100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
584 tayangan24 halaman

Buku Hidup Sebagai Umat Allah

Buku ini membahas etika dalam Perjanjian Lama dari tiga sudut yaitu teologis, sosial, dan ekonomi dengan fokus pada konsep tanah dan hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta. Etika bersumber dari sifat dan tindakan Allah serta pengalaman umat Israel yang dipilih-Nya. Masyarakat Israel dipandang sebagai paradigma hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Tanah merupakan pemberian Allah yang menuntut tanggung jawab terhad
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
584 tayangan24 halaman

Buku Hidup Sebagai Umat Allah

Buku ini membahas etika dalam Perjanjian Lama dari tiga sudut yaitu teologis, sosial, dan ekonomi dengan fokus pada konsep tanah dan hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta. Etika bersumber dari sifat dan tindakan Allah serta pengalaman umat Israel yang dipilih-Nya. Masyarakat Israel dipandang sebagai paradigma hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Tanah merupakan pemberian Allah yang menuntut tanggung jawab terhad
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 24

Buku Hidup sebagai Umat Allah (Etika Perjanjian Lama)

Out Line
Buku Hidup sebagai Umat Allah
(Etika Perjanjian Lama)

Pendahuluan : Segitiga Etis


Untuk dapat memahami dan menerapkan ajaran Perjanjian Lama secara etis, kita harus
berusaha menempatkan diri dalam kedudukan Israel dan memahami bagaimana Israel
merasakan serta mengalami hubungan mereka dengan Allah dan bagaimana
pengalaman itu mempengaruhi kehidupan praktisnya  sebagai suatu masyarakat.
Teologi dan etika dalam Perjanjian Lama dibangun berdasarkan pemahaman Israel
akan keadaan mereka sebagai suatu umat, hubungan mereka dengan Allah, lingkungan
fisis (yakni tanah). Hal ini dapat dibentuk menjadi suatu segitiga yang selalu
berhubungan dan mempengaruhi. Dan melalui sudut tersebut dapat menyelidiki ajaran
etis Perjanjian Lama, baik dari sudut teologis, sosial dan ekonomis.

1.        SUDUT TEOLOGIS
Perjanjian Lama etika secara fundamental bersifat teologis, etika Perjanjian Lama
berpusat pada Allah dalam asal mula, sejarah isi dan motivasi.
1.1.  Asal mula yang berpusat pada Allah
Etika sebagai tuntutan Allah terhadap tanggapan dan ucapan syukur manusia terhadap
Allah, dimana Allah yang lebih dulu bertindak dan berkarya dalam penyelamatan
manusia melalui pemanggilanNya (Kel. 1-24). Dari sini dapat kita lihat Allah terlebih
dahulu memberikan anugerahNya terhadap manusia, kemudian manusia memberi
respon atau tanggapan terhadap anugerah tersebut. Allah Israel adalah Allah yang
Mahapengampun, hubungan Israel dengan Allah dapat berjalan bukan karena
keberhasilan Israel dalam pemeliharaan hukum Allah, tetapi ketaatan Allah dan
kesetiaanNya kepada sifat dan janji-janjiNya.
1.2.  Sejarah yang berpusat pada Allah
Kepercayaan Israel akan karya Allah dalam kehidupan mereka, sebagaimana Allah yang
lebih dahulu menganugerahkan keselamatan pada mereka, hal ini di imani oleh Israel.
Keyakinan akan keterlibatan Allah dalam kehidupan mereka menjadi nubuat historis.
Para sejarawan menilai dari sudut etis dari sudut pandang Allah. Allah bekerja dalam
mengendalikan sejarah Israel. Karya Allah ini ditanggapi oleh manusia dengan bebas
secara etis, tetapi bukan berarti menjadi relativisme, manusia harus mempunyai
prinsip-prinsip dasar. Israel perlu melihat karya Allah mulai dari penyelamatan sampai
pada dimensi eskatologis. Mengingat apa yang dilakukan Allah terhadap yang diimani
Israel memiliki makna etis pada jaman sekarang ini, dimana Yesus berkarya dalam
terang permulaan kerajaanNya di dunia ini sampai pada pengharapan akan
kedatanganNya kembali.
1.3.  Isi yang berpusat pada Allah
Sifat Allah dapat dilihat dalam perbuatanNya sekarang dan pada masa lampau, itulah
aksioma kepercayaan Israel tentang pernyataan diri Allah. Untuk itu bagaimana sifat
etis Israel dalam menanggapi perbuatan Allah? Keadilan dan kemurahan Allah harus
dicerminkan  orang Israel terhadap orang lemah dan para budak yang berada pada
masyarakatnya (Kel 23:9; bd. Kel 21:2-11, 20-21, 26-27; Ul. 15:15). Dengan jelas
Imamat 19:2 dikatakan Allah “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN Allahmu, kudus”.
Kekudusan yang dimaksud Allah di sini adalah dalam hal praktis, seperti, kasih,
kemurahan hati, keadilan, kejujuran dan hal-hal sosial. Allah menuntut ini karena Dia
telah melakukanNya.
1.4.Motivasi yang berpusat pada Allah
Pengalaman pribadi tentang Allah menjadi motivasi untuk melakukan sebagaimana
Allah telah lakukan kepada umatNya, demikian umatNya melakukan kepada orang lain,
sebagai ucapan syukur atas perbuatan dan tindakan Allah dalam kehidupannya. Dan ini
menjadi perintah Allah yang telah lebih dahulu mengasihi dan bertindak akan
penyelamatan umatNya, dalam Ulangan 5:15 5:15 “Sebab haruslah kauingat, bahwa
engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh
TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung” ayat ini bukan
merupakan perintah tetapi suatu jalan memotivasi Israel untuk mengingat karya Allah
dengan kata lain tetap perpusat pada Allah dalam karya dan ucapan syukur.

