anda perhatikan sejenak dunia bisnis dan iklan

mereka, apa yang mereka tawarkan? Mereka menaruh “kualitas” di

urutan kedua setelah “sensasi”. Misalkan, apa bedanya makan di

renstoran mewah dengan di rumah makan murah? Perbedaan

pertama yang membuat anda ke restauran mewah pastinya adalah

“sensasi” yang anda dapatkan, sensasi merasa sebagai golongan

atas yang menjalani kehidupan berkelas. Iklan dan media

memanfaatkan dorongan ini untuk mempengaruhi pikiran anda,


The Hitler Effect 20
Putu Yudiantara

mereka menawarkan berbagai kebanggaan dan ekslusifitas dalam

produk dan jasa yang mereka tawarkan, dan kebanyakan dari

masyarakat kita akan memakan umpan itu, menjadikan

masyarakat sangat konsumtif.

Saya sendiri kaget, karena Indonesia merupakan salah satu negara

dimana smartphone dan produk-produk gadget mahal lain sangat-

sangat laris. Tampaknya masyarakat kita sedang sangat senang

merasakan sensasi kebanggaan dengan berbagai barang mewah,

dan sepertinya hal itu dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak

produsen.

Kebutuhan terakhir, yang menjadi ujung segitiga adalah

kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Kebutuhan ini sifatnya

lebih “dalam”, artinya kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang

memotivasi saat kebutuhan-kebutuhan atau dorongan lain sudah

terpenuhi. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri merupakan

kebutuhan mentuk merealisasikan keinginan-keinginan

terpendam dalam diri kita, memaksimalkan diri, mencapai

kemajuan hidup, kebutuhan untuk merasakan gairah yang

memuncak dan mengalami diri sebagai manusia yang memiliki

“nilai plus” di dunia.


The Hitler Effect 21
Putu Yudiantara

Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri ini kemudian membuat

para coach dan motivator sangat laris. Tiap orang diantara anda

pasti memiliki keinginan terpendam, atau malah keinginan yang

sudah mulai diwujudkan, untuk menjadi seorang yang berarti di

dunia ini, untuk menjadi seorang yang berhasil memenuhi

keinginan-keinginan atau cita-cita terpendamnya. Ada keinginan-

keinginan dan gairah-gairah tertentu yang anda butuh untuk

salurkan, Passion anda.

The Game of Manipulation

Kelima dorongan atau driving force dalam diri manusia ini

kemudian menjadi salah satu alasan yang membuat dimulainya

permainan manipulasi antara satu manusia dengan manusia lain,

antara satu komunitas dengan komunitas lain. Permainan ini

merupakan permainan abadi, yang dimainkan oleh manusia

semenjak pertama kelahiranya sampai kematian. Permainan Saling

Memanipulasi Pikiran.

Perang pikiran pun dimulai, dan masih terus berlanjut.

Perang pikiran ini bukan hanya terjadi antara satu manusia dengan

manusia lainya, namun juga terjadi antara manusia dengan dirinya


The Hitler Effect 22
Putu Yudiantara

sendiri. Inner Game, anda yang sedang berusaha dimanipulasi oleh

dorongan-dorongan dalam diri anda sendiri.

Semenjak masih kecil, kita sudah didorong keinginan untuk

menjadi orang yang paling diperhatikan, untuk menjadi “pusat

dunia” dan menjadi orang yang paling penting diantara orang-

orang lainya. Semenjak masih sangat kecil manusia sudah haus

akan penghargaan dan cinta kasih. Semenjak sangat kecil, manusia

sudah menjadi sangat mudah tersinggung dengan hal-hal yang

berbau pelecehan harga diri, dan sangat dikuasai ketakutan

terhadap ancaman.

Seorang anak yang menangis karena kurang diperhatikan orang

tuanya. Seorang istri yang merasa tidak dicintai suaminya, atau

malah seorang suami yang marah karena merasa direndahkan

istrinya. Persaingan di tempat kerja untuk menjadi orang yang

paling berpengaruh, persaingan satu agama dengan agama lain

untuk mengumpulkan banyak pengikut. Peperangan antar bangsa

yang dimotori oleh “penjagaan teritori” dan “menjaga keamanan

dunia”, upaya para pemimpin mengendalikan bawahanya, upaya

partai politik merebut sebanyak mungkin simpati masyarakat,

upaya iklan mempengaruhi sebanyak mungkin orang untuk


The Hitler Effect 23
Putu Yudiantara

membeli produk atau jasanya, bahkan upaya seorang sahabat

untuk mempengaruhi sahabat lainya untuk mendapatkan

dukungan, semua dimotori oleh satu atau beberapa kecenderungan

dasar di atas.

Lima kebutuhan dalam Hirarki Kebutuhan Maslow tersebut

membuat manusia dan kehidupanya berinteraksi satu dengan yang

lain, membuat manusia memiliki kehidupannya. Semua aksi-reaksi

dimotori oleh (salah satunya) lima kecenderungan dasar tersebut.

Namun manusia juga adalah sistem, sistem yang terjalin antara

tubuh, pikiran dan jiwa. Manusia juga adalah mahluk dengan

berbagai aspek, manusia sebagai mahluk sosial, manusia sebagai

mahluk spiritual, manusia sebagai mahluk intelektual, manusia

sebagai mahluk individual dan banyak lagi. Bahkan pikiran masih

bisa digolongkan menjadi pikiran sadar, bawah sadar dan supra

sadar (ada pula yang menyebutkan kelompok pikiran sadar dan

tidak sadar). Manusia selain berkembang secara mental dan

spiritual melalui proses pembelajarannya di dunia, juga

berkembang karena hasil bentukan kehidupan dan dunianya.


The Hitler Effect 24
Putu Yudiantara

Kehidupan manusia sangat kompleks, sehingga akan terlalu

menggampangkan kalau dikatakan semua hanya tentang

“kebutuhan” atau semua hanya tentang “pola pikir”. Jika anda

menjadi seorang operator mind control untuk tujuan apa pun, anda

tidak akan bisa terlepas dari kompleksitas manusia ini, dan tentu

saja pemanfaatan kompleksitas manusia ini akan menjadikan anda

pemenang dalam permainan abadi kehidupan bernama permainan

manipulasi pikiran. Anda akan menjadi pemenang dalam Perang

Pikiran, jika anda mampu memahami betapa sederhananya

kompleksitas manusia ini sebenarnya, dan bagaimana kemudian

memanfaatkan kompleksitas yang sederhana itu sebagai senjata

dalam melancarkan mind control anda.

Hukum rimba berlaku di ranah pikiran, dan karenanya berlaku

di dalam kehidupan. Memang, kita sudah menjadi mahluk

beradab, dengan berbagai tatanan dan aturan, namun mind control

berlaku bukan hanya sebagai permainan yang tidak etis, namun

dalam berbagai etika kehidupan pun mind control masih

diterapkan, dan menerapkanya dengan penampakan yang etis akan

membuatnya nampak benar. Bahkan, untuk menjadikan manusia

menuruti tatanan etikanya, maka anda harus berhasil


The Hitler Effect 25
Putu Yudiantara

mempengaruhi pikiran manusia tersebut dahulu, untuk menerima

dan mengikuti tatanan etika yang telah diberlakukan.

Hukum rimba pikiran mengatakan, siapa yang lebih persuasif,

maka dialah yang akan menjadi pemenang kehidupan. Siapa yang

lebih pandai dalam hal bujuk rayu, persuasi, pengaruh dan

hasutan, maka dialah yang akan memegang kekuasaan. Seorang

pemimpin berhasil menjadi pemimpin karena dia berhasil

mempengaruhi masyarakat untuk mendukungnya. Seorang remaja

berhasil mendapatkan “cinta mati” seorang gadis karena dia

berhasil mengambil alih kendali atas pikiran dan perasaan gadis

tersebut. Seorang guru atau pemimpin spiritual bisa memiliki

banyak pengikut dan ajarannya bisa dijadikan sahih, karena dia

bisa meyakinkan pikiran pengikutnya. Seorang penjual atau

pengiklan bisa berhasil menjual produknya karena dia berhasil

membujuk dan merayu prospeknya untuk membeli produk atau

jasanya itu.

Komunikasi adalah landasan utama kehidupan, dan dalam

komunikasi aturan yang berlaku adalah “saling mempengaruhi”,

sehingga siapa yang paling berpengaruh, dialah yang akan

kemudian menjadi yang paling berkuasa, menjadi yang paling


The Hitler Effect 26
Putu Yudiantara

kaya, dan menjadi yang “paling benar”. Meski hal ini bukanlah

makna sebenarnya dari komunikasi, namun sayangnya fenomena

sosial yang diakibatkan oleh naluri-naluri dasar individual,

menjadikan komunikasi menjadi persuasif, menjadi saling

mempengaruhi.

Hitler sendiri telah mendemonstrasikan betapa kekuatan pengaruh

bisa membawa manusia pada batasan kemanusiaanya. Hitler

memanfaatkan penderitaan masyarakat Jerman untuk

menanamkan kebencian pada Bangsa Yahudi, dan meyakinkan

masyarakat Jerman bahwa dirinyalah Sang Penyelamat. Dengan

teknik dan seni pengaruh yang demikian hebatnya, Hitler bahkan

mendapat dukungan untuk membinasakan Satu Kaum, dan

perbuatan keji itu pasti dianggap “sudah sepantasnya” oleh

mereka, pada saat itu.

Perang dunia dimulai dengan perang pikiran, dan perdamaian di

dunia pun dicapai dengan perang pikiran.

Setiap orang, setiap komunitas, setiap negara, dan bahkan manusia

dengan dirinya sendiri, setiap saat berperang, setiap saat beradu

pengaruh, mulai dari menyarankan di restaurant mana akan


The Hitler Effect 27
Putu Yudiantara

makan, sampai keputusan besar apakah sebuah kelompok akan

dibombardir dengan rudal atau dimaafkan.

Pengaruh, manipulasi pikiran atau mind control di tangan Hitler

dipakai untuk menanamkan kebencian, dan lahirlah pembantaian

serta peperangan besar. Sementara pengaruh dan mind control di

tangan seorang Martin Luther King Jr melahirkan persamaan

derajat kemanusiaan.

Sekarang, buku ini akan mengungkapkan pada anda semua hal

yang berkaitan dengan pengaruh, manipulasi pikiran, akal picik,

bujuk rayu bahkan mind control dan brainwashing. Bagaimana

anda menggunakanya, silahkan tanyakan pada diri anda sendiri,

dan tentu saja tanggung sendiri akibatnya.


The Hitler Effect 28
Putu Yudiantara

Teknik Metode yang Digunakan dalam Mind Control and

Brainwashing

Mendengar kata manipulasi pikiran atau cuci otak, maka kita akan

segera terasosiasi dengan berbagai praktik tidak manusiawi yang

menjadikan manusia robot yang mudah “digunakan” untuk

kepentingan-kepentingan tertentu. Sebagian memang demikian,

namun sayangnya tidaklah selalu demikian. Dalam intensitas

tertentu, Mind Control merupakan alat dan metode yang sudah

“biasa” digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dalam

pendidikan, advertising, media, politik, pemerintahan dan bahkan

keluarga. Penggunaan mind control dan brainwashing oleh pihak-

pihak anarkis, ekstrimis dan teroris memang lebih akrab dengan

kita, meski metode yang mereka gunakan tidak jauh berbeda

dengan metode yang digunakan dalam keseharian, misalkan dalam

dunia bisnis atau pemasaran.

Sama seperti obat-obatan psikotropika dan zat adiktif (narkotika)

akan langsung membuat kita terasosiasi dengan penyalahgunaanya

di kalangan pemuda, dampaknya yang merugikan bahkan

mematikan serta berbagai tindakan pelanggaran hukum lainya.


The Hitler Effect 29
Putu Yudiantara

Namun, tidak banyak diketahui bahwa obat-obatan yang sama,

dengan prosedur legal dan komposisi tertentu juga digunakan

dalam dunia farmasi dan kedokteran, yang berarti mendatangkan

efek dan manfaat positif pada kita, pada kesehatan kita. Seperti

juga narkotika, berbagai teknik dan metode Mind Control dan

Brainwashing juga akan mendatangkan dampak negatif atau

manfaat positif tergantung dari siapa yang mempergunakan,

bagaimana digunakan dan untuk tujuan apa.

Meskipun sangat disayangkan, mekanisme legal sering kali

dijadikan sebagai tameng yang “membenarkan” dalam

menerapkan mind control dan brainwashing untuk keuntungan

kelompok-kelompok tertentu (meski tidak terlalu merugikan

kelompok lainya). Misalkan saja dalam dunia bisnis, metode

persuasi, manipulasi pikiran dan semacamnya bisa sangat-sangat

menguntungkan sebuah perusahaan, dan hal itu tidak bisa begitu

saja dikatakan sebagai kejahatan, sebab bagaimana praktik dan

penerapanya masih sangat “sesuai aturan”. Lagi pula, kejahatan

pikiran merupakan kejahatan yang sangat sulit diidentifikasi serta

dibuktikan.
The Hitler Effect 30
Putu Yudiantara

Jika bicara tentang Brainwashing atau cuci otak, Katleen Taylor,

dalam Bukunya Brainwashing: The Science of Thought Control

mengutip definisi Brainwashing dari Oxford English Dictionary,

sebagai berikut :

(brainwashing adalah) mengeliminasi pikiran seseorang secara

sistemik dan sering kali melalui paksaan untuk menanamkan ide-

ide baru, khususnya ide politis, sehingga ide-ide baru mendapatkan

tempatnya; proses ini berkenaan dengan konversi yang bersifat

memaksa yang biasanya dipraktikan oleh negara-negara totaliter

terhadap lawan-lawan politiknya.

Jika disederhanakan, brainwashing merupakan sebuah proses

sistematis peghapusan sebuah ide atau pemikiran dalam pikiran

seseorang dan menggantinya dengan ide-ide baru yang disesuaikan

dengan kepentingan seseorang atau kelompok tertentu (operator).

Meski penerapanya dewasa ini tidak selalu dalam setting politik,

namun dalam berbagai lini dan bidang kehidupan.

Cuci otak merupakan istilah yang pertama kali keluar saat

terjadinya perang dunia, bukan perang dunia kedua dan berkaitan

dengan Nazi, namun perang Korea (Taylor, 2004, Hlm 3). Cuci
The Hitler Effect 31
Putu Yudiantara

otak bersifat lebih ambisius dan lebih memaksa jika dibandingkan

dengan persuasi sederhana. Dan tidak seperti ilmu-ilmu sejenis

seperti indoktrinisasi, cuci otak lebih dekat jika diasosiasikan

dengan teknologi mekanik modern (Hlm. 9). Dalam

penerapannya, brainwashing dan mind control mempergunakan

berbagai metodelogi yaitu berbagai teknologi modern, obat-obatan

psikotropika, sampai ke berbagai macam taktik psikologis yang

melibatkan kognisi dan emosi seseorang.

Dalam bab ini kita akan berkenalan secara lebih dekat dengan

berbagai hal berkaitan dengan brainwashing dan mindcontrol,

serta bidang-bidang penerapannya, secara lebih spesifik. Meski

pun buku Hitler Effect menyajikan sistem manipulasi pikiran yang

menekankan pada berbagai macam taktik psikologis, namun

pemarapan lain seputaran mind control dan brain washing akan

saya paparkan sebagai bagian informatif dan edukatif dalam buku

ini, untuk membuka mata kita bersama dan melihat secara

bersama-sama sisi lain dunia yang kita jadikan tempat hidup ini.

Garis besar pembahasan kita dalam bab ini, yaitu :


The Hitler Effect 32
Putu Yudiantara

 Teknik-teknik psikologis yang dipergunakan dalam

memanipulasi pikiran dan cuci otak (Behavioral

Conditioning, Hypnosis, NLP, dan lainya) serta berbagai

organisasi nasional dan internasional yang menerapkanya,

lengkap dengan studi kasus masing-masing contoh.

 Teknik Manipulasi dan pengkondisian sosial serta teknik-

teknik propaganda yang dilakukan berbagai komunitas

dan bahkan pemerintah di berbagai negara.

 Teknologi modern yang dipergunakan dalam

pengendalian pikiran, dan sejarah penggunaanya dalam

kehidupan kita.

 Berbagai dampak dan kasus umum pencucian otak dan

manipulasi pikiran yang pernah dilakukan secara luas, atau

contoh-contoh ekstrim yang sering disembunyikan.

 Peranan media dalam brainwashing dan mind control

serta bagaimana upaya-upaya scientifik dan tactical

mereka dalam memanipulasi pikiran anda.

 Cara-cara mudah anda bisa menerapkan beberapa prinsip

dalam teknik yang diuraikan dalam bab ini untuk

kepentingan anda sendiri.


The Hitler Effect 33
Putu Yudiantara

Kumpulan Taktik Psikologis : Metode Sistematik dan Scientifik

dalam Memanipulasi Pikiran

Pemebahasan pertama kita adalah tentang taktik psikologis dalam

melakukan manipulasi pikiran. Psikologi sebagai salah satu ilmu

yang sangat berguna dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari

kita, dengan berbagai temuan dan research-nya mengenai manusia

yang terus menerus dikembangkan, memberikan banyak

kemudahan untuk manusia dalam memahami diri dan sesamanya.

Di sisi lain, berbagai temuan mengenai cara kerja pikiran dan otak

itu juga bisa dipergunakan untuk memanipulasi pikiran seseorang,

untuk menerima sebuah ide dan pendapat, melakukan hal-hal

tertentu dan mengambil keputusan yang memang sudah

diarahkan.

Kebebasan adalah ilusi, demikian menurut saya. Pikiran manusia,

dengan berbagai cara berusaha menahan manusia untuk tetap

berada dalam “pagar-pagar” tertentu, dan yang lebih menggelikan

lagi, pemerintah yang memegang asas kebebasan bagi rakyatnya

pun melakukan banyak daya upaya untuk membatasi kebebasan

rakyatnya. Kebebasan dalam memilih, namun alternatif pilihannya

sudah ditentukan dan arah pilihan akhirnya pun sudah diarahkan.


The Hitler Effect 34
Putu Yudiantara

Berbagai taktik psikologis pun dipergunakan untuk memperdaya

manusia, untuk membuat kita menguntungkan individu atau

kelompok tertentu. Pikiran kita adalah sumber utama kekuatan

kita, namun pikiran kita juga menyimpan energi dahsyat untuk

melemahkan kita, dan dengan mempelajari cara kerja pikiran,

maka para mind hacker pun mulai bertebaran dengan berbagai

tujuan dan misi yang dibawanya. Jika anda bahkan tidak

mengetahui hal ini, maka anda akan dengan sangat mudah

menjadi korban serta objek manipulasi, dengan mudah diperdaya

oleh mereka yang mengetahui prinsip-prinsip dan cara kerjanya.

Modifikasi perilaku (behavioral modification) menjadi konsep yang

secara luas dipelajari semenjak penelitian yang dilakukan oleh Ivan

Pavlov dengan pengkondisian Operanya yang mempergunakan

anjing sebagai “kelinci percobaan”. Pavlov mengkondisikan seekor

anjing untuk merespon sebuah bel yang diasosiasikan dengan

makanan. Percobaan sejenis juga dilakukan oleh Piaget dengan

burung merpatinya. Konsep dasar yang ditemukan dalam

eksperimen laboratorium ini adalah bagaimana reward and

punishment akan sangat berperan dalam modifikasi perilaku.


The Hitler Effect 35
Putu Yudiantara

Percobaan ini memiliki dampak yang sangat luas, mulai dari

aplikasinya dalam bidang konseling dan psikoterapi sampai dalam

bidang pendidikan. Konsep yang sama juga mempelopori

munculnya kosep anchoring di kalangan NLP-ers dan para

hypnotist. Secara sederhana, Anthony Robbins mempergunakan

konsep ini dan menyusunya dalam sebuah teknik pemberdayaan

diri yang disebut NAC (Neuro Associative Conditioning), dan

kemudian ditiru ramai-ramai oleh para motivator di seluruh dunia.

Dalam perspektif pemikiran ini, harus kita akui bahwa kita

memiliki kesamaan dengan anjingnya pavlov dan merpatinya

Piaget, menghindari rasa sakit dan hukuman serta kecenderungan

untuk mengejar hadiah dan mencari kenikmatan.

Bahkan konsep sesederhana ini ini bisa diterapkan dengan sangat

brilian dalam berbagai bidang, seperti iklan, politik dan persuasi.

Namun sayangnya, dalam bidang pendidikan, dimana teknik ini

dijadikan teknik andalan oleh sistem pendidikan Indonesia dalam

mendidik siswanya, banyak penerapanya sangat-sangat tidak

efektif.
The Hitler Effect 36
Putu Yudiantara

Mempermaikan Emosi Manusia Sebagai Jalan Menuju Kuasa

Tak Terbatas

Media, baik media masa, media sosial atau media komunikasi

lainya merupakan sarana untuk menyebarkan pengaruh dan mind

control secara luas. Media merupakan salah satu penyampai ide

yang bukan hanya akan ditanamkan untuk satu orang, namun

untuk negara dan untuk dunia.

Jika media memiliki satu tujuan terentu, ingin menyampaikan

pesan tertentu tentang betapa mulia atau kotornya seorang politisi,

maka banyak yang akan terjebak dalam pengaruh ini, sebab media

tahu bagaimana otak memproses informasi dan membangun

kepercayaan, sehingga mereka menyesuaikan penyajian

informasinya dengan cara kerja otak tersebut.

Sederhananya, bisa anda bayangkan bagaimana adegan putus cinta

di tayangan komedi menjadi tontonan yang lucu, dengan musik-

musik lucu, dengan gaya dan penampilan yang lucu, dan gambar-

gambar yang cerah dan penuh warna-warni. Sebaliknya, cerita

yang sama bisa mendatangkan dampak emosional yang jauh

berbeda, menjadi sangat menyedihkan misalnya, jika pencitraan


The Hitler Effect 37
Putu Yudiantara

visual diatur hitam putih dan gelap, jika submodalitas yang

dihadirkan lebih banyak “hal yang mengundang kesedihan” dan

jika diiringi audio atau musik sedih, instrumen sendu dan

semacamnya. Bukan hal yang mengejutkan tentunya, jika prinsip-

prinsip NLP telah dipakai dan didayagunakan oleh media secara

optimal. Emosi (kinestetik) mengikuti bagaimana pencitraan visual

dan auditoris yang dihadirkan.

Hitler, melalui Menteri Propagandanya, Joseph Goebbles dengan

sangat lihai memanfaatkan media masa sebagai sarana utama

propaganda, sarana utama dalam menanamkan ide-ide Nazi dan

mengumpulkan sebanyak mungkin dukungan. Partai politik di

Indonesia pun ramai-ramai memanfaatkan berbagai media masa,

namun karena banyak yang melupakan elemen psikologis dan

lebih penting lagi elemen strategis, banyak pula dari partai (atau

calon legislatif) yang hanya buang-buang uang untuk memperkaya

media, namun tetap tidak mendapat hasil yang diinginkanya.

Banyak media yang meraih keuntungan dengan memanfaatkan

perasaan dan kondisi emosional terbesar manusia. Lihatlah

tayangan televisi yang dengan lihainya meng-ekspose penderitaan

masyarakat miskin, tayangan televisi yang lebih banyak


The Hitler Effect 38
Putu Yudiantara

didramatisasi, tetapi perasaan para penontonya tersentuh, dan

ujung-ujungnya tayangan tersebut memperoleh rating yang tinggi.

Sering kali, tayangan televisi juga merupakan proyeksi dari

bagian-bagian dalam diri manusia yang tidak bisa

diekspresikanya secara nyata. Misalkan berbagai film mengenai

pembunuhan dan berbagai perilaku sadis lainya, atau film dan

tayangan yang mengekspose kekejaman dan perilaku luar biasa

jahat. Ada bagian dalam diri kita yang mendapatkan kepuasan

dengan tayangan semacam itu, dan karena itu kita

menggemarinya.

Iklan, entah itu iklan dari produk apa pun merupakan manipulator

yang mempergunakan teknik-teknik mind control untuk

meyakinkan sebanyak mungkin orang agar membeli produk atau

memakai jasa mereka. Mereka mempergunakan berbagai pesan

terselubung (subliminal), pemanfaatan teknik Authority, Hypnotic

Language, teknik-teknik NLP dan banyak lagi, demi keuntungan

mereka.

Jika anda perhatikan, berapa banyak iklan yang plot atau alur cerita

dan temanya sesuai dengan produk atau jasa yang mereka


The Hitler Effect 39
Putu Yudiantara

tawarkan? Mereka tidak memberi anda product knowledge, namun

member anda ‘kesan emosional’. Mereka menomer-sekiankan

product-knowledge, yang menjadi consern mereka adalah

bagaimana mereka berhasil memancing emosi anda. Para

pengiklan akan membuat anda mengasosiasikan emosi tertentu

dengan produk mereka, mereka mengulanginya terus menerus

sampai asosiasi tersebut menjadi anchor otomatis bagi anda.

Akhirnya, sebagaimana yang Hitler katakan, “tidak perduli

seberapa besar kebohongan dari ide yang anda sampaikan, jika

anda terus menerus menyampaikan ide tersebut, maka orang-orang

akan mempercayainya”.

Iklan rokok yang para bintang iklanya adalah anak muda, anak

muda (yang dalam tayangan iklan ini) yang seakan-akan sangat

bahagia, bersenang-senang, dan menikmati masa muda mereka

dengan berbagai hal. Asosiasi yang terjadi kemudian adalah, rokok

A membuatku menjadi anak muda yang menikmati masa muda.

Anak muda yang bahagia.

Iklan jasa asuransi yang menghadirkan bagaimana ketakutan

terhadap kecelakaan (atau ketakutan lain), dengan alur ceritanya,

sedang berusaha mempermainkan perasaan anda, sedang berusaha


The Hitler Effect 40
Putu Yudiantara

mengasosiasikan bahwa merekalah solusi atas ketakutan-ketakutan

anda terhadap kehidupan, kecelakaan dan semacamnya. Sama

dengan Hitler yang menghadirkan dirinya sebagai “solusi” atas

keterpurukan Jerman pada masanya.

Iklan-iklan itu sedang berusaha bermain-main dengan perasaan

anda, dengan ketakutan dan kecenderungan-kecenderungan dasar

dalam diri anda. Mereka mengetahui prinsip-prinsip psikologis

sederhana, namun mereka mempergunakanya dengan lihai dan

cerdik, sehingga begitu banyak orang yang akhirnya terbujuk.

Mempercayai media dan mungkin bukan alasan yang tepat yang

bisa anda pergunakan untuk menentukan produk yang akan anda

beli atau calon presiden yang akan anda pilih. Media itu pintar

“menghipnotis” anda, pintar bermain-main dengan perasaan dan

kondisi emosional anda, itu saja.

The Club of Super Human

Bukan hanya dalam politik dan iklan, bahkan aktifitas manipulasi

pikiran ada dan sangat kental dalam kelompok-kelompok religius

serta berbagai komunitas spiritual. Dorongan untuk mengetahui

berbagai misteri kehidupan, termasuk Tuhan, tujuan kehidupan


The Hitler Effect 41
Putu Yudiantara

dan apa yang terjadi pada manusia setelah kematian merupakan

misteri-misteri terbesar manusia, dan kelompok-kelompok religius

mendapatkan massa dengan memuaskan dorongan ini.

Teknik manipulasi pikiran ini disebut teknik Ethereal, atau

menyampaikan konsep-konsep dan tujuan-tujuan abstrak yang

tidak bisa dibuktikan secara real, namun hanya bisa diyakini.

Tentu saja menanamkan keyakinan hanya dengan dogma serta

doktrin saja tidaklah cukup. Mind control adalah sistem yang

memanfaatkan segala aspek, sehingga selain doktrinisasi sebuah

ajaran, berbagai permainan perasaan, dorongan, pola pikir dan lain

sebagainya juga akan diikutsertakan.

Kembali ke Hitler, dia adalah orang yang sangat pandai dalam

“mengkondisikan” para pengikutnya seolah sedang ada dalam Club

of Super Human, komunitas super eksklusif yang hanya terdiri dari

manusia-manusia pilihan dan spesial. Dia berhasil “mengisolasi”

para pengikutnya dalam berbagai kebanggaan, kemegahan yang

membutakan, serta konsep-konsep ethereal yang membuat sisi

ingin tahunya terhadap berbagai permasalahan kehidupan

terpuaskan. Kepuasan lain yang datang dari berbagai mitologi dan


The Hitler Effect 42
Putu Yudiantara

fantasi mengenai “keagungan manusia”, dengan juga sangat baik

disusun Hitler dalam bukunya Mein Kampf.

Nazi dipenuhi oleh berbagai atribut yang sangat megah, yang

membuat siapa pun terkagum-kagum. Kemegahan atribut ini juga

didukung oleh berbagai parade militer sebagai unjuk kuasa dan

keagungan, lautan manusia yang kesemuanya meneriakan

agungnya Bangsa Arya dengan teriakan-teriakan kebanggaan,

membuat mereka semua tenggelam dalam uforia penuh

kebanggaan. Hal ini membuat mereka merasa sangat spesial,

membuat emosi mereka memuncak dan meluap-luap kagum.

“lihatlah kami Bangsa Arya yang agung, jika kalian bukan bagian

dari kami, maka pastilah kalian orang yang lebih rendah dari

kami”, pasti demikian bisikan hati mereka.

Pernahkah anda berada dalam sebuah komunitas penuh

kemegahan semacam ini, yang membuat anda merasa menjadi

bagian sebuah komunitas spesial, komunitas terhormat yang

membanggakan? Anda pasti tahu bagaimana rasanya saat

mengikuti arak-arakan dan parade kelompok semacam ini.


The Hitler Effect 43
Putu Yudiantara

Partai-partai politik dan bahkan agama juga mempergunakan

teknik semacam ini untuk membuat emosi anda tenggelam dalam

kebanggaan semu, dalam perasaan eksklusifitas yang

menghanyutkan. Mereka ingin memberi anda kesan bahwa anda

adalah orang yang spesial, dan karenanya anda akan sangat senang,

sebagaimana juga setiap orang senang merasa spesial, berada

dalam komunitas yang membuatnya merasa spesial.

Bahkan memakai atribut dan pernak-pernik komnitas anda pun

akan sangat membanggakan, misalkan kaosnya, pin, bros atau

identitas lain. Seolah anda ingin menunjukan pada dunia, “saya

adalah bagian dari kelompok spesial yang sangat terhormat”.

Komunitas akan sangat memfasilitasi anda dengan berbagai atribut

yang membuat anda bisa merasakan nuansa kemegahannya

melalui berbagai atribut tersebut.

Lingkungan yang terkontrol merupakan bagian yang tidak bisa

terlepaskan dari penggunaan mind control, selain itu, berada dalam

lingkungan terkontrol semacam itu, yang memberikan anda rasa

spesial, kemegahan dan kekaguman pada komunitas anda, akan

mengikat anda dalam loyalitas, cinta mendalam dan keterikatan


The Hitler Effect 44
Putu Yudiantara

emosional. Mungkin hal inilah yang membuat Hitler berkata, “jauh

lebih mudah mempengaruhi pikiran massa seperti ini”.

Mengkondisikan sebuah kelompok dalam satu sistem kepercayaan

tertentu, dengan berbagai atribut khusus, kepercayaan khusus,

idelogi dan konsep-konsep khusus serta berbagai macam pola

perilaku dan sikap tertentu dikenal juga dengan sebutan memetic

mind control. Organisasi yang pandai menerapkanya akan

“mengisolasi” anggota kelompoknya dalam berbagai aktifitas

tertentu, mempergunakan busana dan pernak-pernik tertentu dan

memiliki cara-caranya sendiri untuk melakukan berbagai hal, yang

menunjukan bahwa mereka adalah kelompok spesial yang

memiliki banyak kekususan. Setiap orang senang ada di

lingkungan eksklusif bukan ?

Selain organisasi keagamaan, dan banyak memetic mind control

juga banyak diterapkan sebagai teknik membangun agama-agama

baru, metode ini juga banyak digunakan oleh berbagai organisasi

bisnis, misalkan saja Harley Davidson Owner Grup, komunitas

pemilik dan pencinta Motor Gede Harley Davidson. Apakah yang

menjadikan Harley Davidson menjadi motor yang demikian

eksklusifnya? Selain harganya yang mahal, tentu saja adanya


The Hitler Effect 45
Putu Yudiantara

pemikiran-pemikiran tertentu yang mengacu pada legenda sang

pendirinya, kemudian adanya berbagai atribut, pernak-pernik,

konfoy dan organisasi khusus yang tidak dibangun motor-motor

gede lain, yang meski pun lebih mahal.

Berbagai atribut tersebut memang hanya pernak-pernik, namun

kehadirannya menunjukan keterlibatan anda dalam organisasi

anda, atau produk atau jasa yang anda pakai, sehingga anda akan

merasa spesial. Ah, saya pemakai produk A, bukan produk B

seperti yang kalian pakai. Kebanggaan merupakan salah satu

pemenuhan atas ketuhan untuk merasa berharga, sebagaimana

disebutkan dalam hirarki kebutuhan Maslow.

Jika sebuah organisasi telah berhasil membangun opini publik,

mengarahkan opini publik untuk mengakui eksklusifitas organisasi

anda dengan berbagi cara, kemudian akan semakin banyak orang

akan mendapatkan kebanggaan dalam menjadi bagian dari

organisasi anda itu. Prinsip ini kemudian menjadikan banyak

organisasi berupaya mencitrakan eksklusifitas dirinya, hanya

untuk membangun opini publik, hanya sebagai umpan untuk

memancing anda.
The Hitler Effect 46
Putu Yudiantara

Bagaimana Kegelapan dan Kekerdilan Pikiran Dimanfaatkan

dalam Manipulasi Pikiran

Hitler Effect membahas bagaimana bagian-bagian “gelap” dan

bagian “lemah” manusia bisa dimanfaatkan untuk memanipulasi

pikiran manusia. Ada begitu banyak kecenderungan dalam diri

manusia, kecenderungan yang manusia tersebut pun kadang tidak

mampu untuk dikendalikan. Kecenderungan yang terlalu besar

untuk dikendalikan, atau kadang kecenderungan-kecenderungan

ini begitu halus sehingga tidak terdeteksi daya dorongnya.

Beberapa kecenderungan dalam diri manusia yang akan secara

detail dibahas dalam buku ini, yaitu :

 Memanfaatkan dorongan tidak sadar (unconscious)

 Memanfaatkan dorongan-dorongan dasar (6 basic

humans’ driving forces)

 Memanfaatkan Kecanduan tersembunyi dalam diri

manusia yang akan mudah membuatnya tergerakan untuk

melakukan atau memutuskan sesuatu


The Hitler Effect 47
Putu Yudiantara

 Memanfaatkan dark forces dalam diri manusia secara

optimal untuk mengarahkan proses berpikirnya sebagai

bagian yang “membutakan”

 Memanfaatkan “celah-celah” dalam pikiran dan

kelemahan dalam logika.

Manusia mudah dimanipulasi dengan memanfaatkan sisi

kekanak-kanakannya, itulah kenyataanya. Saat anda datang pada

seorang therapist, seorang pemuka agama atau seorang penasehat

saat anda mengalami masalah, hal apakah yang anda paling

inginkan? Anda memang “tampak” menginginkan solusi, namun

di balik itu semua ada sisi kekanak-kanakan yang mendorong anda

mendatangi mereka dan mencari berbagai bantuan. Anda akan

sangat senang jika saat bicara dengan penasehat spiritual anda

bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan anda bukan salah

anda, namun memang sudah takdir, karma atau alasan-alasan lain

dimana manusia tidak secara langsung memiliki peran dan

tanggung jawab di dalamnya. Dengan kata lain, anda mencari

penghiburan, mencari semacam penenang. Meski pun ini normal,

namun inilah dorongan sisi kekanak-kanakan dalam diri anda.

Banyak pihak kemudian dengan sangat lihai memanfaatkan hal ini


The Hitler Effect 48
Putu Yudiantara

dan menciptakan banyak produk “penghibur” yang akan bisa

menenangkan anda, dan sisi kekanak-kanakan dalam diri anda

dengan sangat signifikan berperan dalam memperkaya mereka.

Sudah menjadi kecenderungan dalam diri manusia untuk

menghindari rasa sakit dan hanya menginginkan kenyamanan

serta mengejar kenikmatan, sebagaimana yang Anthony Robbins

katakan, dan ini juga merupakan prinsip dasar dalam Psikologi

Behavioristik. Memanfaatkan dua kecenderungan ini saja kita

sudah sangat dinamis dibuatnya; masuk asuransi untuk merasa

aman, tercipta lembaga keamanan yang bisa kita sewa, bahkan ada

yang memanfaatkanya untuk menjual “jimat tolak bala” dan

semacamnya.

Memilih seorang pemimpin pun sangat dipengaruhi oleh

kecenderungan dalam diri kita ini, kita memilih pemimpin yang

kita nilai akan mampu melepaskan kita dari kepedihan dan

membawakan kehidupan yang lebih baik untuk kita.

Semua produk yang berkaitan dengan “kenyamanan” teramat

sangat laris, dan lebih banyak produk atau jasa semacam itu

diproduksi untuk anda. Namun benarkah produk tersebut


The Hitler Effect 49
Putu Yudiantara

memberikan apa yang dijanjikanya, atau hanya memberikan janji

yang akan merangsang sisi dalam diri anda yang menginginkan

kenikmatan dan menghindari kesakitan ?

Manusia merupakan mahluk yang tersusun secara sistem dan

secara proses, sehingga upaya memahaminya akan menjadi

lengkap jika memahami manusia secara sistemik dan memahami

proses manusia itu sendiri. Manusia adalah proses, sebab manusia

tidaklah statis, tidak monoton. Manusia adalah sistem yang

berproses.

Saat dalam tekanan emosional tertentu, manusia menjadi semakin

dangkal logikanya dan semakin pendek pertimbangan rasionalnya,

dan akan semakin mudah untuk dimanipulasi pikiranya. Oleh

sebab itu, banyak manipulator yang akan menempatkan anda

dalam kondisi atau state penuh tekanan (repressing) untuk

mempermudah mereka dalam mempengaruhi pikiran anda. Sebab

seiring makin kaburnya pikiran anda, makin hilangnya kejernihan

pikiran anda, semakin lemah anda jadinya terhadap berbagai

serangan manipulasi dan pengendalian pikiran. Mereka memang

sangat lihai membuat anda tertekan, lalu terperdaya.


The Hitler Effect 50
Putu Yudiantara

Bagaimana manusia dibodohi pikiranya sendiri

Apakah anda merupakan salah satu orang yang percaya kalau

manusia adalah mahluk dengan kecerdasan luar biasa ?

Lalu, apakah anda telah memberdayakan kecerdasan anda secara

optimal ?

Pernahkah anda dibodohi pikiran dan perasaan anda sendiri ?

Pernahkah anda melakukan suatu hal yang kemudian anda sadari

seharusnya tidak pernah anda rasakan ?

Bisakah anda amati ada banyak orang yang merasa kalau dirinya

adalah “korban” dari pikiranya sendiri ?

Pernahkah anda merasa tidak berdaya menghadapi diri anda

sendiri ?

Pernahkah anda merasa terjebak oleh perasaan dan diri anda

sendiri ?

Serangkaian pertanyaan random tersebut sedang berusaha

mengantarkan anda pada self reflextive consciousness atau

transderivational search (pencarian ke dalam diri sendiri), untuk


The Hitler Effect 51
Putu Yudiantara

merenungkan kembali kalimat “manusia adalah mahluk paling

cerdas”.

Mungkin manusia memang adalah mahluk paling cerdas di bumi,

namun kenyataan paradoks juga mengungkapkan bahwa manusia

adalah mahluk yang sering dibodohi dirinya sendiri dan dibodohi

oleh orang lain (yang lebih cerdas dari dirinya).

Contoh sederhananya, adakah diantara anda yang tidak bisa

mengendalikan kecenderungan dalam diri anda untuk membeli

barang yang sebenarnya tidak anda butuhkan, hanya karena ada

dorongan tertentu dalam diri anda, atau karena mengikuti

kecenderungan sosial, misalkan barang yang sedang trend? Jika iya,

berarti anda sudah dengan sangat berhasil dibujuk dan

dimanipulasi oleh para pengiklan.

Contoh lainya, seberapa seringkah anda mampu menempatkan

kejernihan pikiran, logika dan rasio di atas pemikiran emosional

dan berdasarkan perasaan ?

Otak manusia memang memiliki kapasitas dan kecerdasan luar

biasa, bahkan Tony Buzan, pakar kecerdasan dan optimalisasi otak,

mengatakan bahwa kita baru mempergunakan 1% dari


The Hitler Effect 52
Putu Yudiantara

keseluruhan otensi otak kita, namun otak manusia juga memiliki

banyak blind-spot yang membuat bahkan orang yang paling cerdas

sekali pun jadi mendadak bodoh. Otak memiliki banyak titik

lemah yang dengan mudah bisa dimanfaatkan oleh para

“manipulator”. Gendam, kejatan hipnotis dan berbagai bentuk

penipuan lainya tidak akan pernah ada jika memang manusia

secerdas itu.

Dari manakah akar kelemahan ini? Bagaimanakah mengatasinya?

Mungkin pertanyaan tersebut terlintas di pikiran anda. Saya tidak

membahas tentang bagaimana mengatasi kelemahan pikiran

manusia, dalam buku ini. Buku ini justru akan semakin banyak

mengeksplorasi sisi lemah pikiran manusia. Informasi tersebut

kemudian bisa anda manfaatkan untuk dua hal; menjadikan anda

waspada terhadap diri anda sendiri, dan menjadikan anda mampu

memanfaatkan kelemahan-kelemahan ini untuk tujuan-tujuan

persuasi dan bujuk rayu.

Berbagai hasil penemuan dan penelitian psikologis yang nanti akan

saya ungkapkan akan menjadi sarana penting bagi anda, dalam

menjadi pribadi yang lebih waspada terhadap upaya manipulasi

dan lebih lihai dalam hal bujuk rayu.


The Hitler Effect 53
Putu Yudiantara

Demikianlah pembahasan singkat mengenai mind control,

bagaimana dalam keseharian teknik ini telah dipergunakan oleh

berbagai kalangan untuk berbagai tujuan, dan kemungkinan-

kemungkinan yang terbuka lebar, apakah anda akan menjadi salah

satu pembujuk unggul ataukah anda akan menjadi objek dan

korban dari permainan bujuk rayu yang terus menerus

berlangsung dalam kehidupan kita sebagai manusia, dan memang

hal itu merupakan bagian dari kehidupan kita sebagai manusia.

Sekarang, anda bisa melanjutkan membaca ke bab berikutnya, dan

anda akan lebih terkaget-kaget lagi dengan berbagai pembahasanya

...
The Hitler Effect 54
Putu Yudiantara

BAGIAN SATU

THE HITLER EFFECT PRINCIPLES

Memahami Pedang Tajam dengan Dua Sisi Mematikan

Dalam bab ini, pembahasan inti mengenai Hitler Effect akan

dimulai. Anda mungkin agak bingung dengan sub-judul bagian ini,

“memahami pedang tajam dengan dua sisi”. Sub-judul tersebut

saya pilihkan sebab memang sangat mewakili pembahasan materi

dalam bagian ini. Di satu sisi Hitler Effect adalah tentang

bagaimana memodel teknik persuasi Hitler yang memanfaatkan

berbagai dorongan dan kecenderungan dalam diri manusia, serta

memanfaatkan berbagai permainan pikiran atau taktik psikologis.

Sedangkan di sisi lainya, dalam pikiran anda sendiri juga

berlangsung permainan-permainan yang sama, yang jika anda

tidak awas olehnya, anda bisa saja terperdaya oleh permainan yang

anda mulai sendiri. Mengetahui mana yang harus dimanfaatkan

dan mana yang harus diwaspadai merupakan sebuah hukum

penting dalam persuasi.


The Hitler Effect 55
Putu Yudiantara

RAHASIA PERMAINAN MANIPULASI PIKIRAN YANG

DIMAINKAN HITLER

Menyelami Isi Pikiran Hitler dan Memodel Caranya Menjadi

Penakluk Pikiran

Apa pun yang dilakukan oleh Hitler, dalam persuasi, propaganda

dan dalam melebarkan pengaruhnya, semua adalah game, frames

game, game of mind; jika meminjam perbendaharaan istilah L.

Michael Hall. Semua hanya tentang bagaimana membingkai

pikiran diri sendiri dengan “cara pikir” tertentu, dan membingkai

pikiran orang lain dalam cara yang diinginkan, yang mendukung

tujuan tentunya.

Menyangkut permainan atau taktik persuasi yang dimainkan oleh

Hitler, saya mereview beberapa referensi berkaitan dengan frame

games (Neuro Semantics), NLP dan berbagai metode persuasi

lainya digabungkan dengan hasil penelitian psikologis berkaitan

dengan kondisi kejiwaan Sang Fuhrer.


The Hitler Effect 56
Putu Yudiantara

Inkarnasi Iblis, Atau Personifikasi Sisi Gelap Manusia?

Adolf Hitler.

Mendengar nama itu saja, maka kesan-kesan yang langsung ada

dalam diri anda (dalam frame anda) dan jutaan manusia lainya

pastilah “kejahatan”, dan berbagai hal berkaitan dengan hal-hal

keji, tidak manusiawi, pembunuh, ketidak adilan dan propaganda.

Namun benarkah itu ?

Sayangnya, bukan frame “benar-salah” yang harus anda

perhatikan, namun sisi lain yang jauh lebih berdaya guna untuk

anda, dan kehidupan anda.

“Sedahsyat itukah”?

Hitler sedang memproyeksikan dirinya sebagai bagian tergelap

manusia, itulah yang ada dalam pandangan saya. Hitler sedang

menjadi contoh bagi seluruh umat manusia di dunia, bahwa

manusia mampu menjadi sangat luar biasa, bahkan jika keluar-

biasaan ini ditunjukan untuk kejahatan.


The Hitler Effect 57
Putu Yudiantara

Mungkin setiap orang dari kita pun mampu menjadi seperti Hitler;

mampu menjadi pemimpin yang sama besarnya dengan dia, dan

mampu menjadi pemimpin besar yang menghancurkan jutaan

orang, menyulut perang dunia, dan kehancuran besar lainya yang

sebesar itu.

Selain menjadi personifikasi atas sisi tergelap manusia, Hiter juga

sedang menunjukan pada kita bahwa kemampuan untuk

“memperdaya” sesama manusia bahkan bisa jauh lebih berbahaya

lagi; atas nama kebanggaan maka membinasakan manusia lain

menjadi hal biasa, atas nama keselamatan maka menghancurkan

dan menyerang negara lain menjadi sah-sah saja.

Hitler tidak melakukan semua ini sendiri, dia melakukanya

karena nendapatkan dan memiliki dukungan dari para

pengikutnya. Jika dia hanya seorang single-fighter, mampukah dia

melakukan semua yang pernah dilakukannya ? Saya agak ragu.

Lalu, dimanakah sebenarnya kekuatan Hitler, jika semua

“kehancuran” yang ditimbulkanya tidak ditimbulkanya sendiri?

Kekuatan Hitler, yang menjadikanya seorang Man of History


The Hitler Effect 58
Putu Yudiantara

adalah dalam kecerdasanya dalam memanipulasi manusia lainya

dan membawanya ke dalam lingkaran pengaruhnya.

Hitler pandai dalam mempengaruhi pikiran orang lain, dan

mengarahkannya demi keuntungannya sendiri. Hitler sangat

piawai dalam membuat orang lain percaya bahwa dia adalah

“keselamatan” yang dibutuhkan Jerman. Hitler membuat bangsa

Jerman percaya, bahwa dia adalah “keagungan utama” yang akan

membawa jerman menuju takdirnya yang sebenarnya, keagungan

sebagai negara paling mulia, dengan garis darah paling terhormat.

Sebagai hasilnya, kita memiliki semua cerita yang kita miliki dalam

setting perang dunia ke dua, holocoust, fanatisme Nazi dan banyak

lagi.

Hitler tahu benar game dan frame yang sedang dimainkan

penduduk Jerman dalam pikiranya waktu itu, dan dengan

piawainya dia ikut bermain, lalu memimpin permainan.

Inilah inti utama dari manipulasi massal, memainkan permainan

yang sedang dimainkan massa dalam pikiranya pada saat itu,

bermain bersamanya (meng-utilisasi permainan tersebut) lalu

memimpin permainanya.
The Hitler Effect 59
Putu Yudiantara

Namun sebelumnya, tentu menguasai permainan dalam diri,

permainan (game) dan frame sendirilah yang harus dimenangkan,

sebab kemenangan itu sifatnya inside-out, dimulai dari dalam ke

luar.

Dalam Bab ini saya akan menuangkan pemikiran L. Michael Hall

yang dituliskan dalam Game That Hitler Played dan

menggabungkannya dengan berbagai hasil karya beliau yang lainya

yang juga mendukung berbagai hal mengenai “permainan pikiran”,

seperti Frame Games, Meta States, Winning The Inner Game,

Persuasion Magic dan dan beberapa tulisan lain yang relevan;

semuanya akan menjadi kombinasi sempurna yang akan membuat

anda memahami bagaimana seorang Adolf Hitler Bisa menjadi

pemenang dan penakluk pikiran dan menjadi penguasa besar.


The Hitler Effect 60
Putu Yudiantara

Permainan Pikiran yang Hitler Mainkan dan Bagaimana

Caranya Memenangkan Permainan Itu

Hitler, kita semua tahu apa yang dilakukanya, dan tidak banyak

yang kita ketahui kenapa dia melakukanya. Tetapi, pertanyaanya

pentingnya adalah bagaimana dia melakukan semua yang

dilakukanya itu ?

Kita semua tahu Hitler telah “memperdaya” para penduduk

Jerman untuk menjadi pengikutnya, dan hal itu menjadikanya

penguasa besar. Tetapi ada beberapa pertanyaan yang perlu anda

renungkan sejenak;

 Bagaimana tepatnya Hitler bisa membuat penduduk

Jerman mendukungnya melakukan semua hal keji yang

direncanakannya?

 Taktik dan strategi apa yang digunakan oleh Hitler dalam

melakukan semua aksinya itu?

 Permainan mental dan emosional apa yang dimainkanya?

 Frame seperti apakah yang membawanya pada visi-visi

yang dimilikinya itu?


The Hitler Effect 61
Putu Yudiantara

 Bagaimana dia membawa seisi Jerman bermain dalam

permainan pikiranya itu?

 Permainan macam apa yang membuatnya bisa merekrut

pendukung sebesar yang dia miliki, dari berbagai golongan

dan lapisan masyarakat?

Inilah hal penting dan inti pembahasan kita dalam bab ini, dan

bukankah ini yang paling anda inginkan?

Dengan didasari pola pikir dan prinsip kerja NLP dan Neuro-

Semantics yang disederhanakan dan dibuat pragmatis; modelling

terhadap kesuksesan Hitler sendiri dan prinsip-prinsip

psikologisnya; berbagai strategi mutakhir; dengan semua

perbekalan itu saya hanya ingin mengatakan “apa yang anda

lakukan adalah sepenuhnya tanggung jawab anda sendiri”.

Hitler (sebagaimana Michael Hall menyebutnya), merupakan

seorang yang mengalami “gangguan mental” namun memiliki

kejeniusan dalam hal persuasi politis, dan kita semua tahu akan hal

itu. Hal yang kita tidak tahu adalah, bagaimana bisa pergerakan

politis destruktif dengan visi keji (seperti Nazi), dipenuhi

kebencian dan ketidak-adilan, bisa mendapatkan dukungan dari


The Hitler Effect 62
Putu Yudiantara

salah satu negara paling maju di dunia? Bagaimana mungkin

seorang “pesakitan” seperti Hitler bisa memimpin pergerakan

sebesar Nazi? Bagaimana bisa sekelompok ekstrimis sayap kiri bisa

memiliki dampak yang luar biasa pada sebuah negara, bahkan pada

dunia?

Dalam persektif Neuro Semantics dari L. Michael Hall, ada

beberapa permainan pikiran yang dimainkan oleh Hitler untuk

menjadikan dirinya penguasa. Beberapa permainan tersebut,

diantaranya :

 Permainan kebencian dan menyalahkan : Hitler

menemukan bahwa kebencian adalah salah satu emosi

yang paling kuat, jadi dia mempermainkannya,

merangsang, memunculkan dan “membenarkan”

kebencian (membingkai/framming kebencian dengan

perspektif yang “masuk akal”). Begitu ada kemarahan dan

kebencian terhadap ketidak adilan, maka dia bisa

(selanjutnya) memberikan objek untuk disalahkan, objek

kebencian, dan tentu saja penyaluran atas kebencian

tersebut.
The Hitler Effect 63
Putu Yudiantara

Menyalahkan adalah bagian sikap kekanak-kanakan dalam

diri setiap manusia, setiap manusia memilikinya, dalam

intensitas tertentu.

 Permainan Moral dan Ketidak Adilan : dengan pola pikir

“kita tidak diperlakukan secara adil!” maka Hitler bisa

memunculkan kebencian, kemarahan dan ketakutan.

Sebagai solusi, maka dia pun berkampanye selama

bertahun-tahun untuk menyerukan “Kita telah dijadikan

gila, dan kita tidak akan mau diperlakukan seperti itu lagi”,

dia membingkainya sebagai tugas moral, sebagai respon

yang seharusnya dari orang-orang yang benar-benar

perduli.

 Permainan - Persuasi dan Propaganda : Hitler menyadari

betapa teknik persuasi yang digunakan Inggris kala itu

sangat manjur, dan dari sana dia belajar bagaimana

membaca situasi politik dan mempersuasi rakyat jerman

dengan menghadirkan “kesempatan” yang mungkin akan

muncul dalam situasi politis tersebut.

Persuasi adalah tentang bujuk rayu dan bagaimana

mempengaruhi pikiran serta perilaku orang lain dengan

komunikasi, sedangkan propaganda adalah persuasi yang


The Hitler Effect 64
Putu Yudiantara

bersifat masal yang juga mempergunakan berbagai media

(media massa, media elektronik, selebaran, baliho, brosur,

dan bentuk komunikasi massal lainya).

 Permainan - Oportunistik, atau “waktu yang dipenuhi

keputusasaan memerlukan tindakan nekat habis-

habisan” : Hitler secara pandai membaca situasi politik,

dan kondisi sosial ekonomis yang terus memburuk. Bukan

inflasi lagi yang terjadi, namun hiper-inflasi, pemerintah

menjadi sangat tidak efektif, stok pasar hancur, dan

sebagainya. Dia memerankan dirinya sebagai seorang

opportunis.

 Permainan - Kuasa dan Penguasa : Hitler sangat

kecanduan dengan kekuasaan, dan dia telah menjadi putus

asa untuk menanggulangi hal itu. Dia memainkan

permainan “penguasa” dengan menunjukan kekuasaan,

hak dan kedigjayaan dari partainya dengan berbagai

macam mars, pawai dan pertunjukan atas pasukan yang

dimilikinya. “Pengawal Saat Terjadi Badai” itulah

pencitraan penting yang ingin dia tunjukan dan

merupakan bagian penting dari permainan ini. Bahkan


The Hitler Effect 65
Putu Yudiantara

ketegasanya dalam memainkan dogma, hitam-putih, tidak

ada perkecualian, merupakan caranya untuk menunjukan

kekuasaan, bagian dari permainan kekuasaan.

 Permainan - Menjadi Guru “Jadilah Lebih Dari

Kehidupan Itu Sendiri” : Hitler menemukan dan

memainkan berbagai macam permainan pikiran yang

membuat masyarakat berpikir kalau dia (Hitler) adalah

seorang juru selamat, pemimpin agung dan mesiah. Hal ini

kemudian membawanya untuk memanfaatkan arak-

arakan, parade dan sejenisnya untuk membuat rakyat

semakin terpesona dan terhipnotis dengan berbagai

macam keanggunan dan keagungan yang bisa dia berikan.

Dia menunjukan keagungan yang mengesankan rakyat,

itulah yang membuat rakyat kemudian menyebuatnya Juru

Selamat Jerman.

Dia secara cerdas mencitrakan dirinya sebagai seorang

“guru” yang tampak lebih agung dan melewati batasan-

batasan kemanusiaan, batasan manusia biasa; dia

mencitrakan dirinya sedemikian rupa menjadi sosok yang

pantas dipuja, dikagumi dan didewakan.


The Hitler Effect 66
Putu Yudiantara

Sekali lagi, semua teknik yang dipakai Hitler ini menjadi

demikian efektif, semua taktiknya menjadi sangat dahsyat

karena dia mempergunakanya pada saat yang tepat, situasi

dan kondisinya pun mendukung. Dengan demikian, hal

paling penting yang bisa kita pelajari dari hal ini adalah,

ketepatan, kesesuaian dan momentum merupakan kunci

keberhasilan dalam bermain-main atau

mempermainkan pikiran orang lain.

Hitler Effect berarti memainkan permainan ini untuk

memenangkan anda, bukan sebaliknya, dihancurkan dan kalah

oleh permainan ini. Berbagai permainan pikiran ini juga akan

sangat bisa membuat anda kalah dalam permainan manipulasi

pikiran anda; bukan membuat anda dihormati, namun dibenci,

bukannya membuat anda menjadi penguasa, namun malah akan

diremehkan dan dikucilkan, bukannya membuat anda memiliki

dukungan dan pengikut, namun malah akan menghancurkan

anda.

Pemahaman mengenai bagaimana prinsip inside-out game akan

sangat membantu anda. Apakah permainan-permainan ini akan

membuat anda ditaklukan, membuat anda menjadi sang penakluk


The Hitler Effect 67
Putu Yudiantara

itu sendiri, atau malah membuat anda hancur, semua tergantung

dari bagaimana anda memainkan permainanya, bagaimana

anda memainkanya dari “dalam” ke “luar”.

Contoh sederhananya, misalkan dalam permainan “Kemarahan

dan Menyalahkan”. Dalam melakukan ineteraksi dan komunikasi

dengan orang lain, apakah anda bisa mengelola sifat menyalahkan

dan kemarahan dalam diri anda ? Apakah anda bisa memanfaatkan

sifat menyalahkan dan kemarahan dalam diri orang lain untuk

mencapai tujuan-tujuan anda ? Atau, apakah anda malah

disalahkan dan dmarahi orang lain saat melakukan komunikasi ?

Lihat, dalam frame yang sama, anda bisa mendapatkan hasil yang

berbeda-beda, sekali lagi tergantung dari bagaimana anda

memainkannya dari “dalam” ke “luar”.

Modelling Hitler dengan Neuro Semantics : Memahami dan

Mengadopsi Prinsip-Prinsip Sang Legenda

Sejak dikembangkanya Neuro-Semantics sebagai salah satu metode

dalam memodel fenomena yang berhubungan dengan budaya,

Michael Hall telah melakukan penelitian mendalam dari frame

politis Hitler; dengan membaca dua seri Mein Kampf


The Hitler Effect 68
Putu Yudiantara

(Autobiografi Hitler yang terkenal dengan konsep-konsepnya yang

penuh ide propaganda, SARA dan kebencian), dan berbagai

sumber referensi lainya, dan dari semua itu Michael Hall berhasil

mengidentifikasi berbagai poin kunci Frame yang mengoperasikan

sistem mental dan emosional Hitler (dalam hal politik, ekonomi,

dan pribadi). Dengan mempergunakan prinsip-prinsip Neuro

Semantics inilah kita akan “memetakan isi kepala Hitler” dan

memindahkanya ke dalam kepala anda.

Tetapi tenang saja, buku ini tidak ditulis dengan kegilaan yang

akan menjadikan anda sama gilanya seperti Hitler; menjadikan

anda pembunuh banyak nyawa, atau hal-hal sejenis. Memodel

Hitler dan pola permainan dalam pikirannya memiliki dua tujuan

dasar, yang sebaiknya anda ingat baik-baik, pertama, permainan

pikiran mana yang akan secara efektif menjadikan anda pemenang

atas pikiran anda dan pikiran orang lain, serta permainan pikiran

macam apa yang harus anda hindari dan jauhi sehingga

menjauhkan anda dari kekalahan dan kegagalan dan semua itu

didarkan pada role model kita, Adolf Hitler.

Dari role model yang saya sebut sebagai “sosok dari kegelapan” ini

kita akan mendapatkan peta berharga; mana jalan yang harus


The Hitler Effect 69
Putu Yudiantara

anda lalui agar anda sampai di tempat tujuan anda, dan mana

jalan yang menanam banyak geranat. Jalan yang menanam

banyak granat tersebut kemudian memberi anda dua pilihan;

menghindari lewat di jalan itu, atau sengaja lewat di sana untuk

mengambil granat yang anda nantinya bisa anda gunakan sebagai

senjata anda. Lengkap, bukan? Anda akan mendapatkan emas dan

cara merubah sampah menjadi emas juga.

Sederhananya begini, cara pikir Hitler yang mana yang akan

menjadikan anda pemain tangguh, dan cara pikir mana yang akan

melemahkan anda. Sikap Hitler mana yang menjadikan anda

bermain dengan baik, dan mana yang menjadikan anda pemain

yang buruk. Karena Hitler merupakan personifikasi kegelapan,

maka berarti juga, anda harus “awas” dengan kegelapan atau Hitler

di dalam diri anda.

Contohnya begini, Hitler (menurut Walter C. Langer) adalah orang

yang mengalami Messiah Complex, orang yang melihat dirinya

sendiri sebagai penyelamat dunia (entah dengan perang atau

pembunuhan sekalipun). Dalam kadar kecil, kita juga sering

berpikir kalau kita tahu apa yang terbaik bagi setiap orang, tahu

yang terbaik untuk orang yang kita ajak berbicara, sehingga hal ini
The Hitler Effect 70
Putu Yudiantara

sering menjadi penghalang dalam persuasi. Kita menjadi “Yang

Maha Tahu” dan egoisme ini kita paksakan pada orang lain begitu

saja, yang tentu saja tidak akan begitu saja membuat orang lain

menerimanya, dan akhirnya komunikasi menjadi saling lempar

amunisi.

Tiap orang menginginkan sosok pahlawan dalam kehidupanya,

dan sekaligus menginginkan menjadi seorang pahlawan bagi orang

lain; dengan memainkan prinsip sederhana ini dengan taktik

cerdas yang tajam, maka anda akan memenangkan permainanya,

bukan sebaliknya kalah oleh permainan yang anda mulai sendiri.