2.        SUDUT SOSIAL
2.1.       Pola Penebusan
Allah dapat menebus manusia secara perorangan, menyelamatkan manusia
satupersatu dan membawa mereka langsung ke surge tetepi hal itu juga tidak
dilakukannya. Allah melakukan penyelamatan secara menyeluruh dan itu meliputi
sejarah manusia. Sejarah itu meliputi pemilihan, penciptaan, dan pembentukan suatu
bangsa, hal itu penting bagi pemahaman etis perjanjian lama karena maksud Allah
bukanlah hanya kebenaran perorangan, tetapi terciptanya suatu masyarakat baru  yang
dalam kehidupan sosialnya akan mewujudkan kebenaran, perdamaian, keadilan, dan
cinta kasih yang mencerminkan sifat Allah sendiri  dan merupakan tujuan-Nya yang asli
untuk manusia.
2.2.  Kekhususan Israel
Israel menjadi satu bangsa diantara bangsa-bangsa, tetapi pada saat yang sama
Israel sadar bahwa keberadaanya berbeda  dari bangsa-bangsa lain, perbedaannya
adalah: bahwa Israel percaya akan keunikan asal-usul historisnya sebagai bangsa, yairu
pemilihan Abraham, pembebasannya dari perbudakannya di mesir, perjanjiannya di
Sinai dan pemberian tanah.
2.3.  Israel sebagai Paradigma Allah
Pemilihan istilah paradigm membutuhkan penjelasan dan alas an. Paradigma
berarti suatu yang dipergunakan sebagai contoh untuk kasus-kasus  lain dimana ada
satu prinsip dasar yang tidak brubah neskipun rinciannya berbeda-beda. Msasyarakat
Israel harus dilihat sebagai suatu yang bersifat paradigmatik yaitu suatu kategori yang
bermamfaat bagi pemahaman dan penarapan etis seluruh Perjanjian Lama.
3.             SUDUT EKONOMIS
3.1.       Tanah dalam riwayat Israel
Cerita Alkitab tentang penebusan mulai denagan janji-janji Allah kepada Abraham 
bahwa Allah akan memberikan tanah kepada Abraham dan keturunannya. Tanah
tersebut menjadi salah satu cirri yang paling menonjol dari rangkaian cerita dalam
Perjanjian Lama. Cerita tentang tanah ini selalu diuraikan dalam kelima kitab Taurad.
Tanah dalam semua dimensinya berupa janji , panaklukan, pemilikan dan pembagian,
penggunaan dan penyalah gunaan, kehilangan dan perolehan kembali satu kesatuan
yang dasarnya bersifat teologis. Riwayat Israel adalah  riwayat tentang penebusan dan
bentuk social Israel adalah bagian dari pola penebusan itu. Hal yang sama dapat
dikatakan tentangperanan tanah dalam riwayat Israel menurut Perjanjian Lama. Tanah
adalah bagian dari pola penebusan juga, karena bentuk sosial Israel erat terikat dengan
persoalan-persoalan ekonmi mengenai pembagian, pemilikan dan penggunaan tanah
itu.
3.2.       Tanah sebagai pemberian Allah
Bangsa Israel memiliki tanah untuk didiami karena Allah telah memberikannya
kepada mereka. Tradisi penberian tanah ini mempunyai implikasi-implikasi yang luas
atas penikiran dan praktek dalam Perjanjian Lama. Menurut tradisinya ada lima dasar
tradisi atas pemberian tanah bagi bangsa Israel yaitu :
a.     Penberian tanah itu bagi umat Israel adalah, deklerasi bahwa Israel sama sekali
bergantung kepada Allah. Tanah yang mereka miliki mereka terima oleh karena
pemilihan dan janji Allah kepada Abraham  yang menjadi dasar keberadaan mereka
sebagai suatu bangsa.
b.    Pemberian tanah itu bagi umat Israel adalah deklerasi bahwa Allah dapat diandalkan.
c.    Pemberian tanah berfungsi sebagai bukti hubungan antara Allah dan Israel, sebab
Iarael mengetahui bahwa mereka  adalah umat Allahkarena Ia telah memberikan
kepada nereka tanahnya.
d.   Pemberian tanah bagi umat Israel adalah  secara historis inilah yang menjadi hak
pemilikan pribadi bagi Israel.
e.    Peristiwa Nabot membuka pengertian kita akan kecaman para nabi terhadap
penghisapan ekonamis.
3.3.       Tanah sebagai nilik Allah
Konsep tentang tanah sebagai pemberian Allah menghasilkan rangkaian hak-hak
yang jelas, baik untuk bangsa itu secara keseluruhan  maupun perorangan. Konsep
tentang tanah sebagai yang terus menerus berada dibawah pwilikan Allah
menghasilkan sejumlah tanggungjawab yang besar . Tanggung jawab itu digolongkan
dalam tiga bagian yaitu:
a.       Tanggung jawab kepada Allah untuk tanah itu yang mencakup persembahan
perpuluhan, persembahan buah sulung dari hasil panen, hokum-hukm panen yang
lain,peraturan sabat yang menyangkut tanah, tahun ketiga tanah tidak ditanam dan
htang-hutang dihapus.
b.      Tanggung jawab kepada keluarga mencakup hukun yang dasar tentang dasar tanah
sebagai hak milik yang tidak dapat dipindahkan tidak boleh diperjual belikan harus
dipertahankan dlam rangka kekerabatan
c.       Tanggung jawab kepada sesame mencakup sekumpulan hukum-hukum perdata.
4.             EKONOMI DAN TANAH
4.1.  Perspektif-perspektif dari penciptaan
a.         Pemilikan dan pemberian Allah
Cerita penciptaan menekankan dua segi hubungan dunia dengan Allah dan
manusia. Pada satu pihak Allah sebagai pencipta dan pemilik segala sesuatu yang
diciptakan. Manusia sendiri adalah adalah bagian dari ciptaan Allah dan tidak
mempunyai hak atas yang mutlak atas ciptaan-Nya yang lain. Di pihak lain Allah telah
memberikan bumi kepada manusia sebagai wakil-Nya. Penatalayanan menjadi kata
kunci dalam perspektif penciptaan. Allah memiliki bumi tetapi nenpercayakannya ke
dalam peneliharaan manusia yang telah dilengkapi untuk tugas itu dan kepadanya Allah
meminta pertanggungjawaban atas kedudukannya.
b.        Akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa
Inti pokok kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah keinginan yang angkuh untuk
menentukan jalan hidup sendiri, yakni pemberontakan melawan wewenang dan
kebijakan Sang pencipta. Malapeteka yang disebabkan oleh usaha manusia seperti Allah 
dan kutukan yang dibawanya mempengaruhi seluruh kehidupan manusia. Oleh karena
itu ada empat resiko yang harus ditanggung oleh manusia itu antara lain ialah:
1.     Tanah dan sumber-sumber alam menjadi penyebab terbesar perselisihan dan
peperangan  yang seharusnya dipelihara bersama supaya dapat dinikmati oleh semua
orang
2.    Kerja diselewengkan, penyelewengan kerja berarti hubungan-hubungan ekonomis
manusia diselewengkan juga.
3.    Pertumbuhan ekonomi cenderung menjadi sasaran diatas segala sesuatu  yang lain,
menjadi suatu obsesi. Bagi orang yang hidupmysa bergantung pada Allah bahea harta
yang nelimpah bagionya adalah berkat, tetapi bagi orang yang hidupnya jauh dari Allah
kenakmuran yang dialami menjadi ketergantungan dalam tujuan hidupnya.
4.    Hasil akhir dari proses ekonomi dipakai secara tidak adil pula. Tuntutan atas hak milik
di jadikan klaim pribadi dan dianggab mutlak tampa rasa tanggung jawab kepada Allah
terhadap orang lain.
Dengan demikian kejahatan telah mempengaruhi setiap aspek dari kehidupan
ekonomis manusia, oleh karena itu setiap orang Kristen harus mengingan bahwa
persoalan-persoalannya bukan melulu bersifat material atau jasmani.

4.2.   Perspektif-perspektif dari penebusan


Salah satu yang menonjol dari penebusan yang di capai melalui peristiwa keluaran
adalah sifatnya yang menyeluruh. Ada empat kebebasan melalu peristiwa itu yang
diberikan Allah kepada Israel.
1.      Secara Politis, dari tirani kekuasaan diktator asing
2.      Secara sosial dari gangguan campur tangan negara dalam kehidupan keluarga mereka.
3.      Secara ekonomi, dari beban kerja paksa.
4.      Secara rohani, dari lingkungan ilah-ilah asing, sehingga mereka bisa menyembah
Tuhan dengan bebas.
Dengan demikian tujuannya dalam melepaskan Israel adalah untuk memenuhi janjiNya
kepada Abraham dengan memberikan mereka berkat ekonomi berupa tanah milik
mereka.
a.         Pemilikan dan Pemberian Allah
Janji itu dipenuhi dan Israel mengambil alih negeri Kanaan. Pada peristiwa keluaran
Allah menekankan klaimNya sebagai Tuhan dan pemilik seluruh bumi. Tuntutan yang
tampak secara dramatis melalui tulah-tulah Mesir (Kel. 9:15-16, 29). Tetapi
kekuatannya yang demikian dipakai demi menyelamatkan umatNya.
Maka meskipun Israel mengakui bahwa Allah memberikan bumi kepada seluruh
manusia segala doa untuk kemakmuran bangsa atau pribadi ataupun kesukacitaan
dalam berkatNya selalu didasarkan atas pemberian tanah kepada mereka dalam sejarah
penebusan dan kasih perjanjian Allah.
Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa Allah tidak lagi tinggal bersama manusia di
bumi dalam pergaulan yang akrap seperti sebelumnya. Tetapi dengan penebusanNya Ia
berdiam bersama Israel di tanah mereka. Secara eskatologis Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru melihat ke depan dan mengharapkan penebusan yang sempurna dari
segenap cipataan ketika Allah tinggal bersama umat manusia dalam dunia yang bebas
dari kutukan dosa.
b.        Nilai-nilai Penciptaan dalam Konteks Penebusan
Sebagai akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa Israel hanya dapat menyesuaikan diri
dengan prinsip-prinsip penciptaan dalam bidang ekonomi jika mereka menaati
tuntutan Allah bagi mereka selaku umat tebusan. Ada empat prinsip penciptaan yang
menjadi kerangka dasar untuk menguraikan hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan
Israel dalam bidang ekonomi:
b.1. Sumber-sumber milik bersama
Perolehan dan pemanfaatan bersama atas tanah dan sumber alam adalah prinsip
pertama dalam penciptaan. Di Israel prinsip ini diwujudkan pertama-tama oleh sistem
pembagian tanah yang seluas dan seadil mungkin, berarti setiap orang akan mendapat
tanah yang sama luasnya dan yang cukup untuk menyokong kehidupannya. Inilah
prinsip penciptaan yang berlaku dalam prinsip penebusan.
b.2. Hak dan tanggungjawab untuk bekerja
Prinsip penciptaan yang kedua berlaku bagi bangsa kudus itu di tanah perjanjian sama
seperti manusia di taman eden. Tetapi mengingat kerja dan hubungan kerja telah
diselewengkan oleh dosa sehingga hukum taurat menuntut umat tebusan dalam bidang
ini.
ü   Syarat: budak-budak Israel harus diberikan kesempatan untuk memperoleh kebebasan
sesudah enam tahun dan syarat-syarat mengenai pelayanan serta pembebasannya
dengan jelas ditentukan (Kel.21:1-6).
ü   Pembayaran Upah : upah pekerja harus dibayar secara penuh dan segera (Im 19:13; Ul.
24:14-15)
ü   Istrahat : Istrahat pada hari Sabbat suatu prinsip dan hak Istimewa  sejak penciptaan. Ini
harus ditaati oleh majikan, pekerja, binatang-binatang yang bekerja, diberikan Allah
dalam penciptaan (Kel. 20:11, tetapi juga atas dasar karya penebusanNya).
Dengan demikian bersama dengan mandat ciptaan mendorong etika sosial dan
ketentuan-ketentuan penebusan memberikan prinsip dan model untuk masa kini
dengan memperhatikan kejatuhan manusia ke dalam dosa.
1.      Pertumbuhan
Prinsip dalam penciptaan ketiga adalah hasil dari kerja manusia berupa
pertumbuhan ekonomi melalui pertukara dan perdagangan serta peningkatan jumlah
barang-barang. Sementara manusia menyebar dan meningkatkan berbagai
penguasaannya atas alam. Skala pertumbuhan ekonomi begitu diutamakan oleh
sebagaian orang sehingga mengorbankan orang lain dengan cara-cara untuk
meningkatkan hal itu dipenuhi dengan keserakahan, pemerasan dan ketidakadilan.
Dalam hukum Perjanjian Lama dalam bidang ekonomi nampak paling radikal dan tajam.
Ada dua pandangan ekstrim yang saling bertentangan.
Pada suatu pihak ada orang-orang yang menekankan nats-nats yang menyebut
kemakmuran material dan peningkatan jumlah barang-barang sebagai berkat Allah
sehingga menghalalkan segala bentuk usaha pribadi dan ekonomi kapitalis yang
berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada pihak lain ada pula orang yang
berdasarkan kecaman hukum taurat dan para nabi terhadap penumpukan kekayaan
bentuk pemilikan pribadi atau usaha apa pun untuk menambah kekayaan, kedua
pandangan tersebut keliru dan tidak memperhatikan pandangan PL. Semangat khusus
yang mengarahkan ekonnomi dalam PL dapat diringkaskan dengan titah ke-10 “jangan
mengingini harta milik sesamamu...............” larangan ini dalam bentuk orang kedua
tunggal yang dialamatkan kepada setiap orang yang mencakup harta milik sesama
manusia.
Inti pusat ekonomi PL dapat diringkaskan beberpa perintah untuk mencegah dan
membatasi pertumbuhan kekayaan pribadi yang dilakukan dengan ketidakadilan atau
penindasan.
Pertama, dilarang untuk memindahkan batu-batu pembatas yang menandai tanah