Secara lebih mendetail, contoh di atas dapat diterangkan begini,

sudah menjadi kecenderungan psikologis manusia yang

menjadikan setiap orang menginginkan sosok pahlawan, namun

mereka tidak akan mengakuinya karena sudah menjadi

kecenderuangan psikologisnya juga untuk tidak merendahkan diri

(dorongan ego). Dorongan egoisme ini juga menjadikan manusia

ingin menjadi sosok pahlawan bagi orang lain. Jadi, intinya

bukanlah apa anda benar-benar pahlawan atau bukan, namun

bisakah anda menampilkan diri anda sehingga dianggap pahlawan,


The Hitler Effect 71
Putu Yudiantara

dan apakah anda memiliki taktik untuk mendapatkan pahlawan

anda tanpa membuat anda menjadi tampak lebih rendah ?

Dalam Bab berikutnya anda akan mendapatkan pemaparan

mengenai berbagai perspektif sisi gelap manusia, kecanduan

tersembunyi di dalam dirinya, insting dasarnya, dan bagian-bagian

dalam dirinya yang tidak disadari yang bisa anda manfaatkan

untuk mempengaruhi orang lain, dan pada saat yang sama anda

jadikan sebagai sumber kewaspadaan anda.

Prinsip dan Gambaran Umum “Isi Kepala Hitler”

Mengetahui bagaimana memodel pola persuasi Hitler dengan

sempurna, berarti anda bukan hanya membutuhkan pengetahuan

bagaimana caranya dalam memainkan permainan manipulasi

pikiran, namun anda juga harus mengetahui bagaimana prinsip

kehidupannya secara umum, bagaimana kepribadiannya, dan

bagaimana caranya sejarah kehidupan yang membentuknya

menjadi “Hitler yang Kita Kenal”. Jadikan semua informasi ini

sebagai insights yang akan memperkaya mental anda tentang

kuasa, kekuatan dan pengaruh.


The Hitler Effect 72
Putu Yudiantara

Tetapi tenang saja, anda tidak perlu menjadi seorang behavioral

analyst expert, tidak juga perlu menjadi seorang ahli sejarah. Anda

hanya perlu membaca uraian berikut ini sebagai bentuk

“perkenalan” anda dengan orang yang menjadi role model buku

ini. Jika anda tidak “mengenalnya” maka anda tidak bisa

memodelnya dengan baik, bukan ?

Kekecewaan Hitler Terhadap Jerman

Hitler kecil dan Hitler remaja merupakan seorang yang mengalami

inferioritas yang sangat parah. Mengatasi hal itu, maka Hitler pun

menanggulanginya (coping strategies) dengan banyak fantasi, ilusi,

pengagung-agungan, dan menyalahkan. Sekarang dapat anda lihat,

akar penyebab kenapa Hitler menganggap Bangsa Arya diletakan

begitu tinggi sebagai bangsa “terpilih” sedangkan bangsa Yahudi

merupakan bangsa yang karena banyak alasan (banyak disalahkan)

sampai-sampai harus dilenyapkan ?

Hitler berkali-kali ditolak untuk masuk ke sekolah seni impianya,

dan karena hal itu dia menyalahkan ayahnya, lalu menyalahkan

bangsa Yahudi, dan lalu dia menyalahkan pemerintah jerman.

Menurut Michael Hall, inilah fondasi utama dari permainan dalam


The Hitler Effect 73
Putu Yudiantara

pikiran Hitler. Menyalahkan dan membenci sudah mendarah

daging dalam kehidupan Hitler.

Sampai Hitler masuk dan terlibat di Perang Dunia Pertama, Hitler

muda mengalami banyak “gangguan”, menderita karena

kemalasannya, kekagumannya yang berlebihan pada seni (tanpa

menjadi ahli dalam bidang tersebut) serta sikapnya yang terlalu

mengagung-agungkan diri. Baru setelah masuk ketentaraanlah dia

kemudian menemukan tujuan hidup.

Kemudian saat semua upaya kerasnya menemui kekalahan, maka

dia kemudian merasa sangat malu dan mengalami trauma berat.

Jerman menderita kekalahan dalam Perang Dunia Pertama, dan

dia kembali ke rumahnya dengan keadaan marah, kecewa, pedih

dan shock. Saat itu bukanlah sekedar mengalami “trauma lainya”,

namun trauma paling berat dan paling menentukan. Sekali lagi,

mekanisme psikologisnya dalam menghadapi situasi dan kondisi

tersebut adalah dengan menyalahkan. Kali ini dia menyalahkan

pemerintah jerman dan kurangnya semangat untuk membela

tanah airnya. Dia menyalahkan pimpinan propaganda Inggris,

menyalahkan orang Yahudi yang mengurangi peranan Jerman

dalam perang, dan menyalahkan pihak intelejen. Bisa kita lihat,


The Hitler Effect 74
Putu Yudiantara

semenjak kecil, Hitler cenderung menyalahkan dan menyalahkan

dalam menghadapi situasi sulit.

Kemudian, dia menemukan salah satu bakat terpendamnya di

sebuah aula, yang dia ekspresikan sebagai “aku bisa bicara”. Dia

menemukan bahwa dengan merumuskan ekspresi kemarahan

terhadap ketidak adilan dengan pengalaman pahit, dia bisa

menggerakkan massa. Bakat dan kepekaan Hitler yang semacam

ini, menjadi anugerah baginya dan musibah bagi manusia lainya

kala itu.

Seiring terjun ke dunia politik dan menyadari kemampuannya

dalam mempergunakan propaganda sebagai metode persuasi. Dia

menyadari betapa mudahnya merebut hati dan pikiran orang-

orang kala itu dengan mempergunakan ide-ide ekstrem.

Kebetulan, ide semacam itu sangat diijinkan dan dibutuhkan kala

itu.

Metode persuasinya itu, sangat sesuai situasi, kondisi dan jaman

itu juga. Bukan karena keluesan, bukan kehangatan atau

keramahan, bukan pula karena dia menjadi orang yang bisa

mendatangkan keuntungan bagi orang lain, bukan semua itu yang


The Hitler Effect 75
Putu Yudiantara

menjadikan persuasinya efektif, namun “kesesuaian” antara

metode yang dia gunakan, permainan yang dimainkanya, dengan

kondisi dan situasi saat itu.

Kemampuan Hitler yang perlu digaris bawahi adalah

kemampuannya dalam mengolah kata sehingga menempatkan

orang-orang ke dalam kemarahan, ketakutan, kebencian dan

ketidakadilan yang dialami banyak orang dengan berbagai alasan,

kemudian dia secara cerdik menempatkan dirinya sebagai

“harapan” melalui visi akan masa depan yang lebih baik.

Hitler dan kedahsyatannya merupakan hasil dari kebrutalan

keluarga, ketidak adilan dalam lingkungannya, kemalangan yang

diakibatkan kurangnya disiplin diri, dia terlahir dari ketidakadilan

dan kekalahan Jerman pada Perang Dunia Pertama, dia datang dari

kehancuran ekonomi yang diakibatkan oleh jatuhnya persediaan

pasar Amerika tahun 1929, dia datang dari ketakutan Jerman

terhadap komunisme, dan dia terlahir dari kegagalan politis

Republik Weimar yang melemahkan demokrasi.

Hitler menuangkan segala pemikiranya yang penuh kebencian,

balas dendam dan mitos di dalam buku Mein Kampf, yang mana
The Hitler Effect 76
Putu Yudiantara

pemikiran dalam buku inilah yang membuat pengikutnya

kemudian menggambarkan Hitler sebagai pemimpin baru yang

akan segera muncul, sebab keinginannya yang demikian kuat,

kecerdasannya yang tajam dan banyak kemampuan lain yang

“tersirat” dalam Mein Kampf. Tentu saja, semua itu hanya mitos

yang memang sudah didesain sedemikian rupa oleh Hitler.

Kunci untuk memahami Hitler dan kunci untuk memahami setiap

orang, terletak dalam frames mereka.

 Frame of reference dan frame of mind seperti apakah yang

memperkuat kemampuan Hitler dalam persuasi dan

mempengaruhi orang lain?

 Frame seperti apakah yang dimiliki pengikutnya, warga

Jerman dan seluruh dunia yang membuat mereka

“bermain” dalam permainan yang dirancang Hitler?

Hal yang saya temukan adalah perpaduan dari baik dan buruk,

kekuatan dan kelemahan, pernyataan bijak dari perenungan yang

mengagumkan dan kebodohan yang keji, antara kecerdasan politis

dengan omong kosong.


The Hitler Effect 77
Putu Yudiantara

Saat pertama kali membaca Mein Kampf, saya benar-benar sudah

menyangka akan membaca kegilaan yang sangat parah. Tetapi

ternyata bukan itu saja. Hitler mungkin adalah orang yang tidak

adil, penuh kebencian, kejam, fanatik dengan ideologinya,

ekstrimis dan tidak bermoral, namun Mein Kampf lebih

merupakan kotbah minggu mengenai ketidakadilan yang terjadi

terus menerus di Jerman, dan sebuah panggilan untuk

menyediakan tempat tinggal yang lebih baik untuk para pekerja,

sistem keamanan nasional, membersihkan sisa-sisa masa lalu,

memodernisasi industri, meningkatkan kondisi sosial, dan

mengumpulkan para nasionalis untuk melindungi negaranya

sendiri. Hal-hal inilah yang membuat ide-ide dalam Mein Kampf

terasa begitu “indah” di hati masyarakat Jerman kala itu.

Dan inilah kuncinya, membuat kegilaan menjadi indah berarti

membuat kegilaan itu waras dan dapat diterima.

Hal yang sangat mengejutkan, memang. Inikah Hitler yang

dianggap monster, tiran, diktator, pembunuh jutaan nyawa?

Dengan cara inilah dia memperoleh kekuasaanya. Dia melakukan

pacing, pacing dan pacing. Dia melakukan pacing terhadap situasi

terkini dan fokus utama yang sedang menjadi kebutuhan. Dia


The Hitler Effect 78
Putu Yudiantara

“menjawab” ketakutan, kemahan dan kepedihan masyarakat

Jerman. Hal ini memberikan Hitler kredibilitas. Saat kemudian

Hitler memenangkan pemilihan umum pada tahun 1932 dan

partai Nazi kemudian memborong kursi di Reichstag, hal itu

dikarenakan saat Partai Sosialis Nasional fulgar dan penuh

kebencian, mereka setidaknya berdiri di depan masyarakat Jerman

dan berkembangnya komunisme. Dengan menemukan target yang

mudah diantara Yahudi dan menyalahkan mereka selama

bertahun-tahun, Hitler memberikan masyarakat target, sasaran

bagi emosi negatif mereka. Dia juga menyediakan rencana untuk

Jerman baru yang lebih baik. Tentu saja, dia tidak memberitahukan

mereka semua akan hal itu.

Inilah salah satu sisi gelap manusia; takut mengambil tanggung

jawab atas apa yang terjadi, dan selalu merasa lebih nyaman (serta

mudah diterima) jika ada yang disalahkan, dan jika ada orang lain

(selain dirinya) yang bertanggung jawab, yang salah, yang

menyebabkan semua keburukan yang dialaminya. Hitler

mengetahui kecenderungan ini; kecenderungan kalau manusia

lebih suka duduk meratap dan merasa diri sebagai korban


The Hitler Effect 79
Putu Yudiantara

dibandingkan dengan berdiri dan mengambil tanggung jawab atas

kehidupannya sendiri.

Manusia suka menyalahkan, dan Hitler memberikan Yahudi

sebagai objek sasaran mereka, untuk disalahkan atas apa yang

dialami Jerman. Mereka memerlukan pahlawan yang bisa

diandalkan, maka Hitler menjadikan dirinya dan Nazi yang

mengambil peran itu. Jadilah Hitler penguasa.

Dalam memodel Hitler, masih sangat sulit untuk memberi predikat

“jenius” pada Hitler berkaitan dengan kemampuannya dalam

membaca situasi politik dan kemampuan persuasinya yang luar

biasa. Tetapi sayangnya, Hitler memang pantas mendapatkan

predikat “jenius” itu. Meskipun dia mempergunakan

kejeniusannya itu untuk perbuatan keji, namun dia tetap saja

jenius (iblis yang jenius) dalam bidang persuasi, politik dan

efektifitas.

Dalam memahami faktor-faktor yang menyebabkan Hitler

mampu melakukan kerusakan besar-besaran di dunia kala itu, ada

beberapa frame yang sangat powerful, dan ada frame lain yang

sangat “Sakit” dan “menyimpang”. Dan kenyataannya,


The Hitler Effect 80
Putu Yudiantara

menyingkirkan untuk sementara “penyakit” yang dialami Hitler

membuat kita melihat sisi jeniusnya, dan memberikan kita hal-hal

yang bisa kita pelajari darinya.

Kenapa Hitler Bermain Permainan Frame yang Dimainkanya ?

Hitler bermain frame game, tentu saja karena dia tidak mungkin

menyerang negaranya sendiri, karena akan lebih baik jika

negaranya direkrut untuk bermain dalam permainan pikirannya,

dalam frame gamesnya. Dia dengan cerdas mempergunakan trik-

trik propaganda untuk mengundang dan membujuk mereka agar

mau ikut bermain dalam permainan pikirannya.

Eric Fromm mendeskripsikan ilusi yang dialami Hitler, ilusi yang

mungkin saja sangat berbahaya :

Seorang pria seperti dia (Hitler) telah mendapat kekuatan yang

sangat luas dari aparat negara tanpa mempergunakan trik-trik

licik, namun karena mereka ada diperintah oleh kekuasaan dan

hukum yang lebih tinggi; bahwa seluruh dunia merupakan objek

teror dan penghancuran. Bertahun-tahun setelah berlalu,

kekeliruan pemikiran itu menjadi jelas nampak. Kita telah dipaksa

untuk mengakui bahwa jutaan orang Jerman secara suka rela


The Hitler Effect 81
Putu Yudiantara

menyerahkan kebebasan mereka; alih-alih menginginkan

kebebasan, mereka melarikan diri darinya; tidak berbeda halnya

degan jutaan masyarakat lainya yang tidak mempercayai

pertahanan kebebasan layak diperjuangkan.” (1969, p. 19)

Permainan seperti apakah yang dimainkan Hitler untuk membuat

masyarakat “lari dari kebebasan”? Fromm mengatakan bahwa dia

(Hitler) bersandar pada “ gagasan ketidak-layakan individu,

ketidakmampuan mendasarnya untuk bersandar pada diri sendiri

dan kebutuhanya untuk tunduk” (1969, p.54)

Secara psikologis, keinginan untuk berkuasa tidak pernah berakar

pada kekuatan, namun pada kelemahan, Fromm mengatakan

bahwa seorang yang otoriter adalah orang yang mengagumi

otoritas dan tunduk pada otoritas tersebut, dan mengharapkan

pula semua orang tunduk pada otoritasnya itu. Hal ini merupakan

bagian alami dari sistem fasis dan alasan kenapa otoritas

mendominasi struktur sosial dan politis.

“fitur umum semua pemikiran otoriter adalah kecenderungan

bahwa kehidupan ditentukan oleh kuasa di luar diri manusia

sendiri, di luar ketertarikan dan harapannya. Kebahagiaan hanya


The Hitler Effect 82
Putu Yudiantara

bisa didapatkan dengan bergabung bersama kuasa yang

menentukan tersebut (Hlm. 194)

Dan, demikianlah perkenalan anda dengan Hitler ...


The Hitler Effect 83
Putu Yudiantara

BAGIAN DUA

PRINCIPLES OF GREAT PERSUASION

STRATEGIES AND LESSONS IN MIND

HACKING

Dalam bagian dua ini kita akan membahas materi yang lebih

mempribadi, lebih menembus ke dalam pikiran manusia, mulai

dari bagian yang nampak sampai bagian yang disembunyikan.

Bagian dua ini merupakan penjabaran yang penting untuk

memahami lebih mendalam berbagai sisi dalam komunikasi, dan

berbagai sisi dalam kehidupan manusia, yang keduanya bisa anda

pergunakan untuk menyusun strategi-strategi persuasi yang

“mematikan”.

Tujuan utama dari bagian dua ini adalah untuk memberikan anda

insights mengenai bagaimana membangkitkan kekuatan daya

pengaruh dalam diri anda, yang akan menjadikan anda seorang

komunikator ulung.
The Hitler Effect 84
Putu Yudiantara

Bagian kedua ini seperti “akses” terhadap bagian dalam manusia

yang adalah bagian yang sangat penting anda ketahui, serta akses

terhadap bagaimana informasi diproses, sehingga setelah anda

mengetahui bagaimana informasi diproses anda akan tahu

bagaimana informasi disampaikan. Serupa dengan melakukan

hacking terhadap komputer, maka anda harus tahu skema dan cara

kerjanya, kemudian anda bisa mengarahkannya ulang ke arah yang

anda inginkan.
The Hitler Effect 85
Putu Yudiantara

ARE YOU THE NEXT GREAT PERSUADER ?

Menjadi Seorang Manipulator Ulung dengan Menginstal Sikap

Mental dan Metodelogi Para Manipulator Ulung

Jika anda cukup membaca satu bab dan melupakan komponen

lainya dalam buku ini, maka bab inilah yang akan mewakili isi

paling penting dari keseluruhan isi buku ini. Bab ini, bukan intisari

dari Buku dan Metode Hitler Effect, sama sekali bukan. Namun,

bab ini merupakan jantung dari Hitler Effect.

Memangnya apa yang akan saya bahas dalam bab ini, yang

menjadikanya sebagai bab paling penting dalam buku ini ?

Attitude dari seorang manipulator!

Jika ada diantara anda yang tidak begitu suka atau merasa nyaman

dengan istilah manipulator, dan sepertinya banyak yang merasa

demikian meski mungkin bukan anda, silahkan gunakan istilah

yang anda sukai; persuader, komunikator, mind controler, gamer

atau istilah apa pun yang anda pilih, yang lebih anda sukai.
The Hitler Effect 86
Putu Yudiantara

Namun, hanya karena istilahnya berbeda, bukan berarti

attitudenya berbeda, dan terlepas dari istilah yang anda pilih, bab

ini masih merupakan jantungnya. Dan ijinkan saya tetap memakai

istilah manipulator, seorang yang memenangkan permainan

pikiran.

Untuk menjadi pemenang, anda harus memiliki sikap seorang

pemenang, sikap mental dan sikap nyatanya. Anda harus memiliki

nilai-nilai, prinsip-prinsip seorang pemenang. Teknik, trik dan

metode akan mengikuti sikap anda, mengikuti nilai dan prinsip

yang anda pegang, dan itulah yang menjadikan bab ini sebagai

jantung dari Hitler Effect.

Rahasia Sejati NLP yang Ditutup-tutupi ????

Ah, kembali sejenak ke NLP, berhubung NLP menjadi salah satu

brand yang saya tunjukan dalam sub-title buku ini, maka saya juga

akan menyinggung dan mengungkapkan apa yang saya tulis dalam

subtitle buku ini sebagai “secret codes of NLP”. Bukan kebetulan,

rahasia sejati NLP, NLP yang sebenarnya yang belum diajarkan

pada anda dalam kelas-kelas NLP, dalam berbagai buku dan vidio

training mana pun ini juga berkaitan dengan jantung dari Hitler
The Hitler Effect 87
Putu Yudiantara

Effect. Dan saya mempertaruhkan sertifikat Certified Trainer saya

dalam NLP, kalau setelah membaca bab ini anda akan menjadi

seorang NLP-ers sejati, tanpa harus mengikuti kelas NLP mana

pun.

Semoga pemaparan saya di atas cukup meyakinkan bagi anda,

kalau saya tidak sedang main-main dengan bab ini, bab yang

penulisanya menyelesaikan Hitler Effect dan akan membuat anda

mampu memerankan setiap “drama” dan “permainan” dalam

Hitler Effect dengan sesempurna mungkin. Bab ini, merupakan

kunci untuk buku Hitler Effect, dan tentu saja kunci untuk

memahami dan menguasai setiap metode persuasi dan

pemberdayaan diri.

Bagaimana bab ini sampai tertulis?

Ada sejarah singkat yang saya ingin sampaikan dahulu pada anda,

sebelum materi inti bab ini saya paparkan.

Awalnya saya sangat terkagum-kagum dengan buku-buku dari

David J. Lieberman, seorang pakar perilaku (behavioral) dan

pernah bekerja untuk FBI sebagai bahavioral analyst. Buku-

bukunya tentang komunikasi, modifikasi perilaku, membedah


The Hitler Effect 88
Putu Yudiantara

kebohongan dan hal-hal terkait sangat-sangat sederhana, dengan

bab-bab aplikatif siap pakai, namun memiliki kekuatan dahsyat,

dan memang sangat-sangat pantas jika buku-buku tersebut

terpajang sebagai salah satu buku best seller versi New York Times.

Kemudian saya bertanya, apa yang menjadikan David J. Lieberman

begitu piawai dalam melakukan semua yang dilakukannya, dan

menuliskan semua yang dituliskannya?

Saya sangat-sangat tertarik mempelajari materinya, namun saya

jauh lebih tertarik untuk mempelajari “kualitas seperti apa yang

bisa memunculkan pribadi semacam ini?”.

Pertanyaan yang sama saya ajukan terkait Adolf Hitler, kita bisa

mempelajari teknik dan metode persuasi dan propagandanya

dengan mudah; buka Amazon, dan ketik keywordnya, maka

muncul serangkaian buku, kemudian pesan dan anda akan

memiliki lembaran-lembaran yang mengungkapkan ilmunya.

Tetapi, saya masih bertanya-tanya, “kualitas macam apa yang

menjadikan Hitler sebagai seorang yang sangat piawai, yang

dengan pengaruh luar biasa bisa menjadikan Partai Nazi, yang


The Hitler Effect 89
Putu Yudiantara

dibangunya pertama kali hanya dengan 9 orang saja, kemudian

berubah menjadi salah satu kekuatan terbesar dunia?”.

Saya juga menelaah karya dari berbagai tokoh persuasi dunia;

Robert Cialdini, Kevin Hogan, Milton Erickson, Dale Carnegie,

John Maxwell, bahkan Obama. Saya menyadari bahwa di balik

metodelogi dan strategi mereka dalam “mengambil hati”, ada

serangkaian sikap mental, perilaku dan prinsip yang mereka

pegang, yang pada akhirnya melahirkan teknik, trik dan strategi

persuasi mereka.

Setelah mempelajari NLP secara lebih mendalam, kemudian

perhatian saya teralih pada para pengembang NLP idola saya,

Michael Hall dan Robert Dilts. Pertanyaan di atas kembali muncul,

apakah yang membuat mereka bisa mengembangkan NLP dengan

konsep-konsep baru yang sangat memperkaya NLP (Dilts dengan

Neurological level dan sleight of mouth-nya, Michael Hall dengan

Meta-State-nya)?

Saya tidak puas dengan teknik dan trik yang saya dapatkan dari

para pakar dunia tersebut, saya menginginkan satu hal yang lain,
The Hitler Effect 90
Putu Yudiantara

yaitu alasan sampai mereka bisa melahirkan semua yang mereka

ajarkan tersebut.

Pertanyaan saya kemudian terjawab dari insights (dan jawaban ini

saya pegang sebagai kesimpulan yang saya setujui sampai saat ini)

saat membaca kembali definisi NLP yang dikemukakan oleh

Richard Bandler.

“NLP adalah serangkaian sikap mental dan metodelogi yang diikuti

oleh berbagai teknik yang efektif”

Jika anda baca baik-baik kalimat tersebut, berarti apa yang saya

pelajari dari NLP selama ini keliru, sebab NLP yang saya pelajari

adalah serangkaian tekniknya; swish pattern, excellenct cyrcle, six

steps refremming, dan deretan lainya, sementara NLP adalah

serangkaian sikap mental dan metodelogi NLP adalah

serangkaian sikap mental dan metodelogi yang menghasilkan

semua teknik tersebut.

Ah, anda ketemu benang merahnya sekarang? Anda bisa

mendapatkan insights dari pemaparan Bandler tentang NLP.

Saya akan ulangi sekali lagi,


The Hitler Effect 91
Putu Yudiantara

NLP adalah serangkaian sikap mental dan metodelogi yang diikuti

oleh teknik-teknik efektif. Jadi, serangkaian sikap mental dan

metodelogi yang melahirkan teknik-teknik tersebutlah yang

disebut NLP, bukan teknik-tekniknya.

Sikap mental yang bagaimana? Metodelogi yang seperti apa? Saya

yakin muncul pertanyaan-pertanyaan demikian dalam pikiran

anda sekalian, bukan?

Inilah yang akan kita bahas dalam bab ini, dan pembahasan inilah

yang menjadikan bab ini sebagai jantung dari Hitler Effect dan

“kode rahasia” yang saya janjikan dalam sub judul buku ini.

Memahami penjelasan dalam bab ini, maka anda akan memahami

dengan sangat baik, dengan sangat mudah bab berjudul “The

Alchemist Circle: Memahami NLP dalam 10 Menit atau kurang”.

NLP adalah sebuah model komunikasi yang mempelajari

bagaimana kita memproses informasi sehingga menghasilkan

kondisi pikiran dan kondisi tubuh tertentu, demikian Michael Hall

mendefinisikan NLP. Model komunikasi ini, memungkinkan kita

mengambil alih kendali otak, sebab saat kita tahu bagaimana cara

kerjanya, kita akan bisa mengoperasikannya. Jika anda


The Hitler Effect 92
Putu Yudiantara

mengoperasikan pemprosesan informasi di otak anda, maka

munculah berbagai teknik dan trik untuk memberdayakan diri.

Sementara jika dengan pengetahuan bagaimana cara kerja otak

tersebut untuk “mengoperasikan” otak orang lain, maka munculah

serangkaian teknik, trik dan metode persuasi, manipulasi pikiran

serta bujuk rayu, termasuk juga coaching, therapy dan konseling.

Sesederhana itu bukan? Jalankan crcle-nya, baik micro circle atau

macro circle, maka anda akan menjadi masternya. Secara lebih

mendetail mengenai pembahasan Alchemist Circle, silahkan cara

di babnya tersendiri.

Sikap Mental dan Metodelogi Seorang Penghasut atau

Manipulator Ulung yang Membuatnya Menghasilkan Berbagai

Teknik dan Trik Bujuk Rayu yang Tajam dan Dahsyat

Langsung saja, kita akan membahas sikap mental dan metodelogi

yang dimaksudkan; sikap mental seorang NLP-er atau seorang

master pikiran. Saya akan mulai memaparkan dan penjelasan inti

bab ini dalam paragraf-paragraf berikut, jadi silahkan cermati

dengan baik ...


The Hitler Effect 93
Putu Yudiantara

Pertama, anda harus memiliki dan mengembangkan awareness

yang mendalam terhadap diri anda dan orang lain, anda harus

memiliki kesadaran dan kepekaan yang tinggi terhadap reaksi-

reaksi yang ditunjukan oleh diri anda, maupun orang lain;

bagaimana reaksi normal, reaksi saat tidak terjadi lonjakan

emosional apa-apa, dan bagaimana reaksi saat munculnya

peningkatan atau penurunan intensitas emosional tertentu, yang

bisa dengan mudah anda amati dari perubahan-perubahan

fisiologisnya. Dikatakan dalam salah satu asumsi dasar NLP,

pikiran dan tubuh saling terkait dan saling mempengaruhi,

sehingga saat anda melihat suatu kondisi (state) fisiologis tertentu,

maka itu pasti karena adanya pengaruh dari kondisi mental orang

bersangkutan.

Dalam setting persuasi, awareness anda juga harus anda

kembangkan bukan hanya di tataran perilaku, atau bagaimana

seseorang bersikap, namun tataran nilai-nilai dan keyakinan,

sehingga dengan memperhatikan keduanya, bagaimana seseorang

berperilaku (cara duduk, cara berdiri, gestur, irama nafas, intonasi

suara, nada bicara), bagaimana cara pikirnya (nilai-nilai yang dia

pegang terhadap sesuatu, kebutuhan yang menjadi daya dorong


The Hitler Effect 94
Putu Yudiantara

utamanya, minat dan ketertarikan, fokus dan banyak lagi) anda

memiliki modal untuk melakukan salah satu fondasi penting NLP

untuk menjalin rapport dengan pacing and leading.

Anyway, awareness ini juga sering disebut dengan sensory accuity

oleh para NLP-ers, artinya kepekaan indrawi, peka terhadap

respon-respon yang kita dapat, peka terhadap kumpulan informasi

yang kita dapat yang bisa menunjukan peta pikiran seseorang, dan

tentu saja sama pentingnya peka terhadap berbagai reaksi dan

kondisi dalam diri, peka terhadap berbagai respon verbal dan non

verbal yang kita tunjukan juga. Kenapa? Sebab cara kita ber-reaksi

atau merespon (verbal dan non verbal) terhadap respon, feedback

atau re-aksi orang lain juga akan menentukan re-aksi dan respon

berikutnya yang akan anda terima. Anda perlu mengembangkan

kepekaan terhadap cara anda bereaksi, terhadap kondisi emosional

dan pemikiran anda karena sering kali anda tidak menyadari

bagaimana state anda sehingga gejolak emosional, dan reaksi

spontan sering tidak disadari pula.

Bagaimana jika anda mendapat terlalu banyak “penolakan” dan

respon-respon yang tidak anda harapkan? Asumsi dasar NLP

lainya akan menjawab anda, kurangnya raport akan menimbulkan


The Hitler Effect 95
Putu Yudiantara

banyak resistensi. Jadi, jika anda mendapatkan banyak resistensi

atau respon-respon yang tidak diharapkan, perbaiki rapport anda,

perbaiki jalinan chemistry yang anda bentuk dengan lebih banyak

awareness terhadap kondisi fisio-mental orang tersebut, dan

pastikan anda mengikuti asumsi dasar NLP ini, hormati peta orang

lain. Kenapa? Sebab setiap orang hanya merespon berdasarkan peta

yang dimilikinya.

Makna dari komunikasi adalah respon yang anda terima, kata

asumsi dasar NLP lainya, dan ini juga berarti, melalui awareness

anda, melalui kesadaran dan kepekaan anda, anda mengamati

dengan seksama bagaimana seseorang merespon dan bereaksi

terhadap anda, bagaimana mereka “memetakan” anda dalam

pikiran mereka.

Fleksibelitas adalah kunci kedua yang harus anda pegang erat-erat.

Saat muncul suatu reaksi atau respon yang masih belum sesuai

dengan reaksi atau respon yang anda inginkan, maka anda harus

mencoba hal lainnya untuk memunculkan reaksi atau respon yang

anda inginkan. Inilah kenapa asumsi dasar NLP lainya berbunyi,

jika satu hal tidak menghasilkan, maka lakukan saja hal lainya. Hal

ini mengantarkan kita pada kunci ketiga, yaitu rasa ingin tahu atau
The Hitler Effect 96
Putu Yudiantara

sikap mental curiosity, “jika saya melakukan A dan masih belum

mendapatkan respon B, maka bagaimana kalau saya lakukan saja C

untuk mendapatkan respon B?”. Jika anda memiliki curiosity yang

cukup, maka anda pula akan tergiring menuju eksperimen-

eksperimen “trial and error” yang akhirnya akan mengantarkan

anda pada teknik dan strategi yang tepat.

Apa yang menjadi modal dasar anda dalam melakukan A atau C

dengan penuh rasa ingin tahu dan fleksibilitas?

Setiap akan melakukan sesuatu, setiap akan “melancarkan

serangan lain”, maka anda harus senantiasa memperhatikan

feedback yang anda dapatkan, sebab tidak ada yang namanya

kegagalan, hanya ada feedback, asumsi dasar lainya dari NLP.

Sekali lagi, anda hanya akan bisa memanfaatkan feedback yang

anda dapatkan secara optimal jika anda memiliki awareness yang

tinggi dalam menyadari dan menelaah feedback yang anda

dapatkan.

Berkaitan dengan asumsi dasar NLP tadi, bahwa setiap orang

hanya bereaksi berdasarkan petanya, pelajaran apa yang kita dapat?

Bongkar peta orang tersebut secepat mungkin agar anda bisa


The Hitler Effect 97
Putu Yudiantara

memprediksikan reaksinya, dan anda bisa menyesuaikan aksi-aksi

yang akan anda lancarkan. Peta apakah yang dimaksud? Struktur

beliefs, meaning dan film internal yang terbentuk.

Seseorang memetakan sesuatu (mengkonsepkan dan merasasakan

atau dengan kata lain rasa dan rasio orang tersebut) berdasarkan

arti atau makna yang diberikan orang tersebut terhadap berbagai

hal; arti atau makna yang diberikan terhadap anda (penampilan

anda, cara bicara anda, sikap anda, gestur anda, dan hal-hal lain

terkait anda), atau malah arti dan makna lain; bagaimana dia

mengartikan kedatangan anda, bagaimana dia mengartikan tujuan-

tujuan anda dan semacamnya. Milikilah awareness yang tinggi,

maka anda akan bisa memperhatikan dan menyadari bagaimana

peng-arti-an yang sedang berlangsung di kepala orang tersebut.

Prinsip penting yang harus anda ingat terkait meaning adalah

konteks. Kenapa? Sebab seseorang mengartikan dan memaknai

sesuatu berdasarkan konteksnya (asumsi dasar NLP lainya), dan

seseorang juga akan merespon anda berdasarkan konteksnya

(asumsi dasar NLP lagi).


The Hitler Effect 98
Putu Yudiantara

Pandai bermain-main dengan meanings, dan pandai bermain-main

serta meyusun strategi berdasarkan konteks-konteks tertentu,

mencermati hasil “permainan” anda dengan penuh kesadaran,

menguji efektifitas permainan anda dengan memperhatikan

feedback yang anda dapatkan, kemudian jika anda masih belum

mendapatkan feedback yang anda harapkan maka lakukan hal-hal

lain dengan se-fleksibel mungkin, maka anda akan mendapati diri

anda dipenuhi oleh berbagai strategi dan taktik persuasi yang

sangat “mematikan”. Bersamaan dengan tools persuasi yang saya

akan sampaikan di bagian ketiga buku ini, maka jadilah anda

seorang manipulator handal.

Tentu saja anda memerlukan senjata yang tajam jika anda ingin

menang di pertempuran, namun lebih penting dari itu, anda harus

memiliki strategi yang efektif. Bab ini tidak menyuguhkan pada

anda strategi yang bisa anda gunakan, namun memberikan pada

anda cara bagaimana anda bisa menyusun strategi anda dengan

sebaik-baiknya.

Pedang tajam yang tidak dipergunakan dengan baik, bisa-bisa anda

yang terluka dan terbunuh olehnya. Sebaliknya jika anda bisa

bermain pedang dengan sangat piawai, namun tidak memiliki


The Hitler Effect 99
Putu Yudiantara

pedang yang tajam, akan lebih baik hasilnya, meski masih belum

menjamin kemenangan anda sepenuhnya. Kenapa harus salah satu

jika keduanya bisa anda miliki; pedang yang tajam dan cara

mempergunakanya dengan piawai, dan kedua hal tersebut

dihadirkan dalam buku ini, untuk anda.

Mari kita lanjutkan pembahasan mengenai “kode kunci” ini.

Miliki kepekaan dan kesadaran yang tinggi terhadap cara-cara

anda serta respon-respon anda, kemudian milikilah kepekaan yang

tinggi terhadap respon atau reaksi yang ditunjukan oleh orang lain

(lawan bicara anda). Namun sebelumnya, tentu saja anda harus

memiliki tujuan yang jelas sekaligus alternatif-alternatif lain jika

tujuan tersebut tidak tercapai dan anda juga harus mengawali

dengan proses rapport, kemudian seiring anda melakukan

pengamatan yang semakin mendalam dengan kepekaan anda, anda

bisa menyusun dan menajamkan rencana “serangan” anda dengan

lebih tajam lagi. Milikilah fleksibilitas yang tinggi untuk selalu

menyesuaikan rencana-rencana serangan anda dengan respon-

respon yang anda dapatkan.


The Hitler Effect 100
Putu Yudiantara

Amati dan dekati musuh anda, rencanakan serangan anda, evaluasi

hasil serangan pertama anda, kemudian sesuaikan rencana

serangan baru anda dengan hasil evaluasi anda sebelumnya.

Dan hanya dengan sikap mental taktis di atas, maka anda sudah

memiliki jiwa seorang NLP-er, dan dari sikap mental demikian,

maka anda akan menemukan sendiri teknik-teknik anda. Oleh

sebab itulah Bandler mengatakan, NLP adalah sekumpulan sikap

mental dan metodelogi yang menghasilkan teknik-teknik efektif.

Tentu saja dengan mengembangkan sikap mental di atas anda akan

menemukan teknik efektif anda dalam persuasi, bahkan anda juga

bisa menjadi seorang pengembang NLP seperti Michael Hall atau

Robert Dilts.

Memangnya menurut anda, kenapa Michael Hall bisa menemukan

Model Meta-State dan kenapa pula Robert Dilts menemukan

Neurological Levels dan Perseptual Positions? Pastinya karena

mereka memiliki kepekaan yang tinggi terhadap “peta” orang lain

dan “peta-nya” sendiri, kemudian melakukan banyak penyesuaian

dengan sangat fleksibel sambil terus mengamati respon-respon,

feedback serta re-aksi yang didapatkanya dalam proses interaksi.

Mereka memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi sehingga


The Hitler Effect 101
Putu Yudiantara

mereka selalu bergairah dalam mencoba taktik-taktik baru dan

cara-cara lain dalam mendapatkan respon yang diinginkanya, serta

selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif yang

mengantarkan mereka mendapatkan lebih banyak hasil yang

efektif, dan terus semakin efektif lagi. Sikap mental NLP –ers sejati

ini juga yang membuat NLP terus menerus berkembang dan

berkembang.

Berkaitan dengan proses persuasi, ada beberapa asumsi dasar yang

tersisa yang bisa anda manfaatkan. Setiap komunikasi haruslah

menambahkan alternatif-alternatif serta pilihan-pilihan, bagi

kedua belah pihak tentunya. Sebelumnya saya telah menyatakan

pada anda, tentukan tujuan yang jelas (tujuan dari proses

komunikasi yang anda lakukan) dan sediakan pilihan atau

alternatif lain, agar anda bisa secara fleksibel menyesuaikan

“kemungkinan” anda meraih tujuan yang anda inginkan, dengan

berbagai jalan. Tujuanya bisa tetap sama, namun harus nampak

berbeda. Kenapa? Setiap orang akan memilih alternatif terbaik yang

mereka lihat yang sesuai dengan peta yang mereka milik (asumsi

dasar NLP lainya), jadi pastikan apa pun pilihan mereka, tetap

menguntungkan anda.
The Hitler Effect 102
Putu Yudiantara

Salah satu guru saya mengatakan, sediakan perahu yang kuat untuk

berlayar (tujuan yang nampak, tujuan yang jelas), namun jangan

lupa tetap bawa sekoci (alternatif yang mengantarkan anda pada

tujuan yang sama). Entah dengan kapal layar anda atau dengan

sekoci, yang penting anda tetap sampai di tempat tujuan anda

(tujuan inti anda).

Salah satu prinsip penting lainya dari NLP yang perlu anda ingat

adalah, siapa pun yang memasang frame (bingkai berpikir) maka

dia yang “berkuasa”.

Bagaimana sejauh ini? Apakah anda menangkap esensi yang saya

sampaikan? Apakah NLP dan Persuasi terdengar mudah sekarang,

atau mungkin lebih rumit?

Tenang saja, anda memiliki sumber daya yang anda butuhkan

untuk menjadi NLP-ers atau menjadi ahli persuasi, dan sumber

daya tersebut ada dalam diri anda. Bukan hanya ini, kabar baik

lainya adalah, anda bahkan memiliki sumber daya yang anda

butuhkan dalam mempengaruhi pikiran orang lain di dalam diri

lawan bicara. Anda memiliki dua sumber daya, di dalam diri anda,

dan di dalam diri orang lain. Selalu ada bagian-bagian dan hal-hal
The Hitler Effect 103
Putu Yudiantara

dalam diri orang tersebut (ego state) yang bisa anda berdayakan,

untuk mempengaruhi pikiranya, entah mempengaruhi pikiran

untuk tujuan coaching, konseling, terapi atau penjualan produk

dan jasa anda.

Seseorang memiliki bagian-bagian (parts atau ego state)) dalam

dirinya yang bisa anda munculkan untuk mendukung anda (ikuti

pembahasan mengenai Ego State Persuasion), anda juga bisa

mencari sudut pandang lain dalam skema pemikiranya untuk

memunculkan persetujuan dan perubahan dalam diri orang

tersebut, misalkan mempergunakan neurological levels untuk

mengarahkan logikanya. Intinya pikiran anda dan pikiran orang

lain adalah modal yang bisa anda pergunakan untuk

mempengaruhinya, sementara tools yang anda gunakan tentu saja

adalah “bahasa”. Itulah kenapa ilmu ini disebut NLP, Neuro-

Linguitic Programming, bahasa pemprograman otak. Namun

jangan membatasi “bahasa otak” hanya sebatas kata dan kalimat

(meski kata-kata juga adalah tools yang sangat penting dan

powerful), namun secara luas mewakili cara kerja otak dan sistem

pengolahan informasinya, baik melalui gerak, gambar, simbol-

simbol tertentu atau suara.


The Hitler Effect 104
Putu Yudiantara

Sekilas Lebih Lanjut Tentang Mudahnya Memahami NLP Ala

Alchemist Code

Kemudian berkaitan dengan NLP, ada beberapa pertanyaan yang

mengantarkan anda pada penguasaan NLP lebih lanjut, yaitu:

Jika seseorang merespon sesuatu berdasarkan makna dan arti atau

peta internalnya terhadap dunia, maka bagaimana kita bisa

mengetahui cara orang tersebut “memetakan” sesuatu?

Jika peranan makna begitu penting dalam interaksi, lalu

bagaimanakah cara kita dalam melakukan perubahan makna?

Jika rapport memegang peranan penting, maka bagaimanakah cara

menjalin rapport yang benar-benar akan membentuk chemistry?

Bagian-bagian apakah yang tepatnya harus saya perhatikan secara

tajam dan mendetail?

Apakah yang bisa kita amati sebagai cerminan atau bentuk nyata

dari respon yang kita terima?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut benar-benar akan

mengantarkan anda pada pemahaman mengenai cara kerja otak


The Hitler Effect 105
Putu Yudiantara

sehingga kemudian anda bisa mengoperasikanya sesuai keinginan

anda, itulah kenapa saya sangat suka dengan judul buku Michael

Hall yang sekaligus bisa digunakan untuk mendefinisikan NLP, the

users manual for the brain; manual untuk mempergunakan otak

anda. Manual untuk mempergunakan otak anda agar

memberdayakan anda, sekaligus manual untuk memperdaya otak

seseorang. Kalimat tersebut menyimpan begitu banyak makna

terselubung, dan itulah kenapa saya sangat menyukainya. Selain

itu, kenapa NLP saya jadikan “frame” yang bahkan membingkai

pembahasan mengenai Adolf Hitler sekalipun adalah karena NLP

adalah the psychological skills for understanding and influencing

people (meminjam sub judul bukunya Joseph O’Connor,

Itroducing NLP).

Oke, sekarang mari kita jawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya,

yang akan menuntun anda pada penguasaan persuasi NLP serta

penempatan materinya secara sistematis dan sistemik. Menurut

pengamatan saya pada para pembelajar NLP, kesulitan mereka

dalam menguasai NLP terletak pada susahnya menempatkan NLP

sebagai sebuah “sistem” yang “sistematis” yang beroperasi

berdasarkan attitude serta sekumpulan sikap mental yang jelas.


The Hitler Effect 106
Putu Yudiantara

Saya menyusun skema Alchemist Code karena keinginan

menyusun ulang NLP berdasarkan skema yang jelas, aplikatif,

sistematis dan sistemik; menjadikanya mudah dipahami dan

mudah diterapkan, bukan sebatas memahami “apa-apa saja” yang

dibahas namun memahami skema kerja materi yang dibahas

tersebut, dan kemudian menerapkanya ke dalam sistematika dan

sikap mental yang memang disyaratkan. Selain itu saya juga

menyesuaikan beberapa materi agar berdasarkan salah satu

pertimbangan fundamental dalam NLP, pertimbangan efektifitas.

Karena NLP adalah soal efektifitas, maka sudah pasti sangat tidak

NLP jika untuk dipahami saja sulit, bukan?

Alchemist Code merupakan model pemahaman NLP yang

menggabungkan NLP Classic, NLP New Code, NLP Next

Generation dan NLP aliran Neuro Semantics. Kembali lagi, materi

disusun dan dikomposisikan berdasarkan pertimbangan efektifitas.

Kenapa saya memilih nama “Alchemist Code”?

Mungkin anda pernah mendengar legenda seorang Alchemist,

seorang pakar alkemia, sebuah bidang keilmuan yang

menggabungkan antara sihir dan science. Mereka, para Alchemist


The Hitler Effect 107
Putu Yudiantara

itu konon punya kemampuan luar biasa dalam mengolah logam

apa pun menjadi emas, menciptakan ramuan-ramuan ajaib yang

bisa melakukan hal-hal ajaib. Alchemist Code berarti kode, rahasia

serta pengetahuan seorang ahli Alkemia, yang memungkinkan

siapa pun yang mengetahui rahasia ini akan bisa merubah logam

menjadi emas dan membuat berbagai macam ramuan mujarab.

Ini merupakan metafora yang saya gunakan untuk

menggambarkan bagaimana anda bisa merubah kondisi macam

apa pun menjadi kondisi yang menguntungkan bagi anda, kondisi

yang “berkilau laksana emas”. Anda juga akan bisa menciptakan

berbagai macam ramuan mujarab untuk berbagai kendala

psikologis, dengan mempergunakan campuran-campuran rahasia

(kumpulan sikap mental dan attitude yang saya sampaikan

sebelumnya).

Wah, saya melupakan tentang menjawab pertanyaan karena

selingan di atas. Baik, mari kita jawab satu per satu ...

Jika seseorang merespon sesuatu berdasarkan makna dan arti

atau peta internalnya terhadap dunia, maka bagaimana kita


The Hitler Effect 108
Putu Yudiantara

bisa mengetahui cara orang tersebut “memetakan” sesuatu? Serta

bagaimana kita bisa membaca peta internal seeorang?

Jawaban pertama, untuk mengetahui bagaimana seseorang

“memetakan” sesuatu dalam proses berpikirnya, kita harus tahu

bagaimana orang tersebut memainkan kembali fenomena eksternal

dalam pikiranya; bagaimana gambaran mental yang dibentuk,

bagaimana suara-suara yang diperdengarkan, bagaimana sensasi-

sensasi yang muncul. Hal ini mengantarkan kita pada materi

mengenai Representational System dan Submodality. Kita juga

harus tahu bagaimana sebuah informasi eksternal yang masuk ke

otak mengalami proses delesi, distorsi dan generalisasi (Materi

Meta Model). Setiap orang juga memiliki cara-cara yang unik

dalam mengolah rasa dan rasio di dalam kepalanya, dan dengan

mempelajari Meta Programs kita akan tahu bagaimana sebuah

informasi diproses di otaknya.

Interaksi antara fenomena eksternal (informasi yang diterima)

dengan pemetaan internal ini akan menghasilkan state (kondisi

fisiologis, mental dan emosional); state yang dihasilkan akan

nampak dari fisiologi (bahasa tubuh, ekspresi, dan penampakan


The Hitler Effect 109
Putu Yudiantara

fisik lainya), state juga akan bisa kita analisa dari intonasi suara dan

cara bicara.

Jadi, cara seseorang membuat peta internal (memetakan informasi)

bisa kita ketahui dari state yang dihasilkan dari Film yang diputar

di otaknya (representational system dan meta model), memetakan

ulang peta internal seseorang bisa dengan mudah kita lakukan

dengan mengelola state dan meta-state, serta merubah

penggambaran film internal dengan meta model dan editing

representational system.

Jika peranan makna begitu penting dalam interaksi, lalu

bagaimanakah cara kita dalam melakukan perubahan makna?

Kita bisa mempergunakan cara-cara reframing klasik, atau anda

bisa mempergunakan pola komunikasi yang lebih elegan, yaitu

Sleight of Mouth. Dalam kebanyakan teknik NLP, merubah detail

sub modalitas dari sistem representasi dan melakukan coding ulang

terhadap proses generalisasi, delesi dan distorsi dalam meta model

dengan mempergunakan pertanyaan-pertanyaan dan komentar-

komentar singkat juga bisa sangat efektif, asal anda

mempergunakanya secara elegan.


The Hitler Effect 110
Putu Yudiantara

Jika rapport memegang peranan penting, maka bagaimanakah

cara menjalin rapport yang benar-benar akan membentuk

chemistry?

Pelajari Pacing and Leading serta pelajari bagaimana

menyesuaikan informasi yang kita hadirkan dengan Sistem

Representasi otak dan Meta Programnya. Pacing and leading

bukan hanya fenomena eksternal, namun juga kondisi-kondisi

internalnya.

Bagian-bagian apakah yang tepatnya harus saya perhatikan

secara tajam dan mendetail?

Berbicara tentang awareness dan ketajaman indera, objek perhatian

anda, objek pengamatan anda adalah state seseorang berkaitan

dengan bagaimana mereka merespon stimulus yang anda berikan.

Berikutnya adalah bagaimana sistem representasi mereka dan

bagaimana mereka “mengungkapkan” meta programnya melalui

kata-kata yang dipakai.

Bagaimana? Cukup terpetakan, bukan, skema pembelajaran NLP

anda terutama untuk diterapkan dalam proses persuasi dan

komunikasi? Pada pembahasan mengenai Alchemist Circle anda


The Hitler Effect 111
Putu Yudiantara

akan mengetahui bagaimana tepatnya, detailnya pengolahan

informasi terjadi, dan bagaimana melakukan hacking terhadapnya.


The Hitler Effect 112
Putu Yudiantara

ALASAN UMUM KENAPA PERSUASI MEMATIKAN

Melihat Bagaimana Emas Berubah Menjadi Besi, dan Rumusan

Merubah Besi Menjadi Emas

Pada bab ini kita akan membahas hal-hal mendasar dalam

komunikasi dan persuasi. Saya mengamati beberapa tokoh persuasi

yang sangat powerful, yang ada di sekitar saya, dan mengamati

guru-guru serta berbagai sumber mengenai komunikasi dan

persuasi. Saya memilah dan memilih lalu menguji prinsip-prinsip

dasarnya, dan saya menuliskanya dalam poin-poin pentingnya

dalam bab ini. Tentu, arah pembahasanya dibatasi dengan

perbedaan mendasar yang membedakan antara teknik dan ahli

persuasi yang berhasil dengan yang tidak, yang efektif dan yang

tidak.

Sebelum anda melanjutkan membaca dan mempraktikan isi buku

ini, silahkan anda cermati dengan baik prinsip dasar umum ini,

yang mungkin akan menghasilkan insights yang luar biasa dalam

pola komunikasi dan persuasi anda selama ini. Sekali lagi, silahkan

anda membaca sambil “mencocokkan” dan “mengevaluasi” pola

komunikasi dan persuasi anda, menilai efektifitas anda selama ini.


The Hitler Effect 113
Putu Yudiantara

Dalam bab ini anda akan menemukan alasan dibalik kegagalan dan

keberhasilan yang pernah anda buat.

Terjebak Emosi Sendiri

Pernahkah anda mengalami, saat sedang bercakap-cakap ringan

atau dalam negosiasi atau dalam persuasi anda terbawa percakapan

sampai meluas kemana-mana dan akhirnya berujung pada saling

serang secara individual. Emosi tiba-tiba meningkat drastis dan

tidak terkontrol dan komunikasi menjadi pertengkaran, adu

pendapat, atau ajang gengsi-gengsian.

Kalau pun tidak sampai separah itu, setidaknya anda mungkin

pernah merasakan bagaimana dalam proses komunikasi (untuk

tujuan apa pun) emosi anda terbawa, lalu anda melupakan tujuan,

lupa apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakanya, atau

setidaknya anda malah jadi terdiam hening menahan emosi. Lawan

bicara anda mengambil alih kendali atas kondisi emosional anda;

membuat anda jadi bad mood, putus asa, kecewa atau marah.

Emosi sangat sensitif, sehingga dengan persinggungan sedikit saja,

maka dia bisa meluap dan tidak terkontrol lagi. Saat itu bahkan jika

anda menguasai teknik-teknik paling dahsyat sekali pun, maka


The Hitler Effect 114
Putu Yudiantara

anda tidak akan mencapai apa yang anda ingin capai dalam proses

komunikasi tersebut. Anda terbawa dan hanyut dalam emosi anda,

sibuk dengan perasaan anda sendiri.

Tersesat di Pikiran Anda Sendiri

Jika pun anda tidak terjebak secara emosional, masih ada jebakan

lain yang harus anda waspadai dalam proses komunikasi, sebab

bisa saja anda sewaktu-waktu jatuh ke sana jika anda tidak benar-

benar memegang outcome yang telah anda tentukan dengan baik,

dan hal ini dialami banyak orang. Kenyataanya, hal ini jugalah

yang menjadi salah satu sebab anda terbawa dalam luapan atau

letupan emosional.

Ada beberapa jenis jebakan yang biasa dialami saat dalam proses

komunikasi, saat anda terjebak dalam pikiran anda sendiri.

Pertama, anda terlalu sibuk berpikir, sehingga anda tidak

berinteraksi lagi dengan lawan bicara anda, namun berinteraksi

dengan diri anda sendiri. Anda sibuk memikirkan apa yang harus

anda katakan, bagaimana anda harus mengatakanya, dan bahkan

anda sibuk menganalisis apa yang sedang lawan bicara anda

pikirkan. Anda sibuk menduga-duga (bukan menganalisis) jika


The Hitler Effect 115
Putu Yudiantara

anda mengatakan apa dengan cara yang bagaimana, maka respon

apa yang akan dikeluarkan oleh lawan bicara anda. Anda terjebak

dalam pikiran anda sendiri.

Anda akhirnya terlalu banyak berpikir, dan tidak lagi berinteraksi

secara efektif, tidak lagi interaktif.

Jenis jebakan pikiran lainya misalkan anda malah sibuk

memikirkan hal-hal lain yang tidak ada dalam konteks komunikasi

anda saat itu. anda memikirkan masalah anda sendiri, anda

menganalisis barang atau kejadian yang terpajang di sekitar tempat

anda berinteraksi. Anda sibuk dengan pikiran anda, kehilangan

minat dan pada saat itu tentu saja anda kehilangan efektifitas anda

dalam berkomunikasi.

“Terlalu Banyak Anda”

Pola umum lainya, yang biasanya menjangkiti orang yang terlalu

kurang perhatian, terlalu narsis dan memerlukan banyak perhatian

adalah, terlalu banyak hal tentang anda. Sedikit saja ada

pembahasan tentang sesuatu, maka anda mengaitkanya dengan

diri anda, masa lalu anda, milik anda, pencapaian anda dan hal-hal

lain berkaitan dengan anda.


The Hitler Effect 116
Putu Yudiantara

Jika anda memiliki terlalu banyak anda dalam interaksi anda

dengan orang lain, maka komunikasi itu jadi semacam curhat

dadakan yang membosankan. Tentu saja akan membosankan,

karena orang lain biasanya akan lebih tertarik mendengarkan

tentang diri mereka dibanding tentang anda.

Namun, pola kesalahan semacam ini saya yakin hanya menjangkiti

beberapa orang, terutama mereka yang kemampuan

komunikasinya sangat rendah, dan anda pasti tidak termasuk di

dalamnya. Namun, sayangnya, anda sering kali dalam komunikasi

seiiring berjalanya interaksi yang dinamis, bisa saja muncul godaan

untuk mengisi komunikasi dengan “terlalu banyak anda”. Tentu

saja anda boleh membicarakan diri anda, apa lagi jika diminta,

namun kalau “terlalu banyak anda” biasanya akan membuat

komunikasi jadi membosankan.

Kurangnya Magical Touch

Pernahkah anda melakukan komunikasi selama hampir berjam-

jam dengan seseorang, namun lawan bicara anda masih nampak

dingin dan ssangat sedikit respon yang diberikanya sesuai dengan


The Hitler Effect 117
Putu Yudiantara

apa yang anda harapkan? Malah, cenderung ingin segera

mengakhiri komunikasi membosankan tersebut.

Alasanya, selama anda berbicara anda terlalu banyak

membicarakan hal-hal membosankan, hal-hal yang hanya ada di

permukaan, hanya berbentuk informasi untuk otak saja, tidak

sampai menyentuh hati. Sehingga lawan bicara anda tidak

bergairah dengan pembicaraan anda, sama tidak tertariknya

dengan anak sekolah yang mendengarkan penjabaran teoritis di

siang hari.

Lalu apakah magical touch yang menjadikan komunikasi anda

menyentuh hati dan tidak membosankan, sebaliknya penuh gairah

dan dinamika interaktif? Sentuh emosinya! Jika pun anda

memberikan informasi tentang produk atau jasa anda, tekankan

keuntungan emosional yang bisa diraihnya. Misalkan pun anda

sedang mendengarkan pembicaraan lawan bicara anda, maka

sekedar memberikan reflection of feeling, mengkonfirmasi

perasaanya saat itu akan cukup menggairahkanya.


The Hitler Effect 118
Putu Yudiantara

Namun, jika terlalu banyak unsur emosional juga akan tidak baik,

terutama jika nanti arahnya mulai “menggila” dan anda tidak bisa

mengendalikanya.

Seseorang akan tersentuh dalam suatu interaksi jika emosinya,

bagian-bagian dalam dirinya terwakilkan.

Tidak Melihat Sisi yang Tidak Diperlihatkan

Manusia adalah sistem yang dinamis. Manusia terdiri dari berbagai

komponen, dan dalam melakukan inetraksi dengan orang lain,

berbagai komponen kepribadianya ini ikut terlibat sehingga

mengakibatkan adanya dinamika dalam komunikasi dan dinamika

di dalam dunia internalnya.

Anda bisa melihat reaksinya, anda bisa mengamati cara

berpakaianya, anda bisa melihat lingkunanya dan banyak

komponen lain di luar dirinya, komponen kasat mata yang bisa

anda perhatikan, yang dalam intensitas tertentu memang bisa

mewakili kepribadian atau dunia internal orang tersebut.

Namun seseorang selalu memiliki lebih banyak hal dalam dirinya

selain yang dapat diproyeksikanya ke dalam cara berpenampilan


The Hitler Effect 119
Putu Yudiantara

dan tananan ruangan atau susunan kata serta cara mengatakanya.

Anda harus masuk lebih dalam, ke hal-hal instingtif dan hal-hal

yang menjadi “hidden driving force” atau daya dorong

tersembunyi dalam dirinya.

Anda harus melihat apa saja yang diinginkanya, apa yang

dihargainya (values) keyakinan-keyakinan (beliefs) yang

dimilikinya serta prioritas (criteria) kehidupanya. Kebutuhan dasar

mana yang tidak mampu dia penuhi, ambisi-ambisi dan impian-

impian terpendamnya serta berbagai hal penting dalam dirinya,

yang jika kemudian hal-hal ini anda kaitkan dengan tujuan-tujuan

persuasi anda, dampaknya akan sangat jauh lebih dahsyat dari

yang anda kira.

Kehilangan Momentum

Selalu ada saat yang tepat untuk setiap hal. Manusia bereaksi

dengan cara tertentu berdasarkan konteks percakapan dan

inetraksinya, yang dalam konteks lain reaksi, sikap, pemikiran dan

keputusannya bisa saja sangat berbeda. Selain itu, bahkan saat anda

sedang dalam interaksi anda harus memperhatikan momentum


The Hitler Effect 120
Putu Yudiantara

kapan harus diam, kapan harus bicara, kapan harus memberi dan

kapan harus meminta.

Bahkan jika anda telah melakukan rapport dengan baik, melakukan

proses komunikasi yang sudah sesuai dengan strategi yang anda

susun dan segenap rencana anda berjalan lancar, anda bisa saja

gagal dalam closing jika momentum yang anda pergunakan kurang

tepat, apa lagi sampai salah.

Momentum diamati berdasarkan dinamika state orang tersebut,

dan tentu saja dinamika lingkungan dimana interaksi berlangsung.

Ketepatan waktu adalah salah satu senjata ahli persuasi.

Banyak orang yang masih belum yakin dengan momentumnya dan

menunggu bukan karena hasil pengamatan, namun karena masih

ragu-ragu, karena masih sibuk dengan pikiran sendiri. Atau ada

juga yang “main tembak” karena terlalu percaya diri. Ketepatan

momentum didapat dari hasil analisa, bukan dari tebakan atau

jebakan rasa percaya diri berlebih.


The Hitler Effect 121
Putu Yudiantara

Terlalu Banyak atau Sedikit Kata ???

Ada orang yang dalam berinteraksi mengeluarkan begitu banyak

kata, mengatakan begitu banyak hal dan menyampaikan begitu

banyak informasi. Ada pula yang menjadi kebalikannya, sangat

hening, hanya mendengar, terlalu sedikit kata, bahkan minim

komentar.

Makah dari keduanya yang lebih baik?

Memang, hal yang “terlalu” jarang baik, namun bukan itu konsen

anda. Hal yang harus anda perhatikan sebelum anda terlalu banyak

atau terlalu sedikit bicara adalah, manakah yang direspon dengan

baik oleh lawan bicara anda, dan yang direspon dengan lebih baik

oleh lawan bicara anda maka itulah yang lebih baik. Bukan orang

lain yang akan menentukan mana yang lebih baik aman yang

buruk, namun respon lawan bicara anda.

Jangan pula terjebak oleh kalimat semacam “dia suka orang yang

banyak bicara” atau “dia suka orang yang pendiam”, semua

tergantung konteksnya, sebab ada saja saat seorang yang suka

dengan orang yang banyak bicara menginginkan lawan bicara


The Hitler Effect 122
Putu Yudiantara

banyak diam. Penentu terbaik anda selalu adalah respon yang anda

terima dari lawan bicara anda.

Kata-kata yang Tepat, Tapi Cara Mengatakanya yang Tidak

Anda memang harus memperhatikan dengan baik kata-kata yang

anda pilih dan susunannya dalam sebuah kalimat, sebab efeknya

bisa sangat jauh berbeda. Bahkan sebuah kata bisa memiliki efek

yang sangat dahsyat, apa lagi sebuah kalimat atau sebuah paragraf.

Namun ada juga hal yang anda perlu perhatikan dengan sama

baiknya, yaitu bagaimana anda mengatakannya.

Cara anda mengatakan sebuah kalimat akan memberi jiwa dan

kekuatan yang berlipat pada kata-kata yang anda pilih. Cara anda

mengatakanya meliputi jeda yang anda tempatkan diantara kata

atau kalimat, intonasi, tinggi rendahnya nada, serta tentu saja

bahasa tubuh dan gestur yang mengantarkan kalimat-kalimat

anda. Jika anda menyesuaikan pola kalimat yang anda pakai,

menguatkannya dengan cara mengatakan yang tepat dan konteks

yang sesuai, maka anda akan mendapatkan hasil yang anda

harapkan.
The Hitler Effect 123
Putu Yudiantara

Anda Tidak Bisa Masuk Ruangan yang Pintunya Belum Dibuka

Banyak yang memulai pembicaraanya terlalu dini, sebelum

momennya tepat. Lalu kapan momen yang tepat untuk “memulai”

itu? saat rapport sudah terbentuk, saat chemistry sudah terjalin.

Rapport yang baik seperti membuka pintu sebuah rumah,

membuka pintu pikiran. Anda tidak bisa memasuki sebuah rumah

sebelum membuka pintunya, atau sebelum pemilik rumah

membukakan pintunya untuk anda. Saat dimana pintu pikiran

terbuka itu adalah saat dimana rapport dan chemistry sudah terjalin

dengan baik.

Anda Tidak Harus Mengatakanya

Persuasi dan komunikasi tidak bergantung dengan kata-kata,

walaupun kata-kata merupakan salah satu kekuatan dalam persuasi

dan komunikasi. Alasanya, pikiran manusia tidak hanya mengolah

informasi yang berasal dari kata-kata. Malah, kata-kata bisa

menjadi sangat tidak efektif dalam mempengaruhi pikiran

seseorang, terutama jika kata-kata tersebut tidak tersusun dalam

pola yang menghipnotis.


The Hitler Effect 124
Putu Yudiantara

Manusia berkomunikasi dengan simbol, dan memiliki

kecenderungan untuk menyimbolkan sesuatu, entah dengan kata,

gestur, gambar atau apa pun. Memanfaatkan cara kerja pikiran

seperti itu maka kita bisa mempengaruhi pikiran orang lain baik

dengan kata-kata yang tersusun dalam pola menghipnotis maupun

dengan cara-cara lain untuk memasukan “data” ke pikiran bawah

sadar tanpa harus mengatakannya.

Kata-kata menjadi lemah karena saat mendengar kata-kata

tersebut pikiran akan langsung menganalisa, menilai dan

menganalisisnya. Jika anda ingin kata-kata anda memiliki kekuatan

maka kata tersebut harus disusun dalam pola yang tidak dapat

dianalisa pikiran sadar dan langsung menembus bawah sadar.

Selain itu, bagaimana kata tersebut diucapkan, gestur dan bahasa

tubuh yang mengiringinya dan lainya pun harus diperhatikan

secara detail.

Memanfaatkan Daya Dorong Luar Biasa

Kita tidak akan bisa menggerakan seseorang untuk mengikuti

sebuah pemikiran, untuk memakai sebuah jasa atau memakai

produk tertentu, jika kita tidak menggerakan “daya dorong


The Hitler Effect 125
Putu Yudiantara

tersembunyinya”. Kita hanya akan membuang-buang waktu

dengan memberikan berbagai informasi dan pertimbangan,

namun hasilnya nihil. Sebaliknya, bahkan tanpa penjelasan

panjang lebar sekali pun, jika anda menyentuh daya dorong

internalnya, yang akan menggerakannya dengan kuat, maka dia

akan tergerakan.

Salah satu daya dorong dalam diri manusia, yang jarang

disadarinya yaitu daya dorong instingtif, dorongan kebutuhan

dasar dalam diri, baik kebutuhan-kebutuhan psikologis maupun

kebutuhan biologis. Bahkan orang bersangkutan sering tidak kuasa

membendung kebutuhannya sendiri, karena saking kuatnya. Nah,

jika daya dorong ini dimanfaatkan dalam persuasi, maka bisa anda

bayangkan sendiri bagaimana besar dorongan yang dihasilkan

dalam persuasi anda.

Daya dorong instingtif, naluri-naluri dasar manusia juga menjadi

begitu kuat karena dorongannya yang sering tidak disadari, dan

dengan mudah bisa menjadi tidak terkendali.


The Hitler Effect 126
Putu Yudiantara

Hukum Dasarnya, Masih Sama

Hukum dasar yang dikemukakan oleh Siir Isaac Newton berabad

lalu masih berlaku, dan masih sama, yaitu hukum stimulus-respon,

dan tentu masih berlaku dalam persuasi. Hukum mendasar ini

terlalu mendasar untuk bisa kedaluwarsa, namun sayangnya terlalu

mendasar juga untuk dianggap penting.

Jika anda tidak memiliki pengamatan yang tajam terhadap

bagaimana respon yang anda terima dari stimulus yang anda

berikan dalam berinteraksi, maka anda hanya akan membuang-

buang waktu. Banyak pembicara yang terlalu sibuk dengan

pembicaraannya sehingga lupa memperhatikan bagaimana

pembicaraannya tersebut direspon oleh lawan bicaranya.

Respon yang anda terima merupakan determinan penting yang

bisa anda pergunakan untuk “menentukan” apa yang berikutnya

anda katakan, bagaimana anda mengatakannya, dan penyesuaian-

penyesuaian apa yang harus anda buat agar anda mendapatkan

respon yang lebih baik. Namun, jika anda terlalu buta terhadap

respon lawan bicara anda sejak awal dan merangkainya dengan


The Hitler Effect 127
Putu Yudiantara

baik, maka saat anda mendapat respon yang mengejutkan, lalu

menyebutnya Black Swan Effect.

Hukum dasar kedua, yang sudah sangat lama keberadaannya, yaitu

hukum reward and punishment pun masih berlaku dengan baik.

Jika anda tahu kondisi, topik dan hal apa yang perlu anda berikan

reward karena mendukung anda, dan mana yang akan anda

berikan punishment karena tidak mendukung anda, akan

menentukan juga keberhasilan anda. Sebaliknya, jika seeorang

berbicara dengan topik yang akan menguatkan penolakannya pada

anda, dan anda pun terbawa pembicaraan tersebut, maka anda

hanya akan menguatkan penolakan yang akan anda terima.

Hukum-hukum dasar yang sudah sangat tua ini masih sangat

efektif, asalkan anda mempergunakannya dengan ketepatan yang

“menusuk”.

Over Confident is Not Confident Anymore

Rasa percaya diri adalah komponen penting dalam komunikasi

dan interaksi. Jika anda tidak memiliki rasa percaya diri, maka

lawan bicara anda akan mengetahuinya, mereka akan menangkap

sinyal-sinyal rasa tidak percaya diri anda yang akan terwujud di


The Hitler Effect 128
Putu Yudiantara

wajah, mata, bahasa tubuh dan cara bicara anda, lalu lawan bicara

anda akan otomatis mendapatkan sense of power dan anda pun

kehilangan kendali atas komunikasi.

Namun jika anda terlalu percaya diri dengan diri anda, maka anda

akan memunculkan proteksi dari lawan bicara anda, anda bukanya

akan mendapatkan power dan kendali, namun penolakan. Tidak

ada orang yang suka menjadi lebih lemah dan termanipulasi oleh

orang lain, sehingga jika seseorang melihat orang yang terlalu

percaya diri, maka mereka cenderung akan memunculkan rasa

tidak aman dan tidak nyaman yang membuat pikiran tak sadarnya

secara otomatis melakukan berbagai proteksi untuk melindungi

mereka. Keduanya adalah basic insting ( naluri dasar), jika anda

berada di garis “terlalu” maka anda akan mengaktifkan salah

satunya, mengaktifkan proteksi atau memberi seseorang sense of

ower yang membuat mereka sulit anda pengaruhi.

Cara Mudah Agar Anda Mendapat Penolakan (vibrasi dan refleksi

Bawah sdar jangan sampai beda dengan kata yang Diucapkan)

Pikiran bawah sadar adalah pikiran yang menyimpan memori

jangka panjang, yang berarti anda memiliki semua memori


The Hitler Effect 129
Putu Yudiantara

semanjak kelahiran anda sampai saat ini. Selain itu pikiran bawah

sadar juga memiliki kemampuan belajar yang sangat luar biasa,

pikiran bawah sadar bisa menganalisa pola-pola yang ada dalam

dunia, termasuk pola komunikasi, pola kebohongan dan kejujuran,

dan inilah yang menyebabkan adanya semacam “intuisi” kalau-

kalau ada yang “janggal” dalam pembicaraan orang lain. Ada

intuisi yang menjaga anda yang dalam menganalisa orang lain,

yang meski tidak bisa anda jelaskan dengan detail, namun “firasat”

itu bisa sangat kuat.

Alasanya sederhana, saat anda berkomunikasi dengan seseorang,

ikiran bawah sadar anda juga berkomunikasi dengan pikiran

bawah sadar orang tersebut. Bedanya, jika kata-kata dan berbagai

reaksi “sadar” bisa dikendalikan, maka reaksi-reaksi bawah sadar

anda dan pikiran bawah sadar lawan bicara anda berkomunikasi

dengan sangat polos apa adanya. Sehingga, jika kata-kata anda

tidak senergis dengan “kebenaran” maka lawan bicara anda akan

menangkap sinyalnya dan meragukan anda

Pikiran bawah sadar merefleksikan niat-niat tersembunyi anda,

tujuan-tujuan anda dan pemikiran anda yang terlihat melalui

bahasa tubuh, cara bicara dan sebagainya.


The Hitler Effect 130
Putu Yudiantara

Pikiran bawah sadar paling sensitif dengan refleksi emosi, atau

bagaimana perasaan anda yang sebenarnya. Jadi, tugas pertama

anda jika anda ingin menjadi orang yang benar-benar berpengaruh

adalah, pandai-pandai mengelola emosi-emosi dan perasaan-

perasaan d

alam diri anda, sehingga pikiran bawah sadar anda akan secara

otomatis memproyeksikanya tanpa mengatakan apa-apa.

Anda tidak harus jujur atau selalu berniat baik, namun jika anda

ingin berbohong dan menyembunyikan niat khusus, maka

pastikan anda memiliki emosi dan kondisi (state) yang sesuai,

sehingga anda bisa berbohong dengan sinergis, dan tidak

menimbulkan kesan-kesan aneh di pikiran bawah sadar lawan

bicara anda.

Mengalir, Lalu Tenggelam

Pembicaraan yang mengalir memang selalu menggairahkan dan

menyenangkan, namun jika aliranya tidak sesuai dengan tujuan

komunikasi dan interaksi anda, maka anda hanya akan bergosip

tidak penting tanpa meraih apa-apa. Atau, lebih parah lagi anda

terbawa ke dalam percakapan yang jauh dari tujuan semula anda.


The Hitler Effect 131
Putu Yudiantara

Aliran lain yang menghanyutkan dan menenggelamkan para

pembicara sehingga tidak mencapai apa yang ingin dicapainya

dalam percakapan yang dilakukannya ada

lah, berbicara apa adanya, tanpa skenario apa-apa. Anda tidak

harus memikirkan semua hal lalu berpegang padanya sebagai

panduan baku anda dalam berkomunikasi, namun menjadi

fleksibel juga tidak berarti “tenggelam” dalam ketidak pastian anda.

Sangat penting sebelum anda memulai pembicaraan anda, anda

merancang sedikit skenario bagaimana komunikasi tersebut akan

berjalan, apa yang akan anda katakan, bagaimana mengatakanya,

memprediksikan respon-respon lawan bicara anda dan

mempersiapkan reaksi serta penanggulangan yang sesuai. Tentu

saja, dalam praktiknya anda juga harus fleksibel dan terus

membuat penyesuaian dengan berdasarkan stimulus-respon yang

anda dapatkan dalam kenyataanya.

Pastikan anda menentukan kemana aliran sungainya, dan kemana

alternatifnya, lalu secara fleksibel anda menggiring lawan bicara

anda ke dalam aliran tersebut. Namun, boleh saja jika anda lebih
The Hitler Effect 132
Putu Yudiantara

suka tenggelam dalam pembicaraan lawan bicara anda, apa lagi jika

itu memberikan apa yang anda angankan.

Skenario yang anda susun bukanlah daftar percakapan yang harus

anda ucapkan, namun lebih pada strategi-strategi yang akan anda

gunakan, hal-hal dalam diri lawan dan di lingkunganya yang bisa

anda manfaatkan, serta rencana-rencana cadangan untuk

antisipasi. Kemungkinan-kemungkinan penolakan dan

penerimaan, serta antisipasinya. Dengan demikian, anda akan

memegang kendali bagaimana dan ke arah mana percakapan anda

akan menuju.

Senjata Makan Tuan

Terkadang, para pembicara yang baru saja selesai training sebuah

pelatihan komunikasi atau baru saja mempelajari teknik-teknik

persuasi mutakhir dari berbagai sumber akan secara percaya diri

menerapkan teknik tersebut dalam berinteraksi. Gairah ini sangat

penting untuk mengembangkan penguasaan (mastery) dalam

bidang keilmuan apa pun.

Sayangnya, gairah ini jika tidak dibarengi dengan prinsip dasarnya,

fleksibilitas dan eksperimentasi justru bisa menjadi senjata makan


The Hitler Effect 133
Putu Yudiantara

tuan. Banyak orang yang karena terlalu yakin dengan teknik yang

baru dipelajarinya kemudian menjadikanya “aturan baku” dalam

berinteraksi, sehingga cenderung menjadikan interaksi jatuh ke

dalam kekakuan atau jatuh ke dalam kekecewaan.

Pentingnya mengetahui teknik-teknik persuasi dan berbagai teori

komunikasi efektif bukan untuk menjadikan anda semakin kaku

dalam teknik tersebut, namun menjadikan anda lebih fleksibel

karena memiliki lebih banyak senjata saat senjata lainya tidak

memungkinkan. Anda memiliki banyak pilihan serangan dan bisa

merancang strategi dengan lebih baik, karena banyaknya referensi.

Mengembangkan attitude seorang komunikator ulung lebih

penting dibanding teknik-teknik terapanya. Kalaupun anda

mempergunakan teknik tertentu boleh saja, bahkan sangat baik,

namun teknik tersebut harus dipergunakan dengan attitude yang

sesuai, yang juga dijabarkan dalam bagian buku ini.

LALU APA????

Mungkin ada diantara anda yang bingung dengan banyaknya teori

dan perspektif. Berbagai macam teori dan perspektif komunikasi

tidak bertujuan membuat anda bingung atau overloaded informasi,


The Hitler Effect 134
Putu Yudiantara

namun untuk membuat anda memiliki lebih banyak referensi

dalam melakukan komunikasi anda secara fleksibel.

Buku ini disusun dengan berbagai elemen komunikasi, mulai dari

pola kalimat dan kata-kata yang dahsyat sampai pada

pengembangan karakter yang sesuai dan pemanfaatan berbagai hal

yang tadinya terlupakan. jadi, dalam buku ini anda akan

mendapatkan berbagai informasi dan teknik yang anda butuhkan

untuk menjadi seorang pakar persuasi, menjadi orang yang

memiliki pengaruh besar.

Robert Cialdini mengatakan bahwa persuasi adalah science bukan

seni, namun saya lebih suka menyebutnya seni. Anda bisa menjadi

seniman ahli dan menghasilkan karya seni yang luar biasa jika

anda memiliki teknik dan selera yang sesuai. Demikian pula dalam

persuasi, anda memerlukan teknik yang memang ampuh dan

serangkaian sikap mental yang harus anda campurkan menjadi

satu dengan penuh “uji-coba”, rasa ingin tahu dan banyak

sentuhan keindahan di dalamnya. Selayaknya dalam seni, teknik

tidak mengikat namun membantu mewujudkan keinginan anda

dengan lebih baik, dan jika anda terus bereksperimen dengan


The Hitler Effect 135
Putu Yudiantara

memakai “hasil” sebagai patokan, maka anda bahkan bisa

menghasilkan teknik anda sendiri, yang bisa saja lebih dahsyat.

KENAPA SAYA MENYEBUTNYA HITLER EFFECT DAN

KENAPA HITLER EFFECT SANGAT EFEKTIF

Anda tentu tahu atau setidaknya pernah mendengar nama Hitler,

dan hal-hal yang dilakukanya, bukan? Mungkin tidak semua hal,

namun hal-hal besar yang dilakukanya, peristiwa holocust yaitu

bagaimana Nazi di bawah kepemimpinan Hitler membantai jutaan

Umat Yahudi, serta peran Hitler dalam Perang Dunia Kedua.

Hitler adalah fenomena, fenomena yang tidak diharapkan, namun

terjadi karena kondisi. Nazi menjadi demikian besarnya sampai-

sampai mendominasi Jerman dan menjadi penakluk di beberapa

negara dan menjadi salah satu negara yang berperan sentral dalam

perang dunia kedua. Hitler adalah produk, produk yang dilahirkan

kekalahan Jerman dalam perang dunia pertama, yang membuatnya

dipenuhi kebencian dan jengah. Lebih dari itu, Hitler adalah

produk yang dihasilkan oleh pola pendidikan dalam keluarga,

masyarakat dan dunia kita.


The Hitler Effect 136
Putu Yudiantara

Hitler juga adalah personifikasi, personifikasi nyata bagaimana

kelamnya bagian-bagian dalam diri manusia, yang jarang kita

berikan perhatian. Bagaimana insting-insting dasar manusia bisa

sangat jahat dan bahkan membuat kita melakukan hal-hal yang

tidak manusiawi. Kita, semua manusia memiliki dorongan

instingtif dan kecenderungan yang sama, namun belum ada

kondisi yang memungkinkanya terwujud. Hitler sendiri telah

menjadi salah satu contoh populer kemungkinan terburuk arah

perjalanan manusia dan kemanusiaan.

Pola komunikasi kita pun merupakan produk, produk dari

interaksi dalam kehidupan kita du dunia bersama manusia-

manusia yang memiliki dorongan-dorongan instingtif dan sisi

gelap yang sama. Dorongan instingtif primordial yang dalam

banyak hal dimiliki juga oleh binatang. Pola komunikasi kita

didominasi oleh hukum interaksi paling primordial, sebagaimana

yang dikatakan Charles Darwin dalam teori evolusinya; siapa yang

menang dia yang bertahan. Kita saling memanipulasi satu dengan

yang lainya, kita semua memiliki keinginan kita masing-masing,

menginginkan keuntungan kita masing-masing, memiliki

kepentingan-kepentingan kita sendiri, memiliki kebutuhan-


The Hitler Effect 137
Putu Yudiantara

kebutuhan dan dorongan-dorongan sendiri, yang membuat kita

berupaya memenuhinya dalam interaksi dengan orang lain dan

kehidupan.

Pola komunikasi dan interaksi kita, sama seperti Hitler, merupakan

produk dari lingkungan dunia kita. Kita terbawa ke dalam pola

demikian sebab kita adalah bagian dari dunia ini, dunia yang pola

interaksi dan komunikasinya demikian. Hanya saja, apakah kita

akan terjebak dalam permainan komunikasi yang manipulatif

seperti ini, atau apakah kita akan bermain, benar-benar bermain

dengan segala strategi, persenjataan dan aturan yang berlaku?

Insting dasar kita sebagai manusia, insting biologis dan psikologis

primordial kita (yang akan lebih banyak kita bahas dalam bagian

dua buku ini) tampak menjadikan kita tidak manusiawi, tidak

mulia seperti yang kita bayangkan, namun masih dimotori oleh

berbagai dorongan-dorongan yang cenderung “barbar”; seperti

dorongan bertahan hidup, dorongan fight or flight, dorongan

seksual, dan dorongan-dorongan biologis dan psikologis dasar

lainya, karena itu kita tidak mengakuinya, atau bersikap seolah

semua itu tidak ada dalam diri kita dan mengabaikanya, namun
The Hitler Effect 138
Putu Yudiantara

tetap saja kita menjalankan kehidupan kita dan melakukan apa

yang kita lakukan dengan doronganya.

Kita juga memiliki banyak emosi-emosi negatif, emosi yang kita

anggap sangat menyeramkan; kemarahan, ambisi, nafsu,

keegoisan, mau menang sendiri, merasa diri paling penting dan

deretan emosi serta kondisi batin lainya. Sekali lagi, karena kita

telah terdoktrinisasi dengan predikat sebagai mahluk yang paling

mulia, paling luhur dan terhormat, dan kita ada dalam masyarakat

di mana kita dituntut untuk menjadi mulia dan terhormat, maka

emosi dan kondisi itu kita abaikan, kita tidak akui keberadaanya

sebagaimana kita menolak dan tidak mengakui Hitler.

Namun, hanya karena kita menolak dan mengabaikanya, kita tidak

menghilangkanya, malah menjadikanya bagian kegelapan kita,

sebab kita semakin tidak menyadari daya dorong dan

pengaruhnya.

Kita selalu menganggap hal-hal berkaitan dengan “biologis” dan

hal-hal berkaitan emosi negatif sebagai hal yang buuruk. Kita malu,

jijik dan marah pada segala hal berkaitan dengan dorongan

biologis dan kecenderungan-kecenderungan negatif ini. Bahkan


The Hitler Effect 139
Putu Yudiantara

kata negatif yang saya pakai untuk menggambarkanya pun akan

anda artikan buruk, padahal negatif yang saya maksud hanya

berarti pendamping, penyeimbang dan keberadaan di sisi lain

selain positif.

Dorongan ini menjadi sisi gelap manusia, sisi yang tidak

mendapatkan perhatian, mendapatkan penolakan, tidak diakui dan

tidak terkelola dengan baik. Sisi yang terlupakan dan tertekan. Kita

memandang dan memperlakukan sisi gelap kita ini sama seperti

kita memperlakukan dan memandang Hitler. Namun sama seperti

Hitler, ada kekuatan besar yang terus berkembang dan meningkat

seiring kebencian dan penolakan kita, kekuatan yang memiliki

dampak mematikan.

Kebencian dan penolakan kita pada Hitler mungkin dikarenakan

karena kita tidak menyangka manusia bisa menjadi seperti itu, kita

membenci kekejamanya mungkin juga karena kita melihat sisi lain

kita yang terburuk. Mungkin ...

Kita sendiri tidak pernah tahu bagaimana dorongan “kegelapan”

ini bisa membentuk dan mengarahkan kita ke arah yang sangat

tidak terduga. Banyak manusia bisa melakukan hal-hal yang pasti


The Hitler Effect 140
Putu Yudiantara

sebelumnya tidak terbayangkan bisa dia lakukan, atau malah tidak

terpikirkan sama sekali; manusia yang menjadi kanibal hanya

untuk bisa bertahan hidup, emosi meluap sampai tidak terkendali

dan istri sendiri pun dibunuh, nafsu seksual yang tidak bisa

dikendalikan sampai seorang pemuka agama melakukan pelecehan

seksual, dan banyak contoh lain yang akan kita beri label

“memalukan” atau “menjijikan”. Bahkan cara kita memberi label

semacam itu pun menunjukan bagaimana sudut pandang kita

terhadapnya.

Tentu saja, saya tidak sedang menyarankan anda menjadi seorang

yang “biadad” di dunia kita yang beradab (?) ini. Saya hanya

sedang mengemukakan fenomena dalam kehidupan kita.

Black Swan atau White Swan?

Ada istilah untuk menyebutkan adanya fenomena-fenomena yang

sama sekali tidak terduga, yaitu Black Swan, berasal dari teori yang

dikembangkan Nassim Nicholas Taleb, The Black Swan Theory.

Kita menganggap bahwa semua angsa itu warnanya putih; karena

setiap angsa yang kita lihat sepanjang hidup kita warnanya putih,

secara terus menerus kita mendapat aliran informasi bahwa angsa


The Hitler Effect 141
Putu Yudiantara

warnanya putih, sehingga saat kita melihat angsa hitam, kita akan

menganggapnya hal yang tidak terduga, sulit dipercaya bahkan

cenderung meragukan (atau langsung menolak) bahwa angsa

hitam itu adalah angsa, mungkin mahluk lain, binatang lain.

Namun percayalah, angsa hitam itu memang ada, nama ilmiahnya

Cygnus Atratus, hidup di Australia.

Fenomena-fenemona tidak terduga seperti bagaimana manusia

yang sangat baik bisa melakukan hal-hal yang sangat jahat,

bagaimana orang yang olos bisa melakukan hal mengerikan,

bagaimana tiba-tiba kita mengambil keputusan-keputusan yang

tidak terduga dan kemudian kita sesali, kemudian menjadi

Fenomena Angsa Hitam; tidak terduga, tidak bisa diprediksi dan

jauh dari batasan normalitas. Tetapi apakah fenomena itu benar-

benar tidak terduga dan tidak terprediksi atau hanya sisi lain

manusia yang akhirnya terekspresikan? Apakah angsa hitam atau

angsa putih biasa?

Manusia memang telah berevolusi menjadi semakin maju dari segi

pemikiran, berbagai norma dan aturan kehidupan dan prinsip-

prinsip yang kita sebut sebagai “beradab”. Kita pun memang akan

lebih baik jika mengikuti aturan-aturan kehidupan dan nilai serta


The Hitler Effect 142
Putu Yudiantara

norma yang menjadikan kita lebih baik. Hanya saja, semua itu

tidak lantas menjadikan sisi gelap kita lenyap, hanya terlupakan

dan terabaikan, karena itulah disebut sisi gelap. Beberapa bahkan

tidak mengakuinya. Sayangnya, daya dorongnya masih sangat

berperan sebab kita masih manusia fana.

Insting, kebutuhan psiko-biologis dasar, dorongan instingtif, naluri

“kebinatangan”, emosi dan kecenderungan negatif, sisi buruk kita

juga disebut “sisi gelap” karena sifatnya yang membutakan, dan

karena cenderung kita sembunyikan.

Namun Hitler dan sederet fenomena tidak terduga (?) lainya

menunjukan kalau kita memiliki “kemungkinan” untuk menjadi

seperti itu. Lebih kasat matanya lagi, banyak diantara kita yang

memiliki pengalaman “dibutakan” entah oleh ambisi kita, emosi

kita atau kecenderungan lain dalam diri kita. Kita juga sering

merasa “buta” dan “kecewa” oleh kecerdasan kita sendiri, misalkan

saat kita ditipu, saat kita membuat kesalahan karena luput

mempertimbangkan hal-hal yang harusnya terpikirkan dan

semacamnya.
The Hitler Effect 143
Putu Yudiantara

Kita hidup dalam dunia yang tertata dalam kemunafikan massal,

namun sebagai individu kita pun tidak bisa lepas dari kodrat

kemanusiaan kita, dengan kedua sisinya, gelap dan terangnya.

Namun keduanya bisa kita manfaatkan dalam persuasi, baik

kemunafikanya atau pun unsur kodratinya.

Kita juga sangat “terperdaya” oleh predikat yang kita miliki (dan

kita buat sendiri) bahwa manusia adalah mahluk Tuhan paling

sempurna dan paling cerdas diantara mahluk Tuhan lain (yang kita

kenal).padahal otak kita hanya bisa memperoleh informasi dalam

kapasitas terbatas dalam satu waktu. Para ahli mengatakan kita

hanya memproses informasi 7+2 dan jika lebih dari itu otak kita

akan blank (prinsip ini sering digunakan dalam gendam dan

kejahatan hipnotis). Karena kita menganggap kita adalah mahluk

cerdas, maka sisi kebodohan kita, kekurangan kognisi kita sebagai

manusia, cenderung kita tanggapi sebagai hal yang memalukan,

dan kita marah dengan hal itu. mungkin kita menganggap dan

menuntut diri kita terlalu tinggi, sehingga kita cenderung menolak

dan mengabaikan sisi kita yang berlainan dengan hal tersebut.

Ada banyak kecenderungan dan sisi gelap di balik predikat kita

sebagai manusia mulia dan mahluk terhormat, dan ada banyak


The Hitler Effect 144
Putu Yudiantara

celah untuk bisa “membutakan logika dan kecerdasan” kita di balik

predikat yang kita miliki sebagai mahluk paling cerdas. Sisi gelap

dan membutakan inilah yang dimanfaatkan dalam model

komunikasi dan persuasi ala Hitler Effect.

Karena Adolf Hitler sebagaimana juga sisi gelap dan “kebutaan”

kita cenderung tidak diakui dan tidak disadari namun kekuatanya

sangat dahsyat, karena itulah model komunikasi Hitler Effect ini

sangat efektif. Hal lain yang menjadikan Hitler Effect efektif

adalah, dia beroperasi di sisi gelap saat kebanyakan model

komunikasi beroperasi di sisi terang manusia. Hitler Effect bahkan

mempergunakan cahaya untuk membutakan, sebab kegelapan

yang pekat atau cahaya yang terlalu terang sama-sama

membutakan.

Tentu saja, langkah pertama untuk bisa mendaya gunakan Hitler

Effect secara efektif adalah dengan terlebih dahulu menyadari

kegelapan-kegelapan dalam diri anda, kemudian mengelolanya

dengan baik agar mendukung tercapainya tujuan anda dalam

berkomunikasi, bukan malah menggagalkan atau membuatnya

berantakan.
The Hitler Effect 145
Putu Yudiantara

Bersama-sama, kita akan mengeksplorasi bagian-bagian

tersembunyi dalam diri manusia, bagian yang disembunyikanya

dan bagian yang bisa membutakanya, dan mempergunakanya

secara efektif dalam persuasi dan komunikasi.

Mendefinisikan The Hitler Effect

Saya rasa tidak perlu mendefinisikan prase Hitler Effect secara

linguistik, namun akan lebih berguna untuk anda jika saya

mendefinisikanya secara pragmatik. Hitler effect, secara

pragmatiknya merupakan realita komunikasi dan interaksi antar

manusia, bagaimana interaksi berlangsung dan hal-hal apa saja

yang mendorong berlangsungnya interaksi tersebut.

Banyak orang yang melakukan interaksi tanpa menyadari motif

yang mendorongnya melakukan interaksi tersebut, dan lebih

banyak lagi yang tidak menyadari motif yang akan membuat

interaksi atau komunikasi menjadi efektif. Bahkan jauh lebih

sedikit lagi yang bisa memanfaatkan motif-motif tersebut untuk

mendapatkan apa yang diinginkannya dalam proses komunikasi

itu.
The Hitler Effect 146
Putu Yudiantara

Hitler adalah role model yang saya pilihkan untuk anda, sebab

Hitler adalah salah satu tokoh yang paling fenomenal yang menjadi

simbol kegelapan, kejahatan dan hal-hal buruk lainya. Hitler juga

menjadi penanda adanya dorongan-dorongan untuk berkuasa,

memanipulasi dan mendominasi dalam diri manusia. Hitler

bahkan menjadi penanda yang dicatat dalam sejarah, bahwa untuk

mencapai kuasa dan dominasi yang diinginkan segala cara bisa

dihalalkan. Bukan hanya cara-cara taktikal dalam perang dan adu

kekuatan, namun juga taktik-taktik persuasi, yang jauh lebih efektif

dan kuat.

Saya tidak sedang membandingkan Hitler dengan siapa pun

diantara anda, dan semoga anda tidak salah paham dengan hal itu.

Namun, kita semua tahu, bahwa dalam tataran tertentu kita semua

memiliki dorongan-dorongan dan kecenderungan untuk

mendominasi orang lainnya, untuk menjadi yang paling

berpengaruh dn paling berkuasa atas manusia lainya, dengan kata

lain kita memiliki sisi Hitler dalam diri kita.

Hitler adalah seorang penakluk, yang berusaha menaklukan negara

dan dunianya, dan dia melakukan setengah dari tugasnya dengan

baik, melalui kekuatan persuasi. Hitler adalah manusia yang


The Hitler Effect 147
Putu Yudiantara

memandang diiriny sebagai yang paling mulia, bahwa bangsanya

adalah bangsa teragung, sementara yang lainya boleh saja

dihancurkan. Hitler adalah manusia dengan berbagai ambisi gelap,

kebencian, dendam, ingin menjadi pusat dunia dan berbagai

karakteristik kekanak-kanakan lainya.

Manusia berinteraksi untuk saling menaklukan satu dengan yang

lain, itulah realita pertama yang menandakan “kegelapan”

manusia. Ada semacam insting dasar dalam diri manusia untuk

saling menguasai dan saling mendominasi. Kelihatanya hal ini

kejam dan mungkin banyak diantara anda yang bisa saja

mengingkari hal ini, namun ijinkan saya menyampaikan

contohnya pada anda. Seorang pemimpin yang berusaha

mengelola bawahannya, sedang berusaha mendominasi dan

berkuasa atas bawahannya, dan menunjukan dirinya adalah yang

paling berkuasa dan paling “mulia”.

Seorang guru atau orang tua yang berusaha mengatur perilaku

siswa dan anak-anaknya sedang menunjukan bahwa dialah yang

paling tahu dan paling berhak untuk mengendalikan mereka.

Pemerintah yang berusaha mengatur rakyatnya sedang berusaha

menunjukan bahwa merekalah yang memegang kendali, dan


The Hitler Effect 148
Putu Yudiantara

bahwa seluruh rakyat harus terikat dalam nama kebebasan untuk

mendukung keputusan-keputusan mereka. Bahkan dalam

hubungan cinta sekali pun, keduanya berusaha saling

mendominasi dan menunjukan bahwa dia lebih perhatian, lebih

memegang peranan, lebih bisa diandalkan, memiliki cinta yang

lebih besar, atau bahkan lebih berkuasa atas pasangannya.

Sayangnya, tidak banyak yang menyadari hal ini, tidak menyadari

permainan interaktif ini, sehingga bukanya bermain secara

optimal, mereka malah kalah oleh permainan mereka sendiri.

Dorongan-dorongan dan kecenderungan dalam diri, untu menjadi

lebih benar, lebih berkuasa, lebih memegng kendali dan lebih kuat

kemudian menjadikan banyak percakapan berkembang menjadi

konflik sebab dalam diri masing-masing, mereka didorong oleh

kecenderungan ini dan saat mereka tidak mendapatkan

keinginannya, maka kemarahan mulai meluap. Akhirnya, anda

kalah oleh diri anda sendiri.

Kemenangan dalam permainan persuasi dimulai dari kemenangan

anda membujuk diri anda sendiri, untuk bermain secara taktikal

bukan emosional. Di saat yang sama, anda mempergunakan


The Hitler Effect 149
Putu Yudiantara

dorongan yang sama yang ada dalam diri lawan main anda untuk

menaklukan mereka, sehingga kemenangan anda bisa dipastikan,

dengan hanya mengandalkan dorongan kegelapan dalam diri anda.

Sifat egois, mau menang sendiri, mau dianggap paling penting,

mau menjadi pusat perhatian, mau dianggap paling berkuasa dan

paling berpengaruh dan paling benar, semuanya ada dalam diri

kita, dengan persentase yan berbeda-beda. Sifat-sifat itu

merupakan bagian normal dalam diri manusia; sayangnya, dalam

proses komunikasi, ada yang mendapatkan semua keinginan

primordial tersebut, ada yang malah mendapatkan kebalikannya

karena terlalu menginginkannya tanpa strategi dan taktik yang

memadai. Kira-kira, jika anda mengamati interaksi dan

komunikasi anda selama ini, anda termasuk golongan yang mana?

Dorongan dalam diri anda ini, jika anda tidak sadari

pergerakannya, maka anda akan dilindasnya, sementara mereka

yang menyadarinya akan bisa mengendalikannya, dan bahkan bisa

mengendalikan dorongan yang sama yang ada dalam diri lawab

bicaranya. Orang-orang semacam ini bukan hanya digerakan

berbagai dorongan primordial dalam dirinya, namun juga bisa

mencapai pemuasan atas terpenuhinya dorongan tersebut.


The Hitler Effect 150
Putu Yudiantara

Saya ingin memberikan saran sederhana, bagaimana memodel

kegilaan Hitler dan menerapkannya dalam proses komunikasi.

Pertama, anda analisa dorongan apakah yang mendorong anda

berkomunikasi jika dikaitkan dengan sifat-sifat kegelapan Hitler?

Bagaimana anda memanfaatkannya sebagai strategi kemenangan?

Kedua, jika anda amati lawan bicara anda, dorongan apakah yang

menjadi daya dorong utamanya, dalam pengambilan keputusan,

dalam bereaksi dan dalam berperilaku? Bisakah anda menjadikan

dorongan dalam diri orang tersebut sebagai senjata anda, untuk

memenangkan anda? Pertanyaan mudah dan sederhana, bukan?

Dorongan Kegelapan?

Saat saya pertama kali mengemukakan dorongan kegelapan,

mungkin banyak pembaca yang salah paham, sebab terkesan jahat

dan tidak etis, namun saya ingin mengatakan bahwa semua yang

saya sampaikan adalah bagian normal dari kepribadian kita, yang

membuat kita mengalami berbagai dinamika individu. Dorongan

kegelapan adalah istilah yang saya gunakan untuk mengatakan

kondisi-kondisi dalam diri kita yang seolah-olah tidak bercahaya,

bingung, tertekan, takut, kecewa, putus asa, pedih, merana,

demikian juga dorongan-dorongan primordial yang menjadikan


The Hitler Effect 151
Putu Yudiantara

kita memiliki karakteristik yang sama dengan anak-anak; mau

menang sendiri, mau dimengerti, mau dijadikan pusat perhatian,

mau dianggap paling penting dan sejenisnya.

Dorongan-dorongan kegelapan dalam diri kita misalkan adalah

emosi-emosi negatif, yang membuat kita merasa tidak nyaman,

namun juga membuat kita segera take action. Emosi-emosi negatif

yang memuncak bisa menjadi kesempatan seseorang dimanipulasi

pikirannya, sebab kejernihan akal dan ketajaman rasionya tidak

akan berfungsi dengan baik dalam kondisi dimana emosi negatif

sedang memuncak. Memanipulasi emosi, entah itu emosi postif

atau emosi negatif merupakan cara yang paling manjur yang akan

membuat anda bisa memanipulasi pikiran. di saat yang sama, jika

seseorang telah berhasil mengambil alih kendali atas kondisi

emosional anda, maka dia juga akan dengan mudah mengambil

alih kendali atas keseluruhan proses kognitif anda.

Emosi negatif yang sangat kuat daya dorongannya terhadap

manusia misalkan; rasa bersalah, kemarahan, ketakutan,

kekecewaan, rasa malu, kesedihan, kebosanan, putus asa, frustasi,

kesepian, tidak berdaya, dan perasaan-perasaan tersebut bisa juga

muncul dalam kombinasi tertentu yang membuatnya semakin


The Hitler Effect 152
Putu Yudiantara

kuat. Kondisi emosional ini merupakan kondisi yang membuat

manusia bingung, membuat manusia kehilangan akal dan bahkan

bisa melakukan hal-hal yang di luar nalarnya, namun juga

membuat manusia mudah diarahkan.

Hitler menjadi contoh klasik bagaimana dia memanfaatkan

kondisi-kondisi ini untuk mempengaruhi pikiran bangsa jerman;

dia mengarahkan rasa takut dan rasa sakit untuk menyalahkan

bangsa Yahudi, untuk menyalahkan Bangsa Inggris, dia kemudian

membuat emosi-emosi ini sebagai motor penggerak yang

mengantarkanya ke puncak kekuasaan dan kegilaan.

Kondisi emosional negatif merupakan kondisi sebab yang muncul

dari akibat tertentu. Kondisi ini hanya merupakan symptons saja,

atau bisa juga dari adanya kebutuhan neurotic, atau kebutuhan-

kebutuhan dasar yang tidak kunjung terpenuhi (lihat penjelasan

mengenai Hirarki Kebutuhan Maslow). Kebutuhan neurotik

adalah kebutuhan yang karena saking lamanya tidak terpenuhi,

maka daya dorongnya akan menjadi sangat kuat, dan bisa saja

membuat orang melakukan apa saja untuk bisa memenuhi

kebutuhan ini.
The Hitler Effect 153
Putu Yudiantara

Kebutuhan biologis mendasar seperti makan dan minum yang

lama tidak terpenuhi bisa mendorong manusia menjadi seorang

kanibal, dan dalam bab berikutnya anda akan mendapat penjelasan

lengkapnya. Kebutuhan akan rasa aman yang tidak terpenuhi, yang

membuat mereka menjadi paranoid dan dihantui berbagai

ketakutan bisa menjadi sasaran empuk untuk menjual berbagai

produk jasa keamanan, dan dalam tataran yang lebih ekstrim,

seseorang yang terancam bahkan bisa membunuh orang lain.

Kebutuhan akan cinta yang lama tidak terpenuhi bisa

memunculkan rasa kesepian dan kepedihan mendalam yang

mengantarkan seseorang dalam berbagai perilaku irasional.

Kebutuhan untuk tidak dihargai yang tidak terpenuhi bisa

membuat seseorang putus asa dengan semua yang dilakukanya,

dengan keberadaannya di dunia. Adanya gairah dalam diri

(passion) yang tida terpenuhi akan memunculkan kekosongan

batin yang sangat menyiksa. Bukankah akan sangat mudah

menjual barang atau jasa anda, jika anda bisa menawarkan “solusi”

atas kebutuhan yang tidak terpenuhi dan mengaitkannya dengan

barang dan jasa anda?


The Hitler Effect 154
Putu Yudiantara

Munculnya berbagai “reaksi kegelapan” dalam diri manusia bisa

saja disebabkan oleh satu atau beberapa hal berikut, yang oleh

Charles Tebbets sebut sebagai 7 Psychodinamics Symptons;

menghukum diri sendiri (self-punishment), pengalaman masa lalu

(past experiences), konflik internal (internal conflicts), masalah

yang belum terselesaikan (unfinished bussiness), keuntungan lain

(secondary gain), identifikasi, dan imprint. Jika anda bisa

membedah akar munculnya emosi-emosi dan dorongan-dorongan

dalam diri manusia secara spesifik dengan mempergunakan

konsep ini, maka anda juga bisa memanipulasinya dalam persuasi.

Banyak orang yang menghindari perubahan atau perbaikan dalam

dirinya, banyak yang bersikap sangat merugikan diri sendiri akibat

adanya hukuman yang diberikan oleh diri sendiri pada diri sendiri,

banyak pula yang terperangkap dalam keyakinan-keyakinan yang

melemahkan karena ada bagian dalam diri orang bersangkutan

yang mendapatkan manfaat positif dengan mempertahankan

keyakinan tersebut. Suatu sikap, keyakinan dan pola pikir juga bisa

terbentuk karena adanya identifikasi seseorang terhadap tokoh

yang dikaguminya, karena pengaruh berbagai pengalaman masa

lalu yang membentuk pola pikirnya, bisa jadi karena adanya


The Hitler Effect 155
Putu Yudiantara

berbagai konflik internal, atau adanya bagian-bagian dalam diri

(subpersonality, parts atau ego state) yang saling bertentangan, bisa

jadi juga karen adanya berbagai macam masalah yang belum

terselesaikan, baik masalah nyata atau masalah emosional (berupa

emosi yang belum tertanggulangi dengan baik), dan bisa juga

datang dari hasil proses perkembangan dan bagaimana dia

dibesarkan.

Anda bisa mengumpulkan informasi mengenai kecenderungan

emosional yang mendorong mereka, kebutuhan neurotik mereka

dan akar-akarnya dari berbagai sumber; bisa melalui hasil

wawancara anda sendiri, bisa juga melalui informasi lain.

Kemudian berbagai emosi dan kecenderungan tersebut bisa anda

manfaatkan untuk kepentingan anda, dengan mengaitkan “solusi”

atas berbagai dorongan tersebut dengan pemikiran, ide, pendapat,

produk atau jasa anda.

Sementara kondisi-kondisi yang bisa kita manfaatkan untuk

“membutakan logika dan membunuh pertimbangan rasional”

seseorang misalkan kondisi tertekan, shocking effect, euforia, state

management dan banyak lagi.


The Hitler Effect 156
Putu Yudiantara

Seseorang cenderung akan menganggap semua hal baik saat sedang

berada dalam kondisi (state) yang baik, dan demikian juga

sebaliknya, seseorang cenderung menganggap segala sesuatunya

buruk saat sedang berada dalam state negatif. Jika anda lihai dalam

menempatkan seseorang dalam state-state yang sesuai dengan

tujuan komunikasi anda, maka anda juga akan bisa mengarahkan

cara berpikir mereka dengan mudah. Manusia lebih cenderung

menilai sesuatu itu sesuai dengan suasana hatinya, jadi pandai-

pandailah mengelola suasana hati (state) orang lain dalam

berkomunikasi.

Seiring anda membaca buku ini bab demi bab, anda juga akan

menemukan banyak fenomena dan penjelasan lain yang bisa anda

manfaatkan dalam proses persuasi.


The Hitler Effect 157
Putu Yudiantara

LEBIH JAUH TENTANG SISI GELAP DAN KEGILAAN

TERSEMBUNYI DALAM MANUSIA

Mengenali Daya Dorong Tersembunyi Manusia yang Sering

Membodohi dan Membutakan Pikirannya

“Ada dua hal yang tidak memiliki batasan; alam semesta dan

kegilaan manusia”

-Albert Einstein-

Mungkin masih ada diantara anda yang bertanya-tanya kenapa

buku ini saya beri judul Hitler Effect. Dalam bab ini saya akan

memperjelas penjelasan di balik frase “Hitler Effect”.

Adolf Hitler, sebagaimana yang anda tahu dan sebagaimana yang

sudah sering saya singgung sebelumnya merupakan “personifikasi

kegelapan”, personifikasi bagian-bagian dalam diri manusia yang

yang “tidak diakuinya”. Namun bagian gelap dalam diri manusia

itu memiliki daya dorong yang sangat besar, sekaligus juga tidak

disadarinya.

Istilah “sisi gelap” menunjukan beberapa realitas dalam diri kita,

yaitu;
The Hitler Effect 158
Putu Yudiantara

 Bagian yang tidak dilihat atau tidak kita sadari

keberadaannya, meliputi dorongan-dorongan

tersembunyi dalam diri manusia, kecanduan yang tidak

disadari (hidden addictions), kebutuhan-kebutuhan yang

berubah menjadi neurotic needs, berbagai jalinan dinamika

yang terbentuk dari berbagai pengalaman masa lalu, yang

keberadaannya hanya segelintir orang saja yang mampu

menyadarinya.

 Bagian-bagian yang membutakan, meliputi kelemahan-

kelemahan dan celah pikiran serta otak kita yang sering

kali kita abaikan karena kita terperdaya dengan buaian

keyakinan bahwa manusia adalah mahluk paling cerdas

dan paling sempurna diantara semua ciptaan Tuhan. Ada

banyak hal yang dapat membutakan rasionalitas dan

membuat logika kita mati suri, tanpa kita sadari sama

sekali. Sesuatu yang membutakan bisa karena terlalu gelap

atau karena terlalu terang; bisa karena sama sekali tidak

kita sadari keberadaanya, bisa juga karena karena terlalu

kita yakini bahwa hal itu ada.


The Hitler Effect 159
Putu Yudiantara

 Bagian-bagian yang disembunyikan, tiap orang memiliki

hal-hal menyakitkan, menggelikan dan hal-hal

menyedihkan yang berusaha disembunyikannya, berusaha

dikuburnya dalam-dalam di dalam dirinya, yang tanpa

disadari membuat hal tersebut menjadi semakin kuat dan

semakin kuat, hingga tidak bisa ditanggulangi lagi. Emosi

dan perasaan yang disembunyikan tidak menghilang,

emosi yang ditekan dengan cara seperti itu seperti peer

yang ditekan, tampak menipis namun sebenarnya

memiliki daya dorong yang malah semakin menguat.

Pemanfaatan ketiga “sisi gelap” ini dalam komunikasi, saya berikan

nama “Hitler Effect”. Bagaimana memanfaatkan sisi gelap dalam

diri orang lain untuk memenangkan permainan manipulasi pikiran

anda, dan bagaimana mengelola sisi gelap dalam diri anda agar

tidak menggagalkan kemenangan anda, merupakan tujuan The

Hitler Effect. Sebagaimana Hitler yang didorong oleh motivasi

tersembunyi ini dalam melakukan semua kegilaan dahsyat yang

dilakukannya, dan memanfaatkan kegilaan yang sama dalam diri

setiap orang untuk bersama-sama bermain dalam “Game of

Normal Madness”, kegilaan yang menjadi normal saat dilakukan


The Hitler Effect 160
Putu Yudiantara

secara kolektif, kegilaan yang menjadi normal saat andalah yang

melakukanya atau anda terlibat di dalamnya.

Hitler adalah manusia yang dalam dirinya memiliki banyak sisi

gelap, bahkan banyak yang menjulukinya Sang Kegelapan itu

sendiri. Ada banyak kegelapan yang disembunyikannya dari dunia,

yang berasal dari masa lalunya, mulai dari dia kecil sampai dia

menjadi Seorang Fuehrer, demikian hasil analisis kepribadian dari

Walter C. Langer. Tampak jelas dari bahasa tubuhnya, banyak hal

yang Hitler tidak ingin dunia ketahui ada dalam dirinya. Selain itu,

Hitler juga pandai membingkai ulang segala tujuan-tujuan dan

ambisi-ambisi gelapnya dengan frame yang bisa diterima oleh

dunia, yang membuat dunia jatuh dalam lubang kegilaan yang dia

gali. Selain memiliki banyak dorongan “jahat” yang tidak disadari,

sebagai hasil dari imprint dan pengalaman-pengalamannya di

masa lalu (messiah complex, kebencian yang membabi buta, sikap

menyalahkan yang berlebih, kekejian, dan banyak lagi, Hitler juga

memiliki banyak visi dan ide gila yang membutakan matanya

sampai melakukan begitu banyak kekejian, namun dia bisa

membutakan para pendukungnya sehingga tidak melihat hal ini

sebagai kegilaan namun sebagai kemuliaan. Disadari atau tidak,


The Hitler Effect 161
Putu Yudiantara

para pendukungnya pun mengikuti kegilaan Hitler karena

kegelapan dalam diri mereka; ketakutan bangsa jerman, perasaan

tertekan karena perang, penderitaan karena kekalahan perang dan

banyak lagi. Kegilaan mengundang kegilaan.

Dengan alasan ini, Hitler menjadi role model yang sempurna untuk

model komunikasi ini, komunikasi yang memanfaatkan sisi gelap

manusia untuk memanipulasi pikirannya. Selain memang, ide dari

model komunikasi ini muncul dari hasil pembelajaran dan

pendalaman saya terhadap kepribadian seorang Adolf Hitler, dan

upaya melihat “emas” di balik kegilaannya.

Sekarang mari kita kembalikan pada manusia modern, pada anda

dan semua orang di sekitar anda. Jika menurut anda bahwa

kegelapan yang saya definisikan itu tidak mungkin ada dalam diri

anda, mungkin anda, sebagaimana Hitler telah terlanjur terperdaya

oleh keyakinan tentang betapa sempurna dan betapa cerdasnya

anda diciptakan oleh Tuhan. Mari kita renungkan beberapa

pernyataan yang jawabannya andalah yang paling tahu, silahkan

anda amati dalam-dalam diri anda, atau jika anda tidak cukup

berani silahkan amati saja orang yang anda kenal,


The Hitler Effect 162
Putu Yudiantara

1) saat anda sedang sangat berambisi dengan sesuatu, apakah

anda merasa seakan anda mengorbankan segala hal, dan

bahkan cenderung menghalalkan segala cara untuk

mencapainya?

2) Saat anda sedang dalam puncak amarah, dimanakah

pertimbangan rasional dan logis anda? Bisakah anda tetap

berikir secara jernih?

3) Saat anda merasa sangat kecewa, depresi atau sangat putus

asa, tiba-tiba banyak hal tidak terduga terpikirkan dalam

diri anda, mulai dari bunuh diri, atau mungkin ide-ide

brilian yang sebelumnya anda pikir tidak akan mampu

anda pikirkan. Pernah mengalaminya?

4) Pernahkah anda melakukan sesuatu yang setelah anda

melakukannya anda tidak tahu kenapa anda

melakukannya?

5) Pernahkah anda membeli barang yang anda tahu tidak

anda butuhkan, namun entah kenapa anda tetap

membelinya karena sebuah dorongan dari dalam diri

anda?
The Hitler Effect 163
Putu Yudiantara

6) Pernahkah anda menahan emosi, kemudian emosi tersebut

meledak dan anda kehilangan kendali atas diri anda

sendiri?

7) Pernahkah anda berada dalam kondisi “kebuntuan” yang

setelah berbicara dengan seseorang ternyata solusinya

sangat sederhana, namun tidak pernah anda pikirkan

sebelumnya?

8) Atau setidaknya, pernahkah anda memikirkan hal-hal

yang tidak terpikirkan sebelumnya, atau melakukan hal-

hal yang tidak pernah anda sangka akan anda lakukan?

Ada banyak dorongan dalam diri kita, yang membuat kita

melakukan hal yang kita lakukan dan memikirkan semua yang

kita pikirkan. Beberapa diantaranya kita tahu benar alasannya,

sebagian lagi seolah terjadi secara otomatis. Banyak dari hal

yang kita lakukan tidak kita sadari kenapa kita melakukannya

(background), kita menemukan alasan kenapa kita

melakukannya justru setelah kita melakukannya (foreground).

Memang, banyak hal yang kita anggap tidak akan pernah kita

lakukan seumur hidup kita, namun saat ditempatkan dalam

dituasi dan kondisi yang berbeda, mereka melakukannya tanpa


The Hitler Effect 164
Putu Yudiantara

disadari. “Aku terpaksa” adalah alasan paling umum yang

biasa digunakan. Memang, anda terpaksa melakukan hal-hal

yang anda tidak sangka akhirnya lakukan, namun paksaan itu

berasal dari dalam, dari dorongan terdalam yang tidak anda

sadari keberadaannya, tetapi selalu ada di sana sebagai bagian

dari diri anda.

Manusia beroperasi dalam konteks, sebab beliefs beroperasi

dalam konteks, demikian kata salah satu asumsi dasar NLP. Ini

artinya perilaku dan prinsip kita memiliki sangat banyak

perkecualian asalkan ada dalam konteks yang berbeda. Jika

anda yakin tidak akan pernah melakukan suatu hal atau

menjadi suatu hal atau mengambil suatu keputusan, itu karena

anda berada dalam situasi dan kondisi yang membuat anda

demikian, saat kondisi dan situasinya berbeda, maka hal

berbeda bisa terjadi.

Sayangnya, situasi dan kondisi yang dimaksud selalu adalah

situasi dan kondisi fisio-mental, state jika dalam sitilah NLP.

Mungkin bangsa Jerman menerima kegilaan Hitler karena

kondisi eksternal mereka demikian; kalah perang, krisis

ekonomi, kerusakan, ketidak percayaan pada pemerintah.


The Hitler Effect 165
Putu Yudiantara

Namun kondisi eksternal tersebut memunculkan kondisi

internal; ketakutan, rasa tidak berdaya, putus asa, tertekan dan

sederet emosi menekan lainya. Akhirnya, bukan kondisi

eksternalnya yang membuat seseorang melakukan sesuatu,

namun kondisi internalnya. Inilah kunci utama pemanfaatan

sisi gelap dalam persuasi.

Seperti bulan yang memiliki bagian gelap (umumnya disebut

dark side of the moon) yang tidak pernah tersinari matahari,

dan tidak pernah nampak dari bumi, kita juga memiliki bagian

gelap yang tidak pernah kita sadari keberadaannya dan tidak

pernah kita perhatikan eksistensi dan pengaruhnya terhadap

kehidupan kita. Karena itulah bagian itu disebut sisi gelap.

Saya masih yakin, seyakin apa pun kita bahwa kita mengerti

dengan baik diri kita sendiri dan orang lain, masih banyak hal

dalam diri manusia yang tidak kita mengerti atau lihat.

Jangan beranggapan bahwa sisi gelap selalu merupakan sisi

jahat, meski sisi gelap memang sering kali memberikan

dorongan yang bisa kita kategorikan sebagai “jahat” jika

memakai kaca mata norma sosial untuk menilainya.


The Hitler Effect 166
Putu Yudiantara

Mempergunakan sisi gelap manusia dalam komunikasi dan

persuasi pun tidaklah jahat, kecuali anda melakukannya untuk

kejahatan. Manipulasi pikiran adalah kata yang memiliki

konotasi negatif, namun secara praktek, dengan istilah berbeda

juga diaplikasikan dalam banyak bidang kehidupan lainnya,

dan karena memakai istilah berbeda (seperti iklan, pendidikan,

aturan, komunikasi dan sebagainya) maka penggunaanya tiba-

tiba sangat bisa diterima.

Contoh klasik dalam catatan sejarah telah ditunjukan oleh

Adolf Hitler, dan sederet manusia keji lainya. Namun sisi gelap

bukan hanya soal kekejian, bahkan orang baik yang berubah

menjadi barbar pun telah tercatat dalam sejarah hanya karena

ketidakmampuan untuk “mengalahkan” kebutuhan mendasar

manusia, seperti makan dan kebutuhan untuk bertahan hidup;

tragedi pesawat di pegunungan Andes yang saya sampaikan di

depan telah menunjukannya.

Menguji Reputasi Manusia Sebagai Mahluk Paling Cerdas

Sangat dipahami kita, sebagai manusia sangat membanggakan

reputasi yang kita miliki (dan kita sendirilah yang memberikan


The Hitler Effect 167
Putu Yudiantara

predikat tersebut untuk kaum kita), kemudian hal ini

membuat kita lupa akan betapa banyaknya “kebodohan” dan

“pembodohan” yang terjadi dalam diri kita. Kebodohan yang

tidak kita sadari membuat kita sering terbodohi, oleh diri kita

dan orang lain.

Pertama, tentang bagaimana sangat subjektifnya manusia

dalam membuat penilaian dan interpretasi mengenai sesuatu

atau seseorang. Hal ini berkaitan dengan bagaimana state

sangat mempengaruhi bagaimana penilaian dan kualitas

pemikiran kita. Saat kita berada dalam state positif dan

menyenangkan, maka dunia nampak sangat bersinar, maka

semua hal cenderung kita nilai baik, kita cenderung berpikir

positif, atau hanya memikirkan sisi baiknya dan melupakan sisi

buruk yang juga menjadi bagian tidak terpisahkan darinya. Hal

sebaliknya juga berlaku, saat berada dalam state negatif, maka

hal paling positif pun bisa kita nilai negatif.

Penilaian sangat subejektif terhadap isi sebuah pesan juga

terjadi saat pesan yang disampaikan dikemas dengan cara-cara

yang membuat kita senang, cara-cara yang sesuai dengan selera

kita, atau malah saat pesan tersebut disampaikan oleh tokoh


The Hitler Effect 168
Putu Yudiantara

yang kita kagumi atau oleh orang yang kita senangi. Isi pesan

(informasi, ide atau pemikiran) diterima bagitu saja, tanpa

memikirkan plus minusnya. Meski tidak bisa digeneralisasikan

bahwa semua orang seperti itu dan bahwa anda selalu

demikian, namun kata “pernah” sekali pun cukup

membuktikan besarnya celah dalam pikiran untuk

“terbodohi”.

Kedua, bagaimana kita mudah terperdaya oleh luapan emosi

kita sendiri. Saat kita sangat tertekan atau dalam kondisi

kepepet, kita bisa melakukan banyak hal yang tidak terduga,

kebanyakan dari hal yang kita lakukan tersebut adalah hal

bodoh. Saat sedang sangat marah, kita bisa saja melakukan

banyak kebodohan. Sedang sangat putus asa kita bisa saja

melakukan banyak kebodohan. Saat sedang sangat ketakutan

kita melakukan banyak kebodohan. Saat sedang sangat

tertekan kita bisa saja melakukan banyak kebodohan. Saat

sedang mengalami luapan emosi mendalam, kita melakukan

banyak kebodohan, yang pada saat hal tersebut kita lakukan,

kita akan menganggapnya sebagai keputusan terbaik.


The Hitler Effect 169
Putu Yudiantara

Asumsi NLP lain mengatakan, kita akan memilih pilihan

terbaik yang tersedia. Namun, pilihan terbaik yang tersedia

mengacu pada pilihan terbaik yang kita lihat, sementara

mungkin saja ada pilihan yang jauh lebih baik lagi namun

tidak kita lihat sehingga kita anggap tidak tersedia. Pilihan

yang pada waktu itu kita anggap sebagai pilihan terbaik,

kemudian pada saat emosi tidak lagi memuncak, saat emosi

sudah stabil lagi, kemudian kita sesali karena pilihan tersebut

pernah kita ambil.

Ketiga, saat manusia dengan bangganya menyatakan betapa

dia memuja kebebasan berkehendak dan berpikir, di sisi lain

manusia juga terperangkap dan terpenjarakan oleh dirinya

sendiri. Bukan hanya itu, manusia juga dibodohi dan

diperdaya oleh dirinya sendiri. Sudah bukan barang baru,

sudah bukan informasi baru lagi, kalau banyak orang terjebak

dan terperdaya dalam cara-cara berpikirnya yang alih-alih

menjadikannya lebih baik, namun malah menggiringnya ke

bagian yang lebih dalam dari jurang keterpurukan. Sudah

nampak biasa juga, menjadi rahasia umum, yang dimiliki

setiap orang namun tidak dinyatakannya pada orang lain,


The Hitler Effect 170
Putu Yudiantara

bahwa dia adalah korban dari kebiasaan-kebiasaan dan

pembiasaan yang dia buat sendiri, yang setelah dia tahu

kebiasaan tersebut membawanya pada kehidupan

menyedihkan, namun tetap tidak bisa keluar dari sana.

Manusia adalah korban dari cara berpikir dan pembiasaannya

sendiri, dan lebih menggelikan lagi, karena ada segelintir orang

yang dengan cerdas memanfaatkan cara berpikir dan

pembiasaan tersebut untuk memanipulasi dan membodohinya.

Didapatkanlah double-impact, dibodohi diri kebodohanya

sendiri dan dibodohi kecerdasan orang lain yang pandai

memanfaatkan kebodohannnya.

Cara berpikir dan cara bersikap yang telah terbiasakan, yang

telah menjadi kebiasaan yang kuat kemudian membawa

manusia pada gerbang ketidakberdayaan. Tidak berdaya

merubah semua itu bahkan setelah menyadari kalau

pembiasaan-pembiasaan itu begitu menyakitkan dan

merugikan. Seperti dikurung dalam kebiasaannya sendiri dan

tidak menemukan jalan keluar, yang malah sering pembiasaan

negatif itu dibuatkan pembenaran-pembenaran serta

pembelaan, untuk ditujukan pada dirinya atau orang lain.


The Hitler Effect 171
Putu Yudiantara

Inilah fenomena di balik reputasi manusia sebagai mahluk

Tuhan yang paling cerdas.

Segelintir orang, yang mengaku pakar perilaku dan ahli solusi

kemudian menawarkan jalan keluar dari ketidak berdayaan

manusia menghadapi dirinya sendiri dengan berbagai teknik

psikologis, dengan berbagai metode terapiutik, dengan

berbagai peralatan dan kecanggihan, serta yang paling penting

dengan berbagai janji-janji manis yang menggairahkan.

Hasilnya? Hasil yang paling jelas dilihat adalah peningkatan

kekayaan para penebar janji solusi tersebut.

Kenapa bahkan setelah banyak janji yang tidak meninggalkan

pembuktian itu terbukti ketidak-efektifannya masih juga

banyak yang dipercayai? Alasannya sederhana, mereka tahu

bagaimana menawarkan janjinya dengan cara-cara yang

membuat anda secara tidak sadar menerimanya lagi dan lagi.