milik keluarga (Ul.19:14). Kedua, pemungutan bunga pinjaman di antara orang-orang
Israel dilarang (Kel. 22:25; Im. 25:36-37; Ul. 23:19-20). Ketiga, ada pengawasan atas
pengunaan jaminan untuk pinjaman. Hal itu mencakup baik sikap kemanusiaan yang
wajar maupun peraturan yang lengkap tentang Sabbat. Jaminan itu mungkin berbentuk
tanah yang digedaikan kepada orang yang berpiutang atau berupa orang-orang
berhutang yang bekerja untuk melunasi hutangnya. Keempat, hukum taurat melarang
menumpukkan kekayaan yang berlebihan pada raja yang mungkin dianggap boleh
memilikinya. Hal ini juga diperingatkan oleh hukum taurat, janganlah ia mengumpulkan
terlalu banyak kuda-kuda, isteri-isteri, emas dan perak (Ul. 17:16-17).
2.         Menghasilkan bersama
Ekonommi penciptaan adalah mengenai penatalayanan, bahwa manusia
bertanggungjawab kepada Allah mengenai apa yang dihasilkan oleh proses ekonomi.
Tentu saja kita bertanggungjawab kepadanya untuk membagibagikan secara adil dan
murah hati kekayaan yang kita peroleh karena Ia telah memberikan kita kemampuan
untuk menghasilkannya. Dengan demikian etika PL yang melatarbelakangi kebiasaan
dalam umat yang ditebus Allah itu bukan hanya pembagian melainkan pengorbanan.
Dalam suatu dunia yang sama sekali bebas dari kepentingan diri sendiri prinsip
membagi bersama hasi anugerah Allah akan menjadi soal yang relatif sederhana, tetapi
dalam dunia yang berdosa di mana keserakahan, ketidakadilan dan ketidak mampuan
manusia sudah mengakibatkan jurang antar kaya dan miskin. Prinsip penciptaan
tentang pembagian itu tidak dapat dilaksanakan tanpa prinsip penebusan yaitu
pengorbanan dan pelepasan kepentingan pribadi yang berharga.
4.3.  Tanah dalam Etika Kristen
Bagi umat Israel kita telah melihat pentingnya tanah bagi cerita PL dan juga peran
utama yang dimaika oleh teologi tanah dalam keseluruhan iman Israel dan hal ini kita
melihat secara teologi itu terwujud secara etis dalam bentuk hukum-hukum dalam
ketetapan-ketetapan ekonomis. Ada tiga cara penafsiran yang ditekankan dalam hal ini
yaitu:
a.       Penafsiran Paradigmatis
Pendekatan ini didasarkan atas kepercayaan bahwa hubungan Allah dengan Israel di
tanah mereka sengaja mencerminkan hubungannya dengan manusia di bumi. Tujuan
Allah dalam menciptakan bumi ini belum tercapai karena manusia jatuh ke dalam dosa
dan hidup di atas bumi yang terkutuk. Oleh karena itu Allah memilih dan menebus
umatNya dan mereka hidup di tanah yang akan diberkati Allah.
b.      Penafsiran Eskatologis
Pendekatan ini didasarkan atas keyakinan yang secara kokoh berakar dalam PL dan PB
bahwa tujuan penebusan Allah yang dimulai dari Israel dan tanahNya pada akhirnya
akan merangkum semua bangsa dan seluruh dunia dalam ciptaan baru yang diubah
menjadi sempurna. PL melihat ke depan, tidak hanya pada waktu bangsa-bangsa
berbalik untuk mengakui Allah Israel dan hidup dengan damai di bawah
pemerintahanNya, tetapi juga pada waktu alam semesta akan diubah oleh kekuatan
Allah yang menakjubkan. Jadi penafsiran eskatologis dari tema apa pun dalam PL
seperti tanah selalu mempunyai relevansi etis dalam dunia masa kini.
Menurut PB pengelihatan eskatologis tentang penyelamatan yang melampaui bangsa
Israel ini digenapi dengan masuknya bangsa-bangsa bukan Yahudi menjadi umat Allah
melalui karya Yesus sang Mesias. Hal ini ditekankan oleh Paulus pada jemaat Efesus, Ef
2:11-3:6 dengan memakai banyak kiasan yang ditarik dari PL.
c.       Penafsiran Tipologis
Penulis PB memandang Yesus sebagai Mesias yang menggenapi dan mewujudkan misi
Israel. Karena itu gereja Kristen sebagai umat Mesianis dari orang-orang yang berada
dalam Kristus adalah berkesinambungan secara rohani dengan Israel dalam PL. Orang
yang percaya dalam Kristus baik orang Yahudi maupun non Yahudi adalah benih rohani
Abraham dan pewaris Perjanjian Allah, dalam perjanjian itu tanah merukapakan unsur
pokok, jadi besar kemungkinan mengenai iman dan ibadah PL secara tipologis berpusat
pada Kristus.
Dengan demikian anggota suatu rumah tangga Israel yang hidup dalam tanah milik
Allah berarti tercakup dalam hubungan perjanjian tanah itu adalah tempat hidup
bersama dengan Allah. Berarti menerima persyaratan hubungan perjanjiaan itu
sehingga tanah merupakan tempat gaya hidup yang khas dengan Allah. Tetapi umat
Allah yang baru akan mencakup semua golongan manusia yang mengalami hubungan
yang penuh dan terjamin dengan Israel yang baru. Dengan percaya kepada Mesias orang
dari segala bangsa dimampukan mengemban hak istimewa dan tanggungjawab umat
Allah dalam perjanjian yang difokuskan dalam kehidupan pada tanah perjanjian. Kristus
sendiri telah mengambil alih makna dan fungsi persyaratan tentang tanah dan
kekerabatan yang lama. Hidup dalam Kristus sama seperti hidup di tanah itu, berarti
menerima kedudukan dan hubungan yang diberikan Allah. Kedudukan itu berarti
tercakup dalam umat Allah dengan jaminan akan masa depan serta komitmen untuk
hidup secara layak dengan memenuhi tanggungjawab praktis terhadap orang yang
sama-sama turut dalam hubungan itu. Inilah yang dimaksudkan dengan tipologis
mengenai makna tanah Israel.
Penafsiran tipologis tentang tanah yang menghubungkannya dengan pribadi dan
pekerjaan Yesus sang Mesias tidak berakhir dengan Yesus sendiri dan akan membawa
penekanan sosial dalam etika sosial dan ekonomi etika PL ke dalam etika PB yang
berhubungan dengan praktis dalam Israel yang baru yaitu persekutuan Mesianis.