Alasan kedua, karena anda didorong oleh sisi gelap dalam diri

anda untuk mempercayai lagi janji tersebut; anda ingin

memiliki harapan atas perbaikan, anda lelah dan putus asa

terhadap diri anda sendiri, anda tidak melihat alternatif yang

lebih baik.
The Hitler Effect 172
Putu Yudiantara

Siapkah anda dengan fakta lainnya?

Manusia yang mengagungkan kecerdasan dan kebebasan ini,

kemudian menyerahkan kebebasannya pada orang lain karena

telah putus asa mencoba keluar dari penjara pikiranya sendiri.

Manusia yang dengan bangga menyatakan dirinya adalah

ciptaan Tuhan yang paling cerdas kemudian mempercayakan

dirinya dibodohi lagi oleh orang lain, dan oleh dirinya sendiri.

Namun tetap mempercayai kalau kita adalah ciptaan Tuhan

yang paling cerdas dan paling sempurna menyajikan

kesenangan tersendiri, menyajikan kepuasan tersendiri.

Saya sama sekali tidak sedang mengeneralisasikan bahwa

semua manusia adalah demikian dan bahwa anda adalah

mahluk tidak berdaya. Saya sedang menyajikan sebuah

fenomena “tersembunyi” dibalik eksistensi manusia, di balik

eksistensi KITA.

Kemampuan persuasi dan bentuk-bentuk komunikasi lain

yang berusaha mempengaruhi pikiran orang lain,

mempengaruhi perilaku dan pemikiran, sangat berkaitan

dengan kemampuan seseorang mengelola state dan emosinya.


The Hitler Effect 173
Putu Yudiantara

Memanipulasi state dan emosi seseorang juga berarti

memanipulasi pikiran orang tersebut. Selain itu juga,

mengelola kebodohan tersembunyi yang dimiliki setiap orang

untuk membodohinya. Maaf, jika pernyataan saya terdengar

kasar sehingga membuat anda marah. Namun, anda bisa

mempergunakan kemarahan anda karena kata-kata saya

sebagai landasan kuat untuk mencoba melihat ke dalam diri

anda, apakah kata-kata saya omong kosong penambah kata

penebal halaman buku, atau ... memang demikian.

Tentu saja, kebodohan dan kegelapan yang entah lahir

bersama kita atau kita dapatkan dalam proses perkembangan

kita itu bukan benar-benar penjara yang tanpa jalan keluar

sama sekali. Ada jalan keluarnya, bahkan beberapa jalan keluar

memang sangat mudah. Namun diperlukan ketepatan untuk

benar-benar menjadikan jalan keluar itu “mengeluarkan” kita.

Dan ingat, jika anda tidak segera menemukan jalan keluar

anda, maka “jalan keluar” akan menjadi alat lain yang akan

digunakan oleh orang lain untuk membodohi anda.

Setidaknya, sebelum anda mengelola dan bermain-main

dengan state dan emosi orang lain dan memanfaatkanya dalam


The Hitler Effect 174
Putu Yudiantara

persuasi atau manipulasi pikiran, anda belajarlah dulu

mengelola dan bermain-main dengan state dan emosi anda

sendiri.

Beliefs adalah “hakim” yang menentukan dan memutuskan mana

kegilaan dan mana kewarasan, wajar dan tidak wajar, logis dan

tidak logis, bermanfaat atau tidak dan dualitas lainnya. Bisa saja

seseorang memiliki beliefs yang menyatakan bahwa untuk sukses

harus melakukan banyak hubungan dengan mahluk halus, dan hal

itu akan dianggapnya normal. Sedangkan bagi orang lain yang

beliefsnya bertentangan dengan hal tersebut, maka perilaku

semacam itu akan dianggap kegilaan.

Sayangnya, beliefs juga tidaklah sekokoh itu, masih bisa berubah

dengan mudah, bahkan bisa berubah hanya dengan bercakap-

cakap. Memiliki beliefs gila akan membuat seseorang melakukan

kegilaan yang dia anggap normal, demikian pula sebaliknya. Buku

ini akan mengungkapkan pada anda bagaimana menghancurkan

beliefs seseorang yang menghalangi tujuan anda, dan bagaimana

membentuk beliefs yang akan mendukung tujuan anda, bahkan

jika beliefs tersebut adalah beliefs yang gila sekali pun.


The Hitler Effect 175
Putu Yudiantara

Seiring anda membaca lebih lanjut buku ini, anda akan

menemukan lebih banyak hal menakjubkan; bagaimana bermain-

main dengan sisi gelap orang lain dan memanfaatkanya dalam

persuasi. Anda akan menemukan banyak teknik aplikatif dan

strategi unik yang belum pernah dituliskan sebelumnya.

Terlalu Gelap dan Terlalu Terang Itu Sama-sama Membutakan

Saya suka sekali dengan petikan yang saya pakai sebagai judul di

atas. Terlalu gelap dan terlalu terang itu sama-sama membutakan.

Entah sebuah dorongan yang tidak disadari keberadaannya yang

anda manfaatkan dalam manipulasi pikiran, atau sesuatu yang

saking diyakini keberadaannya. Atau, anda juga bisa menciptakan

cahaya yang karena saking terangnya kemudian membutakan.

Terlalu gelap, kemudian tidak kita lihat dan sadari keberadaanya.

Seperti motivasi-motivasi tersembunyi di pikiran bawah sadar,

kebutuhan-kebutuhan psikologis dan biologis kita, dinamika

individu yang dihasilkan dari beliefs yang kita miliki, atau

kecanduan-kecanduan yang tidak kita sadari telah kita miliki. Saat

anda memperhatikan semua kegelapan ini dalam diri orang lain

dan memanfaatkanya dalam komunikasi, jangan lupakan juga


The Hitler Effect 176
Putu Yudiantara

berbagai kecenderungan gelap ini dalam diri anda, sebab jika anda

tidak menyadarinya, maka anda bisa saja terjebak olehnya, dan

alhasil komunikasi atau persuasi anda malah berantakan.

Gelap, juga mengacu pada kondisi yang mengaburkan apa yang

ada di dalamnya. Kegelapan membutakan kita dengan

menghalangi kita untuk melihat apa yang ada dalam kegelapan

tersebut. Aplikasi realnya dalam komunikasi adalah bagaimana

membungkus pesan-pesan dan tujuan-tujuan anda “dalam

kegelapan” atau secara terselubung, sehingga pesan anda diterima

dan tujuan anda tercapai tanpa disadari oleh lawan bicara anda.

“seseorang tidak bisa menolak apa yang tidak dilihatnya” kata

sebuah petikan dalam sebuah buku persuasi. Seseorang bahkan

tidak akan bisa mengevaluasi, menganalisa dan

mempertimbangkan pesan dan tujuan anda, jika lawan bicara anda

tidak mengetahuinya. Jika “kegelapan” membungkusnya. Mereka

hanya bisa menerimanya, atau lebih tepatnya, secara tidak sadar

(unconsciously) menerima di pikiran bawah sadarnya (sub-

conscious mind).
The Hitler Effect 177
Putu Yudiantara

Terlalu terang, mengacu pada kondisi meyakini bahwa kualitas dan

hal tertentu akan berjalan dalam cara tertentu, yang kesemuanya

anda pikir anda ketahui secara pasti, jelas dan mendetail. Namun

cahaya menghasilkan bayangan gelap dan bahkan menghasilkan

ilusi (fatamorgana). Malah, semakin terang cahayanya, semakin

gelap pula bayangannya. Jika anda terlalu yakin bahwa anda

sepenuhnya memegang kendali pada sesuatu, maka anda juga akan

lengah terhadap berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi. Jika

anda terlalu yakin bahwa anda berada dalam kebebasan dan adalah

mahluk yang sepenuhnya bebas berpikir, bersikap atau melakukan

hal-hal yang anda inginkan, maka anda akan lengah jika ada yang

memenjarakan anda dalam kebebasan anda.

Biarkan seseorang berpikir bahwa dia memegang kendali

sepenuhnya atas dirinya, bahwa dia memiliki kuasa terhadap apa

yang akan diputuskannya, maka dia akan sangat senang. Karena

saking senang dan saking euforia disebabkan ilusi kebebasan dan

kekuatan kehendak, maka orang tersebut akan dengan mudah

“dipelintir” pemikirannya. Biarkan dia secara bebas dan dengan

pasti menentukan pilihannya, namun pastikan andalah yang

menentukan setiap alternatif pilihan yang diambilnya itu.


The Hitler Effect 178
Putu Yudiantara

Kebutuhan yang Menggila dan Rahasia Lain dari Para Pakar

Eksistensial-Humanistic Psychology

Anda telah mengetahui Hirarki kebutuhan Maslow, lima

kebutuhan mendasar manusia yang menjadi motivator

tersembunyi kenapa kita melakukan semua yang kita lakukan.

Namun pernahkah anda merenungkan, apa jadinya jika ada

kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam jangka waktu yang lama?

Kebutuhan tersebut menjadi semakin kuat daya dorongnya dan

bahkan mengarahkan kita pada hal-hal irasional. Istilah

psikologisnya, kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan neurotic.

Saat sebuah kebutuhan menjadi kebutuhan neurotic, maka pikiran

akan menentukan sendiri bagaimana daya upaya yang harus

dilakukan agar kebutuhan tersebut tetap terpenuhi. Pikiran akan

membuat pola baru, keyakinan baru, perilaku baru dan

penyesuaian baru yang sering bahkan diantaranya adalah

terbentuknya pola-pola gangguan psikologis; phobia,

penyimpangan-penyimpangan, bahkan penyakit. Dari sini kita

mendapatkan akar kebenaran asumsi NLP, setiap perilaku

memiliki tujuan baik, dan meski pun tujuan baik yang


The Hitler Effect 179
Putu Yudiantara

diinterpretasikan oleh pikiran kita adalah hal-hal yang secara

umum dianggap menyimpang.

Kebutuhan makan, minum dan kebutuhan biologis mendasar yang

tidak terpenuhi memacu insting primordial seseorang untuk

bertahan hidup semakin kuat, sehingga banyak aksi dan daya

upaya dilakukan, banyak diantaranya mencuri, merampok dan

melakukan penipuan. Hal ini dikarenakan dorongan untuk

bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan biologis merupakan

dorongan dasar yang paling kuat diantara kelima dorongan dasar

lainya. Anda bahkan sudah menyimak sendiri dalam kisah para

survivor di Pegunungan Andes yang “terpaksa” menjadi kanibal,

bukan?

Setiap orang ingin merasakan rasa aman dan perasaan bahwa

mereka tidak sedang ada dalam ancaman. Namun, saat seseorang

merasakan deep insecurity, merasakan rasa tidak aman dan tidak

nyaman yang mendalam, maka banyak kemungkinan irasional bisa

terjadi. Kebutuhan yang dimaksud, sekali lagi merupakan

kebutuhan psikologis, merasa secara psikologis aman dan nyaman.

Bisa saja seorang yang yang sedang dalam perang namun tetap
The Hitler Effect 180
Putu Yudiantara

merasa aman dan nyaman, dan bisa saja seseorang dalam kepuasan

dan dalam situasi yang aman namun merasakan deep insecurity.

Jika anda melihat ciri-ciri seseorang dengan rasa tidak aman yang

mendalam dan ketidak nyamanan akut terhadap dirinya, maka

anda telah mendapatkan senjata anda untuk melakukan

manipulasi. Jika anda tidak melihatnya ada, anda bisa

memunculkanya agar ada.

Para teroris melakukan dogmatisasi diantaranya dengan

menginternalisasikan perasaan tidak aman yang mendalam,

membuat para anggotanya merasa ada dalam tekanan, bahaya dan

ancaman dari pihak-pihak yang dijadikan musuhnya. Mereka

membuat cerita-cerita seolah-olah mereka sedang dijajah, sedang

dianiaya, sedang ditindas dan sewaktu-waktu bisa dibumi

hanguskan. Hal ini kemudian memunculkan insting terpendam

dalam diri manusia, membunuh atau dibunuh. Sebuah metode

sederhana, namun menjadi sangat efektif karena mereka

mempergunakan bagian terpendam dalam dirinya.

Jika anda ingin membuat seseorang mengalami deep insecurity,

untuk membuatnya segera mengambil tindakan atau keputusan


The Hitler Effect 181
Putu Yudiantara

tertentu, anda bisa mempergunakan Sleight of Mouth sebagai salah

satu instalasinya. Mereka mengatakan Sleight of Mouth

dipergunakan untuk menghancurkan belifes negatif dan

menggantinya dengan beliefs yang produktif, namun siapa yang

mengatakan kalau Sleight of Mouth tidak bisa dipergunakan untuk

memunculkan kebalikanya; menghancurkan beliefs rasa aman dan

nyaman, dan menanamkan rasa terancam dan kebutuhan urgent

untuk bertahan hidup. Tentu saja saya tidak sedang mengajarkan

kejahatan, sebab setelah anda bisa memunculkan deep insecurity

dalam diri seseorang, anda kemudian bisa memanfaatkannya

sebagai daya dorong yang akan membuatnya bergerak ke arah

positif. Mengingat kebutuhan akan rasa aman sangat mendasar,

dan daya dorongnya sangat kuat, maka itu berarti sayang kalau

tidak dimanfaatkan dengan baik.

Berikutnya, kebutuhan akan cinta, mencintai dan merasa dicintai.

Pepatah lama mengatakan, cinta itu buta. Cinta itu buta karena

saat sedang jatuh cinta, saat sedang memperjuangkan diri untuk

menjadi orang yang penuh cinta, saat sedang memepertahankan

hal-hal atau orang yang kita cinta, saat itu kita bisa melakukan apa
The Hitler Effect 182
Putu Yudiantara

saja. Kita bisa melakukan apa saja untuk bisa dicintai dan untuk

mendapatkan serta mempertahankan hal yang kita cintai.

Saat kita sudah mendapatkan dan memiliki cinta kita (orang yang

kita cintai atau barang atau kondisi tertentu), saat kita sudah

merasa dicintai oleh cinta kita, maka kebutuhan ini akan melemah,

kebutuhan ini tidak lagi memiliki daya dorong apa-apa. Namun,

hanya dengan membayangkan kalau kita kehilangan orang atau

barang yang kita cintai, membayangkan kalau kita tidak lagi

dicintai oleh orang-orang yang kita cinta, hanya dengan

membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan.

Cobalah katakan hal ini pada orang yang telah terpenuhi segala

kebutuhanya tentang cinta,

“Jika anda membeli produk ini, maka anda akan lebih dicntai oleh

pasangan anda”

Secara susunan kata, kata “lebih” dan linking antara produk

dengan kebutuhan cinta memang sudah menjadikan kata-kata ini

cukup kuat. Namun jika anda mengatakannya pada orang yang

telah tuntas pemenuhan untuk dicintai dan mencintainya, maka

kata-kata tersebut menjadi lemah dan kehilangan daya. Tentu saja


The Hitler Effect 183
Putu Yudiantara

akan berbeda ceritanya jika anda mengatakanya pada orang yang

masih memiliki gairah menggebu-gebu untuk menunjukan

cintanya dan untuk mendapatkan cinta yang lebih besar, ATAU

orang yang anda “bangkitkan” dulu gairah untuk mencintainya,

anda bangkitkan dulu ketakutan kehilangan orang atau barang

yang dicintanya.

Kebutuhan untuk dihargai adalah kebutuhan lain di atas

kebutuhan akan cinta, kebutuhan ini adalah kebutuhan ketiga

terkuat daya dorongnya. Sempat saya singgung, kalau seseorang

merasa sangat tersinggung, maka membunuhpun tampak jadi

alternatif terbaik.

Bagaimana jika orangnya sabar?

Orang masih bersabar hanya karena ketersinggungannya belum

menyentuh bagian paling prinsipil dari values yang dia miliki. Dia

belum memiliki ketersinggungan yang diakibatkan oleh

direndahkannya hal-hal prinsipil dalam hidupnya. Hal ini

menjadikan dia berada dalam batas kesabaran dan kesadarannya.

Namun, akan berbeda cerita jika anda memprovokasi seseorang

dengan membangkitkan ketersinggungan karena perasaan


The Hitler Effect 184
Putu Yudiantara

diremehkan dan dihina hal-hal dalam hidupnya yang sangat

prinsipil, maka anda akan mendapatkan reaksi cepat, bahkan

membabi buta.

Anda tentu tahu bagaimana seluruh Umat Islam dunia menjadi

marah karena kasus film pelecehan Nabi Muhamad. Sebelumnya

saya tidak terlalu perduli dengan hal tersebut, namun setelah

melihat sendiri filmnya, bahkan orang non-muslim pun akan

geram jadinya.

Kebutuhan akan rasa berharga berkaitan dengan kecanduan

terpendam seseorang untuk dipuji, dihormati dan dianggap paling

berkuasa. Merasa menjadi seorang yang paling dihargai

merupakan perasaan yang nikmat, oleh sebab itu pula produk dan

jasa yang mahal sangat laris. Kenapa? Sebab memakai produk

mahal yang tidak bisa dipakai banyak orang membuat kita merasa

menjadi seorang yang berharga, terhormat dan “kalangan atas”.

Apakah seseorang benar-benar menghormati kita adalah perkara

kedua, prioritas utamanya adalah, merasa berharga.

Seberapa besar produk dan jasa yang anda tawarkan membuat

konsumen anda merasa berharga, merasa terhormat dan merasa


The Hitler Effect 185
Putu Yudiantara

spesial? Bisa jadi, hal itu adalah barometer yang menentukan

seberapa lama produk dan jasa anda dikonsumsi.

Seberapa ahli anda membuat lawan bicara anda merasa berharga,

dihormati dan “terpandang”? bisa jadi hal ini menentukan

seberapa dalam hubungan emosional yang terjalin antara anda

dengan lawan bicara anda tersebut.

Teknik mempergunakan pujian dalam persuasi adalah teknik kuno

Dale Carnegie. Sayangnya, teknik kuno ini masih sangat relevan

dan efektif karena menyangkit kebutuhan psikologis dasar dari

manusia. Namun, poin pentingnya bukanlah seberapa besar anda

menghargai dan menghormati orang lain (demikian pula merasa

dicintai), poin pokoknya adalah seberapa besar anda mampu

membuat lawan bicara anda merasa dihargai dan dihormati.

Dalam komunikasi apa lagi persuasi, tidaklah terlalu penting

ketulusan penghargaan dan penghormatan anda pada orang lain,

hal paling penting adalah bagaimana anda menunjukan pada

mereka bahwa anda menghargai, menghormati serta perduli pada

mereka.
The Hitler Effect 186
Putu Yudiantara

Kebutuhan terakhir adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan

diri. Setiap orang memiliki di dalam diri mereka, gairah (passion)

yang tidak semua orang bisa mengaktualisasikannya. Banyak

diantara mereka malah merasa kalau pekerjaan dan kehidupan

yang mereka jalani bukanlah passion mereka. Ketimpangan ini

kemudian memunculkan kekosongan dan kehampaan mendalam

dalam diri mereka, yang membuat mereka merasa ada yang kurang

dan ada yang hilang dalam kehidupannya. Ruang kosong dalam

diri mereka ini bisa anda pakai sebagai base-camp anda. Anda bisa

memanfaatkan kehampaan yang sangat menyiksa ini untuk

mengarahkan mereka ke pemikiran atau perilak tertentu. Anda

juga bisa “mengisi” kehampaan dalam diri mereka tersebut dengan

“pemikiran” anda.

Selain Abraham Maslow dengan teori Hirarki Kebutuhanya, ada

lagi pakar Eksistensial-Humanistik dengan teori berbeda

mengemukakan fenomena bernama manusia; misalkan Carl

Rogers yang menekankan pentingnya memiliki eksistensi,

keberadaan total dalam kehidupan bukan sekedar ada di dunia,

namun merasa kosong, merasa tidak menjadi bagian apa dari apa

pun, tidak memiliki kehidupan. Seseorang yang merasa tidak eksis


The Hitler Effect 187
Putu Yudiantara

akan menjadi orang yang neurotic dan tidak sehat mentalnya,

mengalami banyak emosi negatif dan destruktif, serta memiliki

banyak ruang kosong dalam dirinya yang hanya dihuni oleh

kegelapan. Anda bisa mengisinya jika anda mau.

Jika anda membawa seseorang dari jurang kehampaan menuju

eksistensi kehidupan, anda akan menjadi orang yang seumur

hidupnya pun tidak akan dilupakan. Bahkan, jika anda sekedar

menjadi orang yang memperlihatkan empati, pengertian dan

keperdulian mendalam anda pada kehampaan orang tersebut, anda

akan memiliki hubungan emosional yang mendalam dengannya.

Tiap orang selalu menjalin hubungan emosional mendalam

dengan orang-orang yang dia anggap memahami dan mengerti

keadaan emosionalnya, terlebih memahami kehampaan dalam

dirinya (sebab kehampaan ini bahkan orang bersangkutan sekali

pun tidak bisa pahami).

Sementara pakar Eksistensial Humanistik lain, Victor Frankl

mengemukakan pentingnya makna (meaning) dalam kehidupan.

Hal ini disimpulkanya dari pengalam yang dia lalui di camp

konsentrasi Auswhicz, saat dia mengamati alasan kenapa ada orang

yang dengan kuat bertahan hidup dengan penuh semangat di


The Hitler Effect 188
Putu Yudiantara

tengan penyiksaan dan kengerian camp konsentrasi Nazi yang

menyeramkan tersebut, sementara yang lainya lagi telah

kehilangan semangat hidup jauh sebelum mereka memasuki ruang

pembantaian. Dia mengamati kenapa ada orang yang masih tetap

bisa tersenyum di tengah badai, sementara ada yang jiwanya

dihancurkan oleh penderitaan tersebut. Kesimpulan yang

didapatkannya adalah, cara mereka memaknai (meaning) kejadian

tersebut. Anda bisa membaca Men’s Search for Meaning dan

buku-buku mengenai Logotherapy untuk referensi lebih jelas

mengenai hal tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, L. Michael Hall mengatakan bahwa

kita, manusia adalah meaning makers, kita adalah pemberi dan

pencari makna. Kita selalu berusaha menemukan makna di balik

kehidupan kita, menemukan makna di balik setiap hal dan setiap

kejadian, bahkan menemukan makna di balik diri kita dan

keberadaannya di dunia. Apa pun yang terjadi kita memaknainya

dengan satu atau lain hal, kemudian makna yang satu dihubung-

hubungkan dengan makna lainnya. Makna yang kita berikan pada

apa pun merupakan ekspresi dari beliefs kita, dan demikian juga

saat kita menemukan suatu kejadian dan membubuhkan makan


The Hitler Effect 189
Putu Yudiantara

yang sesuai dengan beliefs kita, maka beliefs tersebut akan menjadi

semakin kuat.

Kita sering menentukan dan menginterpretasikan makna sendiri,

namun lebih sering lagi kita memaknai sesuatu berdasarkan

identifikasi keluarga atau kelompok serta figur yang kita pandang

memiliki otoritas, dari agama dan keyakinan yang kita anut, atau

dari pembelajaran kehidupan kita. Makna yang diekspresikan oleh

beliefs seseorang merupakan akar persetujuan atau penolakannya

pada anda.

Jika anda ingin mengubah cara pikir dan perilaku seseorang, maka

anda harus mengubah caranya dalam memaknai dan

menginterpretasikan sesuatu, memberinya template pemaknaan

baru, yang lebih berkesesuaian dengan tujuan-tujuan yang hendak

orang raih terhadap orang itu.

Anda bisa dengan mudah menanamkan makna tertentu terhadap

hal-hal yang seseorang bingung atau tidak mengerti maknanya.

Buatlah interpretasi makna anda nampak masuk akal, maka

mereka akan menerimanya dengan sangat baik. Atau, berikan


The Hitler Effect 190
Putu Yudiantara

makna baru terhadap hal-hal yang mereka tidak yakini betul

maknanya.

Misalkan seorang politisi berpidato di muka umum dan

menyamaikan kalimat berikut,

“Kita sudah terlalu lama dibodohi dan diperdaya oleh para politisi

yang selalu mengaku mulia. Kini ... saatnya anda menjadi lebih

cerdas dengan memutuskan tegas memilih pemimpin yang lebih

cerdas”

Apa reaksi di pikiran anda? Sebagai meaning makers, maka kita

secara otomatis mencari-cari makna di balik kata-kata tersebut,

kita secara tidak langsung diarahkan untuk berpikir bahwa

“memilih mereka membuat saya menjadi bodoh dan dibodohi,

saya ingin lebih cerdas karena itu saya akan memilih anda”.

Prosesnya terjadi sangat cepat, terlalu cepat, apa lagi jika si

pembicara pintar dalam melakukan pacing and leading dalam

pemilihan kata-katanya serta membentuk rapport yang kuat, maka

makna tersebut akan terbentuk nyaris tanpa resistensi apa pun di

pikiran anda.
The Hitler Effect 191
Putu Yudiantara

Obama mengatakan, “kondisi kita ini berarti, kita memerlukan

perubahan” dan dari model pemaknaan tersebut, masyarakat

Amerika memaknai perubahan juga berarti perubahan pemimpin,

dan mengosiasikan perubahan kondisi dan kepemimpinan

terhadap penyampai pesan perubahan tersebut. Jalinan makna

yang menguntungkan bagi Obama.

Hitler mengatakan, “Kita adalah bangsa terpilih, karena itu kitalah

yang harus memimpin dunia” dan hal itu dimaknai sebagai

keagungan Bangsa Arya dan dimaknai sebagai “pembenaran” atas

penghancuran hal-hal yang menodai keagungan mereka.

Tentu saja ini tidak berarti kita bodoh sehingga mempercayai

mereka, hanya saja mereka yang terlalu lihai dalam

mempermainkan pikiran kita dan kita yang terlalu jarang

mengawasi pikiran kita dan data-data serta informasi yang masuk

ke dalamnya.

Cara kita memaknai sesuatu bisa jadi sangat membutakan, sebab

saat kita sudah meyakini makna dari suatu kejadian, orang atau

hal, maka pikiran kita akan memberikan kita lebih banyak data

internal dan eksternal yang akan semakin menguatkan pemaknaan


The Hitler Effect 192
Putu Yudiantara

yang kita buat. Kita akan secara “kebetulan” melihat hal-hal yang

sesuai dengan kepercayaan kita dan membenarkan pemaknaan

kita, mendengarkan hal-hal yang sesuai dan mengalami lebih

banyak hal yang sesuai. Sementara sisi lainya, nyaris semakin luput

dari pertimbangan.

Catatan saya,

Selalu buat kata-kata yang anda susun, cara anda

menyampaikanya, penampilan anda, bahasa tubuh dan gestur,

serta komentar-komentar anda berkesesuaian dan sinergis

dengan makna yang anda inginkan terinstal di dalam pikiran lawan

bicara anda.

Manfaatkan Tujuh Kecanduan Tersembunyi Mereka, Maka

Mereka Akan Terdorong Pada Anda

Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas mengenai

kebutuhan manusia dianalisis dari Hirarki Kebutuhan Maslow,

dan pada bab ini kita akan membahas kumpulan kebutuhan lain

yang juga dengan mudah bisa dimanfaatkan dalam proses persuasi.

Kebutuhan berikut ini bukan lagi kesedar kebutuhan, namun

dinyatakan oleh Blair Warren, sebagai kecanduan. Bayangkan,


The Hitler Effect 193
Putu Yudiantara

anda mengetahui kecanduan mendasar dalam diri setiap orang,

maka anda akan bisa mempergunakannya sebagai senjata dalam

memanipulasi pikiran mereka.

Anda tentu tahu bagaimana mengerikannya mereka yang

mengalami kecanduan, bukan? Misalkan orang yang kecanduan

narkotika, bahkan rela mengiris kulit dan menghisap darahnya

sendiri untuk mendapatkan pemuasan atas kecanduanya itu.

Dorongan dari kecanduan begitu besarnya, sampai orang

bersangkutan pun tidak lagi bisa mengendalikannya. Tujuh

kecanduan dasar ini pun demikian, meski daya dorongnya berbeda

antara satu dengan yang lainya, namun pada dasarnya setiap

manusia memiliki kecanduan ini.

Bahkan saat mereka tidak ingin mengikuti keinginan anda

berdasarkan analisis rasional, maka mereka tetap tidak akan kuasa

menolak dorongan hatinya untuk tergerakan oleh anda. Beberapa

kebutuhan nampak sama seperti Hirarki Kebutuhan Maslow,

hanya saja daftar kebutuhan ini sengaja dibuat untuk kepentingan

persuasi, sehingga akan lebih mudah mengarahkan daftar

kebutuhan ini menjadi percakapan.


The Hitler Effect 194
Putu Yudiantara

Kecanduan Tersembunyi #1 : Kebutuhan untuk Dibutuhkan

Setiap orang senang merasa dibutuhkan, dan mereka senang

merasa dihargai, dihormati dan keberadaannya diperhitungkan.

Ada 6 tahap yang bisa membuat seseorang merasa penting dan

merasa dibutuhkan, yaitu;

1. Gambarkan situasinya secara menyeluruh, menyangkut

dilema dan konflik yang terjadi.

2. Ungkapkan gambaran spesifik mengenai peran yang bisa

dimainkan oleh seseorang dalam situasi tersebut

3. Gambarkan betapa pentingnya situasi dimana orang

tersebut berperan

4. Gambarkan bagaimana orang tersebut memiliki kualitas

dan spesifikasi yang memang dibutuhkan dalam situasi

tersebut

5. Akui secara terbuka bahwa permintaan anda akan

membutuhkan pengorbanan mereka, akan merepotkan

6. Tanyakan kepastian apa mereka bisa diandalkan atau tidak

Contoh penggunaannya, misalkan:


The Hitler Effect 195
Putu Yudiantara

“Adi, projek kita hampir mendekati deadline dan kau tahu waktu

kita sangat terbatas. Jika sampai kita gagal mengerjakannya, kita

akan kehilangan kepercayaan dan kontrak berikutnya. Dan hanya

kamu orang dengan kemampuan teknis yang memungkinkn untuk

menyelesaikannya. Ya memang akan dbutuhkan jam kerja lebih

untuk membuatnya selesai pada waktunya. Tentu saja kau akan

mendapatkan uang lembur, tetapi bukan itu bagian pentingnya.

Bagian paling pentingnya adalah kita bisa menyelesaikan project

kita tepat pada waktunya. Bisakah saya mengandalkan kamu aku

dalam tugas ini?”

Bisa anda perhatikan sendiri betapa jelas dan lugas, namun sangat

“mendorong” kalimat ini. Dipercaya berperan dalam sebuah situasi

penting akan membuat seseorang merasa dibutuhkan, dan

perasaan itu tidak akan diabaikannya begitu saja, meski ada hal-hal

lain yang harus dia korbankan.

Kecanduan Tersembunyi #2 : Kebutuhan Terhadap Harapan

Ada petikan kuno yang mengatakan bahwa manusia yang tidak

lagi memiliki harapan adalah manusia mati. Sayangnya hal tersebut

benar sekali, kita semua membutuhkan harapan untuk tetap hidup,


The Hitler Effect 196
Putu Yudiantara

untuk tetap memiliki semangat dan gairah dalam menjalani

kehidupan kita. Tidak ada perasaan yang lebih menyiksa dan

menyakitkan dibandingkan perasaan tidak memiliki harapan,

perasaan bahwa sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan.

Keputusasaan itu begitu mematikan, dengan cara yang sangat

menyakitkan.

Harapan adalah hiburan dan fantasi terbaik yang dimiliki manusia,

yang membuatnya bisa mengalihkan diri dari kenyataan. Harapan,

membuat hidup memiliki gairahnya, namun tidak jarang juga

membodohi mnusia. Harapan untuk sembuh membuat manusia

banyak menghabiskan uangnya untuk berobat ke seluruh penjuru

dunia. Harapan masa depan yang lebih baik membuat banyak

orang terperdaya oleh berbagai janji “kaya instant”. Harapan untuk

mendapatkan sesuatu yang lebih membuat manusia tidak pernah

menghargai apa yang telah dimilikinya. Harapan bangsa Jerman

untuk kehidupan yang lebih baik menjadikan mereka menerima

Hitler, yang memunculkan dirinya sebagai Yang Bisa Diharapkan.

Harapan juga membuat Obama menjadi president Amerika,

karena mencitrakan dirinya sebagai “hope we can trust”.


The Hitler Effect 197
Putu Yudiantara

Bisakah anda mengidentifikasi harapan-harapan yang dimiliki oleh

lawa bicara anda?

Tahukah anda bahwa ada harapan yang lawan bicara anda tidak

pernah wujudkan?

Apakah anda sudah menyusun taktik persuasi anda berdasarkan

harapan-harapan tersebut?

Jika pembicaraan anda, pemikiran anda, barang atau jasa anda

menyentuh harapan-harapan terdalam anda, maka kata-kata anda

akan terpatri begitu dalam dalam hati mereka, menyentuh bagian

terdalam diri mereka dan menggerakan mereka ke arah yang anda

inginkan.

Harapan yang mereka miliki tidak harus sejalan dengan barang

yang anda jual atau ide yang anda sampaikan, namun harapan

mereka selalu bisa dikaitkan dengan tujuan persuasi anda.

“saya tahu bapak sangat berharap bisa mencapai kebebasan

finansial dalam usia muda, namun tetap memiliki jaminan masa

depan untuk anak-anak bapak, dan hal itu sangat mungkin, sebab

sekarang asuransi kami ...”


The Hitler Effect 198
Putu Yudiantara

Selalu sesuaikan tujuan persuasi anda dengan harapan terdalam

yang mereka miliki, maka anda akan selau mencapai semua yang

anda harapkan dari proses persuasi.

Kecanduan Tersembunyi #3 : Kebutuhan Terhadap Kambing

Hitam

Selalu lebih mudah menyalahkan orang lain, keadaan, atau bahkan

takdir dibanding menjadi seorang yang bertanggung jawab atas

kehidupan sendiri. Hal inilah yang menjadikan motivasi ini,

kecanduan ini akan sangat efektif jika diaplikasikan dalam proses

persuasi.

Tentu saja untuk mempergunakan teknik ini anda tidak harus

menyalahkan seseorang atau sesuatu secara mentah-mentah, yang

malah akan membuat anda dianggap sebagai penjilat. Anda bisa

mempergunakannya secara sangat halus, dan justru semakin halus

akan semakin besar dampak yang ditimbulkannya.

Saat seseorang bersedih, saa seseorang mengalami hal buruk dalam

hidupnya, kalimat yang mereka paling ingin dengarkan adalah, “ini

bukan salahmu”.
The Hitler Effect 199
Putu Yudiantara

Orang yang mengatakan bahwa mereka tidak salah atas apa yang

mereka alami akan menjadi orang yang dianggap pengertian dan

memahami mereka.

Kecanduan Tersembunyi #4 : Kebutuhan untuk Dimengerti dan

Dipahami

Pernahkah anda mengalami saat-saat dimana anda merasa tidak

ada seorang pun yang memahami dan mengerti anda? Anda juga

pasti merasakan bagaimana sakit dan menyiksanya perasaan itu,

bukan? Membuat anda merasa seolah terasing dari dunia,

membuat anda merasa kalau anda begitu kesepian dan tidak

memiliki tempat anda di dunia ini.

Kemudian, siapakah orang-orang yang saat ini paling dekat dengan

anda, yang paling banyak mendengarkan cerita anda dan

mengetahui rahasia-rahasia anda? Siapakah orang yang saat-saat

berduka selalu menjadi orang pertama yang anda kunjungi, yang

pada saat-saat bahagia anda ingin lewatkan bersamanya? Saya

jamin, pasti orang yang anda anggap paling mengerti anda, orang

yang menurut anda paling memahami anda akan anda jadikan

orang terdekat anda.


The Hitler Effect 200
Putu Yudiantara

Dalam setting komunikasi, anda bisa dengan mudah mencitrakan

diri sebagai orang yang mengerti dan memahami orang lain,

dengan mendengarkan secara aktif dan reflektif. Anda

mendengarkan dengan penuh pengertian, kemudian secara hati-

hati merefleksikan perasaan mereka dan kata-kata yang mereka

ceritakan pada anda.teknik-teknik membangkitkan chemistry

sebelumnya akan menjadi teknik yang sangat penting untuk anda.

Anda tidak pernah harus memiliki pengertian dan pemahaman

mendalam terhadap kondisi-kondisi yang sedang orang lain

hadapi, kecuali jika anda memang menginginkannya. Anda hanya

harus mencitrakan diri anda demikian untuk menciptakan jalinan

perasaan dan keterikatan emosional antara anda dengan lawan

bicara anda.

Meski pun tidaklah berupa keharusan, namun akan sangat baik

jika anda memiliki pemahaman yang tepat terhadap orang lain,

terhadap lawan bicara anda. Pemahaman yang tepat maksudnya,

anda tahu apa yang harus dipahami, atau bagian yang lawan bicara

anda sangat ingin ada yang memahaminya (meski pun tidak

diminta secara langsung).


The Hitler Effect 201
Putu Yudiantara

Lihatlah ke dalam diri anda, bagian manakah dalam diri anda yang

sangat ingin agar ada yang memahaminya? Pastinya, bagian-bagian

yang anda sembunyikan dan bagian-bagian dalam diri anda yang

membingungkan.

Menunjukan dan mengungkapkan pemahaman anda terhadap

bagian-bagian terdalam orang lain, yang tidak pernah

diceritakanya pada orang lain dan belum diceritakanya pada anda

akan menimbulkan impression yang sangat dalam. Mungkin anda

akan mendapat pelukan, saat itu juga. Pada bagian tiga, anda bisa

melihat bab mengenai “Instant and Easy Mind Reading Tecniques”

dan bagaimana mengoptimalkannya dalam komunikasi dan

persuasi.

Kecanduan Tersembunyi #5 : Kebutuhan untuk Memiliki dan

Mengetahui Rahasia-Rahasia Tertentu

Kenyataan bahwa sebuah rahasia telah disampaikan, maka hal itu

bukan lagi menjadi rahasia. Namun mengetahui kalau kita

mengetahui sebuah rahasia membuat kita merasa spesial, membuat

kita merasa menjadi orang “terpilih” dan kita menikmati sensasi

menjadi orang spesial tersebut.


The Hitler Effect 202
Putu Yudiantara

Sudah menjadi rahasia umum, kalau setiap orang memiliki rahasia

yang hanya akan mereka bertahukan pada orang-orang tertentu,

dan “orang tertentu” yang mengetahui rahasia tersebut akan

merasa menjadi seorang terpilih dan seorang yang spesial. Dalam

pola seperti ini, maka mengetahui sesuatu yang dianggap rahasia

menjadi ketertarikan kita, sebab kita merasakan adanya sensasi

menjadi spesial dengan mengetahui rahasia yang tidak semua

orang ketahui.

Jika anda mengungkapkan sesuatu yang anda sudah ungkapkan

pada setiap orang, dan orang yang anda ajak bicara pun sudah

pernah mendengar apa yang anda katakan tersebut dari orang lain,

maka kata-kata anda akan dianggap biasa saja, dan tidak akan

terlalu menarik lagi untuk diketahui, meski pun itu adalah hal yang

penting. Sebaliknya, jika anda mengkemas sebuah pesan dengan

kemasan khusus untuk masing-masing orang, meski isi pesanya

sama, maka anda akan mendapatkan perhatian lawan bicara anda,

sebab mereka mendapatkan perasaan menjadi orang spesial yang

mengetahui hal-hal khusus.

Kemasan pesan, atau bagaimana pesan tersebut disampaikanlah

yang akan membuat mereka berasumsi bahwa informasi anda


The Hitler Effect 203
Putu Yudiantara

rahasia atau tidak. Tekankan bagaimana pentingnya nilai informasi

yang anda sampaikan itu, sehingga informasi anda akan

diasumsikan sebagai informasi yang penting. Kemudian tekankan

bahwa informasi tersebut hanya anda sampaikan pada orang

tersebut, lalu mintalah dengan hormat agar dia menjaganya.

“begini pak, saya harap ini hanya menjadi informasi antara saya

dan bapak, jangan sampai ada yang tahu kalau sebenarnya ...”

“Saya akan katakan kunci yang belum pernah mereka sampaikan,

pak, tetapi informasi ini sangat penting untuk saya, jadi mohon

jangan sampai ada yang tahu kalau ...”

“saya akan beritahukan kenapa produk ini bisa sangat efektif,

namun ini bukan informasi resmi yang dikeluarkan perusahaan,

jadi saya harap bapak tidak membocorkannya pada siapa pun, yah

meski saya percaya bapak tidak akan melakukannya”

Buatlah sebanyak mungkin orang merasa spesial dengan

mengetahui rahasia anda, yang bisa jadi bukanlah rahasia, namun

jangan juga mengobral terlalu banyak rahasia pada satu orang,

sebab hal itu akan membuatnya meragukan setiap rahasia yang

telah anda sampaikan sebelumnya.


The Hitler Effect 204
Putu Yudiantara

Kecanduan Tersembunyi #6 : Kebutuhan untuk Menjadi Benar

Apakah anda suka disalahkan? Tentunya tidak. Setiap orang ingin

menjadi benar dan ingin dianggap paling benar; ide yang

disampaikan, langkah-langkah, perilaku, sikap dan semua hal

tentang dirinya haruslah paling benar. Jika tidak benar sekali pun

atau saat ada yang menyalahkan, maka seseorang akan berjuang

mempertahankan apa yang dianggapnya benar dengan berbagai

pembenaran.

Jika anda menyalahkan pendapat, ide, atau kata-kata lawan bicara

anda dengan cara-cara yang agresif, maka lebih baik persiapkan

diri anda untuk diusir. Setiap orang butuh menjadi benar dan

dianggap benar. Simpan baik-baik kalimat tersebut dalam pikiran

anda, sehingga jangan pernah menyalahkan seseorang dan apa pun

yang dikatakan atau dipikirkannya. Lalu apakah berhenti di sana?

Tentu saja tidak, anda memiliki dua pilihan, pertama gunakan

kebenaran yang mereka sampaikan untuk mendukung pendapat

anda, atau jika memang pemikiran mereka terlalu bertolak

belakang dengan tujuan anda, maka aplikasikan saja Sleight of

Mouth untuk mengarahkan cara berpikir mereka.


The Hitler Effect 205
Putu Yudiantara

Dalam bagian tiga saya menjelaskan bagaimana kata penghubung

bisa membantu anda dalam membentuk persepsi antara satu

kalimat dengan kalimat lain, sehingga anda bisa secara efektif

mempergunakan apa yang orang sampaikan sebagai jalan untuk

memperoleh apa yang anda inginkan.

Kecanduan Tersembunyi #7 : Kebutuhan untuk Merasa Memiliki

Kendali dan Memiliki Kuasa

Merasa tidak berdaya adalah perasaan yang sangat menyiksa, dan

sangat tidak menyamankan, sehingga seseorang akan melakukan

apa saja untuk bisa keluar dari kondisi tidak berdaya tersebut.

Kondisi yang membuat seseorang merasa tidak berdaya misalkan

adalah, merasa tidak bisa mengendalikan suasana, situasi atau

keadaan, atau merasa dikendalikan oleh orang lain dan keadaan.

Kondisi ini membuat anda merasa lemah, membuat anda merasa

terendahkan dan merasa sebagai pecundang.

Kebalikan dari kondisi ini yaitu merasa memiliki kendali atas

situasi, keadaan dan seseorang, serta merasa lebih berkuasa

dibanding orang lain. Merasa bisa mengendalikan situasi dan

merasa lebih berkuasa dibanding orang lain merupakan merasaan


The Hitler Effect 206
Putu Yudiantara

yang sangat memuaskan dan menikmatkan, sekaligus

membutakan.

Jangan sampai anda menunjukan kalau kendali situasi atau

keadaan ada di tangan anda, dan anda lebih berkuasa dibanding

orang lain, sebab hal ini akan membuat anda sulit mengendalikan

orang tersebut. Biarkan mereka merasa mengendalikan keadaan

dan biarkan mereka lebih berkuasa diabanding anda, namun

pastikan anda yang benar-benar memegang kendali atas situasi dan

keadaan. Ini semacam ilusi kuasa dan kebebasan, yang

menyenangkan dan menghibur mereka, dan seperti anak kecil

yang akan melakukan apa pun saat sudah dihibur dan dibujuk,

mereka juga akan melakukan persis sama.

Berikan mereka secara bebas memilih dan menentukan keputusan

yang diambil, namun pastikan andalah yang menyediakan

alternatif dan pilihan yang mereka akan ambil. Sehingga pilihan

apa pun yang mereka ambil, akan tetap menguntungkan anda.

Mirip dengan pola bahasa Ericksonian, double bind, namun dalam

hal ini anda mempergunakannya sebagai strategi yang lebih

fleksibel.
The Hitler Effect 207
Putu Yudiantara

Ketujuh kebutuhan dan kecanduan tersembunyi dalam diri

manusia ini dimainkan dengan sangat lihai oleh Adolf Hitler, yang

membuatnya bisa menduduki tampuk kekuasaan dan berkuasa

atas bangsa Jerman. Jika anda bisa bermain-main dan

mempermainkan ketujuh dorongan tersembunyi ini, maka anda

juga akan mendapatkan lebih dari yang anda harapkan dalam

persuasi dan komunikasi.

Strategi komunikasi dan persuasi harus menyentuh motif-motif

mendasar manusia, motif dan dorongan yang kuat namun jarang

disadari, sehingga anda bisa memanfaatkan daya dorong dalam

diri lawan bicara anda untuk “menjatuhkan” mereka. Di saat yang

sama, anda juga harus mengawasi dorongan-dorongan yang sama

dalam diri anda, agar jangan sampai menjadi daya yang malah

menjatuhkan anda.

Senjata canggih, bisa menjadi alasan anda memenangkan

pertempuran, namun jika senjata tersebut tidak bisa anda kuasai

dan pergunakan dengan baik, maka bisa saja andalah yang malah

dijatuhkannya. Setiap jenis kecanduan (yang juga menjangkiti

anda dan saya) ini berpeluang menjadi senjata yang menjatuhkan

lawan bicara kita, atau malah menjatuhkan kita.


The Hitler Effect 208
Putu Yudiantara

Ambil saja contoh kebutuhan terhadap harapan, jika anda lupa

memasang pengharapan sebagai strategi namun malah anda yang

teriming-imingi oleh harapan-harapan anda terhadap percakapan

yang terjadi, maka habislah anda. Kebutuhkan untuk memiliki

kendali dan kuasa yang berlebih dalam diri anda kadang membuat

anda tidak rela membuat atau membiarkan seseorang nampak

memiliki kuasa lebih besar dalam interaksi, ada ego yang tidak

mengijinkan anda lebih di bawah. Akhirnya strategi pun buyar dan

amburadul, malah anda “memaksakan kuasa” yang anda miliki,

bukan malah sengaja membuat mereka merasa memiliki kuasa

padahal yang sebenarnya berkuasa atas mereka adalah anda.

Kebutuhan untuk menjadi benar, kecanduan anda untuk menjadi

benar jangan sampai membuat anda kemudian menyalahkan

lawan bicara anda; biarkan mereka merasa benar dan berpegang

pada kebenaran mereka, dan pada saat yang sama arahkan

perlahan mereka ke dalam kebenaran anda (pacing and leading)

atau pergunakan kebenaran yang mereka pegang sebagai penguat

dan pendukung tercapainya tujuan-tujuan anda (utilization).

Jangan pula kebutuhan untuk dibutuhkan, dan kebutuhan untuk

dipahami memanipulasi anda sehingga membuat anda menuntut


The Hitler Effect 209
Putu Yudiantara

hal itu dari orang lain, bukan membuat orang lain merasa

terpenuhi kebutuhanya dalam anda.

Sadari dengan seksama kalau-kalau kecanduan terhadap berbagai

kebutuhan ini sedang berusaha mendorong dan memanipulasi

anda, dan pada saat yang sama biarkan orang lain merasa setiap

kecanduan dan kebutuhan mereka terpuaskan di dalam anda,

bersama anda, melalui anda. Maka hal ini akan menimbulkan

intensitas kedalaman emosional yang sangat mendalam antara

anda dengan lawan bicara anda. Pada gilirannya, dan hanya

masalah waktu, kebutuhan-kebutuhan andalah yang akan benar-

benar terpuaskan.

Kondisi-Kondisi Lain yang Membutakan Pikiran Manusia

Setelah sekian banyak membahas berbagai sudut pemahaman “sisi

gelap” dan bagaimana memanfaatkannya secara optimal dalam

komunikasi, persuasi dan manipulasi pikiran, sekarang kita akan

membahas bahkan lebih banyak lagi sudut-sudut tergelap manusia.

Semakin banyak sisi yang anda kenali, akan semakin mudah bagi

anda mengidentifikasi keberadaannya dalam diri anda dan lawan

bicara anda, semakin mudah pula anda akan memanfaatkannya.


The Hitler Effect 210
Putu Yudiantara

Ada berbagai kondisi lain dalam diri manusia yang menyebabkan

“kebutaan sementara” atau anda bisa menyebutnya sebagai “mati

surinya logika”. Hal ini memang bisa saja terjadi berkaitan dengan

cara kerja otak kita, meski pun katanya ada 90% potensi yang

masih belum kita pergunakan.

Understanding and Using Dark-State, But Use it Beautifuly

Careful

Dark states adalah kondisi-kondisi fisio-mental yang cenderung

mendapatkan label negatif, yang ditandai dengan ketidak

nyamanan fisik dan emosional; kebingungan, keraguan,

kemarahan, ketegangan, rasa bersalah, emosi-emosi yang ter-

repressi, dan banyak lagi. Dark-State ditandai dengan tidak

optimalnya fungsi kognitif (pertimbangan, analisis-sintesis,

pengambilan keputusan, penilaian, kejernihan pikiran), kondisi

emosional yang destruktif, melemahkan dan tidak nyaman (putus

asa, marah, dendam, curiga, dan daftar panjang emosi negatif

lainya), serta kondisi-kondisi fisiologis yang nampak lemas atau

tegang, atau kondisi fisiologis lain yang menandakan adanya

gejolak batin dan luapan emosional.


The Hitler Effect 211
Putu Yudiantara

Meski pun memang tidak mengenakan, dark-state tetap memiliki

fungsinya tersendiri, dark-state memiliki kegunaan yang sangat

signifikan, terutama jika anda bisa memainkannya dengan indah

dan penuh kehati-hatian (beautifuly careful). Pernahkah anda

mendengar, seorang yang berada dalam keterpurukan mendalam,

frustasi yang berkepanjangan, kecewa atau putus asa berkelanjutan

atau kesedihan menahun kemudian mengalami titik balik

kehidupan (turning point) yang membuatnya melakukan

perubahan dalam berbagai bidang kehidupannya secara drastis?

Perubahannya memang tidak selalu positif, namun keberadaan

dark states selalu diikuti oleh perubahan-perubahan perilaku, pola

pikir dan perubahan keyakinan serta prinsip hidup. Dark-state

memiliki daya dorong yang sangat kuat yang segera dan seketika

membuat seseorang take action dan melakukan banyak perubahan.

Saat bermain-main dengan state, anda tidak harus dan memang

tidak perlu menunggu seseorang mengalami state tersebut. Anda

bisa memunculkan state tersebut dalam percakapan yang anda

lakukan. Kemudian, dalam format yang tepat anda bisa

memunculkan state seseorang dengan sangat terselubung, sehingga

anda nampaknya sedang bercakap-cakap biasa, namun


The Hitler Effect 212
Putu Yudiantara

memunculkan dampak-dampak luar biasa bagi kondisi emosi,

kognisi dan fisiologi orang bersangkutan.

Dark-state merupakan state-state yang membunyikan alarm tanda

diperlukannya secara urgent “change something” atau “do

something, now!”. Dengan kata lain, dark-state adalah pegas yang

akan melontarkan seseorang ke dalam hal-hal baru, ke dalam

tindakan dan aksi cepat serta pengambilan keputusan yang instant.

Kondisi dark-state adalah kondisi lemah dan menyakitkan,

sehingga dalam kondisi lemah dan membingungkan, anda

berpeluang besar untuk mengambil alih kendali atas proses

berpikir dan keputusan yang akan diambil. Secepatnya pula saran

dan ide anda akan diterima sebab mereka sudah tidak tahan lagi

berlama-lama berada dalam kondisi menyakitkan tersebut.

Kenapa seseorang membutuhkan nasehat dari teman dan

pertolongan psikoterapis, coach atau konselor? Karena mereka

berada dalam kondisi yang tidak mampu mereka kendalikan

namun ingin segera berubah, mereka sedang mengakui bahwa

mereka terlalu lemah untuk memikirkan alternatif solusi dan jalan

keluar dari kondisi yang mereka alami, lalu mempercayakannya

pada konselor atau terapist.


The Hitler Effect 213
Putu Yudiantara

Kondisi negatif atau dark-state merupakan kondisi yang

melemahkan, dan saat terbaik untuk melakukan “serangan” yang

dalam hal ini adalah serangan manipulatif adalah saat-saat

terlemah semacam ini. Selain itu, sebagaimana yang dikemukakan

dalam prinsip dasar modifikasi perilaku ala Psikologi Behavioristik,

yang melakukan modifikasi terhadap cara berpikir dan perilaku

seseorang dengan prinsip reward and punishment, maka anda akan

mendapatkan senjata yang lengkap dalam mempengaruhi cara

berpikir dan sikap seseorang, dark states sebagai punishment yang

sangat menyakitkan, dan light state (kondisi-kondisi nyaman dan

mengenakan) sebagai reward -nya. Senjata ganda menimbulkan

efek ganda, dalam hal ini.

Apa saja dark-state yang bisa anda manfaatkan dan bagaimana

memanfaatkannya secara optimal?

1) Rasa marah.

Merupakan perasaan yang muncul sebagai bentuk protes

terhadap “ketidakadilan” dan “ketidaksesuaian” antara

bagaimana dan apa yang ia pikir harus terjadi dengan

bagaimana atau apa yang sebenarnya terjadi. Ketidak

sesuaian antara keharusan dan keadaan itu kemudian


The Hitler Effect 214
Putu Yudiantara

berkembang menjadi dendam atas perlakuan tidak sesuai

tersebut, dendam kemudian datang bersama-sama emosi

negatif lain, dan pikiran memiliki semakin banyak ruang

untuk dimanipulasi. Lihatlah orang atau kelompok yang

sedang marah, mereka semakin mudah terprovokasi

bahkan untuk melakukan hal-hal irasional.

2) Rasa bersalah.

Rasa bersalah adalah perasaan yang sangat efektif jika

digunakan untuk membuat seseorang melakukan hal-hal

yang anda inginkan, meski pun mereka tidak

menginginkannya. Jika anda bisa membuat seseorang

merasa sangat bersalah pada anda, maka mereka akan

melakukan apa pun untuk bisa menebus kesalahannya

tersebut, bukan karena mereka adalah orang baik, namun

karena rasa bersalah tersebut membuat mereka tidak

nyaman, dan untuk meninggalkan atau melepaskan

ketidaknyamanan tersebut mereka harus melakukan

sesuatu yang dapat menebus kesalahannya.

3) Kebingungan.

Kebingungan adalah state yang membutakan, yang

membuat kinerja otak melemah, sehingga mereka akan


The Hitler Effect 215
Putu Yudiantara

menyerahkan kendali secara suka rela pada orang yang

dipercayainya, untuk mengambil keputusan tertentu atau

melakukan hal-hal tertentu. Kebingungan membuat

mereka merasa bodoh dan lemah, sehingga kemudian

membuat mereka merasa memerlukan bantuan dan

pertolongan orang lain.

4) Ambisi.

Ambisi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan

keinginan yang sangat besar, yang membuat seseorang

bukan hanya menginginkan dan mengidamkan hal

tersebut, namun terobsesi untuk meraihnya dengan segala

cara, dan segala cara berarti cara apa pun tanpa terkecuali.

Saat seseorang berambisi terhadap sesuatu, dia akan

memiliki semangat yang sangat besar dalam meraihnya,

serta semua energi akan difokuskannya pada hal tersebut,

namun pertimbangan-pertimbangan strategis dan

taktisnya akan melemah. Saat sedang berambisi seseorang

cenderung mengikuti emosinya ketimbang berpikir secara

taktis dan metodis.


The Hitler Effect 216
Putu Yudiantara

5) Putus asa.

State putus asa adalah state yang bukan hanya

melemahkan, namun juga mematikan. State ini membuat

seseorang berhenti berusaha dan berhenti mempercayai

apa yang tadinya dipercayainya. Jika anda menunjukan

pada seseorang bukti-bukti yang menunjukan bahwa

keyakinannya salah, bahwa apa yang selama ini

diayakininya hanya omong kosong, kemudian

membawanya ke dalam state putus asa, lalu mengaitkan

state putus asa dengan keyakinan lamanya, maka

keyakinan itu akan hancur, dan keyakinan baru akan

sangat dibutuhkan, terutama keyakinan yang membuatnya

merasa memiliki harapan (sebagai salah satu kecanduan

tersembunyi manusia).

6) Ketakutan.

Ketakutan adalah salah satu emosi yang sangat kuat. Apa

pun alasan spesifiknya, ketakutan hanya memiliki dua

bentuk dasar, takut mengalami kepedihan dan takut

kehilangan kebahagiaan, dari sana anda bisa mengarahkan

percakapan anda untuk mendukung tujuan-tujuan anda.

Ketakutan adalah emosi yang umum dipakai jualan (dalam


The Hitler Effect 217
Putu Yudiantara

iklan, dalam mempengaruhi orang, dalam promosi dan

sejenisnya), namun tidak semuanya berhasil

memunculkan ketakutan dalam intensitas yang diperlukan

sehingga hanya memunculkan kesan “menakut-nakuti”,

dan berujung pada tidak tercapainya outcome yang

diinginkan.

7) State of Overloadness, atau kondisi “kepenuhan”,

Entah kepenuhan emosi atau kepenuhan informasi, yang

akhirnya membuat kita blank dan gampang saja disuruh-

suruh. Prinsip ini dimanfaatkan dan diaplikasikan dengan

baik oleh kawan-kawan praktisi gendam. Dalam kondisi

blank ini sugestibilitas kita meningkat dan kita akan secara

“polos” mengikuti setiap instruksi.

8) Complicated feeling.

Kerumitan itu seperti bolak balik di dalam sebuah labirin.

Kita merasa lelah, kehilangan banyak energi, namun hanya

berputar-putar dan tersesat dalam pikiran kita sendiri.

Saat-saat seperti ini adalah saat dimana kita sangat

membutuhkan seorang penuntun, pemberi arah dan

pembimbing. Karena kita telah lelah dan putus asa

berusaha sendiri keluar dari labirin tersebut, maka dengan


The Hitler Effect 218
Putu Yudiantara

mudah kita akan percaya pada orang lain. Dan, apa jadinya

jika orang lain tersebut adalah anda?

Memanfaatkan Bagian Diri yang Disembunyikan

Setiap orang, mungkin setiap orang memiliki rahasia yang berasal

dari catatan masa lalunya, dan berusaha disembunyikannya rapat-

rapat dan dibukurnya dalam-dalam di dasar hatinya. Mungkin

mereka melakukan ini karena ketakutan, takut jika sampai ada

yang mengetahui rahasianya, maka dampaknya akan sangat tidak

baik. Mungkin pula mereka tidak memiliki keberanian untuk

mengungkapkan rahasianya, namun lebih banyak karena mereka

tidak menemukan orang yang bisa dipercaya untuk berbagi rahasia

tersebut. Sementara ada juga yang tidak berani untuk mengingat-

ingat apa yang dirahaasiakannya itu, karena saking menyakitkanya.

Apa pun alasanya, menyimpan rahasia menjadikannya berada

dalam dark-state, dalam kondisi-kondisi yang menyakitkan dan

tidak menyamankan.

Ada yang menyimpan jauh-jauh kenangan buruknya di masa lalu,

karena terlalu menyakitkan untuk mengingatnya kembali.

Kemudian, tanpa dia sadari, rahasia yang dijadikannya bagian


The Hitler Effect 219
Putu Yudiantara

kegelapan dalam dirinya itu bukannya menghilang, namun

menjadi bayangan yang menghantui kehidupannya. Ada juga yang

menyimpan rasa bersalahnya, menyimpan kesalahan yang pernah

dilakukannya di masa lalu, yang membuatnya memiliki rasa sakit

yang menyiksanya seumur hidup. Ada pula orang yang

menyembunyikan berbagai hal lainya, hal-hal yang dia tidak ingin

nampakan pada dunia.

Adolf Hitler, di mana-mana nampak menaruh kedua telapak

tangannya di depan perutnya. Ini adalah bahasa tubuh yang umum

dimiliki sebagai tanda “proteksi” seseorang , melindungi bagian-

bagian dalam dirinya, dalam catatan kehidupannya dari orang lain.

Rahasia apakah yang dimiliki Hitler dan berusaha

disembunyikannya? Masa lalunya yang penuh kepedihan dan rasa

sakit, masa kecilnya yang penuh penyiksaan dan kesedihan

bersama ayah yang pemabuk dan ibu yang teraniaya bersamanya.

Kesedihan dan penyiksaan yang dialaminya di masa kecil ini,

menurut Walter C. Langer (dalam perspektif Psikoanalisa)

merupakan fondasi yang membentuk kepribadian sadistik Hitler.

Rasa sakit dan kepedihan masa lalu tidak akan diam atau hanya

sekedar menjadi makin parah seiring berkembangnya waktu dan


The Hitler Effect 220
Putu Yudiantara

seiring anda menyimpanya dalam diri anda, namun kepedihan dan

rasa sakit dari masa lalu yang anda simpan sendiri akan

melahirkan banyak anak, banyak dark-state lainya; melahirkan

ketidak puasan mendalam terhadap kehidupan, melahirkan

kondisi emosional yang labil dan mood yang mudah terganggu,

menjadi anda dipenuhi ciri kepribadian yang “menyimpang” dan

banyak kondisi tidak nyaman bahkan destruktif lainya. Hal inilah

yang disebut imprint.

Pengalaman masa lalu juga membentuk prinsip-prinsip dan segala

perilaku yang anda miliki saat ini. Masa lalu anda menjadi ibu

untuk hari ini, dan nenek untuk hari esok.

Adalah sebuah fakta, kalau setiap perilaku, sikap dan pemikiran

negatif selalu dilatarbelakangi (background) oleh dark-state dan

darkside, namun selalu memiliki tujuan (foreground) yang positif.

Jika anda melihat pribadi yang susah ditangani dengan berbagai

karakteristik menyedihkan, mengesalkan atau malah menjijikan,

kemungkinan besar orang itu memiliki masa lalu yang sama, yang

membentuk kepribadiannya saat ini. Orang semacam ini adalah

orang yang memiliki ketidakpuasan terhadap hidupnya sendiri,

dan merasakan banyak kepedihan dalam dirinya, yang akan


The Hitler Effect 221
Putu Yudiantara

membuatnya sangat tersentuh jika anda mampu menunjukan

pengertian dan perhatian pada kondisi batinnya yang dipenuhi

badai ini.

Orang yang memiliki ketidakpuasan terhadap masa lalunya, akan

mudah dikenali sebab akan memiliki banyak ambisi di masa kini,

menghadirkan banyak keanehan sikap, perilaku dan pemikiran,

atau memiliki banyak hal yang dalam perspektif normal disebut

“tidak normal”. Tidak normal tidak berarti buruk, tidak juga

berarti jahat, hanya berarti nampak di luar batasan-batasan

normalitas kehidupan kita.

Orang yang memiliki banyak ketidakpuasan dalam masa lalunya,

yang memiliki banyak masa lalu yang pahit, sebenarnya masih

menyimpan masa lalu tersebut sampai di kehidupan masa kininya.

Mereka akan merasa sangat tersentuh jika ada seseorang yang bisa

menunjukan pengertian dan perhatian pada rasa pahit dalam gelap

dalam dirinya itu, maka anda akan melihat betapa besar dampak

emosional yang dihadirkannya. Anda akan menjalin ikatan

emosional yang mendalam dengan orang tersebut.


The Hitler Effect 222
Putu Yudiantara

Mereka menginginkan penghiburan atas berbagai

ketidaknyamanan dan kesalahan dari pengalaman masa lalu,

namun mereka tidak akan pernah memintanya. Bayangkan, akan

betapa senang dan bahagianya anda jika ada seseorang yang bisa

memberikan apa yang paling anda inginkan, tanpa pernah anda

memintanya. Hal ini seperti memberikan segelas air segar pada

orang yang telah tersiksa kehausan mendalam selama bertahun-

tahun.

Memberikan pengertian dan pengertian terhadap masa lalu

seseorang tidaklah berarti anda mengorek masa lalu orang

tersebut, apa lagi hanya karena anda sangat ingin tahu dengan hal

itu. Berhati-hatilah dengan masa lalu seseorang, karena

sensitifitasnya yang tinggi. Anda bisa membuat orang sangat

dipahami, namun bisa juga memunculkan kemarahannya,

tergantung dari bagaimana masa lalu yang disembunyikannya itu.

Fokus anda adalah kondisi emosional, menyentuh dan

menyamankan kondisi emosional, bukan sama sekali masa lalunya

secara historis, dan kalau pun anda mendapatkan data historis, cari

sisi emosionalnya, karena hal itulah yang akan membuatnya

merasa dipahami dan diperhatikan.


The Hitler Effect 223
Putu Yudiantara

Jika bisa, temukan emosi-emosi dan pengalaman buruk yang bisa

memacunya melakukan hal-hal yang memang menjadi tujuan

anda. Misalkan, jika seseorang mengalami masa lalu yang

menyakitkan karena rasa bersalah dan kesalahan besar, maka dia

akan melakukan apa saja di masa kini untuk tidak mengalaminya

lagi.

“sangat menyakitkan saat seseorang menyimpan rasa bersalah masa

lalunya, dan membiarkanya membiarkannya menyakiti masa

kininya, bahkan banyak yang menyimpan rasa bersalah tersebut

sepanjang hidupnya. Semoga anda bukan orang yang memiliki rasa

bersalah yang menyakitkan seperti itu (meski anda tahu orang

tersebut memilikinya), dan karena itulah untuk memastikan anda

tidak mengalami hal seperti ... (singgung sedikit pengalaman masa

lalunya yang buruk), dengan demikian ... (masukan tujuan

persuasi anda).

“keputusan yang tepat yang anda ambil saat ini bisa menentukan

bagaimana masa depan anda berjalan. Anda memang hanya

memerlukan kurang dari satu jam untuk memutuskan, namun

anda akan merasakan kepuasan atau penyesalan keputusan

tersebut seumur hidup”


The Hitler Effect 224
Putu Yudiantara

“Seseorang yang mengalami ... (singgung dark-state dominan

dalam diri lawan bicara anda) akan mendapatkan ... (light-state

atau state kebalikan dari dark-state dominan tadi) dengan mudah,

jika ... (tujuan persuasi anda)”

Jika anda telah memiliki hubungan yang baik dengan lawan bicara

anda, anda bisa mengatakan secara langsung,

“Ingatkah kau betapa tersiksanya kamu karena kesalahanmu dulu

... (kejadian spesifiknya). Aku tahu benar apa yang kau alami,

bagaimana beratnya untukmu ... (akan lebih powerful jika

dipergunakan kejadian spesifik mengenai kondisi emosional

harianya). Jika kau tidak segera ... (tujuan persuasi anda). Aku

takut kau akan mengalami penyesalan yang bahkan lebih buruk

dari itu, mengalami hari-hari yang sama atau bahkan lebih buruk

dibanding ... (kondisi-kondisi atau state spesifik yang memang

dialaminya)”

“Aku tidak bermaksud mengingatkanmu, namun ingatkah kau ...

(munculkan dark-state dominannya senyata mungkin). Aku tidak

ingin kau mengalami semua itu lagi, karena hanya dengan


The Hitler Effect 225
Putu Yudiantara

melihatmu mengalaminya saja aku tahu bagaimana

menyakitkannya hal itu. Karena itu ... (tujuan anda)”

Sebenarnya, saya tidak menyarankan anda mempergunakan teknik

ini terlalu dini, anda gunakan saja teknik ini sebagai senjata

pamungkas anda, yang menjadi penutup atas percakapan anda.

Jika anda menginginkan efek daya dorong dari kepahitan masa lalu

untuk mempengaruhi pemikiran dan proses berpikirnya saat ini,

memang akan lebih efektif jika anda menyentuh sisi personalnya,

dalam artian sejarah pribadi yang membuatnya mengalami suatu

dark-state tertentu. Namun jika pun anda tidak bisa menemukan

sisi pribadinya tersebut, anda bisa mempergunakan pola-pola

umum atau kesalahan-kesalahan dan penyesalan-penyesalan

umum yang dimiliki banyak orang.


The Hitler Effect 226
Putu Yudiantara

The Hitler Effect 1O1

Prinsip dan Strategi Efektif Mengaplikasikan Darkside dan

Darkstates dalam Persuasi

1. Darkside adalah bagian dalam diri manusia yang tidak

disadari keberadaannya, membutakan dan tersembunyi

(atau disembunyikan)

2. Darkside adalah kumpulan motif dan dorongan yang tidak

disadari, namun sangat kuat daya yang dimilikinya

3. Tiap orang memiliki darkside dan darkstates dominan

dalam dirinya, yang akan secara efektif menjadi motor

penggeraknya.

4. Karena sangat tidak menyamankan, dark states membuat

seseorang ingin segera dan secepatnya meninggalkannya,

ini membuat pengambilan keputusan dan reaksi cepat

akan muncul segera (desperates based action)

5. Karena seseorang lebih banyak berpikir tentang

kenyamanan dan kenikmatan, lebih banyak dinyamankan

dan disenangkan orang lain dan dirinya, maka darkstate

makin tersembunyi dan semakin menakutkan


The Hitler Effect 227
Putu Yudiantara

kemunculannya, sehingga lebih kuat daya dorongnya

dibanding light state.

6. The Hitler Effect menjadi metode persuasi yang efektif

karena memanfaatkan daya dorong yang saya ini masih

sangat kuat, sementara metode persuasi umumnya yang

lebih banyak memanfaatkan “kenyamanan” dan

“kenikmatan” menjadi makin tidak efektif sebab pikiran

telah belajar mengenali polanya sebagai upaya manipulasi

dan pikiran telah menjadi bosan terhadapnya.

7. Keyakinan dan asosiasi yang dimiliki orang pada

umumnya terkait dorongan darkside dan darkstate masih

negatif, sehingga secara personal dan sosial seseorang akan

“malu” atau “menolak” untuk mengakui darkside dan

menjadi panik pada darkstates. Kita menjadi tidak terbiasa

dengan dua hal ini sehingga kita kemudian menjadikannya

semakin terpendam, semakin tersembunyi, namun juga

semakin kuat.

8. Saat seseorang merasa terlalu kuat, stabil, aman dan

nyaman, anda tidak akan bisa mempengaruhi pikiranya,

karena itu membawanya ke dalam dark states akan


The Hitler Effect 228
Putu Yudiantara

membuatnya meninggalkan zona nyamanya ke zona yang

anda rancang

9. Setiap perilaku, sikap dan pemikiran negatif selalu dilatar

belakangi (bacground) oleh darkstates dan darkside,

namun selalu memiliki tujuan (foreground) yang positif.

10. Jika seseorang terlalu yakin dengan keyakinannya dan

dengan kuat memegang kekuatan serta pemikirannya,

anda tidak akan bisa melakukan apa-apa terhadap

keyakinan dan pemikiran tersebut. Jika anda ingin

mengubahnya, maka anda harus melemahkannya dahulu

11. Darkside adalah pisau dua sisi, yang bisa menusuk lawan

bicara anda atau bisa juga malah menusuk anda. Jika anda

menyadari keberadaannya dalam diri seseorang maka anda

akan bisa mengambil alih kendali pikiran terhadap orang

tersebut. Namun, jika anda tidak menyadari atau

mengendalikan pengaruhnya terhadap diri anda, bisa saja

semua strategi anda berantakan.

12. Saat seseorang berada dalam dark states maka orang

tersebut sedang lemah kinerja otaknya, sehingga sedang

sangat terbuka untuk pengaruh, bujukan dan bahkan

manipulasi
The Hitler Effect 229
Putu Yudiantara

13. Setiap orang memiliki bagian-bagian yang disembunyikan,

yang dia harap akan ada yang memahaminya tanpa

menceritakannya. Jika anda bisa memahami dan

menyamankan bagian tersembunyi yang umumnya

menyakitkan ini, maka anda akan menghasilkan

kenyamanan emosional dan kesan mendalam dari orang

itu terhadap anda.

14. Memanfaatkan darside atau darkstates dalam persuasi dan

komunikasi memiliki sensitifitas yang tinggi, sehingga

menuntut kehati-hatian yang juga tinggi.

15. Setelah anda bermain-main dengan darkside dan

darkstates, maka anda harus mengembalikan kondisi-

kondisi nyaman dan reward yang sesuai untuk

memaksimalkan efek dan menghasilkan dampak yang dua

kali lebih dahsyat.

16. Bagaimana cara membuat seseorang terikat pada anda?

Munculkan state confusion, state putus asa dan state tidak

berdaya, kemudian hadirkan diri anda sebagai solusi yang

mampu merubah state-state tersebut.

17. Bagaimana cara membuat seseorang memiliki ikatan

emosional mendalam pada anda? Buat dia terkesan dengan


The Hitler Effect 230
Putu Yudiantara

membaca darkside yang berupa bagian diri

disembunyikanya, kemudian nyamankan darkside

tersebut, kemudian tunjukan pemahaman mendalam

mengenai bagian-bagian tersembunyinya, buat dia merasa

dipahami dengan membuat dia nyaman.

18. Bagaimana agar pendapat anda selalu didengarkan dan

anda selalu dianggap memiliki otoritas oleh orang lain?

Kagetkan orang tersebut dengan menunjukan pemahaman

anda terhadap bagian-bagian tersembunyinya, ambisi-

ambisi terpendam dan emosi-emosi yang tidak

tersalurkan. Kemudian, berikan komentar singkat anda

terhadap bagian-bagian dan state tersebut, tanpa

menyalahkanya.

19. Bagaimana agar anda selalu menjadi orang yang

dibutuhkan? Identifikasi dan daftar ulang Kecanduan

Tersembunyi yang dimilikinya berdasarkan prioritas,

kemudian buat dia merasa kebutuhan dan kecanduannya

itu terpuaskan melalui anda.

20. Bagaimana agar anda menjadi pahlawan dan orang yang

paling berpengaruh secara emosional bagi orang lain?

Identifikasi kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi lalu


The Hitler Effect 231
Putu Yudiantara

buat pemenuhannya, identifikasi ketakutan dan

ketidaknyamanannya yang paling mendominasi, lalu

sembuhnya semua itu.

21. Bagaimana step by step memanfaatkan darkside dan

darkstate dalam mempengaruhi orang lain?

Pertama, identifikasi kebutuhan-kebutuhan terpendam,

bagian-bagian tersembunyi dan darkstate yang dimilikinya

Kedua, munculkan chemistry dengan memanfaatkan

darkside dan nyamankan darkstatenya

Ketiga, kaitkan darkside dan darkstate dengan pesan dan

tujuan anda, kemudian lakukan time travel ke masa depan

berupa light state, dan light state tersebut terpenuhi seiring

pemenuhan tujuan dan pesan anda

Keempat, kunci sikap dan pemikiran yang anda inginkan

sampai tujuan anda terpenuhi


The Hitler Effect 232
Putu Yudiantara

MASTERING STATE, META STATE AND DARK STATE

Cara Menguasai Kondisi Batin Seseorang untuk Memanipulasi

Pikirannya

State, salah satu topik pembicaraan inti dalam hypnosis, NLP dan

Neuro Semantics. State adalah kondisi mental, emosional dan

kognitif seseorang dalam suatu waktu. Ada state nyaman, kondisi

emosionalnya akan nyaman, kondisi kognitifnya akan diwarnai

dengan pemikiran yang jernih, dan ciri-ciri fisik seperti raut wajah,

bahasa tubuh, gestur dan ciri fisik lainya. Satu state memiliki

kondisi emosi, kognisi dan fisiologinya sendiri, dan sebuah state

sangat dinamis, dalam satu saat seseorang akan berada dalam state

nyaman, namun mungkin beberapa menit kemudian dia malah

merasakan state menyedihkan.

Bagaimana seseorang melakukan penilaian terhadap sesuatu,

bagaimana kualitas keputusan yang diambil dan bagaimana sikap

serta perilaku seseorang akan ditentukan oleh state orang

bersangkutan, pada waktu itu. Sederhananya, saat seseorang

sedang bad-mood, maka dunia akan dinilainya dengan positif,

semua orang jadi tampak menyenangkan, hal-hal yang terjadi


The Hitler Effect 233
Putu Yudiantara

dimaknai secara positif. Sementara saat seseorang sedang berada

dalam state negatif atau bad mood, maka dunia jadi nampak

menyedihkan atau menyeramkan, orang yang berinteraksi dengan

anda jadi dinilai menyebalkan dan membuat anda makin

emosional, serta hal-hal yang terjadi akan dimaknai dengan frame

atau cara pikir yang negatif. Kejadian, orang, atau hal-hal apa pun

bisa dinilai positif oleh orang yang sedang berada dalam state

positif dan dinilai negatif oleh orang yang sedang dalam state

negatif.

State seperti kaca mata, yang akan menjadi salah satu penentu

bagaimana “warna” dunia yang anda lihat. Saat anda memakai kaca

mata hitam, maka dunia akan nampak gelap, saat anda memakai

kaca mata merah, maka dunia akan nampak kemerahan, begitu

seterusnya. Dari sini anda mungkin sudah mendapatkan cukup

insights bagaimana mengarahkan persepsi seseorang; jika anda

ingin seseorang melihat dunia dalam warna yang gelap, maka

pakaikan kaca mata hitam padanya, jika anda ingin dia menilai

sesuatu dengan cara tertentu, maka induksikan state yang sesuai

dengan tujuan persuasi anda tersebut.


The Hitler Effect 234
Putu Yudiantara

State terbentuk seiring interaksi kita dengan dunia, dan state

kemudian kembali menjadi feedback yang mempengaruhi interaksi

kita dengan dunia.

Pengaruh State Terhadap Kehidupan dan Interaksi

Dalam sehari kita merasakan begitu banyak state, begitu dinamis,

berubah-ubah seiring waktu, dan menjadi lingkaran yang saling

mempengaruhi antara interaksi dan reaksi. State terbentuk karena

interaksi kita dengan dunia internal dan eksternal, kemudian

memberikan pengaruh lagi pada dunia internal dan eksternal kita.

State tertentu akan mempengaruhi proses berpikir (kognisi) kita.

Sedang dalam kondisi sangat tenang, maka pemikiran kita menjadi

jernih, banyak ide dan inspirasi muncul, banyak sudut-sudut

pemikiran yang tadinya tidak terpikirkan menjadi terpikirkan,

banyak solusi dan alternatif muncul, serta banyak hal yang bisa

dipahami dengan jauh lebih baik, lebih jernih. Demikian pula saat

sedang dalam state negatif, misalkan penuh keresahan, banyak hal

yang luput dari pemikiran kita; pikiran kita menjadi dangkal,

banyak kesalahan pelogikaan, banyak hal menjadi lebih rumit dan

lebih sulit dibanding sebelumnya. Dalam state semacam ini, malah


The Hitler Effect 235
Putu Yudiantara

lebih banyak hal negatif yang kita pikirkan, alih-alih melihat

peluang, kita malah memikirkan terlalu banyak kemungkinan

negatif yang bisa terjadi. Kemudian, karena banyak kemungkinan

negatif yang kita pikirkan, maka emosi kita terpengaruh, keresahan

menjadi makin besar, diiringi emosi-emosi lain yang lebih buruk

dan memperburuk suasana hati.

NLP merupakan model yang dikembangkan dengan prinsip-

prinsio psikologi Kognitif-Behavioral, dimana emosi kita, perasaan

kita mengikuti cara kita berpikir, dan kemudian tentu kembali

suasana emosional kita itu mempengaruhi kualitas pemikiran kita.

State juga akan mempengaruhi fisiologis kita, mempengauhi

bagaimana kondisi fisik. Dalam state penuh keresahan anda akan

dengan mudah mengamati wajah seseorang yang tampak tegang,

alisnya yang mengkerut, air mukanya yang pucat dan semacamnya.

Bagian tubuh lain, misalkan bahu dan perut juga akan nampak

tegang. Sementara bahasa tubuh, gerak-gerik dan gesturnya juga

akan menampakan ciri-ciri yang sama. Tubuh seseorang akan

merefleksikan kondisi emosionalnya, dan tentu saja merubah

kondisi tubuh seseorang adalah cara termudah untuk mulai

merubah kondisi emosional seseorang.


The Hitler Effect 236
Putu Yudiantara

State adalah perpaduan antara kognitif (pemikiran) emosional (apa

yang dirasakan) dan fisiologis (ciri-ciri tubuh). ketiga komponen

tersebut saling mempengauhi, entah saling memperkuat atau saling

memperlemah state seseorang. Jadi, bagian spesifik dari state bisa

memberikan pengaruh terhadap kondisi atau state secara umum.

Frame (cara pandang) seseorang juga akan dipengaruhi oleh state

yang dirasakannya pada waktu itu. pandangan seseorang akan

menjadi luas atau sempit, pandangannya akan jernih atau kabur,

akan mempercayai banyak hal positif atau negatif, akan

mendukung pihak mana, akan melakukan sesuatu dengan cara

yang mana. State mempengauhi keseluruhan sistem kerja kita

sebagai manusia.

Anda tentu ingat pada saat anda merasa sangat marah dan

emosional (sebut saja ini state emosional). Pada saat itu tubuh anda

tegang, keringat bercucuran, pemikiran anda sempit, keluhan

bermunculan terhadap berbagai hal, sikap anda pada orang lain

jadi kasar dan cara anda menanggapi orang lain atau keadaan

menjadi sangat reaktif. Jika dalam kondisi seperti ini anda

mengambil sebuah keputusan, maka hasilnya kemungkinan besar


The Hitler Effect 237
Putu Yudiantara

akan anda sesalkan. Kondisi batin anda saat itu mempengaruhi

kehidupan anda, bukan?

Saya percaya anda juga pasti pernah mengalami kondisi (state)

dimana anda merasa sangat penuh sumber daya. Anda merasa

seolah kehidupan sangat memuaskan, banyak syukur yang bisa

diucapkan, banyak peluang yang sepertinya anda lihat bisa anda

wujudkan. Banyak ide-ide dan pemikiran muncul. Cara anda

menanggapi keadaan pun sangat lembut, penuh pertimbangan

yang bijaksana dan tenang. Cara anda berisikap pada orang lain,

pada diri sendiri dan keadaan dipengauhi dan mencerminkan

betapa tenangnya kondisi batin anda saat itu. kehidupan nampak

lebih cerah, kan?

State management adalah inti dari NLP dan Neuro Semantics, kata

Michael Hall dalam bukunya User Manual for The Brain II.

Kenapa demikian? Sebab kehidupan beroperasi dengan cara-cara

yang berkesesuaian dengan state anda saat itu. memperbaiki

kualitas kehidupan berarti memperbaiki kualitas state kita,

merasakan state yang kita butuhkan pada saat kita

membutuhkanya, dan mengelola state-state negatif pada saat kita


The Hitler Effect 238
Putu Yudiantara

tidak menginginkanya. Kualitas state management kita akan

menentukan kualitas kehidupan kita, secara internal dan eksternal.

Melakukan manipulasi terhadap pikiran orang lain, sebagaimana

yang dilakukan praktisi NLP (entah dalam coaching, therapy,

seminar atau kegiatan lain) berarti melakukan manipulasi terhadap

state. Jika anda ingin seseorang berpikir dengan cara-cara tertentu

dan melakukan hal-hal tertentu, maka itu berarti anda harus

menempatkan orang tersebut dalam state yang sesuai, dalam state

yang akan mendukung tujuan tersebut. Tentu saja tidak jauh

berbeda halnya dengan melakukan manipulasi pikiran dalam

konteks lainya, entah untuk hal baik atau hal jahat.

Melakukan state management juga tidaklah harus secara sistematik

seperti dalam konteks terapi di klinik, anda bisa melakukannya

secara covert, secara terselubung dan tersembunyi, dan anda bisa

melakukannya dengan mudah jika anda telah terbiasa

melakukannya dan menguasai prinsip-prinsipnya.

Pernahkah anda berupaya menasehati seseorang yang sedang

berada dalam kondisi depresi? Semakin anda berusaha

menasehatinya, semakin banyak nasehat yang anda berikan,


The Hitler Effect 239
Putu Yudiantara

semakin besar penolakan yang dia tunjukan. Seolah ada benteng

yang menghalangi nasehat-nasehat anda untuk masuk ke

sanubarinya. Benteng tersebut adalah state yang dialaminya waktu

itu memang tidak terlalu memungkinkan untuk menerima

nasehat.

Jika anda ingin menjadi seorang ahli persuasi dan komunikasi,

maka anda bukan hanya harus bisa mengelola state orang lain

dengan baik, namun anda juga harus bisa mengelola state anda

sendiri dengan jauh lebih baik. Anda tidak akan bisa berbicara dan

mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu hal tertentu jika

state anda pada waktu itu berada dalam kondisi lainya, yang jauh

dari itu. Persuasi adalah permainan yang bersifat inside-out, dari

dalam ke luar; pertama anda membujuk diri anda sendiri untuk

bisa menjadi seorang pembujuk yang taktis dan metodis, yang

tidak mudah terjebak ke dalam kondisi emosional lawan bicara

anda, kemudian barulah anda bisa dengan baik membujuk orang

lain.

Kadang-kadang, state itu menular. Jika anda ada di samping orang

yang sedang dalam state depresi, anda akan menyadarinya tanpa

dia memberitahukanya, sebab cara bicara dan seluruh tubuhnya


The Hitler Effect 240
Putu Yudiantara

akan berkata “hei, aku sedang depresi, nih”. Seiring anda

berinteraksi dengannya, jika orang tersebut berada dalam daftar

salah satu orang yang anda perdulikan, anda akan sedikit banyak

terpengaruh olehnya.

Proses Terbentuknya State

State tidak ada begitu saja dalam diri kita. State anda terbentuk

karena interaksi anda dengan dunia. Saya akan menerangkan

bagaimana state terbentuk dengan skema Alchemist Circle, model

pembelajaran NLP yang saya susun (untuk diri saya) untuk

menggabungkan berbagai aliran NLP (Classic Code, New Code,

Next Generation, Neuro Semantics) ke dalam pola yang mudah

dipelajari, yang sederhana dan aplikatif. Mengetahui bagaimana

state terbentuk dan bagaimana state bisa dimanipulasi adalah

materi penting dalam berbagai setting; konseling, coaching,

therapy dan komunikasi. Ada berbagai cara menerangkan state

dalam konteks yang sistematik dan kaya istilah, namun kali ini

ijinkan saya menerangkannya dalam istilah dan proses yang

sederhana saja. Silahkan simak denga baik pembahasan mengenai

Alchemist Circle ini, untuk mengetahui bagaimana state terbentuk,

dari sudut pandang NLP.


The Hitler Effect 241
Putu Yudiantara

THE ALCHEMIST CIRCLE

Jika Anda Ingin Mengetahui Bagaimana Mengarahkan

Pemikiran Orang Lain, Maka Anda Harus Tahu Bagaimana

Siklus Perjalanan Informasinya

Jika anda sudah pernah belajar NLP, namun masih bingung

bagaimana menyusun dan menempatkan hasil pembelajaran anda

ke ranah aplikatif, maka pembahasan ini akan membantu anda

dalam menjadikan anda praktisi NLP, atau orang yang bisa

mempraktikan NLP, bukan sekedar mengetahui teori dan konsep-

konsepnya.

Jika ada diantara anda yang masih sama sekali baru dengan materi

NLP, maka tidak usah kawatir, karena saya mendesain materi-

materi NLP ke dalam skema pemahaman yang mudah dicerna dan

mudah diaplikasikan. Namun, perlu saya ingatkan, bab ini lebih

banyak tentang memahami skema kerja NLP dan metodelogi yang

dipakai dalam NLP, yang bisa anda praktikan dengan mudah dan

efektif jika anda telah menguasai sikap mental atau attitude yang

disampaikan dalam bab sebelumnya.


The Hitler Effect 242
Putu Yudiantara

Alchemist Circle merupakan siklus kerja, rumusan atau formula

seorang alchemist, seorang yang akan merubah logam menjadi

emas dan memformulasikan ramuan mujarab. Memahami skema

kerja seorang alchemist dalam interaksi manusia, maka anda akan

tahu bagaimana mengubah informasi dan komunikasi menjadi

proses yang menguntungkan anda, menciptakan berbagai hal

berharga dari proses komunikasi anda.

Bab ini juga penting anda pelajari dan pahami dengan baik, agar

anda tahu bagaimana mengatur proses komunikasi anda, sehingga

anda bisa mendapatkan feedback atau respon yang anda inginkan,

dengan mengatur dan merancang bagaimana informasi atau

stimulus diberikan. Tidak setiap orang yang bisa berbicara dan

memberikan berbagai macam informasi juga bisa membuat

pembicaraannya didengarkan oleh lawan bicaranya. Dengan skema

Alchmemist Circle dan metodelogi Alchemist Code, anda akan

bukan hanya bisa bicara dan mengetahui cara-cara berbicara yang

efektif, namun juga bisa menjadikan pembicaraan anda

“didengarkan” dan diikuti.

Dalam bab ini, anda akan mepelajari materi-materi berikut :


The Hitler Effect 243
Putu Yudiantara

 Bagaimana seseorang mengolah informasi dalam

kepalanya, bagaimana sebuah peta terbentuk dalam

kepalanya, sehingga menghasilkan kondisi, keputusan dan

pemikiran tertentu.

 Bagaimana anda bisa menginterupsi dan mengatur skema

pembentukan peta internal seseorang, sehingga anda bisa

membentuk peta yang anda inginkan dalam kepala orang

bersangkutan.

 Bagaimana melakukan permainan persuasi yang benar-

benar efektif, yang bersifat inside-out, dan bagaimana

memastikan anda yang memenangkan permainan tersebut.

 Bagaimana membaca dan menganalisis proses mental

orang lain, sehingga anda bisa menyesuaikan “cara bicara”

anda pada orang tersebut.

Kebanyakan orang mengira state terbentuk begitu saja dalam diri

kita. Banyak pula yang mengira state tidak bisa dikendalikan, atau

kalaupun bisa sangat sulit untuk dikendalikan. Namun jika anda

memahami skema kerja terbentuknya state, anda bisa

menginterupsi polanya dengan mudah.


The Hitler Effect 244
Putu Yudiantara

Ada kalanya pula state “terjadi” begitu saja pada kita melalui

rangsangan-rangsangan kecil yang kita terima. Saat kita

mendengar lagu lama, maka pikiran kita terbawa secara otomatis

ke dalam kenangan lama yang pernah kita alami, dan saat itu kita

mengalaminya lagi seolah sangat nyata, dan makin lama kita makin

terbawa ke dalam kondisi tersebut, menjadikan kondisi tersebut

makin nyata. Lagu tersebut adalah anchor yang memicu anda

mengalami state yang sama. Anchor (pemicu yang memunculkan

satu kondisi tertentu) juga bisa muncul melalui berbagai “wujud”

lain, mungkin sentuhan, aroma tertentu atau gambaran tertentu,

yang begitu anda mendengar, melihat atau mencium pemicu

tersebut pikiran anda terbawa ke dalam sebuah kondisi.

Namun anchor bukanlah pembentuk state, anchor hanya memicu

munculnya state yang telah terbentuk. Anchor dan anchoring (skill

untuk memasang anchor atau membongkarnya) adalah dua hal

yang harus anda kuasai jika anda ingin mengelola state (state anda

sendiri atau state orang lain) secara optimal. Banyak anchor yang

muncul secara otomatis, atau terbentuk tanpa anda sadari, dan

banyak juga anchor yang membawa anda ke dalam state-state

destruktif atau dark state.


The Hitler Effect 245
Putu Yudiantara

Saat anda mengalami interaksi dengan dunia, misalkan melihat

atau mendengar sesuatu, melihat fenomena eksternal, anda

menangkapnya dengan sistem representasi anda; mata anda

melihat gambaranya, telinga anda mendengar suara-suara yang

mengiringinya, dan kulit anda merasakan sentuhan atau sensasi-

sensasinya, hidung anda menghirup aromanya. Sistem representasi

yang kita gunakan dalam menangkap fenemona internal tersebut

dan memindahkanya ke dalam kepala kita ada lima macam, visual

(penglihatan), auditori (suara), sensasi (kinestetik), aroma

(olfactory) dan pengecap (gustatori).

Kelima sistem representasi tersebut juga memiliki karakteristiknya

masing-masing, yang dalam istilah NLP disebut sub-modalities.

Sistem representasi visual memiliki karakteristik

penggambarannya, bagaimana kualitas gambarnya, terang gelap

warnanya, hitam putih atau berwarna, lebar atau kecil, persegi atau

segi panjang, jauh atau dekat, kabur atau jelas, dimana arah

fokusnya, dan banyak karakteristik lainya. Kemudian sistem

representasi auditori memiliki spesifikasi seperti, bagaimana

nadanya, bagaimana intonasinya, volumenya, kualitas

suaranya,apakah cepat atau lambat, apakah terputus-putus atau


The Hitler Effect 246
Putu Yudiantara

lancara terdengarnya, dan banyak lagi. Sistem representasi

kinestetik memiliki spesifikasi seperti di bagian mana sensasinya,

seberat apa, sekuat apa, sekeras apa, denyutan atau getaran dan

banyak lagi. Baik fenomena internal atau fenomena eksternal

memiliki representasi demikian, namun spesifikasinya tidak selalu

sama.

Sebagai contoh yang akan membuat anda mudah memahami

sistem representasi dan sub modalitas adalah, ambilah sebuah foto

pemandangan yang diambil dengan kamera SLR dengan fokus

tertentu. Jika anda perhatikan fotonya, misalkan foto

pemandangan, anda akan melihat bahwa ada bagian yang sengaja

difokuskan dalam foto tersebut. Ada bagian yang dibuat blur, agak

gelap danbahkan hitam putih, sementara objek utama dibuat

terang dan jelas. Foto adalah sistem representasi visual, dan sub

modalitas dari sistem representasi visual tersebut adalah arah

fokusnya, perbedaan degradasi warnanya, arah fokusnya, bagian-

bagian terang dan gelapnya, skalanya. Lebarnya, dan karakteristik

lain dalam foto tersebut. Dan yang perlu anda catat adalah,

bagaimana foto tersebut “tersajikan” dalam fokus dan pencahayaan

tertentu akan membuat anda merasakan kesan tertentu, bukan?


The Hitler Effect 247
Putu Yudiantara

Foto lain dengan obejk yang sama namun fokus dan pengambilan

yang berbeda akan memunculkan kesan yang juga berbeda.

Saat kita menerima sebuh informasi atau fenomena eksternal atau

sebut saja film eksternal, kita merekamnya dengan panca indera

kita, dan secara otomatis memindahkan film eksternal tersebut ke

dalam kepala kita, menjadikannya film internal. Namun, saat

masuk ke dalam kepala kita, saat film eksternal menjadi film

internal, ada proses penyaringan yang dilaluinya (filterisasi). Filter

mental yang kita miliki dalam menyaring informasi ini disebut

dengan Meta Model, yang bekerja secara otomatis.

Meta model atau sistem penyaringan mental terdiri dari tiga,

generalisasi (penyamarataan), deletion (penghapusan) dan distorsi.

Meta model ini juga menjadi akar bagaimana sebuah pengalaman

atau fenomena eksternal dibakukan dan bagaimana film eksternal

bisa ditayangkan ulang di kepala anda dan menjadi masalah atau

menjadi berkah. Film eksternalnya sendiri netral, namun

bagaimana tayangan ulangnya yang akan membuat film itu

memiliki makna baik atau buruk (untuk masing-masing individu)

dan memunculkan state tertentu, sesuai kualitas film internal kita.


The Hitler Effect 248
Putu Yudiantara

Kembali ke contoh foto yang anda amati tadi, anda pasti tahu ada

perbedaan antara objek yang sebenarnya dengan foto yang diambil.

Apa perbedaanya? Jika dalam objek sebenarnya semua objek

tampil demikian adanya, maka dalam fotonya sudah ada banyak

modifikasi, ada bagian yang mengalami penghapusan (deletion)

karena tidak mungkin semua objek bisa ditampilkan di kamera,

ada bagian yang mengalami distorsi (misalkan ada bagian yang

blur dan dibuat tidak jelas), ada juga bagian yang mengalami

penyamarataan (generalization), misalkan nuansa gambarnya yang

semua dibuat hitam putih atau semua dibuat dalam dominasi

warna tertentu.

Tampilan foto tersebut kemudian membuat anda memberinya

nama tertentu, misalkan “ah, foto pemandangan alam”, “wah, foto

ini diambil secara profesional”, “foto ini pasti diambil dengan

menggunakan kamera X”, atau “foto ini menambah koleksi foto

jelek saya”. Istilah yang diberikan terhadap foto tersebut akan

tergantung dari pengalaman, memori dan beliefs yang seseorang

miliki terhadap foto yang dilihatnya. Sampai di sini, kita

mendapatkan bagaimana proses terbentuknya state dalam diri kita.


The Hitler Effect 249
Putu Yudiantara

Apa yang terjadi setelahnya? Foto yang telah ditampilkan dalam

cara pengambilan tertentu dan mendapatkan predikat tersebut

memunculkan dua arah reaksi, yaitu reaksi mental berupa kesan

atau penilaian tertentu, dan reaksi eksternal, apa yang anda

lakukan kemudian terhadap foto tersebut, apakah membuangnya,

membingkainya, atau mengembalikan ke tempatnya semula.

Kemudian di sini, kita telah mendapatkan bagaimana reaksi

terjadi.

Mari kita ulangi lagi untuk membuatnya jelas.

Sistem representasi adalah sistem yang dipergunakan otak untuk

mengkodekan informasi ke dalam lima hal, gambar, suara, sensasi,

aroma dan pengecapan. Bagaimana kualitas gambar suara dan

sensasi yang ada, entah dalam film internal atau film eksternal

disebut sub modalitas. Kemudian, filter yang menentukan gambar

mana dan suara mana saja yang akan masuk, mana yang tidak dan

akan ditayangkan ulang di otak kita dengan “nuansa” yang

bagaimana, disebut meta model. Meta model adalah filter otak

menentukan perbedaan antara objek asli dengan fotonya, antara

fenomena eksternal dengan film internal. Lalu berdasarkan beliefs

kita, kita akan “membahasakan” dan memberi predikat, label dan


The Hitler Effect 250
Putu Yudiantara

istilah tertentu untuk foto atau film internal kita, yang menjadikan

film internal kita itu kemudian menimbulkan kesan (state) dan

berdasarkan hal tersebut maka pikiran kita juga menyusun reaksi

eksternal terhadapnya.

Apakah yang mengoperasikan filter mental kita atau meta model

kita? Kenapa meta model kita melakukan penyamarataan,

penghapusan dan distorsi terhadap suatu sudut pandang, dan

bukanya sudut pandang lainya? Jawabanya adalah beliefs yang kita

miliki. Pemberiaan label dan istilah pun menunjukan beliefs kita

terhadap berbagai hal.

Kahlil Gibran pernah menulis, orang optimis melihat mawarnya,

orang pesimis melihat durinya. Jadi, bagaimana anda melihat

sesuatu dan dengan cara apa anda melihatnya ditentukan oleh

beliefs anda.

Namun, beliefs adalah bagian terdalam yang mengoperasikanya,

yang kemudian informasi tersebut bisa saja memperkuat atau

memerlemah beliefs kita. Bagian yang beroperasi langsung dalam

menentukan sebuah state, menentukan bagaimana


The Hitler Effect 251
Putu Yudiantara

merepresentasikan data eksternal ke dalam film internal

dipengauruhi juga oleh state kita sebelumnya.

Saat kita sedang berada dalam state yang menyenangkan, maka kita

akan merepresentasikan data ekternal ke dalam kepala,

menayangkan ulang fenomena eksternal menjadi film internal

dengan cara yang menyenangkan. Bahkan jika film eksternalnya

adalah film horor mengerikan, maka bisa dikodekan atau

ditayangkan ulang di pikiran anda menjadi film horor komendi.

Begitu pula sebaliknya, jika anda sedang berada dalam state horor

mengerikan, maka film ekternal yang bernuansa cinta pun akan

anda rubah menjadi film horor mengerikan juga, dan setiap film

menjadi film horor mengerikan.

Jika anda masih merasa perlu memahami sistem representasi, sub

modalitas dan meta model dengan lebih jelas, terutama untuk

diaplikasikan pada diri anda sendiri, anda mungkin akan

membutuhkan seorang teman untuk memberikan anda instruksi

sambil anda menutup mata nantinya.

Sekarang perhatikan buku ini, buku yang masih terbuka dan anda

baca. Lalu tutup mata anda, dan bayangkan kembali bukunya di


The Hitler Effect 252
Putu Yudiantara

kepala anda (walaupun secara otomatis akan terbayang di kepala

anda).

Sekarang perhatikan secara mendetail bayangan yang anda lihat di

kepala anda. Setelah satu menit buka kembali mata anda dan jawab

pertanyaan berikut,

Apakah anda melihat seluruh gambaran buku atau hanya berfokus

pada bagian-bagian tertentu?

Apakah warna buku ini dalam objek eksternal sama persis dengan

gambaran mental anda?

Apakah anda melihat pemandangan yang ada di belakang buku,

dihapus atau terdistorsi?

Apakah anda melihat ukuran buku ini sama persis dengan

gambaran mental anda?

Misalkan anda sedang menonton film horor yang mengerikan, dan

anda berada dalam state tersebut, lalu anda menonton film tragedi

cinta, dan state anda menyedihkan, lalu anda menonton film

drama tragedi, lalu ada dalam state tersebut. Anda mengalami tiga

state secara bergantian, dan di akhir anda menonton film-film


The Hitler Effect 253
Putu Yudiantara

tersebut anda menjadi bad bood, sebut saja state-nya demikian.

State yang anda alami secara bergantian tersebut disebut dengan

primary state, dan state keseluruhan anda, bad mood anda setelah

menonton disebut dengan gestalt state, state umum yang

dirasakan.

Ada dua jenis state yang sudah anda ketahui sekarang, kemudian

ada kondisi atau state yang sangat penting karena sangat powerful

untuk melakukan perubahan terhadap state-state lainya, disebut

dengan meta state. Namun sebelumnya, kita akan membahas dulu

bagaimana mempergunakan meta model dalam komunikasi.

Cara Mudah Menginterupsi State

Anda bisa memahami dengan mudah bagaimana sistem

representasi, sub modalities dan meta model mempengaruhi state

kita dengan menonton dua film dalam tema yang sama. “Cara

penayangan” yang berbeda meski pun dalam tema yang sama.

Pertama film horor tragis yang sangat menakutkan, kedua film

komedi horor yang justru membuat anda terpingkal-pingkal.

Keduanya sama-sam bertema horor, namun bagaimana

penayangan film tersebut dan state yang dihasilkan sangat berbeda.


The Hitler Effect 254
Putu Yudiantara

Atau jika anda ingin lebih jelas, silahkan siapkan film aslinya dan

tonton serta amati sambil anda membaca buku ini. Biasanya saya

akan sediakan cuplikan atau trailernya saat sedang berdiskusi

tentang NLP pada kawan yang masih baru dengan NLP.

Apakah yang membuat kedua film tersebut mendatangkan efek

yang berbeda? Sekali lagi, cara penayanganya, bagaimana

representasi visual dan auditorisnya, serta bagaimana sub

modalities yang diberikan dalam film-film tersebut, bagaimana

proses distorsi, delesi dan generalisasi yang dipergunakan untuk

menayangkan film tersebut, hal-hal itulah yang menentukan

kesanya berbeda. Tentu saja, instrument pengiring, suara-suara

dan soundtracknya juga berbeda. Yang satunya menyeramkan

sedangkan yang satunya lagi menyenangkan.

Lalu bagaimanakah cara yang paling mudah dalam menginterupsi

state seseorang? Cara paling mudah mengalihkan seseorang dari

state negatif ke state positif, atau sebaliknya? Lakukan editing

terhadap filmnya!

Perhatikan dua kalimat berikut ini,

1. P : “kata-kata anda sangat menusuk!”


The Hitler Effect 255
Putu Yudiantara

D : “kata-kata saya tidak menusuk, tapi mencium, hanya

saja ciumanya terlalu keras”

2. P: “Barang ini menggelikan”

D: “Saya tidak tahu kenapa anda menganggap barang ini

menggelikan, coba ajarkan saya bagaimana caranya bisa

menjadi geli dengan barang ini”

3. P : “Lihat saja, bentuknya seperti ulat”

D : “Benar, tapi bagaimana kalau barang ini nampak

seperti ulat berwarna pink seperti tokoh kartun?”

4. P : “Kejadian ini berat sekali”

D : “Di bagian mana anda merasakan beratnya?

P : “Apa? Maksudnya?”

D : “Ya, jika kejadian ini membuat anda merasa berat, di

bagian mana anda merasakan beratnya?”

P : “Di bahu, sepertinya sangat membebani”


The Hitler Effect 256
Putu Yudiantara

D : “Bagaimana kalau kita taruh bebannya, turunkan dari

bahu anda dan letakkan di lantai?”

5. P : “Orang itu mengesalkan sekali!”

D : “Memangnya kenapa dia mengesalkan”

P : “Masak seharian ini dia marah-marah denganku”

D : “Pilihan kata-katanya atau cara bicaranya”

P : “Pilihan kata-katanya”

D : “Apa yang dikatakannya?”

P : “Dia mengatakan aku pegawai paling bodoh”

D : “Kalau saja dia mengatakan, bahwa ‘kau adalah

pegawai yang paling pintar’ tetapi dengan nada yang persis

sama, akan bagaimana rasanya?”

P : “Hmm... ya aku akan tetap kesal, kalau cara

mengatakannya seperti itu dia akan tetap terdengar marah-

marah”

D : “Memangnya kau ingin terdengar bagaimana?”


The Hitler Effect 257
Putu Yudiantara

P : “Kalau mau memuji, ya harus terdengar memuji!”

D : “Oke, coba dengarkan di pikiranmu, akan bagaimana

nada dan intonasi bosmu memujimu sambil mengatakan

‘kamu pegawai paling pintar’?”

Sudah?

P : “Sudah!”

D : “Sekarang coba kembali dengarkan bosmu mengatakan

‘kamu pegawai paling bodoh’ tetapi dengan nada memuji

yang tadi!

Bagaimana rasanya?

P : “Hahahaaaaa”

Percakapan-percakapan sederhana ini memang terlalu sederhana

untuk bisa mengadakan perubahan kondisi seseorang, namun jika

anda tahu bagaimana melakukannya, maka anda juga akan

merasakan kesederhanaan ini benar-benar berhasil dengan baik.


The Hitler Effect 258
Putu Yudiantara

Pertama, Biarkan mereka mengungkapkan apa yang dia rasakan

atau bagaimana mereka merasakanya berdasarkan sistem

representasi dan sub modalitas. Misalkan apa yang mereka lihat,

apa yang mereka dengar, bagaimana mereka melihat mendengar

dan merasakannya, serta komponen-komponen detail masing-

masing representasinya. Saat seseorang berbicara tentang rasa,

maka pastikan dimana rasanya, bagaimana rasanya, sebesar apa

rasanya, biarkan pengungkapannya secara detail, lalu dari bagian

detail tersebut barulah anda buat edittingnya, sesuai keinginan

anda, atau sesuai state yang anda ingin hasilkan dari proses editing

anda.

Biar saya perjelas; cari tahu apa yang orang rasakan dan perasaan

apa yang anda ingin agar mereka rasakan. Kemudian dengan kata-

kata mereka biarkan mereka mengungkapkan sistem representasi

dan sub modalitas apa yang mengoperasikan perasaan atau state

tersebut. Berdasarkan keinginan anda, lakukanlah editingnya

berdasarkan poin penting representasi dan sub-modalitasnya.

Jika anda ingin cara yang bahkan lebih dahsyat lagi untuk

menginterupsi dan mengarahkan ulang state seseorang, maka

sekarang anda akan mempelajari ...


The Hitler Effect 259
Putu Yudiantara

Mind Hacking dengan Meta Model

Meta model bukan sekedar filter ulang saja, namun dengan

mempergunakan prinsip meta model, anda akan dengan mudah

bisa menginterupsi state seseorang, merubah sudut pandang dan

cara berpikirnya. Cara kerjanya pun sederhana, mereka mengali

state tertentu karena caranya memfilter informasi yang didapatnya

dari dunia eksternal dan ditayangkan ulang sebagai film internal.

Informasi apa yang dihapus, informasi apa yang disamaratakan

dan informasi apa yang didistorsi akan menentukan apa yang

dialaminya di dalam dunia internal (state) sebagai respon atas

stimulus yang didapatnya di dunia eksternal, sehingga jika

informasinya dikodekan ulang, tentunya pengalam internalnya

(state) pun akan berbeda.

Melakukan interupsi dan perubahan state atau sudut pandang,

frame atau istilah apa pun yang anda suka, dengan

mempergunakan meta model sangatlah mudah, sebab hanya

dengan mempergunakan beberapa pertanyaan konfirmatif dan

komentar-komentar singkat, maka anda bisa langsung bisa

membuat seseorang mendefinisikan ulang pemikirannya. Ya, anda

sama sekali tidak perlu repot-repot untuk memberi banyak nasehat


The Hitler Effect 260
Putu Yudiantara

agar state dan sudut pandang pemikirannya berubah, anda hanya

perlu bertanya dan memberikan komentar singkat saja, selebihnya

dia yang akan melakukan perubahannya sendiri.

Manusia dirancang dengan kesadaran yang akan sangat membantu

anda dalam melakukan persuasi anda, kesadaran ini disebut self-

reflexive consciousness atau Trans Derivational Search (TDS). TDS

adalah senjata yang bisa anda pergunakan untuk merubah state

anda sendiri dengan mudah, untuk mengelola segala sumber daya

batin anda, dan di sisi lain, TDS juga adalah senjata yang bisa anda

pergunakan untuk mengelola sumber daya serta informasi dalam

diri orang lain, demi kepentingana anda. Saya menyebutnya

keuntungan berganda.

Meta model ada filter yang menyeleksi dan mengedit fenomena

eksternal untuk ditayangkan ulang ke dalam film internal, sehingga

menghasilkan kesan dan state tertentu. Kemudian, sebagaimana

kecenderungan dan kebutuhan manusia untuk selalu memberi

label dan menyimbulkan sesuatu, dan salah satu simbol yang

dipakai adalah kata-kata, maka kemudian kita menamai

pengalaman atau fenomena eksternal yang kita alami, setelah

ditayangkan ulang sebagai film internal dan diberi “judul” melalui


The Hitler Effect 261
Putu Yudiantara

kata-kata, jadilah judul itu mewakili keseluruhan film internalnya,

dan memperkuat state serta frame tadi.

Pengalaman atau film internal yang kita miliki di kepala kita ada

deep structure (struktur bagian dalam), sedangkan kata-kata yang

kita gunakan untuk mengkomunikasikan pengalaman tersebut

kembali pada orang lain disebut surface structure (struktur

permukaan). Surface structure adalah jalan kita untuk memahami

bagaimana filterisasi yang berlangsung di kepala orang lain, dan

bagaimana tayangan-tayangan film internalnya. Surface structure

juga adalah jalan kita untuk “mengembalikan” orang tersebut ke

dalam film internalnya, yang memungkinkannya untuk mengedit

sendiri atau mengkodekan ulang representasi internalnya sehingga

membuat state dan framenya pun akan bergeser otomatis.

Namun perlu saya ingatkan pada anda, jika caranya mengkodekan

informasi dalam tayangan film internalnya mendukung tujuan

anda, tidak usah anda repot-repot konstruksi ulang segala. Malah,

perlu anda berikan penguatan-penguatan (reward) terselubung

untuk menguatkanya. Itulah kuncinya bermain-main dengan state

atau cara berpikir seseorang; kuatkan yang mendukung anda,

lemahkan atau konstruksikan ulang yang tidak mendukung anda.


The Hitler Effect 262
Putu Yudiantara

Untuk bisa menginterupsi dan mengkontruksikan ulang frame dan

state yang ditayangkan dalam film internal seseorang, pertama, kita

harus memahami pola kerja meta model dalam generalisasi, delesi

dan distorsi, lalu kita akan bisa melakukan interupsi dengan

pertanyaan-pertanyaan singkat.

Distortion : nominalisasi (proses menjadi benda), mind reading

(bersikap seolah bisa membaca pikiran), cause-effect (hubungan

sebab akibat). Complex eqivalence (mendefinisikan atau melabeli

sesuatu), presuposisi (berasumsi).

Generalization : universal quantifiers (penyamarataan berlebih,

tanpa perkecualiaan), modal operator (konsepsi umum bagaimana

cara sesuatu dilakukan), lost performer (prinsip umum atau

keyakinan bagaimana sesuatu atau seseorang`` harusnya).

Deletion : simple deletion (terabaikanya keterkaitan yang

mendasari kalimat) , unspecified nouns or verbs (kalimat yang tidak

menunjuk sesuatu atau seseorang secara spesifik).

Meta Model merupakan filter pertama pikiran yang menetukan

bagaimana informasi yang masuk ke otak di olah (melalui

generalisasi, distorsi dan delesi), lalu dengan sarana yang sama,


The Hitler Effect 263
Putu Yudiantara

dengan mempergunakan Conversational Meta Modelling, anda

bisa melakukan pemetaan ulang (re-mapping), dan akan menjadi

jauh lebih efektif jika anda menggabungkannya dengan pola

bahasa hipnotis seperti Sleight of Mouth atau Mind Lines.

Berikutnya, kita akan membahas bagaimana mempergunakan

Meta Model sebagai “sarana” untuk dalam bercakap-cakap untuk

melakukan konfirmasi dan komentar sederhana. Meta Model

merupakan sarana Hypnotic Language sebab melalui percakapan

Meta Model (Conversational Meta Modelling) anda bisa dengan

mudah membawa seseorang kembali ke dalam dirinya sendiri,

sehingga mebuatnya merenungkan kembali “peta” atau “frame”

yang dimilikinya, melakukan evaluasi terhadapnya, dan melakukan

re-mapping kemudian.

1.Deletion (Kumpulkan Kembali Informasi yang Hilang)

Meta Model dalam kategori jenis pelanggaran deletion, seseorang

melakukan penghapusan informasi, maka kita perlu menggali

informasi lebih dalam lagi untuk mendapatkan bagian informasi

yang menghilang, sehingga menghasilkan perspektif tertentu,

pemikiran tertentu, frame tertentu. Saat informasi yang


The Hitler Effect 264
Putu Yudiantara

menghilang tersebut “digali” dan “dikumpulkan” lagi, maka frame

lain akan terbentuk, pemikiran dan perspektif lain akan terjalin.

Simple Deletion

Simple Deletion adalah Kalimat yang kehilangan sebagian

informasi. Contoh :

 Dia sedang bekerja.

bekerja apa?Bekerja dimana?Bekerja bersama siapa?

 Harga Dirinya jatuh.

Jatuh dimana? Siapa yang menjatuhkan? Harga diri yang

seperti apa?

 Wanita itu terangsang.

Oleh siapa/apa? Dimana? Kapan? Dengan cara apa?

Comparative Deletion

Kalimat yang membandingkan suatu hal dengan hal lainya, namun

kehilangan pembandingnya, atau tidak jelas dibandingkan dengan

apa, siapa dan dimananya.


The Hitler Effect 265
Putu Yudiantara

ciri-ciri kalimat yang mengandung comparative deletion, misalnya

mengandung kata-kata berikut :Lebih, Sangat, Kurang, Begitu,

Semakin/makin, dll.

Contoh :

 Kamu tampak lebih cerdas.

Dibandingkan kapan? Dibandingkan siapa?

 Bisnisnya makin sukses.

Dibandingkan kapan? Dibandingkan milik siapa?

 Kamu sangat lucu.

Dibandingkan siapa? Selucu apa?

Lack Of Referential Index (LORI)

Kalimat yang memiliki kata ganti yang tidak teridentifikasi atau

kata ganti tersebut tidak jelas apa yang dimaksud, secara tepat dan

spesifik. Contoh :

 Katanya kamu marah sama aku ya?

Kata siapa?
The Hitler Effect 266
Putu Yudiantara

 Kata orang, komunikasi NLP itu tidak hebat.

“Orang” yang mana yang kamu maksud? NLP yang

mana?

 Kita harus mendukung rakyat miskin!

Rakyat miskin yang mana? Kita? Kita itu siapa aja???

Unspecified Verbs

Adalah kata kerja yang kehilangan spesifikasinya mengenai

bagaimana, kapan dan dimana.

Contoh :

 Dia merendahkan saya

Kata “merendahkan” tidak jelas spesifikasinya, bagaimana

tindakan “merendahkan” itu dilakukan, apakah dengan mengejek

lewat ucapan, lewat tulisan atau lewat sindiran, atau lewat tindakan

tertentu.

o Bagaimana tepatnya dia merendahkan kamu?

o Kapan dia merendahkan kamu?


The Hitler Effect 267
Putu Yudiantara

o Dimana tepatnya dia merendahkan kamu?

 Saya dengan belajar berkomunikasi.

Kata “belajar” kehilangan spesifikasinya, apakah dengan cara

kursus berkomunikasi, nonton video tutorial, baca buku, atau

bagaimana.

Bagaimana tepatnya kamu belajar berkomunikasi?Kapan

kamu belajar berkomunikasi? Dimana kamu belajar

berkomunikasi?

2. DISTORTION

Meta Model kategori yang ini merupakan pelanggaran dengan

mengaburkan makna/informasi.

Nominalization

Kata kerja yang dijadikan kata benda dan mengaburkan proses

atau aktifitas yang terjadi di dalam kata tersebut.

Contoh :
The Hitler Effect 268
Putu Yudiantara

 Saya kemarin sedang mengikuti training.

Tolong jelaskan, apa tepatnya yang kamu maksud

dengan training yang kamu ikuti itu?

 Kita punya hubungan yang cukup serius.

Apa tepatnya yang kamu maksud dengan hubungan

itu?

 Kamu punya tanggungjawab dalam masalah ini.

Tanggung jawab apa? Tanggung jawab yang

bagaimana? Masalah apa? Masalahnya bagaimana?

Cause-Effect (X maka Y)

Kalimat yang mengandung sebab akibat, namun tidak jelas

prosesnya.

Contoh :

 Kamu membuatku muak.

Gimana sih persisnya aku bisa membuatmu muak?

 Tagihan hutang itu membuatku resah.


The Hitler Effect 269
Putu Yudiantara

Gimana sih tepatnya tagihan hutang itu bisa

membuatmu resah?

 Kecelakaan kemarin membuat dia patah tulang.

Gimana sih tepatnya kecelakaan kemarin bisa

membuatnya patah tulang?

Mind Reading

Kalimat yang mengasumsikan seseorang tahu apa yang dipikirkan

orang lain.

Contoh :

 Besok dia pasti marah.

Bagaimana tepatnya kamu tahu besok dia pasti marah?

 Kalo aku nggak sms, kamu pasti ngambek.

Bagaimana kamu tahu aku pasti ngambek kalau kamu

nggak sms?

Complex Equivalence (X=Y)


The Hitler Effect 270
Putu Yudiantara

Kalimat yang mengandung kesimpulan yang tidak jelas dan

didapat kepercayaan bahwa hasil yang akan selalu sama.

Contoh :

 Dari sikapnya dia pasti sedang kecewa.

Darimana kamu bisa menyimpulkan bahwa dia sedang

kecewa?

 Kamu tidak sms aku hari ini, kamu tidak perhatian sama

aku.

Bagaimana tepatnya kamu bisa menyimpulkan bahwa

tidak sms berarti tidak perhatian sama kamu?

Lost Performative

Kalimat opini yang tidak jelas narasumbernya.

Contoh :

 90% mahasiswi di Jakarta sudah tidak perawan.

Menurut siapa? Mana datanya?

 Anak laki-laki itu nggak boleh menangis.


The Hitler Effect 271
Putu Yudiantara

Kata siapa? Menurut siapa? Siapa yang bilang? Ada

konvensinya anak laki-laki tidak boleh menangis?

 Dengan berbisnis akan membawa anda pada kesuksesan.

Kata siapa? Mana datanya? Siapa yang bilang berbisnis

akan membawaku pada kesuksesan?

3. GENERALIZATION

Pelanggaran model ini adalah pelanggaran yang melakukan

generalisasi (tebang rata) terhadap informasi yang diperoleh.

Universal Quantifier

Generalisasi yang berlebihan sehingga menghilangkan

perkecualian. Tanda/ciri-ciri : kalimat yang mengandung kata-kata

berikut ini : Selalu, Setiap, Tak sekalipun, Sampai kapanpun, Tak

seorangpun, Dimanapun, Semua, dll.

Contoh :

 Semua orang pasti menganggapku hina.


The Hitler Effect 272
Putu Yudiantara

Semuakah? Tak seorangpun yang tidak menganggapmu

hina?

 Setiap ada kamu pasti ada aku.

Setiap ada aku kah? Selalukah? Tak sekalipun aku ada

tanpa kamu kah?

 Setiap wanita pasti menginginkan seorang pria yang selalu

bisa melindunginya.

Selalukah? Setiap wanitakah? Setiap wanitakah?

Modal Operator

Sebuah kalimat yang menunjukkan aktifitas tertentu yang

berimplikasi tidak adanya pilihan.

a. Neccessity

Kalimat yang kehilangan pilihan lain selain pilihan yang ada dalam

kalimat. Tanda/ciri-ciri : kalimat yang mengandung kata-kata

berikut : Harus, Mesti, Perlu,


The Hitler Effect 273
Putu Yudiantara

Contoh :

 Saya harus belajar malam ini untuk ujian besok.

Apa yang terjadi bila anda tidak belajar malam ini?

 Kamu perlu datang pada acara besok pagi

Apa yang terjadi bila saya tidak datang pada acara besok

pagi?

b. Possibility

Kalimat yang kehilangan kemungkinan-kemungkinan tertentu.

Contoh :

 Aku nggak mungkin bisa membeli mobil mewah itu.

Apa yang membuatmu berpikir demikian? Apa yang terjadi

jika tiba-tiba kamu telah memiliki mobil itu? Apa yang

perlu kamu lakukan agar bisa membeli mobil mewah itu?

 Kamu tidak akan bisa menyelesaikan tugas itu.

Apa yang membuatmu berpikir aku tidak akan bisa

menyelesaikan itu? Apa yang terjadi jika tiba-tiba aku bisa


The Hitler Effect 274
Putu Yudiantara

menyelesaikan tugas itu? Menurut kamu, apa yang bisa aku

lakukan agar aku bisa menyelesaikan tugas itu?

3. Presupposition

Kalimat yang mengandung pelanggaran ini adalah kalimat yang

mengasumsikan pendengarnya memahami sebuah pernyataan.

Contoh :

 Kalau kamu ada dalam posisiku kamu pasti bisa

merasakan sakit hati yang aku rasakan. Kalimat di atas,

komunikator mengasumsikan pendengar tidak bisa

merasakan sakit hati yang dia rasakan.

bagaimana kamu bisa berpikir aku tidak bisa merasakan

rasa sakit hati yang kamu rasakan? Apa yang

membuatmu berpikir aku perlu berada di posisimu untuk

bisa merasakan sakit hati yang kamu rasakan?

 Bisa ga kamu memikirkan cewek lain selain dia?

Kalimat di atas mengasumsikan pendengar sedang

memikirkan “dia”.
The Hitler Effect 275
Putu Yudiantara

Bagaimana kamu bisa berpikir aku ga memikirkan cewek

selain dia ? Apa yang membuatmu berpikir aku perlu bisa

memikirkan cewek lain selain dia ?

 Jadi anda telah dilahirkan untuk menjadi manusia yang

sukses.

Kalimat di atas mengasumsikan pendengar tidak

menyadari bahwa dirinya telah dilahirkan sebagai manusia

yang sukses.

Siapa yang bilang aku tidak menyadari bahwa aku

dilahirkan sebagai manusia yang sukses? Apa yang

membuatmu berpikir aku perlu menyadari bahwa aku

telah dilahirkan menjadi manusia yang sukses?


The Hitler Effect 276
Putu Yudiantara

MEMBUNUH LOGIKA DAN MEMBUTAKAN

RASIONALITAS

Manusia memang cerdas, namun pikiran manusia memiliki

banyak kelemahan yang bisa dimanfaatkan, dimanfaatkan untuk

memanipulasinya. Mungkin anda tidak menyadari kalau otak kita,

yang diagung-agungkan dengan milyaran neuron dan kapasitasnya

yang baru dimanfaatkan 1% saja. Namun otak kita yang (katanya)

maha cerdas itu memiliki terlalu banyak kelemahan, kelemahan

dan blind spot yang sangat fatal akibatnya.