5.      POLITIK DAN DUNIA BANGSA-BANGSA


Israel hidup sebagai satu bangsa di antara bangsa-bangsa dalam panggung
Internasional etika PL harus membahas politik dan mencoba menerapkannya pada
deminsi politis etika Kristen.
5.1. Setiap bangsa Manusia
a. Keanekawarnaan Sosial
Sejajar dengan kepelbagaian etnis yang luas dan keanekaragaman bangsa, budaya dan
politik yang terus berubah Alkitab mengajarkan bahwa semuanya itu adalah bagian dari
tujuan Allah yang kreatif. Paulus berkata, sebagai orang Yahudi kepada bangsa-bangsa
lain dalam pekabaran Injil kepelbagaian bangsa-bangsa berasal dari Sang Pencipta, dari
satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami
seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-
batas kediaman mereka (Kis. 17:26). Dengan demikian kesetaraan dan keteraturan
hubungan antara kelompok-kelompok manusia yang berbeda adalah bagian dari
pertanggungjawaban manusia kepada Allah penciptanya sama halnya dengan
pertanggungjawaban manusia kepada sesamanya, sebagaimana yang diperlihatkan oleh
cerita Kain dan Habel. Hakekat sosial manusia dan organisasi sosio-politik yang berasal
dari padanya adalah bagian dari tujuan Allah yang kreatif untuk manusia. Hal itu
berhubungan dengan penciptaan manusia menurut rupa dan gambar Allah sendiri,
sebab Allah sendiri bersifat sosial. Manusia adalah rupa dan gambar Allah diciptakan
untuk hidup secara harmonis dalam hubungan dengan sesamanya yang bercirikan
kesetaraan derajat pribadi walaupun tentu saja susunan masyarakat menurut struktur
sosial yang mengandung unsur wewenang. Hal itu merupakan bahan politik, karena itu
bahan Alkitab tidak membuat pemisahan antara politik dan agama meskipun tidak
menyamakan kedua-duanya juga. Kedua-duanya adalah dimensi kehidupan manusia
yang harus ada. Manusia yang beribadah adalah juga manusia yang berpolitik karena
Allah yang membuatnya demikian.
b.         Perpecahan Karena Dosa
Kejatuhan manusia dalam dosa menimbulkan dampak jahat yang merusak dalam
bidang politik sebagaimana dalam bidang-bidang lainya. Ceirta dalam kitab Kejadian
dengan cepata meningkatkan hubungan sosial yang timpang yang merupakan poros
kehidupan manusia. Struktur dasar perkawinan telah diselewengkan, laki-laki dan
perempuan tidak menemukan lagi pemenuhan fungsi dan tujuan penciptaan,
seharusnya mereka saling memampukan satu sama lain untuk memenuhi fungsi itu
(Kej. 2:18-24), tetapi hubungan mereka merosot dan menjadi penguasaan yang keras
dan penuh nafsu (Kej. 3:16b). Semua hubungan lainya yang berasal dari hubungan
tersebut direndahkan nilainya oleh keirihatian, kemarahan, kekerasan dan dendam
(Kej. 4), sampai seluruh manusia ditandai oleh kejahatan (Kej. 6:5).
·         Babel
Dampak kejatuhan manusia ke dalam dosa diringkaskan dalam cerita menara Babel,
terjadilah perpecahan, kesulitan, kesalahpahaman antar sesama manusia, kekacauan
bahasa, terjadi keterasingan perasaan saling asing satu sama lain sebagaimana
digambarkan oleh keterserakan manusia keseluruh penjuru bumi.
·         Sodom dan Gumora
Dampak dosa atas kehidupan politik terlihat dalam nafsu untuk berkuasa seperti
kekayaan, kekuasaan dapat menjadi sesuatu yang direngut, dipertahankan,
dipergunakan untuk diri sendiri, diberi kedudukan tinggi yang sebenarnya hak Allah
sendiri. Hukuman Allah yang paling dashyat setelah air bah jatuh atas Sodom dan
Gumora sebagai respon Allah terhadap keluh kesah yang timbul karena kejahatannya.
Hal ini memberi kesan bahwa kejahatan Sodom dan Gumora tidak terbatas pada
serangan seksual atas tamu-tamu Lot, tetapi meliputi ketidakadilan sosial yang tidak
dapat ditolerir lagi. Yesaya mengecap penguasa-penguasa Yehuda yang melakukan
penindasan dan ketidakadilan Yes 1:9-10; Amos juga menyampaikan kecaman yang
menuduh atas Israel membandingkan penghukuman Allah atas Israel dengan
penghukuman atas Sodom dan Gumora (Amos 4:11).
c.       Geografis Politis
Kitab Kejadian menyajikan keprihatinan Allah yang mendalam mengenai kehidupan
politik, kadang-kadang Ia melibatkan diri langsung di dalamNya, baik dalam hubungan-
hubungan antar bangsa maupun dalam politik kerajaan-kerajaan kecil di lembah
Yordania. Kej 12 terjadi dalam dunia yang nyata yang mempunyai geografis polits dan
sejarah bukan dalam suatu lingkungan supranatural atau yang bersifat mitos saja.
Peristiwa Babel mengakibatkan manusia berserak keseluruh penjuru bumi yang
terkutuk (Kej. 11, pemanggilan Abraham dengan janji akan penebusan dan berkat untuk
manusia yang dimulai dari negeri yang baru Kej.12.
d.      Kuasa-Kuasa Rohani
Karya penebusan Allah yang historis ada pula peperangan rohani yaitu komplit antara
pemerintahan Allah dan pemerintahan Iblis beserta roh-roh jahat yang berada di bawah
kuasanya. Dalam PL bahwa dunia rohani dari kuasa-kuasa pribadi yang tidak kelihatan.
Kuasa rohani ini terletak di balik lembaga-lembaga dan personifikasi negara-negara, di
balik kekuasaan politik yang dahsyat dan di balik sifat khusus  sistem sosial yang
berbeda-beda. Yesaya dengan tegas menghina dewa bintang dari Mesopotamia,
siapakah yang menciptakan semua bintang itu? Yes 40:26. Seperti manusia termasuk di
dalamnya manusia yang menjalankan kekuasaan tanpa terkendali di bawah pengaruh
mereka, mereka tunduk di bawah penghukuman Allah yang terakhir.
5.2. Bangsa Yang ditebus
a. Bangsa yang dipilih
Allah bermaksud menebus ciptaan yang telah jatuh melalui proses sejarah dengan
memilih satu bangsa.
·         Umat bukan Ras
Israel biasanya disebut am Yahwe, yakni umat yang diciptakan oleh dan menjadi milik
Tuhan Allah. Dalam PL konsep pemilihan bukan berarti Allah secara sewenang-wenang
memilih satu bangsa dari antara bangsa-bangsa lainnya, melainkan Allah menciptakan
suatu umat yang akan hidup diantara bangsa-bangsa untuk melaksanakan rencanaNya.
·         Orang banyak yang terbaur
Israel bukanlah suatu umat yang murni dalam arti ras, dua suku bangsa Manase dan
Efraim adalah keturunan dari istri Yususf seorang Mesir (Kej. 40:50-52), ada lagi orang-
orang dari berbagai bangsa dalam kemah Efraim (Kej. 12:38; Im. 24:10; Yeh 16:3)
dengan demikian PL tidak boleh dipakai untuk membenarkan teori tentang satu ras
pilihan yang murni.
·         Hanya oleh anugerah
Israel secara berulang-ulang diperingatkan agar jangan menganggap bahwa statusnya
sebagai umat pilihan Allah didasarkan atas superioritas rasial apa pun. Allah memilih
mereka dalam kasihnya yang bebas dan tidak ada pertimbangan manusiawi dalam
pilihanNya (Ul. 7:6-8; 9:4-6).
·         Realisme Allah
Allah memilih satu umat sebagai sarana untuk membawa keselamatan dan pilahan ini
tidak mensahkan tuntutan rasial atau keistimewaan hak apa pun. Allah berkarya
melalui manusia untuk menebus manusia, namun manusia itu hidup sebagai bangsa-
bangsa. Karena itu Allah mempergunakan satu bangsa sebagai wahana rencanaNya.
·         Satu untuk semua
Allah memilih dan memanggil Israel tidak untuk merugikan yang lain, tetapi agar dapat
bermanfaat bagi yang lain. Sejarah penebusan Israel diperuntukkan bagi bangsa-bangsa
lain dalam pengelihatan eskatologis kitab Mazmur yang merayakan kerajaan Allah
Israel yang universal (Mzm 47:1-4, 9; 98:1-4; 99:1-4).
b.      Dari perbudakan sampai kemerdekaan
·    Firaun dikalahkan
Campur tangan Allah di Mesir demi umatNya yang tertindas memperlihatkan tuntutan
mutlak diktator mesir. Tujuan Allah berhadapan dengan Firaun adalah untuk
menanggalkan keangkuhannya dan merendahkannya dihadapanNya (bd. Kel. 9:13-17;
10:3). Bagi umatNya sendiri komplit itu menyadarkan mereka bahwa semua kekuatan