Saya pernah bekerja sebagai medical representative sebuah

perusahaan farmasi terkemuka, dan sebelumnya pernah juga

bekerja di bagian marketing di sebuah perusahaan yang bergerak

dalam bidang ekspor-impor, dan dari sana saya mempelajari satu

hal yang sangat penting ; alasan utama kenapa jasa saya dipakai,

kenapa produk saya dibeli dan kenapa penawaran saya diterima

tidak sama sekali bergantung pada seberapa baik produk saya,

seberapa berkualitas jasa yang saya berikan, atau seberapa berkelas

penawaran yang saya ajukan, alasan utama kenapa produk saya

dibeli dan jasa saya digunakan selalu adalah saya.


The Hitler Effect 277
Putu Yudiantara

Hal ini merupakan contoh menyedihkan (sekaligus

menguntungkan) bagaimana rasionalitas dengan mudahnya kalah

oleh adanya hubungan emosional, bagaimana dengan mudah

pertimbangan-pertimbangan logis dan realistis menjadi urutan

kedua setelah hubungan interpersonal. Bukankah ini

menguntungkan untuk anda? Sebab itu berarti, tugas utama anda

bukanlah menciptakan barang terbaik, jasa paling berkualitas atau

penawaran paling menguntungkan, namun menjalin hubungan

emosional yang mendalam, menjalin chemistry.

Silahkan anda renungkan pertanyaan ini, mana yang lebih kuat;

emosi atau logika? Jika anda amati, anda pasti menemukan bahwa

emosi jauh lebih kuat dibanding logika. Jika dijelaskan secara

ilmiah, emosi merupakan komponen pikiran bawah sadar

(subconscious mind) yang kapasitasnya 88%, sedangkan logika

merupakan komponen pikiran sadar (conscious mind), yang

kapasitasnya hanya 12%.

Apa artinya ini? Apa signifikansinya dalam persuasi dan Hitler

Effect? Yang jelas, hal ini merupakan fakta mengerikan!


The Hitler Effect 278
Putu Yudiantara

Sebagaimana pembahasan sebelumnya mengenai bagaimana Hitler

memainkan permainan pikirannya, dia secara piawai

mempergunakan emosi-emosi negatif untuk memanipulasi pikiran

manusia; Hitler membangkitkan ketakutan, yang membuat rakyat

jerman paranoid, sehingga di sisi lain mereka juga membutuhkan

pelindung dan penyelamat. Hitler membangkitkan kebencian,

sehingga di sisi lain tumbuh dendam dan semangat tempur. Hitler

dengan pandai memunculkan emosi-emosi negatif, lalu

memanipulasinya dan mengarahkannya sesuai kepentingannya,

kepentingan kekuasaannya.

Saat seseorang menjadi emosional (didominasi oleh emosi, bukan

logika), maka seseorang juga menjadi bodoh, menjadi seperti

seorang anak kecil; gampang dipengaruhi, ditakut-takuti, dibujuk

dan dirayu. Bahkan pengikut Hitler membantai Jutaan Umat

Yahudi karena mereka telah termanipulasi oleh Hitler, bukan? Saya

yakin menurut mereka pembantaian itu merupakan hal yang

sepenuhnya bisa diterima.

Sekarang, perhatikan diri anda sendiri. Mari kita melakukan

beberapa latihan.
The Hitler Effect 279
Putu Yudiantara

Ingat sebuah masa dimana anda menjadi sangat emosional.

Kapankah itu? Apakah anda mengambil keputusan tertentu pada

saat itu? Bagaimanakah hasil keputusan yang anda ambil tersebut?

Ingat masa lain dimana anda sangat emosional; apakah pada saat

itu anda melakukan hal-hal yang memalukan, kekanak-kanakan

atau hal-hal lain yang anda sesali kemudian?

Oke, dimanakah logika anda saat itu?

Bayangkan, jika anda bisa bermain-main dengan emosi orang lain;

membuatnya begitu kekanak-kanakan, begitu polos, mudah

dibujuk dan dipengaruhi ...

Namun, tentu saja anda harus menguasai emosi anda terlebih

dahulu, anda harus pandai mengelola emosi anda dalam interaksi

dengan seseorang, sebab jika tidak justru anda akan terbawa oleh

percakapan dan upaya anda untuk memanipulasi orang lain,

bukan? Jika kedua belah pihak sudah sama-sama emosi, sama-

sama kehilangan logika dan rasionalitasnya, maka pola interaksi

yang terjadi pastilah lose-lose interaction.

Jadi, tepatnya apakah yang akan kita bahas dalam bab ini?
The Hitler Effect 280
Putu Yudiantara

 Emosi negatif, sifat kekanak-kanakan dan kepolosan

sebagai titik lemah manusia yang akan membuatnya

melupakan pertimbangan logis dan rasional.

 Fantasi dan imajinasi yang menjadi driver lebih kuat, dan

dapat mengalahkan pandangan realistis

 Pola distorsi kognitif atau pola distorsi mental manusia,

dan bagaimana memanfaatkannya dalam memanipulasi

pikiran mereka

 Dorongan-dorongan impulsif dan kecenderungan

instingtif manusia, yang secara kuat mengendalikan dan

mengarahkan manusia tersebut

 Kondisi-kondisi atau emosi positif yang juga akan

menghilangkan pertimbangan-pertimbangan logis dan

rasional manusia, yang membuatnya mengambil

keputusan dan melakukan hal-hal yang anda inginkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam bab ini beberapa materi

penting yang akan dibahas, untuk memersenjatai anda dengan

kemampuan persuasi, provokasi dan propaganda yang sangat

dahsyat, yaitu :
The Hitler Effect 281
Putu Yudiantara

Emosi-emosi negatif tersembunyi (ketakutam, egoisme, iri

hati, kemarahan, ketidak puasan, kekosongan batin,

trauma masa lalu, kesedihan, unfinished bussiness) dan

bagaimana memanfaatkannya untuk memanipulasi

pikiran

Emosi-emosi postif (kenyamanan personal, impian,

fantasi, keinginan-keinginan terpendam, cinta, uforia, dll),

bagaimana memanfaatkan dan mempergunakannya secara

optimal.

Bagaimana mengintegrasikan state (state management)

dengan tujuan persuasi anda untuk mempengaruhi cara

pikir dan pengambilan keputusan orang lain.

Bagaimana mengenali dan memanfaatkan pola distorsi

mental orang lain untuk kepentingan dan keuntungan

anda.

Bagaimana memanfaatkan ego-state dan kaitannya dengan

7 psychodinamic symptons dalam persuasi.

Bagaimana mempergunakan dorongan-dorongan

instingtif dasar untuk membuat orang lain menyetujui

pendapat anda dan melakukan apa yang anda inginkan.


The Hitler Effect 282
Putu Yudiantara

Apakah pembahasan ini terdengar “jahat”? entahlah, saya

mengidentifikasi hal-hal ini sebagai bagian yang sangat penting

dalam persuasi, yang terlalu banyak dihalus-haluskan dalam

penyampaianya sehingga banyak kehilangan efektifitasnya.

Sekarang saya akan memberikan pada anda fakta menarik, unik

sekalis menggelikan di balik “kecerdasan” manusia, dan silahkan

anda yang memutuskan bagaimana fakta-fakta ini anda daya

gunakan, untuk kepentingan dan keuntungan anda, serta dengan

tanggung jawab anda sendiri.

Materi yang sedang dibahas dalam bab ini merupakan materi

propaganda dan provokasi yang sebenarnya sudah sangat populer,

namun sayangnya juga lebih banyak orang lebih memilih menjadi

korbannya dibandingkan mengambil alih kuasa dan kendali.

Kenapa kemudian, banyak provokasi dan upaya propaganda yang

“kentara”? kekuatan provokasi, propaganda, persuasi atau bujuk

rayu ada dalam daya sentuh pesannya, apakah pesannya

menyentuh emosi atau menyentuh logika? Apakah pesannya telah

dirasakan atau masih dipertimbangkan? Pesan dalam propaganda


The Hitler Effect 283
Putu Yudiantara

dan provokasi haruslah terselubung, kemudian membangkitkan

“rasa” sehingga akan memacu orang untuk “tergerak”.

Jenis emosi (baik positif atau negatif) yang dipergunakan untuk

mematahkan logika dan rasionalitas seseorang pun haruslah

“tepat”, dalam artian emosi yang memang akan menggerakannya.

Emosi itu bersifat kontekstual, dalam konteks tertentu ada emosi

tertentu, ada dorongan tertentu yang mempengaruhi, dan emosi

atau daya dorong yang sama tidak bisa diberlakukan secara global.

Distorsi Mental, Pembodohan Pikiran Oleh Pikiran

Pertama kita akan berkenalan dengan salah satu sumber utama

hilangnya logika, rasionalitas, pertimbangan realistis dan

bangkitnya berbagai emosi dalam diri manusia. Teori mengenai

mental distortion pertama kali dikemukakan oleh Aaron T. Beck

dalam Teori Terapi Kognitifnya. Distorsi mental ini merupakan

cara pikiran dalam menjadi irrasional secara alami, sehingga

kemudian memunculkan banyak masalah untuk orang

bersangkutan.

Mental distortion merupakan pola “gangguan” pikiran yang

membawa masalah pada manusia, dan mengenalinya berarti bisa


The Hitler Effect 284
Putu Yudiantara

mentransformasikannya menjadi sesuatu yang menguatkan.

Namun, memunculkan distorsi mental dalam sebuah interaksi

antar personal atau interaksi dengan massa merupakan sebuah

metode provokasi yang manjur, sebab kita membimbing cara pikir

orang lain dengan cara pikirnya yang tidak logis, sehingga emosi

gampang mengambil alih, dan anda bisa menjadi pemegang

kendali sebenarnya.

Manusia memiliki mekanisme dalam dirinya, yang membuatnya

berlaku tidak realistis dan berpikir tidak rasional, sehingga

membuatnya mengalami berbagai konflik batin. Namun saat

mengetahui bahwa Hitler, Sang Maestro Propaganda, merupakan

seniman dalam memanfaatkan emosi negatif dan sisi gelap

manusia untuk memanipulasi pikiran mereka, maka saya

melengkapi pembahasan pada bab ini dengan berbagai hasil

penelitian psikologis, yang walaupun agak diselewengkan, namun

hasilnya sangat mencengangkan.

Saat anda mengadakapn rapport, atau pendekatan dengan

seseorang anda akan menemukan bagaimana kebiasaan orang

bersangkutan dalam berpikir, dan anda bisa mengenali distorsi

mental mana yang mendominasi mereka. Sebagai catatan, setiap


The Hitler Effect 285
Putu Yudiantara

manusia pasti mengalami distorsi mental, salah satu atau beberapa,

namun yang membedakan hanyalah intensitasnya, kadar

distorsinya.

Pertama, akan saya perkenalkan distorsi mental yang biasa

menghinggapi pikiran manusia,

1. Personalisasi, menganggap semua hal hanya tentang

dirinya sendiri saja.

2. Generalisasi, mengeneralisasikan suatu hal hanya dengan

beberapa fakta pendukung

3. Mind Reading, seolah-olah bisa membaca pikiran orang

lain atau memprediksikan isi kepala orang lain secara

subjektif dan terpengaruh oleh hasil prediksi tersebut.

4. Filter Mental, menyaring sebuah informasi secara sepihak,

entah hanya mengambil baik-baiknya saja, atau mengmbil

buruk-buruknya saja.

5. Jump to Conclusion, atau terlalu cepat melompat pada

kesimpulan, kesimpulan prematir yang subjektif, namun

diimani sebagai kesimpulan yang paling benar.

6. Penalaran Emosional atau mempergunakan kondisi

emosional sebagai landasan menilai sesuatu. Dengan kata


The Hitler Effect 286
Putu Yudiantara

lain, menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk

berdasarkan baik buruk suasana hatinya.

Dari 6 distorsi mental tersebut, yang pertama harus anda lakukan

adalah, lihatlah diri anda dan perhatikan bagaimanakah

“kebiasaan” anda dalam berpikir, apakah anda berpikir dalam

kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut? Apakah komunikasi dan

proses persuasi yang anda lakukan sering terhambat dan tidak

mencapai outcome yang telah anda tetapkan karena anda

“terjebak” dalam distorsi mental tersebut?

Distorsi mental ini sudah menjadi “program internal” tersendiri

dalam diri manusia, yang membuatnya tidak bisa berpikir dengan

rasional, setidaknya tidak serasional apa yang seharusnya bisa dia

pikirkan. Keuntungan yang bisa anda terapkan dengan adanya

distorsi mental sebagai program tersembunyi dalam pikiran

manusia adalah, anda bisa memanfaatkannya dalam persuasi dan

bujuk rayu anda, dalam mempengruhi pikiran orang lain. Hal ini

serupa dengan memanfaatkan kelemahan orang lain untuk

“menjatuhkannya” dan tentu saja, karena kelemahan yang sama

ada pada anda, anda harus waspada juga dengannya.


The Hitler Effect 287
Putu Yudiantara

Personalisasi merupakan salah satu distorsi mental yang paling

umum, dimana setiap hal (bagaimana anda berpakaian, bagaimana

anda menampilkan diri, apa yang anda katakan, produk yang anda

jual) semuanya dikaitkan dengan diri sendiri, semua dijadikan

“personal” oleh orang yang mendengarkannya, dan dari sana

munculah istilah WIIFM atau what in it for me ? manusia pada

dasarnya egois atau ego sentris, menganggap setiap hal berkaitan

dengan dirinya dan tentang dirinya, jadi, lihat kembali produk

anda, ide atau pendapat anda, serta outcome komunikasi anda, dan

tanyakan “apa yang diberikan ... (produk, ide, outcome) ... ini

untuk orang itu (yang membuatnya menjadi perkara “personal”

bagi orang itu?” Jika anda menemukan jawabannya dan bisa

mengaplikasikannya dalam proses persuasi anda, maka ide, produk

atau jasa anda akan diikuti atau dipakai dengan loyalitas tinggi,

sebab orang bersangkutan tidak akan lagi melihatnya hanya

sebagai sebuah produk, jasa atau ide, namun sebagai “bagian

dirinya yang pribadi”.

Kemudian distorsi mental kedua yang sangat efektif dalam proses

komunikasi serta persuasi adalah penalaran emosional, dimana

seseorang menilai sesuatu cenderung berdasarkan emosinya,


The Hitler Effect 288
Putu Yudiantara

apakah hal tersebut menyamankan atau tidak untuknya, pada saat

itu. kemudian, apakah saat sebuah ide, pendapat, produk dan jasa

ditawarkan dan disampaikan dalam “suasana emosional” yang

sesuai atau tidak. Tentu bukan perkara baru lagi, jika pada saat

seseorang berada dalam suasana hati yang baik, maka setiap hal

akan dinilainya dengan kecenderungan positif, namun pada saat

suasana hatinya memburuk, bahkan hal paling baik pun akan

dinilainya buruk. Jadi, saran sederhana saya, hindari

menyampaikan sebuah ide atau menawarkan produk dan jasa anda

pada saat seseorang berada dalam kondisi emosional yang buruk.

Karena seseorang melakukan penalaran kognitif (menilai dan

menganalisis) sesuatu berdasarkan keterkaitan emosionalnya,

maka, tanyakan pada diri anda, “Apakah ide, pendapat, produk

dan jasa saya sudah menyentuh emosinya, dan disapaikan dalam

kondisi emosional yang tepat?”.

Bagaimana dengan Generalisasi, Mind Reading, Filter Mental dan

Jump to Conclusion? Sebab seseorang juga akan mengalami distorsi

mental tersebut, dan bisa saja distorsi mental tersebut

mengahalangi anda dalam mencapai outcome anda, maka hal

terbaik yang bisa anda lakukan adalah lakukan sebanyak mungkin


The Hitler Effect 289
Putu Yudiantara

konfirmasi, apakah pesan anda sudah diterima dengan baik,

apakah mereka sudah menyimpulkan ide anda dengan cara yang

menguntungkan anda dan membantu anda mencapai outcome

anda, atau apakah sebaliknya? Anda tidak akan pernah tahu “apa

yang mereka pikirkan” dan bagaimana setiap hal yang anda

sampaikan dicerna kemudian mengalami distorsi mental, sampai

anda bertanya.

Jadi, konfirmasikan selalu apa yang mereka tangkap, nilai dan

simpulkan dari apa yang anda sampaikan, sehingga anda selalu

bisa membuat penyampaian ulang jika diperlukan. Jika ternyata

pernyataan anda terdistorsikan dalam cara yang justru membuat

anda makin jauh dari outcome anda, maka anda bisa melakukan

verifikasi. Jika anda tidak mengkonfirmasikannya, maka tentu saja

anda tidak akan pernah tahu bagaimana closing anda nantinya,

apakah sesuai dengan outcome anda, atau malah kebalikannya.


The Hitler Effect 290
Putu Yudiantara

BAGIAN TIGA

PRACTICAL HYPNOTIC LANGUAGE AND INFLUENCE

STRATEGIES

Pada bagian ini kita tidak akan lagi banyak membahas berbagai

sudut pandang teoritis dalam manipulasi pikiran. Bab ini akan

membahas berbagai materi pragmatis, bagaimana teknik dan trik

mempergunakan pola bahas hipnotis, bahasa yang akan membuat

pikiran seseorang tergerak mengikuti anda. Bahasa, sebagai salah

satu media dalam manipulasi pikiran dan permainan pikiran

merupakan elemen yang penting untuk anda kuasai, sebab meski

pun sangat penting “bagaimana” anda mengatakan apa yang anda

katakan, “apa” yang anda katakan juga akan memiliki pengaruh

yang sangat besar.

Dalam bab sebelumnya kita sudah membahas mengenai

permainan pikiran, membahas unsur “bagaimana” mengatakan

dan menjalankan berbagai trik manipulasi, dan sekarang anda bisa

mengetahui bagaimana membuka mulut anda dan memilih kosa

kata dalam kamus untuk menguatkan posisi dan kuasa anda.


The Hitler Effect 291
Putu Yudiantara

Mempengaruhi pikiran orang lain dengan ketajaman lidah,

menggunakan kuasa kata-kata yang menghipnotis, yang mem-

bypass pikiran sadar, langsung menuju pikiran bawah sadar.


The Hitler Effect 292
Putu Yudiantara

HIPNOTIS TERSELUBUNG DAN BAHASA YANG

MENGHIPNOTIS

Ada banyak istilah yang dipergunakan untuk mengungkapkan

bagaimana kemampuan kata dalam melakukan manipulasi

terhadap pikiran seseorang, conversational hypnosis, covert

hypnosis atau Ericksonian Hypnosis. Apa pun istilahnya, kesemua

istilah itu merupakan istilah yang menunjukan persetujuan atas

dahsyatnya kekuatan kata-kata dalam mempengaruhi pikiran

orang lain. Saya sendiri lebih suka memakai istilah “hipnotis

terselubung”.

Berbeda dengan pola dan teknik hipnotis umumnya, yang

melakukan trancework melalui serangkaian standar operational

procedures, hipnotis terselubung merupakan pola hipnotis yang

“tidak kasat mata” sebab anda memberikan sugesti melalui

percakapan normal, melalui komunikasi biasa, namun dengan

menggunakan pola bahasa yang sesuai.

Kita sudah membahas mengenai bagaimana secara aktif dan efektif

mengarahkan pola interaksi dalam Alchemist Circle, dan jika anda


The Hitler Effect 293
Putu Yudiantara

mau tahu tulang punggung dalam interaksi tersebut (Macro atau

pun Micro), maka jawabanya adalah kata-kata.

Kata-kata adalah media anda dalam memancing state yang anda

inginkan muncul, dalam menjalin asosiasi antara satu state dengan

state lain (sehingga memunculkan satu kesan tertentu), kata-kata

adalah sarana efektif dalam merubah dan mengarahkan keyakinan

seseorang. Kata-kata juga adalah media dalam menguatkan atau

melemahkan pola pikir tertentu, sesuai keinginan anda. Kata-kata

adalah umpan yang sangat tepat untuk memancing emosi-emosi

atau perasaan-perasaan tertentu untuk muncul, atau malah untuk

menurunkan intensitas emosi tertentu.

Apakah yang dilakukan Hitler untuk memperoleh dukungan naik

ke tampuk kekuasaan? Tentu saja dia tidak membawa senjata dan

mengancam setiap pemilih untuk memilihnya; dia

mempergunakan kata-kata, orasi dan pidato-pidato yang

“menyentuh” hati pendengarnya, sehingga Hitler mendapatkan

kekuatan dan kekuasaannya, dengan kata-kata sebagai salah satu

bantuan terbesar sekaligus skill terbaiknya.


The Hitler Effect 294
Putu Yudiantara

Anda akan menemukan sendiri betapa besar manfaat yang bisa

dihasilkan oleh kata-kata, dan anda akan semakin terkaget-kaget

sebab semakin sering anda pergunakan, semakin mantap

kemampuan anda, semakin tidak terduga dahsyatnya hasil yang

didatangkan.

Bagaimanakah cara yang paling tepat untuk menguasai pola-pola

bahasa hipnotis ini?

Saya menyadari tidak mungkin anda kemana-mana; ketemu klien,

ketemu pasangan kencan, ketemu prospek atau berpidato sambil

membawa-bawa buku hitam tebal berjudul “The Hitler Effect” ini,

hanya agar anda mampu menguasai bab mengenai pola bahasa

hipnotis atau bab-bab penting lainnya.

Anda hanya perlu menerapkannya pada diri sendiri,

menerapkannya untuk berbicara pada diri sendiri dulu. Pertama-

tama mungkin akan terasa kaku berbicara dengan pola-pola

tertentu, namun seiring perjalanan dan seiring banyaknya latihan

yang anda lakukan (meski awal-awalnya tidak apa-apa anda

membawa-bawa buku manual ini), keahlian anda dalam

mempergunakan pola-pola bahasa hipnotis akan menjadi bagian


The Hitler Effect 295
Putu Yudiantara

dari unconscious competences anda, menjadi kemahiran “alami”

anda.

Hal penting yang harus anda ingat adalah, percayalah pada

pikiran bawah sadar anda. Lakukan latihan demi latihan dalam

kondisi tenang dengan mengikuti setiap instruksi dalam buku ini;

pengembangan contoh, aplikasi untuk diri sendiri dan lainya.

Kemudian pada gilirannya anda harus menutup buku atau berada

di “medan perang” sebenarnya, anda cukup berbicara seperti biasa,

dan yakin kalau pikiran bawah sadar anda akan secara lihai

memunculkan pola-pola yang tepat, pada saat-saat yang tepat.

Sekali lagi, latih dan praktikkan.

Pola-pola bahasa ini bersifat netral, itulah yang harus anda tahu,

dan bagaimana anda mempergunakan pola bahasa hipnotis ini,

dan materi lainya dalam buku inilah yang akan menjadikanya baik

atau buruk. Meski pun saya akan tetap mengungkapkan bagaimana

pola-pola bahasa berbau “negatif” bisa dipergunakan, hal itu juga

menjadi materi penting yang bersifat edukatif untuk anda, sebagai

benteng pelindung agar anda tidak mudah dimanipulasi dengan

cara-cara demikian.
The Hitler Effect 296
Putu Yudiantara

Peringatan dan Catatan Penting

Sangat-sangat harus saya ingatkan pada anda, sebelum

mempraktikan pola bahasa ini dalam komunikasi anda, sebab pola

bahasa hipnotis ini bisa sangat-sangat berbahaya, karena saking

kuatnya. Kalimat “bersama kuasa yang besar, datang juga tanggung

jawab besar” juga berarti “bersama kuasa yang besar, datang

tuntutan untuk mempergunakannya dengan benar”, sebab jika

anda tidak berhati-hati dalam mempergunakan pola-pola bahasa

ini, maka bisa saja anda malah dijauhkan dari tujuan komunikasi

anda, alih-alih mendapatkan respon yang anda inginkan. Jika anda

tidak berhati-hati dalam mempergunakannya, maka bisa saja anda

malah tersakiti oleh rangkaian senjata anda sendiri.

Lalu bagaimana agar anda bisa mempergunakan pola bahasa ini

secara aman dan menghasilkan dampak yang anda inginkan?

Kembali, anda harus mengembangkan sikap mental yang saya

persyaratkan dalam bab sebelumnya. Hanya dengan sikap mental

demikian, sikap mental seorang pembuju sejatilah maka anda akan

mendapatkan manfaat yang memang anda idam-idamkan; bukan

hanya itu, dengan sikap mental yang telah saya uraikan, yang

merupakan NLP itu sendiri, yang merupakan rahasia yang


The Hitler Effect 297
Putu Yudiantara

sebenarnyalah, maka anda akan bisa menguasai pola-pola dan trik

yang disampaikan dalam buku ini secara mudah, sekaligus bisa

menerapkannya dengan indah.

Pola bahasa Hipnotis ini bukanlah Milton Model (rangkaian pola

atau rumusan berbahasa yang dimodel dari Milton H. Erickson),

namun pola bahasa yang lebih aplikatif lagi. Meski anda bisa

memasukan pola-pola bahasa ini ke dalam pola-pola Milto Model,

namun pola bahasa yang akan anda baca ini jauh lebih aplikatif,

sementara Milton Model harus dipergunakan dengan menimbang-

nimbangnya dulu. Salah-salah anda malah akan membuat lawan

bicara anda kebingungan.

Bagian lain yang saya sampaikan dalam bab ini yaitu pola bahasa

yang menurut saya sangat dahsyat, yang dikembangkan oleh

Robert Dilts dengan memodel langsung sang originator NLP,

Richard Bandler. Pola bahasa tersebut adalah Sleight of Mouth

(SoM). Jika ada satu pola bahasa yang bisa menggantikan pola-pola

lainnya, maka SoM adalah pola bahasa tersebut. Sleight of Mouth

juga disebut sebagai conversational beliefs change, atau cara

merubah keyakinan dan pemikiran orang lain hanya melalui

percakapan. Anda sama sekali tidak perlu membuang-buang


The Hitler Effect 298
Putu Yudiantara

tenaga dengan bicara terlalu banyak, anda hanya perlu mengetahui

cara berbicara yang “tajam” maka itu cukup. Dan, jika anda ingin

menerapkan Sleight of Mouth secara lebih halus, maka anda bisa

merubahnya menjadi pertanyaan-pertanyaan yang akan

mendatangkan insights yang sesuai dengan keinginan anda.

Saya kira teknik berbahasa yang akan saya jabarkan dalam buku ini

sudah cukup lengkap, melalui Sleight of Mouth anda belajar

bagaimana menangani penolakan, ketidaksetujuan dan merubah

pemikiran orang lain dengan pola yang mudah dihafalkan,

sedangkan berikutnya saya akan menjabarkan serangkaian pola

bahasa yang siap pakai dalam melakukan komunikasi harian.

Jadi, Ternyata Semua Orang Bisa Dihipnotis?

Sayang sekali apa yang sering anda dengarkan bahwa tidak semua

orang bisa dihipnotis itu tidak benar, sebab selama seseorang

masih punya otak, dia pasti bisa dihipnotis, meski dengan tingkat

kesulitan yang berbeda.

“semua jenis hipnotis adalah self-hypnosis”


The Hitler Effect 299
Putu Yudiantara

Anda pasti akrab dengan kalimat tersebut, yang sering

didengungkan oleh para trainer hypnosis maupun hypnotherapy.

Benarkah hal yang disampaikan dalam kalimat tersebut? Benar!

Malah 100% benar! Hanya saja, kalimat tersebut sering

dipergunakan dengan makna yang berbeda, dalam konteks yang

berbeda, sehingga membuatnya nampak benar.

Kalimat di atas sering kemudian dilanjutkan dengan kalimat lain,

yaitu:

“semua jenis hipnotis adalah self-hypnosis. Anda tidak bisa

dihipnotis untuk melakukan hal-hal yang tidak anda kehendaki”

Banyak trainer dan therapist yang berusaha membuat klien atau

siswanya merasa nyaman dengan hipnotis, dan hal itu merupakan

tujuan yang baik, sehingga menggungkapkan kalimat di atas

dengan tujuan untuk menekankan bahwa anda tidak bisa

dihipnotis untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan

kehendak anda, dengan diri anda. Kalimat di atas membuat dua

hal terjadi; jika terjadi ‘gagal hipnotis’ maka klien bisa

dipersalahkan, dan penghipnotis bisa mendapat pembenaran

dengan mengatakan bahwa niat klien lah yang masih belum pasti.
The Hitler Effect 300
Putu Yudiantara

Kedua, kalimat tersebut juga akan membuat klien merasa aman

dan merasa dalam kendali atas dirinya, yang justru ilusi ‘under

control’ ini akan menjadikan sang klien lebih mudah terhipnotis.

Ijinkan saya menjelaskan apa yang dimaksud dalam kalimat

tersebut, dalam makna sebenarnya. Jika “semua jenis hipnotis

adalah self-hypnosis” maka anda tetap bisa dihipnotis untuk

melakukan hal-hal yang anda tidak inginkan sekalipun, dengan

cara pertama anda akan dibuat menginginkan apa yang

sebelumnya tidak anda inginkan. Memang benar, anda tidak bisa

dibuat untuk melakukan hal-hal yang tidak anda inginkan, namun

tugas hipnotis adalah membuat anda menginginkannya, sehingga

setelah anda ingin melakukannya, otomatis anda akan

melakukannya.

Bagaimana caranya agar anda bisa menginginkan hal yang tadinya

tidak anda inginkan? Anda akan “dituntun” atau dalam istilah lain

“dibujuk” untuk melakukan Self hypnosis” agar anda sendiri

kemudian membujuk diri sendiri bahwa anda menginginkan hal

tersebut. Kemudian, saat kita bicara tentang “membujuk” maka

kata dan bahasa memegang peranan yang sangat penting. Bukan?


The Hitler Effect 301
Putu Yudiantara

Seni membujuk orang lain dengan bahasa hipnotis, sehingga

orang-orang tersebut bisa mengikuti keinginan anda, karena

berpikir itulah hal yang mereka inginkan merupakan seni

tersendiri. Seni? Sebab ada selera yang terlibat dan teknik yang

dipakai. Seleranya menyangkut rasa dan tekniknya menyangkut

rasio. Semakin terselubung akan semakin indah. Kenapa bujukan

anda begitu terselubung? Sebab anda harus membuat lawan bicara

anda mengira bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang

memang dilakukannya karena mereka menginginkannya, bukan

karena anda membujuknya.

Saat seseorang melakukan sesuatu karena mereka memang

menginginkannya, maka mereka akan semakin percaya “semua

jenis hipnotis adalah self-hypnosis dan anda tidak bisa dihipnotis

untuk melakukan apa yang anda tidak inginkan”. Buat mereka

mempercayai kalimat tersebut. Yang penting adalah, anda

mencapai tujuan utama anda; membuat mereka menghipnotis

dirinya sendiri untuk mengikuti anda dan membuat mereka

menginginkan apa yang tadinya tidak mereka inginkan, jika anda

menginginkannya.
The Hitler Effect 302
Putu Yudiantara

Akan jauh lebih mudah membujuk seseorang saat mereka merasa

dalam kendali penuh atas dirinya, sebab mereka akan lebih berani

melakukan apa yang “ingin” dilakukannya. Sedangkan, jika anda

membuat mereka berpikir bahwa andalah yang memegang kendali,

maka anda hanya akan membangkitkan munculnya ego defense-

mechanism di pikiran bawah sadar mereka. Ego mereka akan

secara otomatis mencoba melindungi mereka dengan

memunculkan penolakan pada anda, dan semakin anda paksakan,

akan semakin jauh anda dari apa yang anda inginkan.

Ilusi kuasa (power delusion) merupakan sahabat dan senjata anda,

sekaligus salah satu senjata yang para penghipnotis sangat

andalkan. Pernahkah anda mendengar bahwa “musuh yang merasa

menang dan merasa lebih kuat akan lengah”? Sun Tzu dalam the

Art of War pun menyatakan hal ini. Hal ini juga seperti

mempergunakan pikiran mereka untuk menaklukan mereka. Seni

kuno, yang sayang sekali masih sangat efektif.

Para penghipnotis menempatkan anda dalam ilusi kuasa ini

dengan berkali-kali menekankan bahwa andalah yang memegang

kendali atas diri anda, dan untuk kebaikan anda, anda sengaja

dengan rela mengikuti instruksi penghipnotis.


The Hitler Effect 303
Putu Yudiantara

Paradoksnya adalah, anda juga bisa menaklukan pikiran orang lain

dengan menjebak mereka dalam keyakinan bahwa mereka sedang

terhipnotis, sehingga akan secara yakin mengikuti keinginan anda,

karena menurut mereka, mereka pasti mengikuti apa yang

penghpnotis katakan. Para penghipnotis biasanya melakukan hal

ini dengan mempergunakan utilization, atau mendayagunakan

segenap ciri fisio-mental yang mereka tampakkan, ciri yang

mereka tidak sadari, dan mengartikannya sesuai kepentingan anda.

Bahasa yang Menghipnotis (Hypnotic Language)

Tahukah anda dimana letak rahasia kekuatan sejati dari hipnotis?

Bagaimana hipnotis menyembuhkan phobia menahun dalam

waktu sekejap? Bagaimana hipnotis bisa membuat seseorang

menjadi orang lain? Bagaimana hipnotis teramat sangat dahsyat?

Kekuatan hipnotis ada dalam bahasa, dalam kata-kata. Salah satu

hypnotherapist besar dunia, Milton H. Erickson telah

membuktikan hal itu. Dia telah membuktikan bahwa hanya

dengan bahasa dan kata, maka seseorang bisa mengalami

perubahan-perubahan luar biasa dalam hidupnya.


The Hitler Effect 304
Putu Yudiantara

Banyak orang mengatakan bahwa bahasa dan kata-kata memiliki

banyak keterbatasan dalam mengungkapkan sesuatu, terutama hal-

hal abstrak seperti misalkan perasaan. Namun, dalam setting

komunikasi persuasif, justru hal ini merupakan keuntungan

sendiri. Manusia memiliki kecenderungan untuk menyimbolkan

dan menamai sesuatu dengan kata, dan kata yang dipilih tersebut

akan menjadi batasan atas hal yang anda namai atau berikan label.

Berikut contohnya,

“saya bingung, apa yang harus saya katakan”

“sebenarnya anda sudah mengatakan, bahwa anda sedang bingung.

Iya, kan?”

“ah, iya”

“dan kebingungan adalah hal yang wajar saat anda belum

menemukan kejelasan. Jadi, kejelasan seperti apa dan kejelasan

dalam hal apa yang anda inginkan?”

Contoh lainya,

“saya tidak mengerti seorang macam apa sih dia itu!”


The Hitler Effect 305
Putu Yudiantara

“dia, orang yang susah dimengerti. Anda mengatakannya

demikian, tadi”.

“ya, dia memang tidak bisa dimengerti! Tidak mungkin ada yang

bisa mengerti dia!”

Selalu ada “label” dan “nama” untuk sesuatu, dan saat sesuatu

diberi nama, maka sesuatu itu bisa dideskripsikan, dan deskripsi

selalu bisa dimanipulasi.

Contoh di atas masih bisa dimanfaatkan dengan arah yang

berbeda.

“saya bingung apa yang harus saya katakan”

“anda sedang bingung, dan anda sedang mengatakan kalau anda

bingung. Kata orang, kebingungan adalah awal dari kebijaksanaan,

sebab kebingungan mengantarkan pada pencarian akan

pemahaman yang lebih tinggi”.

Silahkan anda buka Kamus Besar Bahasa Indonesia, apakah

definisi kebingungan adalah seperti apa yang disampaikan di atas?

Tentu saja, tidak. Kebingungan didefinisikan seperti di atas karena


The Hitler Effect 306
Putu Yudiantara

memang definisi itu yang diperlukan, dan sebuah definisi atau

deskripsi tidak harus benar, hanya harus bisa diterima saja.

Bisa anda lihat, bukan? Bahasa dan kata memang memiliki batasan

dalam mengungkapkan dan mendeskripsikan sesuatu, namun saat

sesuatu tersebut sudah diberi label dengan satu kata saja, maka

dengan mudah sesuatu tersebut bisa diplintir, diputar balikan, atau

singkatnya dimanfaatkan untuk kepentingan anda dalam persuasi.

Jadi, Apa Itu Bahasa Hipnotis ???

Bahasa hipnotis, merupakan bahasa yang membawa seseorang

mengalami trance. Bukan trance dalam bayangan kebanyakan

orang yang sering diasosiasikan dengan “tidur”, dengan tubuh

yang terkulai melemas. Trance yang dimaksud, yaitu kembali

seseorang ke dalam self reflective consciousness atau mengalami

transderivational search, sebuah pencarian ke dalam dirinya,

membawanya ke dalam perenungan tertentu.

John Burton mengungkapkan bahwa, Sebenarnya semua jenis

komunikasi ke dalam hypnotic trance, dan hypnotic trance yang

dimaksud adalah terfokuskanya konsentrasi pada pemikiran,


The Hitler Effect 307
Putu Yudiantara

konsep, suatu benda dan sebagainya, yang membuatnya

kehilangan konsentrasi terhadap hal-hal lainya.

Seseorang yang menerima nasehat dari orang lain, mendapatkan

saran dari orang lain atau ide dari orang lain, akan cenderung

menolak, curiga dan sangat sulit menerimanya. Sudah menjadi

kecenderungan dasar manusia, bahwa menerima ide dari orang

lain itu sulit, muncul berbagai macam resistensi dalam diri, kecuali

memang yang memberi saran tersebut adalah seorang figur yang

dihormati oleh orang bersangkutan. Akan menjadi lebih sulit lagi

malah, jika orang yang memberikan saran tersebut adalah orang

yang dari awal memang “dicurigai”.

Lalu bagaimanakah cara paling efektif untuk “membujuk”

seseorang? Sudah tentu adalah dengan membuat seorang

membujuk dirinya sendiri, membuat seorang berpikir bahwa ide-

ide yang didapatkannya berasal dari dirinya. Oleh sebab itu,

persuasi yang efektif, dengan bahasa hipnotis, tidak mengarahkan

atau memberitahukan secara langsung, namun mengarahkan cara

berpikir orang lain hingga ke arah kesimpulan yang anda inginkan.

Menyusun pola bahasa anda sedemikian rupa hingga kata-kata

yang anda ucapkan terperdengarkan di dalam kepalanya sebagai


The Hitler Effect 308
Putu Yudiantara

kata-katanya sendiri. Setiap pembicaraan atau komunikasi yang

mengarahkan seseorang menuju fokus ke dalam dirinya adalah

bahasa hipnotis.
The Hitler Effect 309
Putu Yudiantara

SLEIGHT OF MOUTH

Merubah Keyakinan Seseorang Hanya dengan Percakapan yang

Elegant

Pola bahasa hipnotis yang pertama akan kita pelajari adalah pola

dalam Sleight of Mouth yang pertama kali diajarkan oleh Robert

Dilts, salah seorang pengembang NLP yang mengkomposisikan

NLP The Next Generation. Anda tentu sudah pernah mendengar

bahwa NLP merupakan hasil modelling yang dilakukan oleh

Richard Bandler dan John Grinder terhadap banyak tokoh-tokoh

yang efektif dalam bidang terapi dan pemberdayaan diri, salah

satunya adalah Milton H. Erickson. Mempelajari pola bahasa

hipnotis yang dipraktikan oleh Erickson, maka muncullah Milton

Model dalam NLP. Anda tentu setuju bahwa Bandler pastilah

sudah menguasai benar Milton Model, dan berbagai model NLP

lainya, sehingga menjadikannya sangat efektif dalam melakukan

terapi, serta kata-katanya sangat sugestif. Nah, Sleight of Mouth

dikembangkan oleh Robert Dilts dengan memodel pola

komunikasi Richard Bandler sendiri, sehigga menjadikan Sleight of

Mouth sebagai “senjata utama” komunikasi NLP.


The Hitler Effect 310
Putu Yudiantara

Sleight of Mouth juga sering disebut dengan conversational beliefs

change, atau metode merubah keyakinan seseorang dengan hanya

percakapan. Bayangkan, saat anda bercakap-cakap dengan

seseorang, percakapan yang sepintas nampak sangat normal,

namun secara sangat transformatif melakukan banyak perubahan

dalam diri orang bersangkutan. Anda bisa menghancurkan

keyakinan-keyakinan lama yang tidak anda inginkan, atau, anda

bisa menanamkan keyakinan-keyakinan baru yang anda

kehendaki, semua hanya dengan percakapan. Sleight of Mouth juga

menjadi pola dahsyat hipnotis terselubung, menghipnotis

seseorang tanpa mereka sadari atau keahui sama sekali.

Beliefs

Beliefs merupakan faktor yang sangat signifikan dalam diri

seseorang, yang menjadikannya hidup bahagia atau hidup dalam

keterpurukan. Beliefs menjadi penentu apakah anda memiliki

kualitas hidup yang baik, atau menyedihkan. Beliefs anda lah yang

memegang kendali atas apa yang anda pikirkan, cara anda

memikirkannya, bagaimana anda memutuskan akan menerima

atau menolak sesuatu, bagaimana anda menanggapi sebuah

kejadian, bagaimana anda menginterpretasikan sebuah kejadian


The Hitler Effect 311
Putu Yudiantara

dan lain sebagainya. Beliefs adalah master dari operating system

anda, yang mengorganisir hal-hal lain dalam diri anda. Beliefs yang

anda pegang dalam diri anda bahkan merupakan penyebab apakah

anda hidup sehat, apakah anda penyakitan, atau malah mengalami

gangguan jiwa.

Beliefs seperti kaca mata yang anda pakai setiap saat. Jika anda

memakai kaca mata hitam, maka segalanya akan nampak hitam,

begitu juga jika anda memakai kaca mata merah, maka seluruh

dunia akan nampak kemerahan. Beliefs adalah peta yang

membingkai wilayah anda. Kita menilai apakah beliefs bersifat baik

atau buruk berdasarkan manfaat yang didatangkannya untuk anda,

apakah beliefs anda membuat kehidupan anda layak dijalani,

memuaskan, membahagiakan dan harmonis dengan segala sisinya

atau tidak.

Dalam konteks persuasi, jika anda menyampaikan sebuah ide,

pendapat atau saran yang bertentangan dengan beliefs seseorang,

maka saran atau ide anda akan ditolak. Semakin anda bersikeras

mempertahankan pendapat anda, semakin kuat penolakan yang

akan anda dapatkan. Salah satu kesalahan dan dosa besar dalam

komunikasi adalah melakukan konfrontasi dengan beliefs


The Hitler Effect 312
Putu Yudiantara

seseorang, bukannya malah menggiring orang bersangkutan

menghancurkan beliefsnya itu sendiri.

Beliefs adalah peta internal seseorang, sebuah filter mental yang

menentukan mana yang akan diterima, mana yang ditolak, mana

yang dihargai, mana yang tidak, mana yang penting dan mana

yang dilupakan. Beliefs menentukan apa reaksi yang akan

dikeluarkan terhadap sebuah pertanyaan dan bagaimana reaksi

tersebut ditunjukan. Beliefs seseorang adalah “motor” penggerak

orang tersebut.

Jika anda ingin “jalan-jalan” ke daerah internal seseorang, maka

anda harus tahu peta internalnya, dan dengan demikian anda juga

harus belajar bagaimana memetakan “isi kepala” orang tersebut,

memetakan beliefs systemnya. Setelah anda mengetahui bagaimana

strusktur beliefs orang bersangkutan, maka anda bisa

menstrukturkan ulang sesuai yang anda inginkan.

Banyak orang kebingungan dalam komunikasi dan persuasi

dengan penolakan. Begitu lawan bicaranya melakukan penolakan,

maka dia mulai bingung mencari-cari amunisi apa yang bisa

digunakannya untuk membatalkan penolakan tersebut. Banyak


The Hitler Effect 313
Putu Yudiantara

yang secara kekeh memaksakan pendapat dan idenya, banyak pula

yang akhirnya menyerah. Namun keduanya akan mendapatkan

hasil yang sama, penolakan yang lebih besar. Sleight of Mouth telah

secara bertahun-tahun diakui sebagai metode yang paling efektif

dalam menggulangi penolakan.

Sleight of Mouth bukanlah “bicara panjang lebar” menjelaskan

ulang mengenai ide dan pendapat yang anda miliki, yang malah

akan membuat anda membuang-buang energi. Sleight of Mouth

hanyalah serangkaian komentar singkat, pertanyaan-pertanyaan

reflektif yang jika anda gunakan secara jeli, maka dengan sangat

signifikan mendatangkan manfaat transformatif yang besar.

Beliefs terdiri dari values (nilai-nilai mengani apa yang dianggap

penting dan apa yang tidak penting, apa yang dihargai dan

dihormati apa yang tidak), rules (aturan-aturan pribadi dalam

menjalani kehidupan, atau dalam bersikap) serta criteria (daftar

hirarkis, mana yang paling penting, mana yang kurang penting, list

prioritas dari values yang dimiliki) dan kemudian akan

menentukan attitude dan behavior seseorang. Dari komponen-

komponen ini kita tahu bahwa, beliefs merupakan operating system

yang mengoperasikan segenap kehidupan seseorang.


The Hitler Effect 314
Putu Yudiantara

Sangat penting pula untuk anda ingat bahwa, beliefs terbentuk dari

rumusan sederhana berikut

BELIEFS = IDE + PERSETUJUAN

atau bisa juga

BELIFES = IDE + MUATAN EMOSIONAL

Saat sebuah ide diikuti oleh muatan persetujuan dan/atau

emosional, maka ide tersebut akan menjadi beliefs seeorang.

Seiring perkembangannya beliefs akan menjadi semakin kuat

dengan sendirinya, sebab pikiran memiliki kecenderungan

asosiatif, yaitu menghubungkan satu hal dengan hal lain yang

berkaitan dengan beliefs yang dimiliki, atau dengan kata lain,

seiring perkembangannya, beliefs akan menguatkan dirinya

dengan mencari banyak pembenaran yang mendukung dan

menguatkan dirinya.

Sleight of Mouth menjadi penting sebab ia merupakan teknik yang

akan menghilangkan penolakan dan mendatangkan persetujuan

terhadap ide yang anda sampaikan.


The Hitler Effect 315
Putu Yudiantara

Beliefs bisa juga terinstal secara otomatis jika sebuah ide diulang-

ulang secara terus menerus (repetisi), berasal dari identifikasi

keluarga atau kelompok, ide tersebut disampaikan oleh figur

yang dihormatinnya dan dianggapnya memiliki otoritas, kondisi

trance hipnotis (relaks dan reseptif), serta ide yang disampaikan

bersama dengan kondisi emosional yang intens. Anda akan bisa

menguatkan ide atau pendapat anda agar menjadi bagian dari

pikiran bawah sadar seseorang (beliefs) jika anda mengikuti

penyampaian dan pemberian ide anda dengan mengikuti prinsip-

prinsip di atas.

Sebelum Anda Menggunakan Senjata Ini

Catatan penting yang perlu anda ingat adalah, efektifitas anda

dalam memergunakan Sleight of Mouth juga sangat dipengaruhi

oleh bagaimana kualitas rapport anda sebelumnya. Jika anda

memiliki kualitas rapport yang menyedihkan sebelumnya, maka

bisa-bisa Sleight of Mouth menjadi boomerang pada anda, malah

menimbulkan dampak berlawanan dari yang anda inginkan.

Bangun rapport yang kuat, maka Sleight of Mouth anda akan

menjadi sangat efektif.


The Hitler Effect 316
Putu Yudiantara

Setiap orang akan menganggap beliefs yang dimilikinya sebagai

kebenaran hakiki, dan jika anda mengkonfrontasinya,

mengancamnya atau meremehkannya, maka yang sebenarnya anda

lakukan adalah memperkuatnnya, menjadikannya semakin kuat

karena munculnya pembelaan-pembelaan dan pemebenaran.

Seorang yang memegang suatu beliefs, maka beliefs yang

dipegangnya akan dipertahankannya dengan berbagai pembenaran

dan alasan, terutama jika anda mengkonfrontasinya secara kasar.

Hal ini dikenal sebagai law of reverdal effect (mendapatkan hasil

kebalikan dari yang diinginkan).

Namun berita baiknya adalah, meski anda akan sangat sulit

menghancurkan beliefs yang tidak mendukung anda atau beliefs

yang merugikan, anda masih bisa menghancurkannya dengan

memanfaatkan tenaga lawan anda. Sleight of Mouth seperti Aikido,

demikian kata Doug O’Brien, salah seorang trainer dan penulis

yang mendalami Sleight of Mouth. Aikido adalah salah satu seni

bela diri yang memanfaatkan tenaga dan energi lawan untuk

menjatuhkannya, mengarahkan serangan lawan ke arah lain

dengan mempergunakan energinya sendiri.


The Hitler Effect 317
Putu Yudiantara

Hal lain yang perlu anda ingat kemudian adalah, Sleight of Mouth

bukanlah debat. Anda bisa mempergunakan Sleight of Mouth

sebagai metode debat yang sangat-sangat ampuh. Namun jika

tujuan anda adalah persuasi, mempengaruhi dan merubah

keinginan orang lain, maka jangan sekali-kali mendebat orang lain,

karena hal itu justru akan memunculkan resistensi. Sleight of

Mouth harus digunakan sehalus mungkin, dan memang harus

dihaluskan sebelum dipergunakan, agar tidak menimbulkan

reversal effect, anda mendapatkan kebalikan dari yang anda

inginkan.

Agar anda bisa mempergunakan secara halus Sleight of Mouth

dalam persuasi, agar tidak menimbulkan ketersinggungan atau

malah konflik, ada beberapa cara penghalusan Sleight of Mouth.

Sebab saat Sleight of Mouth sudah didahului dengan rapport yang

baik, kemudian dipergunakan secara halus, maka effectnya akan

sangat besar. Hal ini penting terutama jika anda berbicara dengan

orang baru, dengan atasan, dengan orang yang lebih tua, atau

orang yang menganggap dirinya lebih berkuasa dibanding anda.

Cara-cara penghalusan tersebut, adalah :


The Hitler Effect 318
Putu Yudiantara

1) Gunakan petikan dari orang lain, misalkan,

“seorang sahabat saya sangat percaya bahwa ... (Masukan

Pola Sleight of Mouth)”

“Anda mungkin pernah mendengar Mr.X berkata ...

(Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“Pernahkah anda mendengar pernyataan bahwa ...

(Masukan Pola Sleight of Mouth)”

2) Petikan dari diri sendiri, misalkan,

“saya sering mengatakan pada teman saya yang memiliki

masalah serupa ... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“saya dulu sering meyakinkan diri sendiri bahwa ...

(Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“jika saja saya mengalami hal demikian, saya akan merasa

lebih nyaman ... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

3) Gunakan permintaan ijin dan pertanyaan

“Bolehkah saya memperjelas, apakah maksud anda ...

(Masukan Pola Sleight of Mouth)”


The Hitler Effect 319
Putu Yudiantara

“saya hanya sekedar ingin tahu, apakah ... (Masukan Pola

Sleight of Mouth)”

“maaf, mungkin ini kedengaran bodoh, tetapi ... (Masukan

Pola Sleight of Mouth)”

“saya penasaran apakah maksud bapak ... (Masukan Pola

Sleight of Mouth)”

4) Gunakan persetujuan di awalnya

“saya mengerti maksud bapak adalah ... dan hal itu sangat

wajar ... namun ... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“Jika maksud ibu adalah .... tentu hal itu sangat-sangat

baik, dan akan lebih baik jika ... (Masukan Pola Sleight of

Mouth)”

“memang benar bahwa ... sayangnya ... (Masukan Pola

Sleight of Mouth)”

“saya yakin banyak orang juga berpikiran bahwa ....

bahkan termasuk saya. Sampai kemudian saya menemukan

bahwa ... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“Ibu memutuskan ... pastilah dengan pertimbangan yang

matang dan sudah menjadi keputusan terbaik untuk ibu,


The Hitler Effect 320
Putu Yudiantara

namun mungkin ibu juga berkenan mempertimbangkan

bahwa ... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

5) Manfaatkan ciri yang ada

“dengan menyatakan bahwa ... itu menandakan anda

adalah orang yang penuh pertimbangan, dan sepertinya

akan ada baiknya jika anda juga mempertimbangkan ...

(Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“karena situasinya ... memang keputusan anda terdengar

sebagai keputusan yang sangat relevan. Namun seandainya

... (Masukan Pola Sleight of Mouth)”

“karena bapak adalah tipe orang yang ... maka ... (Masukan

Pola Sleight of Mouth)”

Sleight of Mouth adalah sekumpulan pola bahasa yang biasanya

ditunjukkan untuk menanggulangi penolakan atau resistensi,

sehingga anda mendapatkan persetujuan yang anda inginkan.

Namun jika anda tidak mempergunakannya dengan pengahalusan-

penghalusan, kemungkinan besar anda malah akan mendapatkan

semakin banyak penolakan. Hal ini dikarenakan Sleight of Mouth

ditujukan untuk menstruktur ulang “prosesor inti” pikiran


The Hitler Effect 321
Putu Yudiantara

manusia, yaitu beliefs, dan beliefs merupakan sesuatu yang sangat

sensitif. Jadi, dalam prakteknya, anda harus membuat pola-pola

Sleight of Mouth sehalus mungkin; misalkan dengan menyusunnya

sebagai bentuk-bentuk pertanyaan di atas.

Membongkar Struktur Beliefs

Beliefs tersusun dengan dua komposisi. Beliefs mengenai apa pun

itu, pastinya hanya tersusun dalam dua komposisi saja, dan dengan

memasukannya dalam dua komposisi ini maka anda akan bisa

menstrukturkan ulang beliefs.

Secara umum beliefs dapat digambarkan dengan persamaan

sebagai berikut,

CAUSE => EFFECT => MEANS

Saat sebuah beliefs diungkapkan dalam cause/effect maka anda

anda melihat hubungan sebab akibat, sedangkan saat sebuah

kalimat diungkapkan dalam struktur complex equivalence maka

anda akan melihat kesimpulan, atau hubungan effect/means.

Hubungan cause/effect misalkan “saya tidak bisa closing karena itu

saya putus asa”. Sedangkan hubungan effect/means atau complex


The Hitler Effect 322
Putu Yudiantara

equivalence misalkan “saya tidak berbakat menjadi seorang

penjual”. Saat seseorang mengeluarkan sebab akibat adalah saat

seseorang sedang mengemukakan beliefsnya sebagai cause/effects,

dan saat seorang sedang mengeluarkan kesimpulan singkat tentang

seseorang, sesuatu atau dirinya, maka dia sedang memaknai

dirinya, orang lain atau sesuatu tersebut, model pemaknaan ini

adalah complex equivalence. Complex equivalence selalu memiliki

cause/effect sebagai “ibu” yang menyebabkan kemunculannya, dan

anda selalu bisa membongkar strukturnya, hanya dengan

menanyakannya.

Misalkan,

“saya tidak berbakat menjadi penjual”

“apa yang menyebabkan anda mengambil kesimpulan bahwa anda

tidak berbakat menjadi penjual”

“karena saya tidak pernah bisa closing penjualan”

Nah, anda kemudian mendapatkan causenya, dan anda bisa

memasukan Sleight of Mouth untuk melakukan reframing.

“saya akan meninggalkan wanita semacam itu”


The Hitler Effect 323
Putu Yudiantara

“wanita semacam apa yang akan anda tinggalkan itu?”

“dia tidak pernah bisa memahami saya, dia tidak pernah mengerti

saya”

“bagaimana anda bisa menyimpulkan dia tidak pernah memahami

anda?”

“dia tidak pernah membela saya jika ada debat dengan orang

tuanya”

Nah, anda mendapatkan komponen beliefsnya sekarang :

Tidak pernah membela saat debat dengan mertua = istri tidak

pengertian = ditinggalkan saja”

Complex equivalence (CEq), atau kesetaraan yang kompleks,

menyetarakan satu hal dengan hal lain, yang bisa jadi sangat tidak

berkaitan. Misalkan saja, “saya adalah seorang pecundang”,

“barang anda tidak berguna”. Pernyataan-pernyataan definitif dan

sering kali berupa kesimpulan seperti ini merupakan beliefs yang

terpolakan dalam complex equivalence. Complex equivalence lebih

berupa labelling atau kesimpulan terhadap sesuatu atau seseorang.


The Hitler Effect 324
Putu Yudiantara

Pola atau susunan beliefs lainya adalah dengan cause effect (CE),

dan ini merupakan struktur beliefs yang paling umum. Contohnya,

“saya sudah berusaha keras, dan gagal, makanya saya putus asa”,

“saya sudah banyak membeli asuransi dan asuransi anda sama saja,

jadi saya tidak akan membelinya”, “pasangan saya jarang bicara

dengan saya, jadi pasti dia tidak mencintai saya”, “pegawai yang

sering terlambat tidak akan bisa diandalkan” dan sederet contoh

berkaitan dengan sebab-akibat lainnya.

Saat seseorang berbicara, maka yang perlu anda perhatikan adalah

struktur beliefs dari isi pembicaraannya, mengetahui deep

structure dari kata-kata yang diucapkannya, yaitu alasan dia

mengemukakan hal itu. Beliefs adalah alasan yang ada di balik

pernyataan, sedangkan sebuah pernyataan hanyalah sebuah

ungkapan yang sudah banyak mendapatkan penghalusan dan

proses penyesuaian lainya. Perhatikan, apakah seseorang sedang

bicara dalam bahasa complex equivalence ataukah sedang

mengungkapkan cause-effect.

Namun alasan yang dimaksud juga bukanlah alasan yang ada di

permukaan (surface structure), gali lebih dalam sehingga anda

mendapatkan alasan yang lebih mendalam (deeper structure).


The Hitler Effect 325
Putu Yudiantara

Sebab alasan yang ada di dalam adalah alasan yang

mengoperasikan alasan-alasan lain di permukaan.

Saya memiliki bebeapa kalimat, yang akan kita bedah dengan

mempergunakan Sleight of Mouth,

“saya pikir membeli lebih dari satu asuransi bukanlah keputusan

yang bijak, malah buang-buang uang”

“saya sudah setahun ini tidak pernah closing dengan memuaskan,

saya rasa saya tidak berbakat menjadi agent penjualan”

“saya terlalu lemah untuk bertahan dari keadaan ini”

“saya pikir nasehat anda isinya hanya omong kosong”

Kita akan menentukan dulu, apakah pernyataan ini merupakan

pernyataan yang menyatakan Complex Equivalence ( A = B )

ataukah Cause Effect ( A => B ), untuk memudahkan menentukan

bagaimana membongkar beliefs dalam pernyataan tersebut,

sehingga setelah prinsip yang mendasari pernyataannya sudah

berubah, maka hal lainya akan berubah.


The Hitler Effect 326
Putu Yudiantara

Memperbandingkan A dengan B, atau sebliknya menganggap A

tidak sama dengan B, tetapi sama dengan C. misalkan saja,

“saya terlalu lemah untuk bertahan dari keadaan ini” dengan kata

lain, si pembicara sedang mengatakan bahwa “saya = terlalu lemah

untuk bertahan”

“saya pikir nasehat anda isinya hanya omong kosong” dengan kata

lain, ada kesimpulan bahwa “nasehat anda = omong kosong”.

Sementara kalimat yang bersifat Cause Effect tentu memiliki

hubungan sebab akibat, A dikarenakan B, atau A dikarenakan C

bukan B. Hubungan sebab akibat tersebut tentu saja perseptual dan

subjektif. Contohnya,

“saya pikir membeli lebih dari satu asuransi bukanlah keputusan

yang bijak, malah buang-buang uang”

Dalam kalimat tersebut tersirat hubungan sebab akibat yang bisa

dituangkan dalam rumusan template Belifs dari Robert Dilts,

Membeli lebih dari satu asuransi (cause) = Bukan keputusan yang

baik (effect) = buang-buang uang (meaning)


The Hitler Effect 327
Putu Yudiantara

Ketiga unsur kalimat tersebut bisa distruktur ulang atau di

reframing dengan menggunakan Sleight of Mouth; namun lakukan

secara bertahap setelah anda mengecek dan menyesuaikan dengan

respon yang anda terima.

Contoh lainya,

“saya sudah setahun ini tidak pernah closing dengan memuaskan,

saya rasa saya tidak berbakat menjadi agen penjualan”

Setahun tidak pernah closing memuaskan (cause) = tidak berbakat

menjadi agent penjualan (effect)

“saya sudah setahun ini tidak pernah closing dengan memuaskan,

saya rasa saya tidak berbakat menjadi agent penjualan”

Saat sebuah kalimat sudah bisa anda baca sebagai cause effect atau

complex equivalence, maka akan lebih mudah untuk anda dalam

menentukan pola mana dari Sleight of Mouth yang akan anda

pergunakan untuk reframing.

List dari Pola-pola Sleight of Mouth yang akan segera menjadi

senjata mutakhir dalam proses percakapan anda, yaitu : 14 Pola


The Hitler Effect 328
Putu Yudiantara

Pola-Pola Sleight of Mouth dalam Merubah Sudut Pandang

dan Pemikiran Orang Lain

Berikut ini saya berikan pada anda daftar pola dalam SoM yang

bisa anda pergunakan dalam merubah pola pikir, sudut pandang

dan keyakinan seseorang dengan hanya mempergunakan

percakapan biasa, namun tertata dalam rumusan yang

mempergunakan pola bahasa hipnotis. Silahkan cermati berikut

contohnya.

Saya akan pakai contoh yang diungkapkan oleh Doug O’Brien

dalam melakukan reframing dengan SoM, yaitu misalkan

keyakinan yang menyatakan bahwa,

“Sesuatu yang terlalu cepat tidak akan bertahan lama”, “Karena

tidak bertahan lama, ya tidak udah dilakukan”

dan berikut pola sekaligus contoh reframingnya (reframming

Cause-Effect dan Complex Equivalence)

1. Redefine: Menggantikan satu kata (yang diucapkan

berdasarkan perspektif lawan bicara) dengan kata lainnya


The Hitler Effect 329
Putu Yudiantara

yang memiliki kemiripan arti namun implikasinya

berbeda, sehingga menghasilkan perspektif berbeda.

Redefine Cause : melakukan pendefinisian ulang

penyebab (cause), contohnya,

“Bukan terlalu cepat yang menjadikanya tidak bisa

bertahan lama, terlalu cepat berarti hal itu akan berkurang

rasa sakitnya sehingga lebih banyak orang akan

mencobanya”

Redefine Effect : Melakukan pendefinisian ulang terhadap

akibat (effect), misalkan,

“Bukanya terlalu cepat, namun terapi ini sangat efektif. Hal

ini terlihat cepat hanya jika dibandingkan dengan metode

lama”

2. Consequence: Menggiring perhatian dan fokus pada

sebuah akibat (positif atau negatif) dari keyakinan atau

hubungan yang diciptakan dari keyakinan tersebut. Pola

ini ditandai dengan menekankan pada kata “karena”

sebagai pemberian alasan atas frame baru yang

disampaikan.
The Hitler Effect 330
Putu Yudiantara

“Memiliki keyakinan seperti ini akan menjamin

permasalahanmu yang bertahan lama karena kamu

menolak mencoba kemungkinan dan kesempatan”

3. Intention: Mengarahkan perhatian pada tujuan atau

niatan sebuah keyakinan yang dimiliki lawan bicara (baik

positif atau negatif).