politik negara imperialis yang besar tidak berharga bila dibandingkan dengan tangan
Tuhan yang kuat dan lenganNya yang teracung.
·    Pola Perjanjian
Allah menetapkan umatNya dengan mempergunakan pengertian dan bentuk yang
dipakai dalam dunia politik internasional yaitu perjanjian. Bentuk perjanjian antara
Tuhan Allah dengan Israel tanpaknya mempergunakan protokol politik internasional
menyatakan perjanjian itu bahwa Tuhan Allah sebagai Raja (Akulah Tuhan Allahmu),
menceritakan perbuatanNya, membebankan perintah-perintah dan hukum-hukumNya
atas umat bawahanNya.
Dalam perjanjian itu model politik dipakai untuk menjelaskan status dan
tanggungjawab umat yang ditebus itu. Dengan mengakui kedaulatan Allah yang tidak
terbatas atas seluruh bangsa itu segala jenis struktur manusiawi menjadi kurang
penting ditengah-tengah bangsa itu.
·    Kerangka kemerdekaan
Allah tidak memberikan hukum kepada Israel di Mesir sebagai persyaratan untuk
penebusan seolah-olah dengan memelihara hukum itu mereka bisa bebas. Sasaran
penebusan adalah kemerdekaan, bangsa Israel tidak saja merdeka dari penindasan
sosio-politik Mesir, tetapi juga merdeka untuk menjadi umat Allah, suatu kerajaan
imam, terang bagi bangsa-bangsa.
c.       Kerajaan Israel
·      Asal usul manusiawi
Dari cerita berdirinya kerajaan Israel jelas bahwa lembaga itu muncul karena faktor-
faktor manusiawi, tidak ada perintah Allah untuk membentuk kerajaan itu (Ul.17:14-
15), tetapi hal itu merupakan ijin saja bukan langsung dikehendaki Allah. Asal usul yang
historis dan manusiawi dari lembaga dan kegagalan raja yang pertama dan para
penggantinya yang termashyur sangatlah penting, karena tetap menghindari Israel dari
metologi tentang raja. Dari asal usul manusiawi kerajaan itu adalah kerajaan sebagai
lembaga politik bersifat sementara dan dalam perjalanan sejarah Israel sepanjang PL.
Israel sudah hidup berabad-abad di negeri Kanaan sebelum memilih raja dan tetap
hidup tanpa raja mulai dari pembuangan ke jaman selanjutnya. Raja-rajalah yang
memecah belah Israel, yang melanggar pola tradisional pemilikan tanah dan
mempercepat kekuatan-kekuatan ekonomis yang menindas dan tidak adil. Namun
secara umum sejarah kerjaan di Israel memang lebih dekat dengan apa yang
dikawatirkan dan diperingatkan Samuel dari pada harapan bangsa itu (1 Sam 8:10-18).
·      Keterlibatan Allah
Kerajaan Israel yang dipenuhi dengan latar belakang dan pameran politik yang sering
lemah bahkan bobrok Allah bekerja, hal inilah yang disaksikan oleh PL meskipun
kerajaan berasal dari manusia yang sering murtad dan menyeleweng namun Allah
menjalin kerajaan itu dalam rencana penebusanNya. Raja menjadi pusat penyataan
Allah yang baru, ia mewakili pemerintahan Allah atas bangsanya yang sempurna kelak.
Demikianlah keajaiban hubungan timbal balik antara kebebasan manusia dan
kedauatan Allah. Keinginan akan seorang raja sebenarnya merupakan ungkapan
ketidakpuasan terhadap teokrasi. Tuhan berkata kepada Samuel, bukan engkau yang
mereka tolak tetapi Akulah yang mereka tolak (1 Sam 8:7). Bangsa yang mengalami hak
istimewa untuk dekat dengan Allah dalam peribadatan dan doa, tentu tidak dapat
menerima seorang raja yang tidak dapat didekati jika. Dari segi politik nabi-nabi
mendesak para penguasa untuk mendengarkan kecaman mereka, dan mengingatkan
mereka akan pertanggungjawaban yang tidak terelakkan kepada Allah dan rakyat.
·      Kegagalan berganda
Kritik moral terhadap para penguasa disoroti oleh sejarah kerajaan dalam PL dengan
terang-terangan, yakni Yerobeam I raja pertama kerajaan Israel Utara disebut
berulangkali sebagai Yerobeam bin Nebat yang mengakibatkan orang Israel berdosa.
Raja-raja Yehuda dan Israel gagal secara politis dengan dua cara utama yang dapat
disebut dosa Rehabeam dan dosa Yerobeam.