“saya tahu anda mengatakannya karena menginginkan

perubahan yang permanen. Kita bisa saja menghabisakan

waktu sebanyak yang anda inginkan untuk menjadi yakin,

karena perubahan adalah hal yang bisa anda simpan

sekarang juga”

4. Chunk Down: Membagi elemen-elemen dari sebuah

keyakinan dalam bagian kecil yang kemudian bisa

merubah keterhubungannya dengan keyakinan yang

dipegang seseorang.

“seberapa cepatkah terlalu cepat itu? Seberapa lambat

harusnya ia jadinya? Seberapa lama interval waktu

treatment yang anda butuhkan agar anda menganggapnya

efektif? Seberapa lama harusnya perubahan yang bertahan

lama itu?”
The Hitler Effect 331
Putu Yudiantara

5. Chunk Up: Mengeneralisasi elemen dari sebuah keyakinan

menuju pada kalasifikasi yang lebih besar (umum)

sehingga merubah arti dan pemaknaan.

“jadi maksud anda, terkecuali kalau sebuah terapi

dilakukan selama bertahun-tahun maka hanya akan

menjadi aktifitas yang membuang-buang waktu semata

dan harus dihindari?”

6. Counter-Example: Mempergunakan contoh yang

berseberangan dengan keyakinan yang dipegang oleh

lawan bicara sehingga memancing perenungan ulang atas

keyakinan yang dimiliki tersebut.

“Benarkah? Apakah anda tidak pernah mendengar tentang

terapi yang dilakukan dengan singkat namun memiliki efek

jangka panjang? Banyak konsep dalam sejarah medis yang

tadinya nampak terlalu ajaib sampai kita mengerti alasan

ilmiah yang melatar belakanginya”

7. Another Outcome: Menantang relevansi sebuah

keyakinan dan menggantikanya pada kasus yang berbeda

secara bersamaan atau memberikan contoh hasil yang

berbeda terhadap sebuah proses.


The Hitler Effect 332
Putu Yudiantara

“Bukan apakah terapinya terlalu cepat atau hasilnya tidak

akan bertahan lama yang penting, namun fokusnya adalah

bagaimana memfasilitasi klien dengan pola penanganan

baru yang akan memberi mereka kesempatan untuk keluar

dari penderitaan. Semakin mereka melakukanya, maka

semakin kuat keinginan untuk keluar dari penderitaan

akan terbentuk”

8. Metaphor/Analogy: Menemukan analogi (perumpamaan)

yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki, namun

yang memiliki implikasi yang berbeda.

“Jadi maksud anda bahkan seorang dokter gigi harus

mencabut gigi selama bertahun-tahun?”

“Wah, bagaimana dengan terapi pijat, apakah harus

dilangsungkan selama berbulan-bulan juga?

9. Apply to Self: Mengevaluasi sebuah keyakinan yang

dinyatakan berdasarkan kriteria yang dijabarkan.

Apply To Self Cause

“Sebaiknya jangan menyimpulkan terlalu cepat”


The Hitler Effect 333
Putu Yudiantara

Apply to Self Effect

“Keyakinan seperti itu tidak akan bertahan lama setelah

anda melihat seberapa lama hasilnya bisa bertahan”

10. Hierarchy of Criteria: Mengevaluasi ulang sebuah

keyakinan berdasarkan dari urutan kriteria dengan

mempergunakan kriteria penilaian yang lebih penting

dibanding keyakinan yang dimaksudkan.

“Bukankah kedalaman dan efektifitas sebuah hasil terapi

lebih penting dibandingkan dengan durasi terapi tersebut

dilakukan?”

11. Change Frame Size: Mengevaluasi ulang implikasi sebuah

keyakinan dalam konteks yang berbeda (waktu yang lebih

panjang atau lebih pendek), jumlah orang yang lebih

banyak (dari sudut pandang lawan bicara) atau perspektif

yang lebih luas atau malah lebih sempit.

“Ya, sejarah juga mencatat banyak sikap skeptis seperti itu

ditunjukan terhadap berbagai hasil penelitian mengenai

teknik terapi yang baru, namun seiring berjalannya waktu,

teknik tersebut menjadi valid dan terpercaya”

12. Meta Frame:.mengevaluasi sebuah keyakinan dari frame


The Hitler Effect 334
Putu Yudiantara

yang secara terus menerus berorientasi pada konteks

pribadi, atau memiliki keyakinan terhadap keyakinan yang

dimiliki.

“Tidakkah anda mengatakan demikian karena tidak tahu

mekanisme yang bekerja dalam teknik tersebut, dan anda

terlalu banyak mengacu pada teknik lama yang dipakai

tetua kita?

13. Model of the World: Mengevaluasi ulang sebuah

keyakinan dari model dunia yang berbeda yang dimiliki

orang lain.

“Memang banyak psikolog skeptis yang masih berpegang

pada keyakinan bahwa durasi yang lama merupakan hal

yang penting, namun banyak ilmuan moderen yang sudah

mulai meyakini bahwa bukan durasinya yang penting,

namun ketelitian dan ketepatanlah yang memegang

peranan”

14. Reality Strategy: Mengevaluasi ulang sebuah keyakinan

berdasarkan keberfungsian dari modalitas orang

bersangkutan.

“Bagaimana sih tepatnya anda menanamkan keyakinan


The Hitler Effect 335
Putu Yudiantara

tersebut ke dalam diri anda? Apakah anda membayangkan

gambaran tertentu? Apakah anda mendengar suara-suara

tertentu atau mungkin sensasi tertentu? Bagaimana anda

membuat keyakinan anda itu menjadi benar untuk anda?”

Tidak ada aturan yang menyatakan bahwa satu pola lebih efektif

dibanding pola lainya, dan bahwa satu pola sangat sesuai untuk

satu hal sementara pola lain untuk hal lainya. Dalam

mempergunakan pola-pola Sleight of Mouth ini, anda hanya harus

memiliki fleksibilitas dan memerhatikan konteksnya. Selebihnya,

anda bahkan bisa hanya menggunakan satu pola saja, atau bisa

mencampurkan keseluruhnya sekaligus. Anda yang menentukan

sesuai konteks pembicaraan anda, dan sesuai selera anda.

Agar lebih mudah dalam menguasai pola-pola ini, anda bisa mulai

memikirkan lima beliefs yang anda miliki yang anda anggap tidak

membuat anda produktif. Anda bisa dengan mudah menemukan

beliefs anda yang menghambat anda dengan menjawab secara

spontan pertanyaan saya,

“apa yang anda yakini sulit untuk anda lakukan?”


The Hitler Effect 336
Putu Yudiantara

“apa ketakutan-ketakutan yang anda miliki?”

Silahkan buat daftarnya, paling tidak lima beliefs negatif, lalu anda

rumuskan beliefs anda ke dalam rumusan Complex Equivalence

atau Cauce Effect, kemudian anda mulai mempelajari tiap pola

Sleight of Mouth untuk merubah beliefs negatif anda ini.


The Hitler Effect 337
Putu Yudiantara

KUMPULAN POLA DAN TAKTIK PERSUASI APLIKATIF

Menciptakan Kepribadian Lain dalam Diri Seseorang Untuk

Mendukung Anda

Pola pertama, teknik pertama ini sangat mudah, namun sangat

kuat jika anda memainkanya dengan baik. Memainkan teknik ini

mudah sebab anda hanya perlu melatihnya setelah memahami

konsep-konsep sederhananya.

Prinsip utama subpersonality ini adalah, kita semua, semua

manusia memiliki subpersonality, parts atau ego state dalam diri

kita, yang menjadikan kita penuh dinamika, sebab bagian-bagian

dalam diri kita ini tidak selalu memiliki keinginan dan pemikiran

yang sama.

Misalkan salah satu subpersonality yang sangat berguna untuk

anda dayagunakan dalam persuasi adalah, bagian dalam diri kita

yang tertarik dengan hal-hal baru, dengan pelajaran dan

pengetahuan baru. Misalkan saat anda membeli barang baru, atau

bahkan saat anda membeli buku ini. Jika sebuah bagian dalam diri
The Hitler Effect 338
Putu Yudiantara

mendapatkan penguatan atau reinforcement, maka bagian tersebut

akan menjadi semakin kuat dan semakin berpengaruh. Misalkan

saat anda membeli buku ini atas dorongan bagian dalam diri anda

yang bergairah dengan pengetahuan baru, kemudian mendapatkan

kepuasan dalam membaca dan menyelami isi buku ini, maka

bagian diri tersebut akan menjadi semakin kuat dan semakin kuat.

Demikian juga jika sebuah bagian dalam diri mendapatkan

punishment atau hukuman, maka bagian tersebut akan melemah.

Saat anda menyadarkan seseorang akan keberadaan bagian

tertentu dalam dirinya, maka ego state atau parts bersangkutan

akan menjadi semakin kuat, dan akan “terwujud” dengan semakin

nyata seiring banyaknya reinforcement yang anda berikan dan saat

anda menamainya. Perhatikan contoh berikut ini.

“sangat menyenangkan menyadari kalau ada bagian dalam diri

kita, dalam diri saya dan tentu saja dalam diri anda, yang memiliki

keterbukaan pikiran terhadap hal-hal baru, yang mengijinkan kita

mencoba hal-hal baru, menerima informasi baru secara terbuka,

mempelajari buku baru atau membeli barang baru yang mungkin

saja akan angat berguna untuk kita.


The Hitler Effect 339
Putu Yudiantara

“apakah bapak menyadari kalau bagian dalam diri kita yang sangat

berguna tersebut ada dalam diri bapak?”

“apakah bapak selama ini merasakan manfaat yang dihadirkan

bagian diri bapak tersebut?”

Dalam contoh paragraf di atas, kita pertama-tama memberikan

secara umum gambaran mengenai bagian diri tersebut, kemudian

kita melakukan personalisasi agar lawan bicara anda menyadari

bagian tersebut sebagai bagian dalam dirinya, kemudian

memberikan penguatan (reinforcement) terhadap bagian tersebut.

Setelah ego state tersebut “terwujud”, maka anda bisa kemudian

mengarahkannya untuk mendukung tujuan anda, misalkan untuk

menawarkan barang atau jasa anda.

“saya yakin, seorang yang memiliki bagian dalam dirinya yang

penuh keterbukaan dan ketertarikan dengan hal-hal baru seperti

bapak, maka setidaknya bagian dalam diri bapak tersebut akan

mendorong bapak untuk mempertimbangkan barang yang saya

tawarkan dengan serius”


The Hitler Effect 340
Putu Yudiantara

Metode ini akan menjadi sangat efektif jika bagian diri atau ego

state yang anda ciptakan dalam diri seseorang adalah ego state

yang memang mendukung tujuan anda. Catatan penting lainnya

adalah, anda bisa menciptakan lebih dari satu part, hanya saja part

yang memang saling mendukung satu dengan yang lain, yang

mengarahkan pada satu tujuan. Misalkan diawali dengan ego state

keterbukaan dan keinginan terhadap hal baru kemudian

munculkan part lain, misalkan part bosan dengan barang lama,

atau part lain yang sesuai dengan kualitas barang yang anda jual.

Beberapa part yang saling mendukung tersebut akan sangat besar

dampaknya terhadap tercapai atau tidaknya tujuan persuasi anda.

Dalam proses komunikasi anda akan menemukan ego state yang

akan mendukung ego state yang anda ciptakan, namun juga akan

menemukan ego state lain yang akan menolak anda. Hal yang

harus anda perhatikan adalah, berikan penguatan untuk ego state

yang mendukung anda dan ciptakan ego state lain yang akan

melemahkan ego state yang akan menolak anda. Ini adalah

permainan yang mudah, serupa dengan permainan catur, dimana

anda harus mengatur bidak-bidak catur dengan hati-hati,

menyiapkan formasi yang akan membuat pertahanan anda


The Hitler Effect 341
Putu Yudiantara

demikian kuat, dan sekaligus mempersiapkan serangan yang

dahsyat.

Akan jauh lebih hebat dampaknya jika ego state yang anda

ciptakan adalah ego state yang memang muncul dari orang

bersangkutan. Anda hanya harus menyadarinya dengan penuh

perhatian.

“melihat kualitasnya, saya ingin membeli barang anda, namun

agaknya barang yang lama masih bisa saya pakai dan masih

berfungsi dengan baik”.

Dalam pernyataan singkat di atas, anda sudah mendapatkan

sebuah ego state yang mendukung anda, yaitu ego state yang sudah

jatuh cinta pada kualitas anda, dan ego state yang menolak anda

adalah ego state yang masih menyayangi barang anda sebelumnya.


The Hitler Effect 342
Putu Yudiantara

Biarkan Mereka Berasumsi dan Berfantasi, Maka Mereka Akan

Percaya

Asumsi dan fantasi adalah hasil imajinasi dan prediksi pikiran,

sebagai hasil suatu stimulus tertentu. Anda bisa membuat

seseorang berasumsi dan berfantasi terhadap sesuatu tanpa

memberikan janji atau pernyataan langsung. Anda bisa

melakukannya secara tidak langsung, atau secara terselubung. Saya

mengamati iklan banyak menggunakan teknik ini, membuat

orang-orang berasumsi tinggi terhadap produk mereka tanpa

memberikan janji apa pun yang bisa dituntut oleh konsumen di

kemudian hari.

Asumsi Perilaku

Anda bisa menyusun kata-kata tertentu yang akan memunculkan

asumsi dalam pikiran seseorang, beberapa kata-kata kunci yang

akan memunculkan asumsi, misalkan ; secara otomatis,

dilanjutkan dengan, secara spontan, secara instingtif, dengan ajaib,

terus menerus, tanpa berpikir sekali pun, secara tidak sadar, dan

banyak lagi.

Contoh penggunaannya, misalkan:


The Hitler Effect 343
Putu Yudiantara

Jika anda membeli buku saya ini dan membacanya secara berulang-

ulang, maka secara otomatis anda akan mendapati diri anda

memiliki pemahaman dan kemampuan yang lebih tinggi dalam hal

persuasi.

Dari kalimat tersebut, anda akan mendapatkan asumsi betapa buku

saya ini bisa membuat anda menjadi seorang ahli persuasi dengan

cepat dan mudah. Asumsi yang muncul dalam pikiran anda,

muncul dengan sendirinya karena rangkaian kalimat yang saya

pergunakan.

Kunci dari teknik ini yaitu, biarkan mereka berasumsi dan

berfantasi terkait apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana

menyenangkannya jika hal itu mereka lakukan.

Ada juga kumpulan kata-kata yang akan membuat perintah atau

kalimat anda akan diasumsikan benar dan faktual oleh lawan

bicara anda, yaitu; tentu saja, pastinya, tidak bisa disangsikan lagi,

tanpa ragu, nyatanya, tanpa penolakan, sudah pasti, maka dari itu,

tentunya, dan banyak contoh lain bisa anda temukan sendiri.


The Hitler Effect 344
Putu Yudiantara

“jika anda memiliki kemampuan persuasi yang tinggi, sudah bisa

dipastikan anda akan mendapatkan lebih banyak hal yang anda

inginkan dari orang lain”

“Tidak bisa disangsikan lagi, dengan belajar dari sumber yang

komprehensif dan taktikal seperti buku Hitler Effect, maka

peningkatan kemampuan persuasi anda akan meningkat drastis”.

Kalimat-kalimat semacam ini, akan memunculkan asumsi-asumsi

yang bahkan lebih banyak dalam pikiran lawab bicara anda. Selain

itu, anda bisa memunculkan fantasi-fantasi tertentu dengan

kalimat yang “mengambang” seperti ini,

“bisakah anda bayangkan, jika setelah anda menjadi seorng ahli

persuasi dan komunikasi, berapa banyak keuntungan yang bisa

anda dapatkan?”

“anda tentu sudah mengetahui, kalau seiring peningkatan

kemampuan dalam berkomunikasi, maka kemajuan karir dan

kemajuan finansial juga akan mengikuti secara otomatis, bukan?”

“saya tentu tidak perlu memberitahukan lagi pada anda, bahwa

komunikasi dan persuasi merupakan bagian penting dalam


The Hitler Effect 345
Putu Yudiantara

kehidupan dan karir, dan tentu saja untuk menjadi seorang pakar

persuasi, anda harus belajar dari sumber yang sahih”.

Kalimat-kalimat yang memancing fantasi memang sengaja disusun

seolah kalimat tersebut merupakan pertanyaan, namun dalam

kalimat pertnyaan yang jawabannya sudah bisa dipastikan itu juga

terkandung banyak asumsi terselubung.

Kalimat anda akan menjadi jauh lebih powerful jika anda bisa

bermain dengan intonasi dan jeda dalam mengemukakan

kalimatnya, sehingga lawan bicara anda akan memiliki kesempatan

yang lebih besar untuk mengalami trance, masuk ke dalam

pemikirannya sendiri, secara otomatis. Tentu tidak perlu saya

ulangi lagi, kalau apa yang anda katakan harus juga dibarengi

dengan bagaimana anda mengatakannya, agar pesan yang anda

sampaikan bisa diterima secara optimal.

Jika anda lihai bermain dengan intonasi dan jeda, maka anda akan

mendapatkan manfaat double bahkan triple dari kalimat yang anda

ucapkan. Jeda dan intonasi bagaikan roh dari setiap komunikasi.

Khususnya dalam memancing seseorang untuk berfantasi dan

berasumsi, tentu anda harus memberikan merek kesempatan


The Hitler Effect 346
Putu Yudiantara

untuk merenung ke dalam dirinya dan mengikuti fantasi mereka

sendiri.

Asumsi Jangka Waktu

Asumsi yang anda berikan juga bisa disusun dengan pola waktu

permanen; dengan kata lain mereka akan mengasumsikan bahwa

apa yang anda janjikan, apa yang anda berikan dan apa yang anda

sampaikan akan berlaku terus menerus.

Setiap orang menginginkan dirinya bisa mendapatkan apa yang

memuaskan dan menyamankannya dalam jangka waktu yang

panjang, dan dalam jangka panjang juga bisa terhindar dari hal-hal

yang mereka takutkan akan terjadi dalam kehidupannya. Kata-kata

yang bisa mengasumsikan bahwa sesuatu akan berlangsung terus

misalkan; seterusnya, selamanya, selalu, sepanjang hidup, tanpa

akhir, selalu bersama, bahkan setelah bertahun-tahun, senantiasa

teringat, hari demi hari, tahun ke tahun, sepanjang usia, dan

banyak kalimat sejenis lainnya.

Masa depan adalah fantasi, belum nyata dan belum tentu akan

menjadi nyata. Namun manusia suka berfantasi tentang masa

depan, terutama masa depan yang menjanjikan perubahan yang


The Hitler Effect 347
Putu Yudiantara

lebih baik dibanding apa yang sudah dan sedang dijalaninya.

Memberi mereka kesempatan berfantasi akan memberikan merek

kenikmatan dan kondisi (state) euforia, sehingga menempatkan

mereka pada kondisi yang lebih mudah untuk dipengaruhi.

Bukan hal baru lagi, kalau setiap orang akan sangat senang

membuat dirinya terhibur dengan angan-angan masa depan untuk

membuatnya bisa memiliki harapan hari esok yang lebih baik.

Perhtikan contoh berikut ini,

“Anda bisa mulai memikirkan bagaimana jadinya jika setelah anda

memiliki kemampuan persuasi yang tinggi dan tajam, anda juga

akan memiliki kebahagiaan dan kepuasan sepanjang hidup anda”

“dengan kemampuan persuasi anda, anda bisa memiliki apa pun

yang anda inginkan, semakin hari semakin banyak yang anda

dapatkan, dan anda menikmati bagaimana puasnya menjadi orang

yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya sepanjang usia”.

“bayangkan, puluhan tahun dari sekarang anda masih menikmati

manfaat luar biasa yang anda dapatkan dari ilmu persuasi yang

anda pelajari saat ini”.


The Hitler Effect 348
Putu Yudiantara

“Hanya butuh beberapa detik untuk memutuskan untuk membeli

buku ini, dan perlu waktu paling lama satu hari untuk

membacanya, dan mungkin beberapa bulan untuk menjadikannya

bagian cara berkomunikasi anda sehari-hari. Kemudian setelah itu,

anda akan menikmati manfaatnya sepanjang usia anda. Bukankah

itu hal yang layak anda wujudkan?”

Bagaimana asumsi dan fantasi yang didatangkan kalimat-kalimat

tersebut pada anda? Pasti menyenangkan membayangkan hal yang

menyenangkan akan terjadi dan terus terjadi sepanjang hidup

anda, bukan? Saya yakin, setiap orang juga demikian, dan karena

itulah teknik ini bisa sangat efektif manfaatnya.

Beberapa orang ragu untuk mengemukakan apakah kalimat

muluk-muluk bisa efektif atau tidak. Ada dua hal yang bisa anda

cermati sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut; pertama, jika

anda hanya mengemukakan hal yang biasa-biasa dan standar-

standar saja, saya jamin akan sangat tidak menarik, sebab tiap

orang menginginkan sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang

“waaah”, namun paradoknya adalah, mereka tidak mudah

mempercayai sesuatu yang muluk-muluk, karena mereka mulai

bosan dengan banyaknya hal yang muluk-muluk. Berita baiknya


The Hitler Effect 349
Putu Yudiantara

adalah, mereka bukannya tidak lagi mempercayai suatu yang

muluk-muluk atau terdengar terlalu baik, mereka hanya tidak

mempercayainya jika cara pesan tersebut disampaikan membuat

mereka tidak mudah mempercayainya. Jika sebuah informasi

muluk-muluk disampaikan secara tidak langsung, dengan kata lain

kita buat mereka yang membayangkan hal yang muluk-muluk

tersebut dengan asumsi dan fantasi mereka, maka mereka akan

sangat mempercayainya.

Fantasi dan asumsi yang anda berikan secara langsung akan

mereka anggap sebagai omong kosong dan bualan, namun jika

anda menuntun mereka untuk berasumsi dan berfantasi sendiri,

maka mereka akan menganggapnya sama nyatanya dengan telapak

tangannya sendiri.

Asumsi Sifat

Anda bisa dengan mudah membuat seseorang berasumsi bahwa

sesuatu memiliki sifat dan karakteristik tertentu dengan

memberikan mereka pembanding yang tidak pasti. Teknik ini,

dalam Ericksonian Hypnosis dikenal sebagai Universal Quantifier.

Perhatikan contoh berikut ini,


The Hitler Effect 350
Putu Yudiantara

“Anda bisa menjadi seorang ahli persuasi lebih mudah dari yang

anda kira dengan belajar melalui Hitler Effect”

“Hitler Effect memberikan anda teknik-teknik persuasi yang jauh

lebih dahsyat dari yang anda kira”

“Anda bisa menguasai teknik yang diajarkan dalam waktu yang

lebih singkat dari yang anda bayangkan”

Bukankah kalimat-kalimat tersebut sedang memancing asumsi

akan betapa mudah, cepat dan sederhananya sesuatu? Pemikiran

tersebut diberikan secara tidak langsung, namun mendatangkan

efek jauh lebih besar dibanding kalimat langsung.

Kata-kata yang akan memancing asumsi-asumsi sifat dan

karakteristik misalkan; semudah, sesederhana, semurah, sebaik,

lebih mudah, lebih berbahaya, lebih ... kata-kata lain yang harus

mendampingi kata tersebut yaitu menyebutkan pembandingnya;

dibanding yang anda bayangkan, dibandingkan sebelumnya,

dibandingkan yang sudah ada, dibandingkan yang pernah

diajarkan, dan semacamnya.


The Hitler Effect 351
Putu Yudiantara

Memunculkan asumsi dan fantasi merupakan metode yang bisa

anda gunakan untuk memberikan tawaran muluk-muluk dengan

cara yang membuatnya dianggap realistis.


The Hitler Effect 352
Putu Yudiantara

Setting Unpredictable Frame, Cara Mudah Menjebol Benteng

Penolakan

Pengalaman saya sebagai marketing agent memngajarkan saya satu

pola yang sangat menantang saat berhadapan dengan prospek; saat

prospek melihat kedatangan kita dan berpikir “ah, orang ini pasti

sekedar mau menjual barangnya pada saya, dan memperoleh

keuntungan, bahkan mungkin menipu saya”, maka detik saat

pemikiran tersebut muncul di pikirannya menjadi detik

munculnya resitensi dalam diri prospek tersebut, memunculkan

banyak proteksi yang berusaha “melindunginya” dari para penjual.

Dengan kata lain, proses detailing product akan menjadi teramat-

sangat sulit, sebab mereka telah memiliki kesan negatif terhadap

penjual dan proses penjualan yang akan terjadi. Bahkan tidak

jarang banyak yang diusir sebelum sempat mengatakan “helo”.

Menerobos benteng tersebut benar-benar upaya yang menuntut

ketekunan tinggi dan upaya keras. Hal tu membuat saya

memikirkan teknik lain yang bisa secara efektif menolong proses

penjualan saya.

Salah satu asumsi dasar NLP mengatakan, “siapa pun yang

memasang frame, maka dialah yang mengendalikan percakapan”.


The Hitler Effect 353
Putu Yudiantara

Frame yang mereka pasang bahkan di detik pertama kita

menjumpai mereka benar-benar tidak supportive.

Prinsip yang sama ternyata juga berlaku dalam bidang komunikasi

lain. Jika lawan bicara anda telah mengetahui atau

memprediksikan tujuan kedatangan anda, tujuan komunikasi

anda, mereka akan cenderung menjadi resisten terhadap semua

yang berusaha anda sampaikan.

Bagaimanakah solusi untuk menanggulangi munculnya benteng

mental ini?

Tidak usah basa-basi lagi, saya akan katakan bahwa teknik yang

bisa anda pakai dalam menanggulangi hal ini adalah redefining.

Lebih tepatnya, saya mengadaptasi teknik ini dari teknik

redefining. Dengan membuat mereka tidak menyangka tujuan

kedatangan kita, maka mereka akan memiliki interest yang lebih

tinggi, mereka memiliki rasa ingin tahu dan keterbukaan yang

lebih bisa mendukung kita mencapai tujuan komunikasi dan

persuasi kita. Terlebih jika anda menjadikan definisi kedatangan

anda benar-benar tidak terduga, maka akan semakin besar


The Hitler Effect 354
Putu Yudiantara

kemungkinan anda mengendalikan percakapan, nyaris tanpa

resistensi apa pun.

“mungkin bapak mengira saya datang untuk menawarkan asuransi

pada bapak, tetapi sama sekali tidak. Saya akan menawarkan

sesuatu yang jauh lebih berharga dari itu, yaitu masa depan yang

belum pernah bapak bayangkan”

“jika bapak mengira saya akan menawarkan mobil baru, bapak

salah. Saya membawakan pada bapak sesuatu yang lebih dari

sekedar kendaraan, yaitu kepuasan dan gaya hidup yang akan

membuat bapak mendapatkan reputasi yang membanggakan

sebagai golongan atas”

Dari dua contoh kalimat di atas, anda dapat mengetahui bahwa,

tujuan sebenarnya kedatangan anda sedang diselubungkan dengan

memakai istilah lain, tujuan lain yang sebenarnya tidaklah jauh

berbeda dari tujuan yang diselubungkan, yaitu menjual. Perbedaan

yang harus anda catat, yang juga telah dituliskan dalam kalimat di

atas adalah; pertama, tujuan kedatangan anda harus menimbulkan

asumsi dan fantasi di pikiran prospek anda bahwa kedatangan

anda bukanlah sekedar penjualan, namun sesuatu yang jauh lebih


The Hitler Effect 355
Putu Yudiantara

dari itu. Kedua, anda mengungkapkan tujuan kedatangan anda

dengan berfokus pada satu hal, sesuatu yang bersifat emosional.

Asuransi adalah produk yang ditawarkan, dan klien anda tidak

akan menaruh respek yang mendalam terkait hal tersebut, namun

menyatakannya sebagai masa depan yang belum pernah

dibayangkan sebelumnya akan menimbulkan shocking effect yang

akan membuat seluruh perhatianya terpusat pada anda. Mobil baru

adalah produk, sebuah barang, namun melabelinya ulang dengan

sebutan kepuasan, reputasi dan kebanggaan akan menyentuh sisi

emosionalnya, menyentuh bagian pikiran bawah sadarnya yang

“kekanak-kanakan” yang selalu menginginkan kepuasan yang lebih

besar dan kenikmatan yang lebih banyak.

Hal lain yang harus anda ingat adalah, jadikan kalimat anda yang

menandakan tujuan kedatangan anda ini sebagai kalimat yang

pertama anda ucapkan, sebab jika anda mengucapkannya di

pertengahan atau di ujung percakapan, maka effectnya tidak akan

bermanfaat lagi.
The Hitler Effect 356
Putu Yudiantara

Shocking Effect, Metode Andalan Para Penipu

Banyak penipuan yang sekedar berkedok hipnotis, yang

sebenarnya hanyalah pembodohan dan kebodohan, terlepas dari

penipuan yang benar-benar mempergunakan hipnotis. Penipuan

jenis ini sangat klasik dan sayangnya masih sangat efektif untuk

diterapkan. Prinsip yang dipakai pun sangat sederhana, yaitu

bagaimana mengatur state awal untuk mempengaruhi proses

kognitif manusia.

Saat anda menerima berita yang mengejutkan, entah berita baik

atau berita buruk, maka segera setelah itu anda akan berada dalam

kondisi emosional dan kognitif yang tidak jernih, bahkan berada

dalam inner pressure, tekanan yang membuat anda tidak lagi bisa

mengambil keputusan dengan baik dan tidak lagi bisa berpikir

dengan jernih. Alhasil, anda bisa ditipu dengan mudah.

Berada dalam tekanan emosional dan mental membuat anda

kehilangan kendali atas pikiran anda sendiri, dan itulah tujuannya

anda ditempatkan dalam kondisi tertekan dan terkejut tersebut,

agar anda tidak lagi memiliki kendali atas diri anda, sehingga para

penipu bisa mengambil kendali atas diri anda.


The Hitler Effect 357
Putu Yudiantara

Contoh klasik penerapan ini misalkan anda tiba-tiba ditelpon, lalu

diberikan pengumuman bahwa anda mendapatkan hadiah bernilai

ratusan juta rupiah, entah berupa rumah, mobil atau hal lainya,

namun anda sebelumnya harus mentransfer sejumlah uang untuk

administrasi hadiah tersebut. Menyadari anda akan mendapatkan

jauh lebih banyak dari jumlah yang anda transfer, dan menyadari

jika anda tidak segera mentransfernya anda akan kehilangan

kesempatan tersebut, maka anda mulai kehilangan rasionalitas dan

kejernihan berpikir. Anda kehilangan kognisi, karena secara

emosional anda sudah sangat tertarik dengan tawaran tersebut.

Kejutan yang menyenangkan itu, telah membutakan anda.

Contoh lain yang bisa kita lihat di pemberitaan-pemberitaan media

adalah, anda tiba-tiba mendapat telpon dari rumah sakit

mengatakan anak atau anggota keluarga terdekat anda mengalami

kecelakaan, kemudian anda harus segera mentransfer uang untuk

operasi. Ketakutan, panik dan kondisi tertekan seperti itu

kemudian membuat anda tidak bisa lagi mempertimbangkan isi

berita tersebut dan menganalisis tingkat kebenarannya, anda

dengan mudah mengikutinya, karena ketakutan bahkan lebih

membutakan dibanding kejutan yang menyenangkan.


The Hitler Effect 358
Putu Yudiantara

Tentu saja saya tidak akan mengajarkan pada anda bagaimana

menipu, saya sedang menginformasikan bagaimana sebuah kejutan

akan mudah membutakan pikiran kita. Prinsip yang sama memang

dipakai dalam hipnotis, misalkan dalam shock induction, atau

induksi dengan mempergunakan kejutan syaraf.

Dengan membuat beberapa penyesuaian dalam prakteknya, anda

bisa mempergunakan teknik ini untuk menyusun strategi persuasi;

anda berikan sedikit kejutan di awal pertemuan atau awal

pembicaraan anda, maka kondisi berikutnya akan menempatkan

anda dalam kendali terhadap lawan bicara anda. Kejutan yang

dilakukan pun haruslah yang “jujur” dan dalam batasan, bukan

jenis penipuan seperti yang saya contohkan di atas.

Jika mata berpegang dengan pandangan pertama, dan

menjadikannya sebagai tolak ukur penilaian berikutnya, maka

telinga pun berpegang pada kata-kata pertama sebagai kesannya.

Kata-kata pertama yang diucapkan memiliki dampak dan akses

terhadap pikiran bawah sadar, dan prinsip ini juga mendasari

compounding sugestion dalam hipnotis.


The Hitler Effect 359
Putu Yudiantara

Selalu ucapkan kata-kata pertama anda sebagai kata-kata yang

akan mengejutkan dan mengalihkan seluruh perhatian pada anda,

maka kata-kata berikutnya akan didengarkan dengan penuh

perhatian. Perhatikan contoh berikut,

“halo pak Adi, anda pasti akan senang jika saya membawakan

kabar bagaimana meningkatkan penjualan bapak hingga ratusan

persen hanya dalam dua puluh menit, bukan?”

“wah, bagaimana hal seperti itu mungkin?”

“tentu saja mungkin, jika bapak menyusun setiap strategi

marketing bapak dengan metode yang memang bisa

mempengaruhi jutaan orang ke dalam sebuah kesepakatan”

“bisa diperjelas?”

“Anda tahu mengenai Adolf Hitler, bukan? Dia memiliki jutaan

pengikut yang senantiasa mendukung kebijakan-kebijakan yang

diambilnya, bahkan yang paling gila sekali pun. Bayangkan jika

teknik yang dipakai oleh Adolf Hitler kita terapkan untuk

membentuk loyalitas semua pekerja, dan teknik yan sama kita juga

terapkan untuk mempengaruhi prospek agar menjadi costumer”


The Hitler Effect 360
Putu Yudiantara

Metode ini sangat sederhana, pertama anda berikan pernyataan

yang mengejutkan, kemudian saat klien anda berada dalam

kebingungan dan shocking momentnya, rasionalisasikan tawaran

mengejutkan anda. Anda juga bisa mendramatisir dengan

misalkan memberikan kejutan di awal berupa hadiah-hadih atau

barang tertentu, anda tidak harus memberikan barang mewah,

cukup barang yang memang mewakili minat dan kecenderungan

emosional orang bersangkutan.

Anda bisa membuat banyak improvisasi, menyusun banyak

strategi dengan memakai prinsip shocking effect ini, dan anda akan

mendapatkan hasil lebih dari yang anda bayangkan.

Gunakan Kata Penghubung untuk Mempengaruhi Pikiran.

Kita semua sudah belajar tentang kata penghubung, kata-kata yang

menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lain. Namun banyak

dari kita yang hanya sekedar mempergunakannya saja, padahal

kata penghubung memiliki kekuatan persuasif yang sangat bisa

diandalkan. Anda bisa mempengaruhi pikiran orang lain dengan

hanya memakai kata-kata berikut secara terampil; dan, maka,

sehingga, tetapi, sayangnya, namun, oleh karena itu.


The Hitler Effect 361
Putu Yudiantara

“saya akan senang menerima tawaran bapak, namun saya sudah

menandatangani tawaran lain minggu lalu”

Apa kesan mental yang ditimbulkan oleh kalimat tersebut? Kalimat

tersebut menandakan penolakan yang halus. Apa pun kalimatnya,

jika sebuah kalimat dilanjutkan dengan kata-kata seperti tetapi,

namun, atau sayangnya, maka kalimat tersebut “dibatalkan”. Kata

penghubung ini menunjukan distorsi terhadap kalimat

sebelumnya.

Perhatikan lagi contoh berikut,

“kamu ini cantik, sayangnya kelakuanmu buruk”

Anda tidak akan berfokus pada pujian cantik yang diberikan, sebab

kata sayangnya sudah mendistorsikan kalimat tersebut, dan pikiran

anda sudah dibawa menuju kalimat mengenai kelakuan yang

buruk.

Kesan emosional yang ditimbulkan pasti akan jauh berbeda, jika

kalimatnya dirubah menjadi,

“kelakuanmu buruk, tetapi kamu cantik”


The Hitler Effect 362
Putu Yudiantara

Kalimat ini membawa fokus anda pada kata cantik, bukan

kelakuan buruk.

Berhati-hatilah menempatkan dan menghubungkan satu kata

dengan kata lain atau satu kalimat dengan kalimat lain, sebab kesan

mental dan emosional yang ditimbulkanya bisa sangat berbeda

jauh.

Perhatikan contoh berikut,

“saya tahu bapak sudah memiliki handphone, tetapi handphone ini

juga sebaiknya bapak miliki”

Kalimat di atas sangat rendah kualitas bujukannya, jika

dibandingkan dengan kalimat berikut,

“saya tahu bapak sudah memiliki handphone, dan bapak juga

sebaiknya memiliki handphone ini”

“bapak memang sudah memiliki handphone, dan hal itu tentu

bukan halangan untuk memiliki handphone yang kami kami

tawarkan ini, bukan?”


The Hitler Effect 363
Putu Yudiantara

Kata dan merupakan kata penghubung yang sangat besar

peranannya, sebab dua kalimat yang tidak berhubungan pun bisa

sangat berhubungan jadinya. Kata dan juga mewakili persetujuan

kita pada beliefs seseorang, pada pemikiran seseorang, sementara

jika anda mengucapkan kata tapi akan bersifat mendeskreditkan,

jika anda mengucapkan kata dan anda akan meninggikan kalimat

setelahnya tanpa merendahkan kalimat sebelumnya.

Kata penghubung berikutnya yang penting untuk anda awasi

penggunaanya adalah kata “sehingga” yang merupakan kata yang

mewakili adanya kesimpulan dan kejelasan. Manusia senang

dengan kejelasan, bahkan kejelasan dalam sebuah kalimat sekali

pun. Kata-kata sejenis adalah “karena”, “sebab”, “alasanya”, kata-

kata yang akan membuat kata berikutnya dianggap sebagai alasan

dan deskripsi dari kata sebelumnya.

“membeli barang ini penting untuk anda, karena ..... “

“saya tahu bapak sudah memiliki X, tetapi karena Y, saya pikir

bapak akan Z”
The Hitler Effect 364
Putu Yudiantara

Kata-kata yang diformat demikan akan memberikan kejelasan,

sehingga meski pun muncul penolakan lagi, maka anda bisa

memunculkan penolakan yang dengan mudah bisa anda atasi.


The Hitler Effect 365
Putu Yudiantara

Bagaimana Agar Anda Dianggap Sebagai “Seorang Pakar”

Hanya Dalam Satu Menit Atau Kurang

Teknik berikut ini merupakan teknik yang penting anda jadikan

bumbu dalam percakapan anda, anda jadikan sebagai pembentuk

asumsi dalam benak klien, prospek atau lawan bicara anda,

terutama jika anda ingin kata-kata anda lebih dihargai, dianggap

penting dan diakui kredibilitasnya.

Namun sebelumnya, silahkan anda renungkan kembali, pernahkah

anda berbicara dan isi pembicaraan anda sangat kredibel, penting

dengan berbagai pemikiran brilian, namun malah dianggap biasa-

biasa saja? Jika anda pernah mengalaminya, maka anda tidak akan

mengalaminya lagi dengan mempergunakan teknik ini.

Sebuah nasehat bijak mengatakan, jangan perhatikan siapa yang

bicara, namun dengarkan dengan seksama apa yang

dibicarakannya. Nasehat tersebut memang bijak, sayangnya hanya

sedikit orang yang mampu menerapkannya, sebab kebijaksanaan

dalam berpikir dan bersikap bukan orientasi utama manusia.

Orientasi utama manusia dalam berinteraksi adalah, siapa yang


The Hitler Effect 366
Putu Yudiantara

berbicara, atau lebih spesifik lagi, apakah orang yang berbicara

tersebut dianggap memiliki kredibilitas atau tidak.

“saya kira barang ini akan sangat penting untuk anda miliki”

Jika kalimat tersebut sedikit dimodifikasi menjadi,

“saya ingat kata-kata (nama salah satu pakar di bidang tersebut),

bahwa dengan memiliki barang ini akan sangat penting (buat

kepentingannya lebih spesifik dan menyentuh emosional”.

“(Nama pakar) mengatakan bahwa .....”

Kalimat yang disusun dalam format petikan seperti itu akan

membuat pendengar anda berpikir bahwa kalimat itu memiliki

kredibilitas tinggi sebab diucapkan oleh pakarnya, sedangkan anda

hanya memetiknya saja.

Teknik ini akan menjadi jauh lebih efektif jika pakar yang anda

petik ungkapan atau kata-katanya merupakan pakar yang memang

dihormati dan dikagumi ketokohannya oleh lawan bicara anda.

Malah, sebenarnya tidak perlu seorang profesor atau ahli

terkemukan dalam bidang tersebut, namun petiklah kata-kata dari

orang yang lawan bicara anda anggap memiliki kredibilitas dan


The Hitler Effect 367
Putu Yudiantara

hormati, atau tokoh (bahkan bisa saja orang biasa) yang lawab

bicara anda hormati secara pribadi dan memiliki ikatan emosional

dengannya.

Hanya dalam satu menit, dengan memakai petikan dari orang yang

lawan bicara anda hormati, maka pembicaraan anda akan segera

mendapatkan penghormatan lebih dari jika anda mengucapkannya

sebagai kata-kata anda sendiri.

Jika seorang dengan umur lebih muda hendak memberi saran pada

orang yang lebih tua, jika bawahan hendak memberi saran pada

atasan, maka pola petikan ini akan sangat membantu agar anda

tidak dianggap menggurui, tidak dianggap tidak sopan, namun

kata-kata anda tetap dianggap memiliki kredibilitas yang tinggi.


The Hitler Effect 368
Putu Yudiantara

Buat Mereka Meragukan Pemikiranya Sendiri, Lalu Arahkan Ke

Pemikiran Anda

Jika seseorang telah memiliki kepastian terkait keputusan dan

pemikirannya, maka anda akan sangat sulit untuk mengubahnya.

Jika keputusan atau pemikiran tersebut masih bisa anda

manfaatkan atau utilisazed, maka akan lebih baik jika anda

manfaatkan saja hasil keputusan atau pemikirannya untuk

mencapai keuntungan yang anda inginkan. Namun jika tidak,

maka hal pertama yang harus anda lakukan tentu adalah membuat

klien atau lawan bicara anda meragukan hasil keputusan dan

pemikirannya sendiri, sehingga mereka akan kebingungan sendiri,

dan anda bisa mengambil alih kendali.

Kebingungan dan meragukan hasil pemikiran sendiri merupakan

hal yang umum dalam proses persuasi, hanya saja, jika terjadi

begitu saja apa lagi di saat-saat yang tidak menguntungkan, maka

anda tidak akan memperoleh manfaat darinya. Sebaliknya, jika

anda tahu kapan harus membuat lawan bicara anda meragukan

pemikirannya sendiri dan bingung dalam keputusannya, maka

anda akan mendapatkan kesempatan besar untuk mengarahkan

pemikirannya. Misalkan, seseorang sudah memutuskan untuk


The Hitler Effect 369
Putu Yudiantara

menolak permintaan anda, namun jika anda buat dia meragukan

keputusannya sendiri, maka anda akan terhindar dari penolakan.

Namun jika anda malah membuat lawan bicara anda meragukan

pemikirannya saat dia mulai setuju dengan anda, maka habislah

anda.

Dua cara agar mereka meragukan pemikiranya sendiri yaitu

dengan meerubah perspektif atau sudut pandang, kemudian

menilai dari perspektif tersebut, kemudian cara lainya adalah

dengan melakukan perjalan waktu, melihat dari perspektif masa

depan atau masa lalu.

Konsep mengenai Perseptual position pertama kali dikemukakan

oleh Robert Dilts dalam bukunya Visionary Leadership, dan

konsep ini sangat berguna untuk melakukan analisa ulang berbagai

pemikiran yang pastinya kita pikir telah sempurna. Ada lima

perseptual posisition, yaitu :

Posisi pertama : posisi pertama menandai anda, apa yang

anda pikirkan, rasakan dan lakukan.


The Hitler Effect 370
Putu Yudiantara

Posisi Kedua : posisi kedua yaitu anda melihat apa yang

tadinya anda pikirkan dan rasakan dari kaca mata orang lain yang

benar-benar perduli dengan anda.

“Bagaimanakah rasanya jika anda menjadi orang lain yang hanya

berusaha perduli pada anda? Apakah akan ada perubahan rasa dan

perubahan ide?”

Posisi Ketiga : Posisi ketiga menandai anda berada

dalam sudut pandang orang yang sama sekali tidak ada

hubungannya dengan anda, bahkan tidak menaruh simpati dan

terlibat dengan anda, benar-benar orang baru yang tidak memiliki

kaitan dengan apa yang anda pikirkan dan rasakan.

“Bagaimana rasanya menjadi orang yang sama sekali berbeda, yang

sama sekali tidak terlibat dengan semua yang anda pikirkan dan

rasakan tadi? Bagaimana anda memandang anda

memikirkannya?”

Posisi Keempat : posisi keempat merupakan posisi dalam

sebuah sistem, berpikir dari sudut pandang bersama, berpikir

dalam bingkai “kita”. Anda akan mendapatkan perspektif yang

sama sekali baru dari sudut pandang ini. Dalam posisi perseptual
The Hitler Effect 371
Putu Yudiantara

ini, anda sudah tidak lagi berpikir dalam batasan individual,

namun dalam persepsi bersama.

Posisi Kelima : dalam posisi kelima anda melihat

atau mengajak seseorang untuk melihat dari sudut pandang

semesta, dari sistem yang lebih tinggi dan luas lagi, dari perspektif

kehidupan kita di bumi ini, bersama seluruh umat manusia.

Saat anda berada dalam posisi perseptual anda, posisi pertama,

segala hal menjadi nampak begitu personal, apa yang anda rasakan

begitu besar, apa yang anda pikirkan begitu penting. Namun saat

anda berpindah ke posisi perseptual lain, maka anda melihat dari

sudut pandang yang sama sekali baru, anda mendapatkan insights

baru mengenai apa yang tadinya anda pikirkan dan rasakan. Anda

secara otomatis memikirkan ulang apa yang anda pikirkan

sebelumnya. Demikian juga dengan orang lain, akan memikirkan

ulang, bahkan meragukan apa yang sebelumnya mereka pikirkan

setelah berpindah dari posisi perseptual, dari posisi pertama ke

posisi lainnya.

Saat seseorang telah berpindah posisi perseptual dan memikirkan

dari sudut pandang berbeda, itu artinya mereka mulai meragukan


The Hitler Effect 372
Putu Yudiantara

pemikirannya sendiri, dan itu berarti anda memiliki kesempatan

untuk mengadakan perubahan dan pengarahan ulang. Anda bisa

mengarahkannya ke arah yang menguntungkan anda.

Dalam persuasi, anda tidak mungkin menuntun seseorang pindah

posisi perseptual se-sistematik dalam konteks terapi atau coaching,

anda harus melakukannya secara terselubung. Perhatikan contoh

berikut,

“saya yakin anda memiliki pertimbangan tertentu yang membuat

anda sampai pada kesimpulan ini, dan saya sama sekali tidak

meragukan pertimbangan yang telah anda buat tersebut. Namun

jika seumpama anda berada dalam posisi ... bagaimanakah sudut

pandang dan acuannya?”

“Dari sudut pandang bapak, saya sangat setuju bahwa keputusan

bapak sudah sangat baik, namun pastinya bapak ingin

menyempurnakan hasil pemikiran bapak dengan mencoba melihat

dari sudut pandang ‘kita’, yaitu melihat saya dan bapak secara

bersama dalam sebuah sistem”.

Dengan cara tersebut, jika anda memiliki rapport yang cukup

bagus sehingga memungkinkan lawan bicara anda untuk


The Hitler Effect 373
Putu Yudiantara

mengikuti anda, maka dia akan mulai meragukan hasil pemikiran

dan pertimbangan sebelumnya. Tentu saja, dia akan

membutuhkan beberapa bantuan anda untuk mengarahkannya ke

arah yang anda inginkan.

Cara lain yang bisa anda manfaatkan untuk membuat seseorang

“kembali ke dalam kepalanya” dan memikirkan ulang hasil

pemikirannya adalah dengan memakai kosep waktu. Waktu

menempatkan sebuah konsep dalam konteksnya, hal yang dulu

sangat benar, sekarang bisa saja dianggap kegilaan. Sesuatu yang

dulunya dianggap dosa, mungkin saja sekarang dipuja sebagai

kebenaran. Waktu merubah konsepsi manusia tentang apa yang

benar dan apa yang tidak. Demikian pula dalam hal pribadi, anda

pasti mengalami perubahan pemikiran dan pandangan seiring

perjalanan waktu, bukan?

Jika seseorang bersikukuh terhadap apa yang diyakininya sebagai

benar, maka sebenarnya itu sedang menjadi benar saat ini, atau dia

melihat itu sebagai benar di masa depan. Dengan membawanya

pada garis waktu yang lain, maka anda akan membawanya

mengalami meta state, memikirkan ulang pemikirannya dan


The Hitler Effect 374
Putu Yudiantara

merasakan emosi yang tadinya dia rasakan dengan cara berbeda,

dengan perasaan berbeda.

“Saya tahu bapak memutuskan untuk tidak membelinya sekarang

karena pertimbangan-pertimbangan tertentu yang pastinya sudah

bapak pikirkan matang-matang. Namun, bagaimana jika besok

tidak pernah ada kesempatan untuk membelinya lagi?”

Waktu adalah tekanan yang sangat membuat frustasi. Anda bisa

membuat orang meragukan pemikirannya, merasakan emosi

dengan cara berbeda (meta state) atau anda juga bisa

menempatkan seseorang dalam tekanan emosional tertentu

dengan mempergunakan garis waktu. Seseorang tidak akan

menyia-nyiakan kesempatan yang hanya akan dijumpainya sekali,

dan karena itulah diskon memiliki batasan waktunya. Saat

seseorang dalam kondisi tertekan, maka akan lebih mudah

untuknya mengambil tindakan atau keputusan tertentu.

Pemarapan saya ini juga merupakan salah satu cara mudah yang

bisa anda pergunakan untuk mengantarkan seseorang ke dalam

meta state, atau merasakan ulang perasaanya dengan perasaan lain,

memikirkan ulang hasil pemikirannya dari sudut berbeda, untuk


The Hitler Effect 375
Putu Yudiantara

mendapatkan state berbeda, sehingga hasil berbeda juga akan

mengikuti.
The Hitler Effect 376
Putu Yudiantara

Cara Sederhana Agar Kata-Kata Anda Tidak Pernah Ditolak dan

Langsung Menembus Pikiran Bawah Sadar Seseorang

Jika ide anda, pemikiran anda bisa masuk ke wilayah pikiran

bawah sadar (sub conscious mind), maka kata-kata anda akan

menghasilkan daya dorong yang sangat kuat. Agar anda bisa

memasukan kata-kata anda ke wilayah bawah sadar, tentu saja

anda harus menyusun kata-kata anda dengan “format” yang akan

diterima oleh pikiran bawah sadar, salah satu strategi atau trik yang

bisa anda manfaatkan misalkan adalah dengan mempergunakan

“pengandaian”.

Saat anda berandai-andai, anda cenderung berfantasi atau

berimajinasi, dan saat anda berimajinasi itu artinya pikiran bawah

sadarlah yang sedang bereaksi (karena fantasi dan imajinasi

merupakan salah satu kemampuan pikiran bawah sadar). Lagi

pula, saat anda mengajak seseorang berfantasi atau berimajinasi,

tidak akan ada penolakan yang terlalu berarti, sebab anda hanya

mengajak mereka berfantasi, melakukan hal yang mudah, bukan

mengajak mereka melakukan hal yang sebenarnya.


The Hitler Effect 377
Putu Yudiantara

Teknik ini akan lebih efektif lagi jika anda memasukan muatan

emosional ke dalam fantasi tersebut, sebab muatan emosional

merupakan salah satu pengantar yang memasukan sebuah

informasi, ide dan pendapat ke dalam pikiran bawah sadar. Jika

anda menerima sebuah informasi dengan muatan emosional

tertentu (emosi apa pun itu, yang penting intensitasnya cukup

kuat), maka akan masuk ke pikiran bawah sadar.

Contoh sederhananya, guru SMA anda dulu pasti mengatakan

ribuan atau bahkan jutaan kata-kata pada anda sepanjang masa

anda belajar padanya, bukan? Namun saya jamin, kata-kata yang

anda ingat pastilah hanya beberapa, termasuk kata yang membuat

anda sangat sakit hati atau kata-kata yang membuat anda sangat

senang. Kedua jenis kata tersebut menimbulkan kesan yang

mendalam, sebab diiringi intensitas emosional tertentu sehingga

tersimpan menjadi long term memory di pikiran bawah sadar.

“Bisakah bapak bayangkan ... akan seberapa menyenangkan nanti

masa pensiun bapak ... jika bapak melewatkanya di sebuah rumah

gaya pedesaan yang tenang ... nyaman dan bebas gangguan ...

udaranya yang terasa begitu segar dan sehat ... nuansa yang begitu

membahagiakan untuk masa pensiun, kan?


The Hitler Effect 378
Putu Yudiantara

“Sungguh cara yang penuh kedamaian dan suka cita untuk

melewatkan masa pensiun ... yang mungkin tidak bisa dinikmati

oleh banyak orang.

Membayangkanya saja sudah memberikan kenikmatan dan

gambaran jelas akan nuansanya”

Contoh lainya, misalkan,

“saya yakin anda pernah membayangkan ....bagaimana

memuaskan dan membanggakan memiliki kendaraan yang tidak

banyak dimiliki orang lain, tanpa harus mengeluarkan banyak uang

sehingga kebutuhan lain masih sangat terjaga ... bagaimana

rasanya saat bapak parkir berbarengan dengan rekan bapak yang

lainya ... bagaimana nyaman saat berkendara ... sangat

memuaskan menjadi orang yang berada di golongan atas, bukan?”

Dari untaian kalimat tersebut, huruf tebal mewakili kata-kata

bermuatan emosional, sedangkan tanda titik-titik (“...”) mewakili

jeda yang diberikan antara satu kalimat dengan kalimat lainya.

Jeda merupakan bagian penting, sangat penting dalam

mengantarkan seseorang “masuk ke dlam fantasinya (trance)”,


The Hitler Effect 379
Putu Yudiantara

sebab selain anda memberi orang tersebut membayangkan dan

merasakan apa yang anda suruh untuk bayangkan dan rasakan,

anda juga membuat jalinan kalimat lebih menyamankan. Setiap

kali anda terdiam setelah mengatakan sebuah kata atau kalimat,

maka pikiran orang tersebut akan secara langsung membayangkan

(berfantasi sesuai sistem repressentasinya) apa yang anda katakan

sebelum jeda yang anda berikan.

Saat seseorang sudah mengalami fantasi demikian, anda akan

mendapati orang tersebut berada dalam state yang jauh berbeda

dari sebelumnya, state yang akan lebih mendukung persetujuan

terhadap anda, dan kesan positif terhadap apa yang anda

sampaikan atau diri anda sendiri. Berbicara dengan orang yang

sedang berada dalam State positif akan membuatnya memiliki

kesan positif pada anda dan kata-kata anda, dan membuat

kemungkinan yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuan.

Hal penting yang bisa anda ingat untuk mendukung kesuksesan

anda dalam mempergunakan teknik ini yaitu, menghindari

beberapa penyebab umum kegagalan dalam mempergunakannya,

yaitu:
The Hitler Effect 380
Putu Yudiantara

 Intonasi suara anda terlalu tinggi atau terdengar resah,

tegang dan dibuat-buat, serta tidak meyakinkan, sehingga

intonasi anda tidak membuat seseorang mengikuti arahan

anda, untuk berfantasi

 Anda tidak menaruh jeda pada tempat yang tepat, atau

malah kata-kata anda tanpa jeda sama sekali, sehingga

tidak memberikan orang yang mendengarkan anda masuk

ke dalam kontemplasinya dengan kata-kata anda yang

cepat itu.

 Kata-kata yang anda pilih terlalu memerintah, sehingga

menimbulkan ketersinggungan, padahal akan jauh lebih

efektif anda membimbing seseorang mengalami trance

dengan cara ini melalui perintah yang diselubungkan

sebagai pertanyaan. Selain pilihan kata-kata yang lebih

menyerupai pertanyaan, intonasinya pun harus demikian.

 Anda mempergunakan teknik ini terlalu dini, bahkan

sebelum anda menjalin rapport atau chemistry yang

memadai.

 Anda kurang memperhatikan timing mengeluarkan trik

ini. Timing yang tepat untuk menjadikan trik ini efektif


The Hitler Effect 381
Putu Yudiantara

adalah dengan mengeluarkannya pada saat lawan bicara

anda mulai relaks, atau mulai memikirkan kata-kata anda,

mulai menunjukan banyak tanda persetujuan, dan

tentunya saat anda sudah mulai leading dalam percakapan.

Dengan mengikuti catatan di atas, anda akan memiliki

kemungkinan berhasil yang sangat besar dalam mempergunakan

teknik sederhana, namun powerful ini.


The Hitler Effect 382
Putu Yudiantara

Bagaimana Jika Anda Bisa Mendapatkan Semua yang Anda

Inginkan Melalui Buku Ini, Apakah yang Akan Anda Inginkan

Pertama Kali?

Pola bahasa kali ini yang akan kita bahas masih berkaitan dengan

bagaimana membuat seseorang berfantasi dan secara sadar

membuat seseorang memasuki kondisi trance hipnotis dalam

waktu kurang dari satu menit, dengan sebuah instruksi sederhana

saja.

Seseorang memasuki kondisi trance hipnotis saat dia memasuki

kondisi self-reflexive consciousness atau Trans Derivational Search

(TDS). Selain itu, seseorang juga akan memasuki kondisi trance

hipnotis saat dia membiarkan dirinya berfantasi dan berimajinasi,

sebab imajinasi dan fantasi menandakan mendominasinya pikiran

bawah sadar. Dengan metode sederhana, dengan satu metode kita

akan mengirim seseorang mengalami trance hipnotis dengan

keduanya sekaligus; self-reflexive consciousness dan imajinasi

sekaligus.

Judul bab ini adalah contoh penerapannya.


The Hitler Effect 383
Putu Yudiantara

Bagaimana jika buku ini bisa membuat anda memiliki semua yang

ingin anda miliki, lalu apakah yang akan anda ingin miliki pertama

kali?

Saat anda atau seseorang ditanya seperti itu, maka pikirannya akan

langsung terbawa menuju berbagai imajinasi tentang apa saja yang

anda ingin miliki, mana yang pertama kali mana yang kedua

kalinya, dan terus mengevaluasi keinginannya. Tetapi sadarkah

anda, bahwa pertanyaan tersebut membawa anda memikirkan apa

yang anda ingin miliki, bukan apakah anda benar-benar mungkin

memilikinya atau tidak?

Kalimat tersebut tersusun dalam dua komponen, pertama adalah

pernyataan yang nampak seolah bertanya, yaitu “bagaimana jika

buku ini bisa membuat anda memiliki semua yang anda miliki”,

namun pernyataan tersebut seolah terdistorsi karena yang anda

respon adalah “apakah yang akan anda ingin miliki pertama kali?”.

Namun, secara utuh kalimat tersebut menimbulkan kesan dan

asosiasi bahwa jika ada ingin memiliki semua yang anda ingin

miliki, maka anda harus memiliki buku ini dulu. Kedua hal

tersebut tidaklah benr-benar berhubungan, dan menyusun kalimat

dalam pola hipnotik seperti ini tidak harus berhubungan, hanya


The Hitler Effect 384
Putu Yudiantara

saja pikiran yang menghubungkannya, sebab pikiran memiliki

kemampuan khusus untuk menghubungkan satu hal dengan hal

lainya, atau sifat asosiatif pikiran, yang mana sifat ini bisa menjadi

kekuatan sekaligus kelemahan kita, tergantung konteksnya saja.

Pola kalimat ini sangat ampuh untuk menanamkan dalam benak

seseorang kemungkinan baru yang menyenangkannya dan

menghubungkan kesenangan itu dengan tujuan anda, produk atau

jasa yang anda ingin jual atau pemikiran yang anda ingin

tanamkan.

Bagaimana Jika ...

Pertama, kita membuat kalimat yang tidak akan ditolak, yaitu

kalimat perumpamaan. Jika anda mengatakan secara langsung

bahwa sesuatu berarti sesuatu atau sesuatu akan menimbulkan

sesuatu, seseorang akan cenderung menolaknya, kecuali yang

mengatakannya adalah seorang yang dianggap sebagai figur yang

memiliki otoritas. Namun jika kalimat tersebut disusun menjadi

perumpamaan yang terdengar sebagai pertanyaan, yang mengajak

berandai-anda, maka responnya akan lebih reseptif dan tentu saja

akan masuk ke pikiran bawah sadar seseorang.


The Hitler Effect 385
Putu Yudiantara

Bandingkan kedua kalimat berikut ini,

Pertama, “Bagaimana jika buku ini bisa membuat anda memiliki

semua yang ingin anda miliki, lalu apakah yang akan anda ingin

miliki pertama kali?”

Kedua, “Memiliki buku ini akan membuat anda bisa memiliki

semua yang anda ingin miliki, lalu apakah yang anda ingin miliki

pertama?”

Meski pun anda mengikuti kalimat kedua, namun anda akan

mengikutinya dengan canggung, sedangkan ada resistensi yang

diakibatkan oleh kalimat kedua yang tersusun dan “terasa” sebagai

perintah. Manusia memiliki ego yang akan membuatnya sulit

diperintah secara langsung. Saat sebuah kalimat dideteksi sebagi

perintah, maka perintah tersebut akan dianalisa dulu sebelum

diputuskan untuk diikuti atau tidak. Sedangkan jika perintahnya

terselubung dan tidak nampak, maka akan diikuti secara langsung,

sebab seseorang tidak bisa menganalisa atau menolak sesuatu yang

tidak bisa dideteksinya. Bahkan penerimaan mereka terhadap

kalimat tersebut pun tidak mereka sadari.


The Hitler Effect 386
Putu Yudiantara

Bagaimana jika ... setelah anda (mengikuti saran saya), anda bisa

mencapai semua hal yang sebelumnya anda yakini tidak bisa capai,

apakah hal pertama yang anda ingin capai?

Bagaimana jika ... setelah anda memiliki (produk anda) anda bisa

mendapatkan (keuntungan luar biasa atau sensasional tertentu),

maka (perintah untuk berimajinasi atau berfantasi)?

Kunci dalam pengucapan kalimat ini adalah, setelah anda

mengucapkan “bagaimana jika ...” letakkan jeda kurang lebih dua

detik, lalu katakan kalimat sisanya tanpa jeda dan dengan nada

datar, dan naikkan nada anda hanya di akhir kalimat agar

terdengar seperti pertanyaan, dan letakkan jeda di akhir kalimat

anda agar mereka memiliki kesempatan untuk mengalami TDS.

Kemudian, “atur” wajah anda layaknya mimik wajah yang sedang

bertanya. Cukup mudah, bukan?

Dalam penyusunan kalimatnya, setelah anda mengucapkan

kalimat “bagaimana jika ...” berikan kalimat yang sensasional yang

secara garis waktu akan terjadi di masa depan setelah lawan bicara

anda mengikuti keinginan anda, memakai jasa anda atau

membeli produk anda. Sesensasional atau semuluk-muluk apa


The Hitler Effect 387
Putu Yudiantara

pun tidak apa-apa, asal anda nanti bisa mengaitkannya dengan

produk, jasa atau pemikiran anda, siapa tahu nanti dikonfirmasi

oleh lawan bicara anda.

Kemudian perintah untuk berimajinasi yang disamarkan sebagai

pertanyaan anda buat secara hirarkis, apa yang pertama, apa yang

kedua. Anda juga bisa membuat kalimat terakhir ini sebagai list

atau daftar. Hal ini bertujuan untuk membuat mereka

memikirkannya, merenungkannya.

Misalkan,

“apakah yang anda ingin dapatkan pertama kali?”

“apakah yang anda ingin pertama capai?”

“kemanakah anda ingin pergi pertama kali?”

“mimpi apa saja yang anda ingin wujudkan?”

“siapa saja yang anda ingin ajak menikmatinya?”

Anda bisa berkreasi sendiri sesuai kepentingannya, berdasarkan

template yang sudah saya berikan.


The Hitler Effect 388
Putu Yudiantara

Bagaimana Agar Seseorang Terobsesi dan Kecanduan

dengan Anda dan Produk Anda

Materi berikut ini benar-benar materi sederhana dengan dampak

luar biasa, dan sangat diharapkan materi berikut dipergunakan

atau diaplikasikan untuk hal-hal yang tidak membuat seseorang

mendapatkan kerugian. Mencari keuntungan dan kepuasan

pribadi merupakan salah satu insting dasar manusia, dan saya

tidak akan melarang anda untuk mewujudkan hal tersebut, hanya

saja anda bisa mewujudkan keuntungan dan kepuasan anda tanpa

harus merugikan siapa-siapa. Selain itu, berusahalah

mempergunakan materi berikut ini tanpa membuat anda berada

dalam masalah apa pun.

NLP dan Hypnosis mempelajari bagaimana pola terbentuknya

kecanduan dan ketergantungan seseorang terhadap sesuatu, untuk

tujuan-tujuan terapiutik dan pemberdayaan diri, namun saat

sebuah pola atau struktur kecanduan dipelajari, maka selain bisa

merubah dan menghancurkan pola tersebut, maka dengan

menerapkan prinsip yang sama, anda juga bisa membuat seseorang

mengalami kecanduan dan ketergantungan.


The Hitler Effect 389
Putu Yudiantara

Saat anda membuat seseorang mengalami kecanduan atau

ketergantungan dengan diri anda atau produk anda, maka anda

bisa mendapatkan banyak keuntungan dan kepuasan. Misalkan,

anda bisa membuat pasangan anda menjadi orang yang sangat

setia dengan anda, selalu teringat anda, dan senantiasa merasa

bergairah terhadap anda. Jika anda masih single, maka anda bisa

membuat seseorang jatuh cinta pada anda, sebab cinta berarti kita

terobesesi dan ketergantungan dengan orang lain. Sedangkan

berkaitan dengan produk atau jasa yang anda jual, bisa anda

bayangkan banyaknya keuntungan yang bisa anda dapatkan

dengan membuat seseorang bergantung dan terobsesi pada produk

anda.

Hal pertama yang harus anda ketahui adalah, mempelajari

bagaimana sebuah ketergantungan, obsesi dan kecanduan

terbentuk, sehingga anda bisa menghancurkan atau

membentuknya di pikiran seseorang. sebuah obsesi atau

ketergantungan terbentuk (awalnya) saat anda mengalami berbagai

pengalaman emosional mendalam terhadap sesuatu atau

seseorang. Anda merasa sangat kagum, merasa sangat berhutang

budi, merasa sangat senang dan sebagainya. Saat terjadi luapan


The Hitler Effect 390
Putu Yudiantara

emosi seperti itu, maka akan terbentuk pula ingatan mendalam

antara kejadian dengan pengalaman emosional bersangkutan, dan

jika pengalaman emosional yang terbentuk bersifat menyenangkan

atau menikmatkan maka seseorang akan cenderung menginginkan

lebih dan lebih (ingat, pada dasarnya manusia itu serakah).

Setelah sebuah kejadian, barang atau seseorang terasosiasikan

dengan banyak pengalaman menikmatkan, dan pengalaman

tersebut dialami secara berulang-ulang, maka akan terbentuk

jalinan kebiasaan selalu mendapatkan kenikmatan tersebut,

kenikmatan (yang dibawa oleh seseorang, produk atau kejadian)

tersebut akan menjadi kebiasaan, ditambah keinginan untuk

mendapatkan lebih, maka jadilah pengalaman, orang atau benda

tersebut mendatangkan obsesi atau kecanduan.

Hal lain yang perlu anda ingat adalah, sebuah benda, orang atau

kejadian mendatangkan obsesi selain karena kenikmatan yang

dibawanya, juga karena munculnya banyak asosiasi antara berbagai

hal dengan barang, orang atau kejadian tersebut. Misalkan

seseorang yang kecanduan rokok; orang yang kecanduan rokok

akan merokok karena ada hal-hal atau kejadian-kejadian yang

membuatnya ingat tentang rokok, misalkan saat nonton TV ingat


The Hitler Effect 391
Putu Yudiantara

rokok, saat ngobrol ingat rokok, saat bengong ingat rokok. Secara

simultan orang bersangkutan terus mengingatkan dirinya, “ah,

merokok yuuuk”. Hal yang sama terjadi saat seseorang sedang

kasmaran, terus menerus orang tersebut mengingatkan dirinya

untuk ingat pada pasangannya, “sedang bengong begini, enakan

kalau ada dia”, “sedang hujan, lebih enak kalau ada dia” dan

seterusnya.

Jika anda terus mengingatkan (atau terus diingatkan) terhadap

sesuatu yang mendatangkan kenyamanan dan kenikmatan, maka

anda akan kecanduan dan ketergantungan dengannya. Itulah

alasan kenapa iklan beramai-ramai saling mengingatkan dengan

acara TV, baliho, brosur dan sebanyak mungkin media lainya,

namun banyak yang tidak menyentuh unsur kenikmatan dan

kenyamanan (mendatangkan luapan emosional) sehingga hasilnya

malah membosankan.

Dalam membangun kecanduan dan obsesi, anda harus membuat

pengalaman yang mengandung banyak luapan-luapan emosional,

sehingga akan masuk jauh ke alam bawah sadar orang

bersangkutan, sehingga saat melihat atau mendengar tentang

pengalaman tersebut, otomatis anda yang akan diingatnya, dan


The Hitler Effect 392
Putu Yudiantara

saat teringat pengalaman tersebut akan cenderung ingin

mengalaminya lagi. Obsesi dan kecanduan pun mulai terbentuk,

dan terhadap obesesi yang baru terbentuk, tugas anda adalah terus

memberi pemuasan sampai terkumpul cukup banyak dan cukup

kuat ikatan emosional dalam diri orang bersangkutan.

Misalkan, jika anda ingin membuat seseorang terobsesi pada anda,

maka buatlah pengalaman-pengalaman emosional yang

menyenangkan, menikmatkan dan memuaskan sebanyak

mungkin. Buat kehadiran anda diasosiasikan dengan berbagai

pengalaman penuh kepuasan dan kenikmatan. Pastikan banyak

pula hal yang mengingatkan orang tersebut dengan anda atau

produk anda.

Salah satu metode propaganda Nazi adalah dengan membuat

banyak film atau tayangan-tayangan yang menggugah berbagai

emosi muncul (kagum, senang, bangga dan semacamnya) yang

diasosiasikan dengan Nazi, kemudian akan dibuat juga banyak

poster dan baliho yang terus mengingatkan asosiasi antara Nazi

dan berbagai kenikmatan emosional.


The Hitler Effect 393
Putu Yudiantara

Jika anda telah terbiasa dengan materi mengenai anchor,

sebenarnya yang sedang kita pelajari adalah bagaimana membuat

sebanyak mungkin anchor yang menghubungkan antara anda atau

produk anda dengan berbagai kejadian atau event.

Jika banyak orang mengingatkan anda tentang bagus atau

berkualitasnya sebuah produk, maka lama-lama anda akan

terbujuk untuk mempercayai hal tersebut (efek repetisi). Jika

banyak kejadian yang membuat anda teringat dengan seseorang

atau benda, maka anda akana menginginkan orang tersebut

kembali pada anda, untuk bisa mengalami kenikmatan yang sama.

Awalnya, anda mungkin memang harus membuat skenario

bagaimana agar sebanyak mungkin membentuk jaringan asoasiasi

antara anda atau produk anda dengan berbagai hal dan diisi

dengan berbagai sensasi dan pengalaman emosional yang

menikmatkan, namun jika anda melakukannya secara terus

menerus, maka hal itu akan menjadi memori bawah sadar yang

membentuk kebiasaan.

Diperlukan langkah-langkah sistematis, dan diperlukan detail

yang cukup untuk menciptakan asoasiasi yang mengacu pada


The Hitler Effect 394
Putu Yudiantara

obsesi ini. Dalam NLP dan Hypnosis anda akan mendapati banyak

konsep bagaimana agar sebuah pengalaman menjadi bagian dari

bawah sadar, dan bagaimana agar sebuah “sugesti” bisa masuk ke

pikiran bawah sadar.

Buatlah sebanyak mungkin anchor yang mengingatkan seseorang

pada anda atau produk anda, dan jika dikaitkan dengan skema

Association Game, maka buatlah pula keterhubungan antara anda

dengan berbagai hal yang disukai dan dikagumi oleh “korban”

anda, sehingga anda akan mendapatkan efek ganda.

Agar pembahasan menjadi lengkap, maka saya juga memberikan

pembahan mengenai anchor secara lebih mendetail dalam sub-bab

berikut ini ...


The Hitler Effect 395
Putu Yudiantara

Anchor, Menciptakan Emas Kapanpun Anda

Menginginkannya

Anchor (pemicu) merupakan salah satu topik yang sangat

sering di bahas baik dalam NLP maupun dalam Hypnotherapy, dan

hal itu tentu bukan tanpa alasan. Dalam keseharian kita sangat

sering berurusan dengan anchor, baik secara sengaja mau pun

tidak. Contoh sederhana mengenai anchor yaitu, apakah anda

pernah mendengarkan sebuah lagu, lalu seketika saja teringat

dengan seseorang atau suatu kenangan? Pernahkan anda mencium

sebuah aroma parfum lalu aroma tersebut mengingatkan anda

pada teman lama anda?jika jawabannya “iya”, maka itu berarti lagu

dan aroma parfum tersebut telah menjadi anchor (pemicu) yang

membawakan anda suatu memori atau kenangan tertentu.

Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai anchor berikut, saya

ingin mengingatkan pada anda, bahwa tujuan pembahasan ini

lebih banyak bersifat informatif, sehingga anda tidak perlu

menghapalkan prosesnya, cukup hanya ketahui prinsip-prinsip

kerjanya dan sesuaikan relevansinya dengan tujuan serta skenario

yang anda telah susun.


The Hitler Effect 396
Putu Yudiantara

Secara sederhana, anchor dapat dirumuskan

“jika….maka….”, misalnya jika mendengarkan Lagu Ebiet G. Ade,

maka kita teringat bencana alam. Jika kita bertemu guru, maka kita

akan secara otomatis menunduk hormat. Atau malah, jika kita

mempelajari matematika, maka kita akan merasa pusing. Jika kita

bersandar di tempat duduk, maka kita akan mengantuk. Anchor

yang terpasang secara tidak sengaja bisa berupa apa saja. Cara kerja

anchor mirip seperti saklar lampu, yang jika saklarnya ditekan,

maka lampunya akan secara otomatis menyala, atau seperti tombol

remote televisi, yang jika kita tekan maka akan muncul gambaran

dan suara yang sesuai, atau seperti anjng Pavlov yang langsung

keluar air liur begitu mendengar suara bel. Contoh kongkritnya ,

misalkan saat mendengar kata “matematika”, maka kita langsung

keluar bayangan kelas yang menegangkan, suara-suara guru yang

sedang marah-marah atau “tayangan-tayangan” lain yang sesuai.

Kadang kala, anchor terpasang dengan sendirinya, namun

memicu hal-hal negatif. Dalam dunia pendidikan atau dalam

belajar misalnya, apakah mendengar nama seorang guru kemudian

menghadirkan bayangan suasana kelas yang suram, menegangkan,

penuh tekanan dan kemudian membuat suasana hati anda menjadi


The Hitler Effect 397
Putu Yudiantara

buruk? Jika anda mengalami hal itu, maka anda memiliki anchor

negatif yang sangat merugikan dalam proses pembelajaran. Jika

anchor negatif semacam ini tidak dinetralkan (atau dirubah

menjadi anchor positif), tentu saja kita sendiri yang akan rugi.

Sebaliknya, pernahkah ada sebuah mata pelajaran tertentu

atau seorang guru tertentu mengingatkan anda pada suasana yang

demikian menyenangkan, menggairahkan dan penuh

semangat?Jika demikian, maka secara tidak sengaja telah terpasang

anchor positif yang menguntungkan anda. Setelah suasana positif

ini dipicu oleh anchor tertentu, pastinya suasana hati akan terasa

menyenangkan, keinginan untuk mengikuti proses pembelajaran

pun akan lebih besar, sehingga prestasi yang dicapai relatif lebih

tinggi.

Memahami Cara Kerja Anchor

Shlomo Vaknin (2008:87-88) menjelaskan bahwa cara

kerja anchor sejatinya berkaitan dengan Aliran Psikologi

Behaviorisme. Dalam behavioristik kita diajarkan bagaimana

untuk melakukan modifikasi tingkah laku (behavioral

modification) dengan menggunakan tehnik Associative


The Hitler Effect 398
Putu Yudiantara

Conditioning, dimana pikiran dikondisikan untuk mengaitkan

sebuah pemicu dengan sebuah kondisi.

Hal serupa terjadi dalam percobaan Ivan Pavlov, dimana

bunyi bel bisa memicu air liur si anjing dengan kondisi seolah-olah

dia akan segera makan. Vaknin mengatakan, bahwa sejatinya

komponen otak binatang dan manusia adalah sama (meski pun

tingkat kecerdasan manusia jauh lebih tinggi), sehingga percobaan

yang dilakukan dengan binatang juga bisa memiliki hasil yang

sama dengan manusia.

Setelah memahami peranan positif dan negatif dari anchor,

serta bagaimana cara kerjanya secara sistematis, hal yang sekarang

perlu diketahui adalah bagaimana menetralkan anchor negatif dan

bagaimana cara memasang anchor positif.

Tehnik Memasang Anchor

Bayangkan, jika kita mengalami satu kondisi yang penuh

semangat dan penuh rasa ingin tahu, lalu bisa memasang pemicu

(misalkan dengan menyentuh telinga kanan) untuk kembali

mengakses kondisi yang sama pada saat kita belajar, maka hasil

belajar atau pun proses kita mengikuti pelajaran pasti akan sangat

berbeda.
The Hitler Effect 399
Putu Yudiantara

Namun, sebelum mengetahui bagaimana cara memasang

anchor , sebelumnya kita harus tahu bagaimana cara memilih

saklar atau anchor yang pas dan efektif. Karakteristik anchor yang

baik sebagai berikut:

a) Unik. Semakin unik sebuah anchor akan semakin baik

dan efektif anchor tersebut. Karena itu, menggunakan

jabatan tangan sebagai anchor akan jarang berhasil

karena anda akan sering berjabat tangan.

b) Sebuah jangkar yang baik harus dapat diakses setiap

saat. Kapan pun dan dimana pun kita berada, jangkar

atau pengait itu haruslah selalu tersedia saat kita

membutuhkannya. Misalkan, gunakan sentuhan

terhadap ujung hidung, tekanan tertentu terhadap

bagian tubuh tertentu, menepuk-nepukkan tangan ke

paha, menjentikkan jari atau anchor unik lainnya.

c) Keunikan lain yang harus dimiliki sebuah anchor

yaitu, anda bisa memicunya tanpa diketahui orang

lain. Misalkan, saat anda menjadikan sentuhan ke lutut

sebagai anchor yang membangkitkan semangat, maka


The Hitler Effect 400
Putu Yudiantara

orang lain di sekitar anda tidak akan terlalu

menyadarinya.

d) Anchor yang baik harus mudah diakses dan

digunakan.

e) Anchor yang baik harus mudah dan bisa diulang,

karena sifat anchor semakin sering diulangi akan

menjadi semakin kuat.

Kemudian, anchor dapat di klasifikasikan menjadi anchor

visual, anchor auditori, anchor kinestik, anchor olfactory dan

anchor gustatory. Anchor visual merupakan anchor yang

memanfaatkan gambar atau media visual lain. Misalkan anda

menggunakan foto salah seorang pelajar unggul untuk membuat

anda bersemangat dalam belajar. Anchor auditory adalah anchor

yang memanfaatkan media audio, misalkan anda menjadikan

sebuah lagu yang penuh semangat untuk membangkitkan gairah

belajar, atau menggunakan kata-kata tertentu untuk membuat

anda penuh inspirasi. Anchor kinestik yaitu anchor yang

menggunakan sentuhan fisik, misalkan meremas jari, menyentuh

siku, mengepalkan tangan atau sentuhan-sentuhan lain. Aplikasi

nyata anchor kinestik misalkan saat guru anda menepuk bahu


The Hitler Effect 401
Putu Yudiantara

anda, maka anda akan merasa dihargai dan diapresiasi. Anchor

olfactory yaitu anchor yang menggunakan aroma seperti aroma

dupa yang membuat rileks, aroma kopi yang membuat

bersemangat dan sebagainya. Kemudian, anchor gustatory adalah

anchor yang menggunakan rasa, seperti kue, obat, kopi, teh,

minuman tertentu dan sebagainya. Anda dapat memilih anchor

jenis apa pun yang anda inginkan dengan persyaratan di atas.

Jika kita hendak menggunakan anchor, baik visual,

auditori atau kinestis, maka ada baiknya jika semua anchor itu

bersifat internal atau ada dalam pikiran kita. Misalkan, jika anda

mengaitkan satu gambar dengan semangat, maka jaga gambar itu

di pikiran agar mudah diakses kapan saja.Jika anda memicu

motivasi untuk belajar dengan sebuah kata, maka kata tersebut

sebaiknya tidak direkam dengan recorder, namun dengan pikiran

anda. Begitu juga dengan anchor kinestik, jika anda merasa

tepukan di bahu dari ayah atau figur tauladan lainnya merupakan

sebuah anchor yang bagus untuk menyemangati anda, maka

akseslah kondisi penuh semangat itu dengan membayangkan ayah

anda atau figur tauladan anda menepuk bahu anda setiap kali anda

akan belajar.
The Hitler Effect 402
Putu Yudiantara

Berikut ini merupakan langkah-langkah memasang

sebuah pemicu atau anchor sebagaimana yang dijelaskan Shlomo

Vaknin dalam bukunya yang terkenal The Big Book of NLP

Techniques

Langkah pertama: pilihlah sebuah kondisi (state) yang anda

ingin munculkan dan mendukung dalam proses belajar, misalkan

semangat, motivasi, gairah, rasa ingin tahu dan sebagainya dan

pilih pula anchor yang ingin anda gunakan untuk memicu kondisi

tersebut. Namun ingat, satu anchor hanya bisa untuk satu kondisi.

Langkah kedua: munculkan kondisi yang anda pilih,

rasakan misalnya kondisi penuh semangat itu dengan senyata

mungkin. Rasakan semangat dalam diri anda begitu nyata,

menggebu-gebu dan sangat besar.

Langkah ketiga: begitu keadaan tersebut muncul dalam

kondisi puncaknya, pasang anchornya. Ingat, pemasangan anchor

dilakukan pada saat kondisi puncak dicapai.

Langkah keempat: lakukan test anchor yang telah anda

pasang dengan memikirkan sebuah situasi atau keadaan dimana

anda akan sangat membutuhkan kondisi yang tadi anda


The Hitler Effect 403
Putu Yudiantara

munculkan itu, dan jika waktu pemakaian anchor telah tiba, coba

anda picu anchornya, apakah telah terpasang dengan baik atau

belum.

Hal penting yang perlu dilakukan dalam pemasangan

anchor yaitu hati-hati dengan lompatan psikologis yang terlalu

besar. Misalkan jika anda ingin merubah kondisi malas dan ingin

menggantikannya dengan motivasi, maka dua hal itu terlalu

berseberangan sehingga akan mengakibatkan loncatan psikologis

yang besar. Untuk menganchor kondisi berseberangan seperti itu,

ikutilah langkah-langkah sebagai berikut:

a) Temukan kondisi (state) negatif yang ingin anda rubah.

Misalkan, malas, loyo, apatis, dan state negatif lainnya.

b) Desain sebuah rencana untuk menjembatani perubahan

state tersebut. Contohnya, dari malas ke tertarik, ke

penasaran, kemudian berujung ke semangat (lakukan

secara bertahap)

c) Akses masing-masing state yang telah anda temukan tadi,

dan pasang anchor yang berbeda, namun masih dalam satu

rangkaian yang dengan mudah dapat anda picu…misalkan

jika melakukannya sendiri, gunakan paha sebagai lokasi


The Hitler Effect 404
Putu Yudiantara

anchor. Dimulai dari paha kiri bagian luar yang ditekan

dengan 4 jari, berlanjut ke paha kiri bagian dalam yang

ditekan dengan ibu jari, berlanjut ke paha kanan bagian

dalam yang ditekan dengan ibu jari dan berujung ke paha

kanan bagian luar yang ditekan dengan 4 jari. Ingat,

lakukan istirahat (break state) di setiap pemasangan

anchor.

d) Kemudian, sambungkan anchor dengan mengikuti

petunjuk berikut:

Mulailah dengan memicu anchor pertama, biarkan state

tersebut muncul. Ketika sampai pada puncaknya, dengan

tetap mempertahankan anchor pertama kemudian picu

anchor kedua, biarkan kondisi (state) tersebut muncul,

tunggu beberapa saat, kemudian lepaskan anchor pertama.

Ketika ia sampai pada puncaknya, dengan tetap

mempertahankan anchor kedua, kemudian picu anchor

ketiga dan biarkan kondisi yang dipicunya muncul.

e) Kemudian lakukan breake state dan ulangi langkah d)

sebanyak 5 kali.
The Hitler Effect 405
Putu Yudiantara

f) Tes dengan memicu anchor pertama. Apakah anda dapat

langsung merasakan aliran state menuju anchor

selanjutnya?

g) Pikirkan satu waktu ketika anda membutuhkan state baru

ini. Lihat apa yang anda lihat, dengar apa yang anda

dengar, rasakan apa yang anda rasakan, sekarang! Picu

anchor dan rasakan perbedaan yang terjadi.

MenetralkanAnchor Negatif

Setelah mempelajari bagaimana memasang anchor dengan

sebaik-baiknya, sekarang hal yang penting kita ketahui adalah

bagaimana membongkar anchor negatif. Misalkan jika seseorang

memiliki “anchor” negatif terhadap anda, ide anda, atau produk

dan jasa yang anda tawarkan, maka beginilah proses menetralkan

anchornya, anda bisa melakukan pemasangan anchor ini secara

tersembunyi sehingga anda tidak perlu menimbulkan kecurigaan

apa pun. Kuasai dulu bagaimana menguasai pasang memasang dan

membongkar anchor secara “overt”, kemudian baru anda bisa

mengembangkan skill pemasangan anchor secara “covert”.


The Hitler Effect 406
Putu Yudiantara

a) Akses sebuah state atau kondisi yang ingin anda netralkan,

misalkan state sedih, kesal, lesu dan sebagainya.

Sebenarnya semua kondisi itu ada manfaatnya, namun jika

berlebihan justru akan menggangu. Masuklah ke dalam

kondisi tersebut, dan pasang anchornya (atau picu dengan

anchor yang telah secara tidak sengaja terpasang).

b) Lakukan break state, alihkan pikiran dari kondisi yang tadi

muncul.

c) Akses sebuah state positif dan lihat atau bayangkan secara

detail situasi atau kondisi positif yang anda inginkan

d) Pasang anchor yang berbeda dengan state negatif tadi,

ubah gambarnya, maksimalkan suaranya tingkatkan

intensitas perasaanya. Anda dapat mengulangi proses ini

hingga anda mendapatkan sebuah state positif yang sangat

kuat dan berintensitas tinggi.

e) Break state. Alihkan pikiran anda dari state tadi.

f) Lakukan langkah-langkah berikut secara berurutan:

Picu anchor negatif, biarkan statenya muncul. Sambil

menekan anchor tersebut kemudian picu anchor positif.

Jika anda telah merasakan perasaan yang “aneh” berarti


The Hitler Effect 407
Putu Yudiantara

anda telah melakukannya dengan benar. Lepaskan anchor

positif, tunggu beberapa detik, kemudian lepaskan juga

anchor negatif.

g) Break state. Lakukan berbagai hal untuk mengalihkan

pikiran anda dari kondisi tadi.

h) Tes dengan memicu anchor negatif. Apakah anda telah

kehilangan perasaan negatif

itu? Jika “iya” lanjutkan ke langkah berikutnya.Jika “tidak”

ulangi mulai dari langkah c).

i) Perkuat anchor positif dengan mengulangi langkah c) dan

d).

Jika anda mengikuti setiap instruksi dengan benar, maka anchor

negatif yang telah secara tidak sengaja terpasang akan menjadi

netral dan tidak akan mengganggu anda lagi.

Kesimpulan

Agar seseorang bisa terobsesi dengan anda atau produk/ jasa anda,

maka berikut ini merupakan syarat-syaratnya :

1. Anda atau produk anda “dikaitkan” dengan berbagai

perasaan atau sensasi emosional yang memuncak dan


The Hitler Effect 408
Putu Yudiantara

menikmatkan, seperti kebanggaan, suka cita, kepuasan,

kenikmatan dan semacamnya, dan pada saat yang sama

ketidak hadiran anda atau produk anda juga akan

dikaitkan dengan kebalikanya, yaitu munculnya berbagai

sensasi ketidak nyamanan, kehampaan, kegalauan, sakit

hati dan merasa lemah. Karena manusia pada dasarnya

serakah untuk mendapatkan apa-apa yang

menyenangkanya, dan pengecut sehingga cenderung ingin

menghindari apa-apa yang menyamankannya, maka obsesi

terhadap anda akan mulai terjalin.

2. Seseorang terobsesi pada seseorang atau sesuatu karena

ada banyak hal yang mengingatkannya akan hal-hal

tersebut (lebih tepatnya orang tersebut rajin mengingatkan

dirinya terhadap hal yang membuatnya terobsesi itu),

maka buatlah sebanyak mungkin hal yang mengingatkan

seseorang terhadap keberadaan dan kehadiran anda atau

pemakaian produk anda, buat pula sebanyak mungkin

orang untuk mengingatkan orang tersebut akan anda atau

produk anda (teman-temannya, keluarganya, relasi dan

sebanyak mungkin orang).


The Hitler Effect 409
Putu Yudiantara

3. Agar hal-hal yang mengingatkan anda menjadi hal yang

spesifik yang masuk secara efektif ke pikiran bawah sadar,

maka buatlah asosiasi dengan prinsip membuat anchor,

unik, memiliki pengalaman emosional puncak dan

sebagainya.

4. Pada awalnya akan akan memerlukan usaha lebih dan

anda akan perlu untuk menysusun strategi serta skenario

bagaimana asoasiasi terbentuk, namun seiring proses,

maka anda akan mendapati anda tinggal menikmati

hasilnya saja.
The Hitler Effect 410
Putu Yudiantara

The Association Game, Cara Menanamkan Ide, Pemikiran dan

Perspektif di Pikiran Orang Lain Tanpa Mereka Sadari

Pembahasan dalam bab ini merupakan salah satu pembahasan

yang membuat saya sangat bergairah dalam membahasnya,

bergairah sekaligus sangat tertantang untuk bisa menuliskannya

dengan sejelas mungkin agar anda bisa memahaminya dengan

sebaik mungkin. Kenapa demikian? Sebab pembahasan dalam bab

ini merupakan pembahasan yang sangat jarang disampaikan dalam

buku-buku, vidio atau pelatihan persuasi. Alasannya mungkin

karena metode ini sangat mudah dicerna, diaplikasikan secara luas

oleh siapa pun (dan bahkan dalam beberapa aspek sudah

diaplikasikan dengan sangat luas).

Membuat seseorang berpikir tentang diri anda dan tentang produk

anda dalam sudut pandang yang menguntungkan anda, tanpa

mereka sadari merupakan salah satu skill yang sangat penuh daya

guna dan sekaligus sangat berbahaya. Setiap saat seseorang berpikir

tentang sesuatu, saat anda sedang berinteraksi dengan seseorang

tentang satu topik tertentu, maka entah berapa banyak penilaian

dan pemikiran yang dibuatnya tentang anda dan topik yang anda

sedang bicarakan. Jika saja saat itu cara berpikirnya negatif, maka
The Hitler Effect 411
Putu Yudiantara

kemungkinan besar anda akan mendapatkan penolakan.

Sebaliknya, jika anda bisa membuatnya berpikir ke arah yang

mengntungkan anda tanpa dia sadari, akan seberapa besar

keuntungan yang bisa anda dapatkan?

Bab ini akan mengajarkan pada anda bagaimana membentuk

perspektif orang lain tentang anda, dan tentang topik yang anda

bicarakan, ide yang anda sampaikan , produk atau jasa yang anda

jual, dan sebagainya. Anda akan belajar bagaimana mengarahkan

pemikiran mereka dengan “permainan” sederhana namun sangat

besar efek yang ditimbulkannya.

Dunia Ini Panggung Asumsi

Manusia tidak bisa tidak berpikir, meski mungkin dia bisa berpikir

bahwa dia sedang tidak berpikir. Kenyataannya mereka terus

menerus berpikir, dengan sedikit sekali waktu yang dipergunakan

untuk memikirkan apa yang mereka sedang pikirkan dan

bagaimana mereka memikirkannya. Manusia terus membuat

asumsi dan persepsi, lalu melihat dunia dengan kaca mata (baca :

asumsi dan perspektif) yang dipakainya tersebut. Hal ini

menguntungkan jika diterapkan dalam proses persuasi, namun hal


The Hitler Effect 412
Putu Yudiantara

ini juga bisa sangat merugikan jika terprogram dalam pikiran anda,

terutama jika “kaca mata” yang anda pakai tidak menguntungkan.

Kita terus menerus membuat asumsi, asumsi tentang orang lain;

mengasumsikan bagaimana sikap, perilaku dan kepribadiannya,

mengasumsikan apa saja isi pikirannya, mengasumsikan

bagaimana kualitas orangnya, secerdas apa, sejujur apa dan sebaik

apa. Kita juga terus menerus mengasumsikan segala hal tentang

satu hal; kualitasnya, fungsinya, keuntungannya, kerusakannya,

kejelekannya, dan hal-hal lainya. Kita, manusia seolah tidak bisa

berhenti membuat asumsi.

Apakah anda sadar, saat anda sedang berinteraksi dengan orang

lain, bagaimana orang tersebut mengasumsikan anda? Bagaimana

mereka menilai anda? Bagaimana mereka memetakan anda dalam

peta internalnya? Sadarkah anda apakah anda sudah diasumsikan,

dinilai dan dipandang dengan pemikiran yang menguntungkan

anda, atau malah sebaliknya, mereka memandang anda dengan

berbagai asumsi yang membuat anda jauh dari tujuan-tujuan yang

telah anda tetapkan?


The Hitler Effect 413
Putu Yudiantara

Pada saat yang sama, lawan bicara anda juga sedang membuat

berbagai macam asumsi dan perspektif terkait produk anda, terkait

topik pembicaraan, pemikiran atau barang yang anda berusaha

jual? Apakah asumsi yang dibuatnya sudah menguntungkan anda

juga?

Selain asumsi mengenai bagaimana anda, bagaimana kepribadian,

karakter dan sikap anda, pelanggan atau pendengar anda juga

membuat asumsi tentang produk anda, tentang ide dan pemikiran

yang anda sedang sampaikan. Kemudian, mereka juga, pada saat

yang sama saat anda sedang berkomunikasi dengan mereka,

sedang membuat asumsi mengenai diri mereka sendiri berkaitan

dengan anda dan produk atau ide anda. Jalinan keterhubungan

(asosiasi) antara ketiga hal tersebut kemudian menghasilkan

pemikiran, menghasilkan keputusan dan penilaian tersendiri.

Anda bisa mengetahui bagaimana mereka “membingkai” anda

dalam frame berpikirnya, melalui asumsi dan asosiasi yang mereka

buat dengan melihat bagaimana respon yang anda dapatkan dalam

proses interaksi.
The Hitler Effect 414
Putu Yudiantara

Tetapi informasi yang lebih berharga untuk anda adalah, anda bisa

menanamkan penilaian, pemikiran dan perspektif tertentu di

pikiran orang lain tanpa mereka sadari sama sekali, sehingga anda

bisa memastikan bahwa penilaian dan pemikiran yang mereka buat

tersebut akan menguntungkan anda.

Buku ini memang dilengkapi dengan susunan dan pola bahasa

hipnotis dan metode persuasi ala NLP dan NS, namun demikian,

ada hal penting yang perlu dibentuk dalam proses komunikasi dan

persuasi, yaitu pencitraan atau persona dalam istilah Jungian

Psychology. Persona atau bagaimana kita ingin tampil di muka

umum akan menentukan bagaimana kita dinilai, diasumsikan dan

dipersepsikan oleh orang lain. Namun, jangan hanya

menginginkannya, bentuklah citra yang anda inginkan agar

“tercitrakan” dalam pikiran orang lain. Selain itu anda juga akan

memiliki gambaran bagaimana membuat asumsi dan persepsi

mengenai ide, pemikiran dan produk anda di pikiran orang lain

dengan pola bahasa yang sesuai (yang nanti di bagian tiga akan

dijabarkan) dan asosiasi yang pas.

Seseorang mungkin bisa merasakan ketulusan dan kebaikan anda.

Mereka bisa mengetahui di dalam lubuk hatinya (yang jarang


The Hitler Effect 415
Putu Yudiantara

mereka perhatikan) bagaimana anda sejatinya. Namun itu tidak

berrarti anda harus menjadi “demikian”, sebab orang lain “merasa

tahu” bagaimana anda bukan dari kondisi hati dan kepribadian

anda yang sebenarnya, namun dari bagaimana anda mencitrakan

diri anda, atau dari bagaimana mereka melihat, mendengar dan

merasakan anda.

Orang lain menilai anda (menilai kecerdasan anda, kebaikan anda,

ketulusan anda, kondisi anda dan seberapa besar anda bisa

dipercayai) berdasarkan bagaimana anda “menampilkan” diri

anda. Mereka akan membuat berbagai macam asosiasi,

penghubungan atau keterkaitan dengan banyak hal yang berkaitan

dengan anda. Asosiasi yang mereka buat tersebutlah yang akan

mengeluarkan hasil berupa siapa dan bagaimana anda di mata

mereka.

Otak berkerja dengan hukum asosiasi, dengan mengaitkan satu hal

dengan hal lainya. Pengaitan atau asosiasi dibuat dengan sadar

(conscious) dan jauh lebih banyak proses asosiasi dibuat oleh

pikiran secara tidak sadar (unconscious) sehingga hanya

menimbulkan kesan dan kondisi saja. Hal ini menguntungkan

anda sebab anda bisa membuat mereka memiliki asosiasi yang


The Hitler Effect 416
Putu Yudiantara

membuat anda dinilai “baik” secara tidak sadar. Selain jauh lebih

powerful, juga jauh lebih elegant. Tanpa mereka sadari, mereka

akan menilai anda dengan cara-cara yang memang sudah anda

“gariskan” sebelumnya. Anda akan didukung oleh milyaran sel

otak (neuron) dalam menjalankan taktik anda ini. Hal ini

merupakan bagian paling terselubung dari hipnotis terselubung;

menanamkan pemikiran dan sudut pandang di pikiran orang lain,

tanpa mereka ketahui atau sadari.

Saat anda mencoba membentuk asumsi dan penilaian di pikiran

orang lain tentang siapa anda, anda mencoba membentuk citra diri

anda dengan memberitahukan secara langsung siapa dan

bagaimana anda, maka yang terjadi kemudian, kemungkinan besar

adalah anda dinilai sombong, angkuh, narsis dan sejenisnya. Anda

tidak bisa membuat seseorang percaya “saya adalah orang yang

bisa dipercaya, saya adalah orang yang pengertian, saya adalah

seorang yang baik” dengan hanya mengatakanya saja. Namun,

anda bisa membuat mereka berpikir bahwa anda adalah seorang

yang bisa dipercaya, anda adalah orang yang cerdas, anda orang

yang penuh kuasa, anda orang yang layak dan pantas untuk apa
The Hitler Effect 417
Putu Yudiantara

pun dan berbagai pencitraan atau persona lainya, dengan menjalin

pola asosiasi yang sesuai.

Seseorang juga akan sangat sulit mempercayai anda jika anda

mengatakan secara langsung bagaimana kualitas pemikiran,

produk atau jasa yang anda sedang tawarkan. Namun, bisa saja

hanya dengan sedikit bicara mereka langsung berpikir bahwa

pemikiran, produk dan jasa anda sangat-sangat layak mereka ikuti

atau pakai, jika anda menyusunkan pola asosiasi yang sesuai di

otak mereka.

Mungkin anda berpikir, konsepnya memang gampang, namun

praktiknya akan sulit.

Namun, teruskan saja membaca dan anda akan tahu bahwa

praktiknya ternyata sama gampangnya dengan teorinya, dan

hasilnya bahkan bisa jauh lebih mencengangkan lagi, dan tentu

saja anda bisa mengevaluasi bagaimana dampaknya.

Jika saya mengatakan,


The Hitler Effect 418
Putu Yudiantara

“Barrack Obama memiliki kemampuan sebagai seorang orator

ulung, demikian pula dengan Adolf Hitler. Mereka memiliki

kesamaan dalam hal bagaimana mempengaruhi massa”

Bagaimana kesan yang timbul di pikiran anda terhadap Obama

dengan kalimat tersebut? Akan ada penurunan kekaguman, dan

bahkan mungkin cenderung menilai Obama itu dalam frame yang

negatif, sebab dia disamakan dengan Hitler. Meski kesamaan yang

dimaksud bersifat faktual, namun asoasi yang dibuat menjadikanya

memiliki kesan umum yang sama terhadap kedua orator ulung

tersebut, negatif.

Kemudian, silahkan anda perhatikan kalimat berikut ini,

“Saya tidak tahu dan tidak bisa menilai dunia politik apa lagi

kualitas pemerintahan, namun saya bisa melihat semakin banyak

yang sengsara, kemiskinan makin merajarela, makin banyak

pengangguran, rasa aman yang berkurang dan isu-isu SARA yang

makin meluas”

Bagaimana kesan anda terhadap pemerintah dengan rangkaian

kalimat tersebut? Meski saya tidak menilai dan tidak memberikan

penilaian tentang pemerintah atau politik, namun rangkaian


The Hitler Effect 419
Putu Yudiantara

kalimat setelahnya yang diasumsikan dengan kalimat sebelumnya,

membuat kesan pemerintahan di mata anda negatif, bukan?

“Sebenarnya anda adalah orang hebat, orang yang memiliki

kepercayaan tinggi, dan saya sangat mengagumi hal tersebut. Saya

juga mengenal seorang kawan yang sekarang sudah meninggal, juga

memiliki kepercayaan yang sangat tinggi ada dirinya, sampai-

sampai dia mengambil hutang milyaran untuk berbisnis dan

kemudian karena bisnisnya bangkrut, dia pun bunuh diri”

Nah, bisa anda lihat dengan menghubungkan rasa percaya diri

antara satu orang dengan rasa percaya diri orang lain yang

akhirnya berdampak sangat negatif, kemudian muncul kesan

negatif terhadap rasa percaya diri.

“Saya suka warna hijau juga, mengingatkan saya pada kain

keranda yang dipakai membawa jenasah kakek saya ke kuburan”

Warna hijau yang dikaitkan dengan kematian, membuatnya

terkesan negatif.

“saya suka warna hijau juga, mengingatkan saya pada pengadilan,

pada hukum dan tatanan sosial”


The Hitler Effect 420
Putu Yudiantara

Warna hijau menjadi memiliki kesan kebangsaan atau kenegaraan.

“saya suka warna hijau, mengingatkan saya pada melon, dan saya

sangat suka pada buah melon, apa lagi jus melon segar”

Nah, beda lagi kesan yang muncul terhadap warna hijau.

Warna hijaunya sendiri tetaplah demikian, tidak memiliki nilai

negatif atau positif, tidak mendatangkan kenyamanan atau

keengganan, namun asosiasi atau keterhubungan yang dijalinkan

antara warna hijau dengan hal lain, membuatnya memiliki kesan

positif atau negatif di pikiran seseorang.

Baca kata beriku ini, lalu tunggulah beberapa saat:

“Buku Hitler Effect ...”

Setelah menunggu, bahkan hanya dalam beberapa detik saja,

kalimat yang anda baca tersebut membuat otak anda sibuk

mencari-cari berbagai hal terkait Buku Hitler Effect dan mengait-

ngaitkanya sehingga membentuk suatu penilaian tertentu tentang

buku Hitler Effect. Asosiasi memang sudah menjadi cara kerja

alami otak, dan otak tidak bisa mengaitkan satu informasi dengan

informasi lain, dengan kondisi emosional, atau dengan memori


The Hitler Effect 421
Putu Yudiantara

yang anda miliki, karena itulah dalam memunculkan penilaian

serta menanamkan kesan di pikiran orang lain, maka anda harus

pandai-pandai dalam membuat asosiasi antara satu hal dengan hal-

hal lainya.

Langkah-langkah dalam menanamkan asumsi dan asosiasi yang

berdaya guna adalah :

1) Rumuskan bagaimana anda ingin agar dinilai oleh orang

lain, rumuskan karakteristik khusus (bijaksana,

profesional, setia, penuh cinta, jujur, beriman dan

bertakwa serta karakteristik lainya) yang anda ingin agar

dianggap ada dalam diri anda.

2) Temukan tokoh, kejadian, benda, atau pengalaman yang

oleh lawan bicara anda dianggap memiliki karakteristik

khusus tersebut

3) Dalam pembicaraan, kaitkan diri anda, produk, jasa atau

ide anda dengan tokoh yang sesuai, secara tidak langsung

dengan hanya mengutip, menyinggung atau menghubung-

hubungkannya dengan anda atau produk anda.


The Hitler Effect 422
Putu Yudiantara

Jika anda ingin mengembangkan asosiasi dan asumsi yang

akan membuat anda dinilai baik, menyamankan, disenangi

dan memiliki kesan-kesan positif di pikiran seseorang, jika

anda ingin agar antara anda dan lawan bicara anda tercipta

kedekatan emosional (chemistry) dan agar anda dinilai

memiliki kualitas-kualitas baik, maka anda perlu melakukan

langkah-langkah berikut,

1) Temukan hal-hal yang oleh lawan bicara anda dianggap

penting, nilai-nilai (values) serta prinsip-prinsipnya terkait

semua hal (dirinya, kehidupan, keluarga, karir,

spiritualitas, hubungan sosial, persahabatan, dan aspek-

aspek lainya).

2) Kemudian, asosiasikan diri anda dengan hal-hal tersebut;

citrakan diri anda seolah anda memiliki prinsip yang sama,

memiliki nilai dan pemikiran yang sama. Kutip petikan

dari tokoh yang sesuai, ceritakan pengalaman anda yang

berkaitan dengan hal tersebut secara emosional, atau hal-

hal emosional lain berkaitan dengan hal-hal yang oleh

lawan bicara anda anggap penting, lakukan dengan


The Hitler Effect 423
Putu Yudiantara

terselubung dan halus, agar anda tidak dianggap sebagai

penjilat.

Ada kalanya pula, dalam setting kompetensi, anda perlu

membangun asosiasi-asosiasi dan asumsi negatif

Menanamkan Asumsi Tentang Anda

Jika anda ingin seseorang memiliki pemikiran dan kesan positif

terhadap diri anda, maka jalinlah asosiasi atau keterhubungan

tentang diri anda dengan hal-hal yang akan membuat anda

diasumsikan atau dinilai positif, atau penilaian-penilaian tertentu

yang memang anda ingin tanamkan. Mungkin anda ingin

dianggap orang yang bisa dipercaya, ingin dianggap bijaksana,

ingin dianggap penolong dan pengasih, ingin dianggap

penyelamat, ingin dianggap profesional, ingin dianggap

memahami dan mengerti mereka, ingin dianggap berkuasa atau

anggapan-anggapan lain yang anda memang inginkan, dan anda

bisa membuat orang lain menganggap anda demikian dengan

menghubungkan atau mengasosiasikan diri anda dengan hal-hal

terkait.
The Hitler Effect 424
Putu Yudiantara

Jika anda berbicara dengan cara bicara, nada bicara, intonasi, jeda

dan sikap yang sama seperti seorang yang oleh pendengar anda

anggap bijak, maka anda pun akan dianggap bijak. Cari tahu siapa

orang yang oleh pendengar anda dianggap bijaksana, dianggap bisa

dipercaya, dianggap profesional atau anggapan-anggapan lain,

kemudian tampilkan diri anda seperti orang tersebut (sikap anda,

cara berpakaian anda, nada bicara anda, cara duduk, cara

merespon dan sebagainya), maka anda akan diasosiasikan sama

dengan orang tersebut dan akhirnya diasumsikan memiliki

kepribadian yang sama, dan akhirnya anda akan memiliki kesan

yang sama seperti orang bersangkutan.

Kemudian, dari segi kontent, apa yang anda bicarakan, anda harus

memilih dengan hati-hati isi pembicaraan anda, untuk menjalin

asosiasi dan asumsi yang anda inginkan. Misalkan saja, jika anda

berbicara dengan banyak mengungkit masalah agama, membawa-

bawa nama Tuhan, memetik ayat suci, mengulang kata-kata orang

suci dan sejenisnya, maka anda akan dianggap orang yang

memiliki iman tinggi dan memiliki kepribadian mulia, jika orang

yang anda ajak bicara tersebut “perduli” dan menganggap penting

hal-hal berbau agama, maka anda akan mendapatkan kesan yang


The Hitler Effect 425
Putu Yudiantara

luar biasa baik darinya. Jika orang yang anda ajak bicara adalah

seorang yang menghargai berbagai hal berkaitan dengan seni, anda

tidak perlu membahas tentang seni (agar anda tidak dianggap

penjilat), namun kutiplah kata-kata para seniman, ceritakan

pengalaman, pemikiran dan referensi anda terkait seni, tunjukan

(secara tidak langsung) pada mereka betapa anda sangat

mengagumi karya seni.

Jika anda berbicara dengan memakai banyak kutipan dari tokoh

idola, dari orang yang dikagumi oleh lawan bicara anda, dari orang

yang oleh lawan bicara anda anggap memiliki suatu kapasitas

tertentu, kemudian anda juga menyesuaikan sikap anda sesuai

dengan “idola” tersebut, maka yang anda dapatkan adalah anda

dihubungkan dengannya dan memiliki kesan yang sama

dengannya. Melakukannya dengan halus, terselubung, dengan

sedikit drama yang mengesankan, maka anda akan mendapatkan

pula hasil yang memang anda inginkan.


The Hitler Effect 426
Putu Yudiantara

Menanamkan Ide dan Asumsi Tentang Produk atau Pemikiran

Anda

Selain anda perlu menanamkan asumsi dan asosiasi berkaitan

dengan diri anda sendiri, sangat penting pula anda menanamkan

asumsi dan asosiasi berkaitan dengan produk, jasa atau pemikiran

yang anda ingin agar diterima. Konsep dan cara kerjanya sama saja

dengan bagaimana menanmkan asumsi dan asosiasi terkait diri

anda sendiri; kaitkan produk anda dengan segala hal yang

menyamankan dan menikmatkan, dan kaitkan ketiadaan produk

anda (atau keberadaan produk lain) sebagai hal yang menyakitkan

dan tidak mengenakan.

Selain itu, hal paling penting yang harus anda ingat adalah, untuk

bisa menanamkan asosiasi yang efektif sehingga bisa

“menanamkan” pemikiran di pikiran orang lain secara efektif,

maka anda juga harus membuat sebanyak mungkin asosiasi

terselubung antara produk, ide dan diri anda dengan kecanduan

tersembunyi dalam diri manusia, buat asosiasi seolah diri anda,

produk dan ide anda akan memuaskan kecanduan-kecanduan

tersembunyi dalam diri lawan bicara atau prospek anda.


The Hitler Effect 427
Putu Yudiantara
The Hitler Effect 428
Putu Yudiantara

PENUTUP

Bab demi bab dari buku Hitler Effect ini telah disampaikan dan

dipaparkan, memberikan berbagai macam insights dan wawasan

yang akan memperkaya peta mental anda tentang bagaimana

melakukan manipulasi dan mempengaruhi pikiran orang lain, dari

berbagai sudut pandang pemikiran.

Kini, saatnya anda melatih berbagai teknik yang telah dijabarkan,

mengembangkan attitude dan sikap mental yang disyaratkan dan

kemudian secara terus menerus mengembangkan diri anda untuk

menjadi orang yang lebih baik dan terus lebih baik lagi dalam hal

pengaruh, dalam salah satu skills hidup yang sangat penting untuk

anda kuasai.

Beberapa diantara anda mungkin mengira buku ini berputar-putar,

namun saya menulis buku ini bukan hanya sebagai bacaan, namun

juga untuk menanamkan informasi yang disampaikan sampai di

level pikiran bawah sadar, sehingga secara repetitif disampaikan

dari berbagai sudut pandang dan perspektif.

Jadikan berbagai informasi yang disediakan dalam buku ini sebagai

acuan anda dalam memahami diri anda dan memahami orang lain,
The Hitler Effect 429
Putu Yudiantara

kemudian untuk menyusun strategi persuasi yang penuh kuasa,

yang akan membuat setiap keinginan anda diikuti, setiap pendapat

anda didengarkan, dan setiap saran anda diikuti.

Buku ini jga hadir sebagai tantangan untuk anda, tantangan

bagaimana setelah mengetahui berbagai perspektif dan sudut-

sudut manusia paling tersembunyi, anda bisa manfaatkan untuk

perbaikan dan pencapaian yang lebih besar dalam hidup anda.

Siapkah anda dengan tantangan ini?


The Hitler Effect 430
Putu Yudiantara

REFERENSI DAN SUMBER BELAJAR LAINNYA

The User’s Manual for The Brain Vol. 1 By L. Michael Hall & Bob
G. Bodenhammer

The User’s Manual for The Brain Vol. 2 By L. Michael Hall & Bob
G. Bodenhammer

Mind-lines: Lines For Changing Minds by L.Michael Hall and


Bobby G. Bodenhamer

Meta-States:MAstering the High Levels of Your Mind, Third Edition


by L.Michael Hall

Movie Mind: Directing Your Mental Cinemas by L.Michael Hall

Dragon Slaying: Dragons Into Princes by L.Michael Hall

Communication Magic : Exploring The Structure and Meaning of


Language by L. Michael Hall

Figuring Out People: Reading People Using Meta-Programs by


L.Michael Hall and Bob G. Bodenhamer

Matrix Model: The 7 Matrices of Neuro-Semantics by L.Michael


Hall

Games for Mastering Fear: How to Play the Game of Life with a
Calm Confidence by L.Michael Hall

The Sourcebook of Magic: A Comprehensive Guide to The


Technology of NLP by Michael Hall, Barbara P. Belnap, L. Michael
Hall and Barbara Belnap
The Hitler Effect 431
Putu Yudiantara

Winning the Inner Game: Mastering the Inner Game for Peak
Performance by Michael Hall

Unleashed: A Guide to Your Ultimate Self-Actualization (Meta-


Coaching) by L.Michael Hall

Get the Life You Want: The Secrets to Quick and Lasting Life
Change with Neuro-Linguistic Programming by Richard Bandler

Richard Bandler's Guide to Trance-formation: How to Harness the


Power of Hypnosis to Ignite Effortless and Lasting Change by
Richard Bandler

The Secrets of Being Happy: The Technology of Hope, Health, and


Harmony by Dr Richard Bandler and Garner Thomson

The Structure of Magic, Vol. 1: A Book About Language and


Therapy by Richard Bandler and John Grinder

The Structure of Magic II: A Book About Communication and


Change by John Grinder and Richard Bandler

Frogs into Princes : Neuro Linguistic Programming by John Grinder


and Richard Bandler

Persuasion Engineering by Richard Bandler, John LA Valle and


John La Valle

Patterns of the Hypnotic Techniques of Milton H. Erickson, M.D.


Volume 1 by Richard Bandler and John Grinder

Patterns of the Hypnotic Techniques of Milton H. Erickson, M.D.


Volume 2 by Richard Bandler and John Grinder
The Hitler Effect 432
Putu Yudiantara

Using Your Brain for a Change by Richard Bandler

Reframing: Neuro-Linguistic Programming and the Transformation


of Meaning by Richard Bandler and John Grinder

Persuasion Skills Black Book: Practical NLP Language Patterns for


Getting The Response You Want by Rintu Basu

Introducing NLP: Psychological Skills for Understanding and


Influencing People (Neuro-Linguistic Programming) by Joseph
O'Connor and John Seymour

NLP: The New Technology of Achievement by NLP Comprehensive,


Steve Andreas and Charles Faulkner

The Big Book of NLP, Expanded: 350+ Techniques, Patterns &


Strategies of Neuro Linguistic Programming by Shlomo Vaknin and
Marina Schwarts

My Voice Will Go with You: The Teaching Tales of Milton H.


Erickson by Sidney Rosen

Neuro-Linguistic Programming Workbook For Dummies by Romilla


Ready and Kate Burton

NLP at Work: The Essence of Excellence, 3rd Edition (People Skills


for Professionals) by Sue Knight

The State of Perfection: Your Hidden Code to Unleashing Personal


Mastery by Joseph Riggio PhD, Dr. Richard Bandler and Laura
Dawn Lewis

Influence: The Psychology of Persuasion (Collins Business Essentials)


by Robert B. Cialdini
The Hitler Effect 433
Putu Yudiantara

Yes!: 50 Scientifically Proven Ways to Be Persuasive by Noah J.


Goldstein, Steve J. Martin and Robert B. Cialdini

NLP Workbook: A practical guide to achieving the results you want


by Joseph O'Connor

Heart of the Mind: Engaging Your Inner Power to Change With


NLP Neuro-Linguistic Programming by Connirae Andreas and
Steve Andreas

Introducing Neurolinguistic Programming (NLP): A Practical Guide


by Neil Shah

Covert Persuasion: Psychological Tactics and Tricks to Win the


Game by Kevin Hogan and James Speakman

The Science of Influence: How to Get Anyone to Say "Yes" in 8


Minutes or Less! by Kevin Hogan

The Psychology of Persuasion: How To Persuade Others To Your


Way Of Thinking by Kevin Hogan

Irresistible Attraction: Secrets of Personal Magnetism by Kevin


Hogan, Mary Lee Labay and Jack Swaney

Covert Hypnosis 2020: An Operator's Manual by Kevin Hogan

The Science of Influence: How to Get Anyone to Say "Yes" in 8


Minutes or Less! by Kevin Hogan

Through the Open Door: Secrets of Self-Hypnosis by Kevin Hogan


and Mary Lee LaBay
The Hitler Effect 434
Putu Yudiantara

Maximum Influence: The 12 Universal Laws of Power Persuasion by


Kurt W. Mortensen and Robert G. Allen

Sleight of Mouth : The Magic of Conversational Beliefs Change by


Robert Dilts

Beliefs: Pathways to Health and Well-Being by Robert Dilts, Tim


Hallbom and Suzi Smith

The Hero's Journey: A Voyage of Self Discovery by Stephen Gilligan


and Robert Dilts

Modeling With NLP by Robert Dilts

Mind Programming: From Persuasion and Brainwashing, to Self-


Help and Practical Metaphysics by Eldon Taylor

Mind Control: The Ancient Art of Psychological Warfare by Haha


Lung

Mind Control, World Control by Jim Keith

Brainwashing: The Science of Thought Control by Kathleen E.


Taylor

Munitions of the Mind: A History of Propaganda, Third Edition by


Philip M. Taylor

Age of Propaganda: The Everyday Use and Abuse of Persuasion by


Anthony Pratkanis and Elliot Aronson

The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany by
William L. Shirer and Ron Rosenbaum
The Hitler Effect 435
Putu Yudiantara

Hitler: Beyond Evil and Tyranny by R. H. S. Stolfi

Hitler's Table Talk: 1941 - 1944 by H.R. Trevor-Roper and Gerhard


L. Weinberg

The Mind of Adolf Hitler by Walter C. Langer

A Psychological Analysis of Adolf Hitler by Walter Langer and


David Webb

Hypnosis and Hypnotherapy Basic to Advanced Techniques for the


Professional by Calvin D. Banyan and Gerald F. Kein

Conversational Hypnosis: A Manual of Indirect Suggestion by Carol


Sommer

Hypnotic Language: Its Structure and Use by John Burton and Bob
G. Bodenhamer

Understanding Advanced Hypnotic Language Patterns: A


Comprehensive Guide by John J. Burton

The Deep Trance Training Manual: Hypnotic Skills by Igor


Ledochowski

Uncommon Therapy: The Psychiatric Techniques of Milton H.


Erickson, M.D. by Jay Haley

The Wisdom of Milton H. Erickson: The Complete Volume by


Milton H. Erickson

Hypnotic Realities: The Induction of Clinical Hypnosis and Forms of


Indirect Suggestion by Milton H. Erickson and etc.
The Hitler Effect 436
Putu Yudiantara

Experiencing Hypnosis: Therapeutic Approaches to Altered States by


Milton H. Erickson and Ernest L. Rossi

Phoenix: Therapeutic Patterns of Milton H. Erickson by David


Gordon and Maribeth Meyers-Anderson

The February Man: Evolving Consciousness and Identity in


Hypnotherapy by Milton H. Erickson and Ernest Lawrence Rossi

Conversations with Milton H. Erickson, Volume I: Changing


Individuals by Milton H. Erickson and Jay Haley

Conversations with Milton H. Erickson, Volume II: Changing


Couples by Milton H. Erickson and Jay Haley

Conversations With Milton H. Erickson, MD, Volume III: Changing


Children and Families by Milton H. Erickson and Jay Haley

Advanced Techniques of Hypnosis and Therapy: Selected Papers of


Milton H. Erickson, M.D. by milton erickson

The Manipulated Mind: Brainwashing, Conditioning and


Indoctrination by Denise Winn

The Rape of the Mind: The Psychology of Thought Control,


Menticide, and Brainwashing by MD Joost A. M. Meerloo

Black Science : Ancient and Modern Techniques of Ninja Mind


Manipulation by Haha Lung and Christopher B. Prowant

A Little Book on the Human Shadow by Robert Bly

The Undiscovered Self by Carl G. Jung


The Hitler Effect 437
Putu Yudiantara

The Red Book by C. G. Jung, Sonu Shamdasani, Mark Kyburz and


John Peck

Modern Man in Search of a Soul by C.G. Jung, W. S. Dell and Cary


F. Baynes

Jung's Map of the Soul: An Introduction by Murray Stein

The Buying Brain: Secrets for Selling to the Subconscious Mind by A.


K. Pradeep

Brainfluence: 100 Ways to Persuade and Convince Consumers with


Neuromarketing by Roger Dooley

Blink: The Power of Thinking Without Thinking by Malcolm


Gladwell

The Invisible Gorilla: How Our Intuitions Deceive Us by


Christopher Chabris and Daniel Simons

Mastery by Robert Greene

The 48 Laws of Power by Robert Greene

The 33 Strategies of War by Robert Greene

Art of Seduction by Robert Greene

Emotions Revealed, Second Edition: Recognizing Faces and Feelings


to Improve Communication and Emotional Life by Paul Ekman

Telling Lies: Clues to Deceit in the Marketplace, Politics, and


Marriage by Paul Ekman
The Hitler Effect 438
Putu Yudiantara

Unmasking the Face: A Guide to Recognizing Emotions From Facial


Expressions by Paul Ekman and Wallace V. Friesen

Get Anyone to Do Anything: Never Feel Powerless Again--With


Psychological Secrets to Control and Influence Every Situation by
David J. Lieberman

Never Be Lied to Again: How to Get the Truth In 5 Minutes Or Less


In Any Conversation Or Situation by David J. Lieberman

How to Change Anybody: Proven Techniques to Reshape Anyone's


Attitude, Behavior, Feelings, or Beliefs by David J. Lieberman

Make Peace With Anyone: Breakthrough Strategies to Quickly End


Any Conflict, Feud, or Estrangement by David J. Lieberman

You Can Read Anyone by David J Lieberman

Words That Change Minds: Mastering the Language of Influence


2nd edition by Shelle Charvet

Words That Work: It's Not What You Say, It's What People Hear by
Frank I. Luntz

Personality Psychology: Domains of Knowledge About Human


Nature by Randy Larsen and David Buss

The Supernatural Power of a Transformed Mind: Access to a Life of


Miracles by Bill Johnson, Dick Mills, Randy Clark and Jack Taylor

Mind Hacks: Tips & Tools for Using Your Brain by Tom Stafford
and Matt Webb
The Hitler Effect 439
Putu Yudiantara

Mindhacker: 60 Tips, Tricks, and Games to Take Your Mind to the


Next Level by Ron Hale-Evans and Marty Hale-Evans

Behavior Modification: Principles and Procedures by Raymond G.


Miltenberger

Beyond Behavior Modification: A Cognitive-Behavioral Approach to


Behavior Management in the School by Joseph S. Kaplan and Jane
Carter

Current Psychotherapies by Raymond J. Corsini and Danny


Wedding

Four Approaches to Counselling and Psychotherapy by Windy


Dryden and Jill Mytton
The Hitler Effect 440
Putu Yudiantara

***

Jika anda tertarik dengan berbagai artikel, buku, vidio dan audio

berkaitan dengan persuasi, manipulasi pikiran dan pembelajaran

hipnosis, NLP dan sejenisnya, silahkan anda berkunjung ke

www.mindcontrolschool.com

berbagai tulisan lain, silahkan diakses di

www.putuyudiantara.com

Anda mungkin juga menyukai