5.3.  Israel dan Bangsa-bangsa


Umat Israel, umat yang dipilih dan dikuduskan Allah memiliki peranan penting
terhadap bangsa-bangsa lain, yang terjun dalam peristiwa-peristiwa internasional di
sekitarnya.
a.  Kesadaran Internasional
Kesadaran internasional adalah membuka diri terhadap pengaruh luar yang dapat
bermanfaat dalam kehidupan bangsa Israel dan sekaligus dapat membawa pengaruh
buruk. Demikian dengan sebaliknya, dapat membawa pengaruh kepada negara-negara
luar, sebagaimana Salomo dalam kerajaannya, demikian juga para nabi seperti Elia dan
Elisa. Amos yang terkenal dengan nubuatannya kepada negara-negara tetangga Israel
(Amos 1:1-2:5). Nubuatan ini disampaikan untuk menyampaikan tantangan dan
peringatan akan kekuasaan Allah atas kehidupan seluruh manusia termasuk hubungan
internasional. Kesadaran Internasional Israel adalah titik berangkat untuk mempelajari
perspektif PL tentang hubungan bangsa Allah dengan negara asing.
b.    Pelayanan Keimaman
Tugas imam adalah perantara antar manusia dengan Allah, Israel sebagai kerajaan
keimaman (Kel.19:6) memiliki tugas untuk bangsa-bangsa lain. Sebagaimana Abraham
yang mengingat tugasnya dimana Allah mau mengusut Sodom dan Gumora, Abraham
bertindak sebagai imam, yang memohon keselamatan kepada Sodom dan Gumora yang
terkenal kota yang jahat (Kej 18:16-18). Tugas umat Allah sebagai imam, mendoakan
dan memprokalamirkan hukuman Tuhan dengan harapan ada pertobatan.
c.    Pelayanan Politis
Sebagai umat pilihan yang bertugas untuk berdoa dan memberitakan injil, umat Allah
juga harus mampu hidup dalam dunia politik, berdialog dengan para penguasa dan
melindungi masyarakat kecil seperti Yusus yang melindungki keluarganya. Demikian
juga dengan Daniel yang mempertahankan kebebasan beragama, dan mampu
mempertahankan kedaulatan Allah seperti Elia dengan gigih menunjukkan
kesetiaannya kepada Allah, juga Musa yang membawa keluar orang Israel dari Mesir.
Pelayanan politik harus mampu menegakkan dan membela umat Allah dengan memakai
segala kesempatan dan sumber-sumber kenegaraan sepenuhnya, supaya seluruh
bangsa dan raja-raja tunduk kepada rencana Allah dan menyerahkan kedaulatan
kepadaNya.
d.   Pengelihatan Universal
PL mempunyai penglihatan tentang masuknya semua bangsa dalam rencana penebusan
Allah. Penglihatan ini terdapat dalam Yesaya 60:5-11; Hag. 2:6-8. Dalam nats itu
dinyatakan bahwa semua keuntungan perdagangan bangsa itu akan kudus bagi Tuhan
demi kesejahteraan umatNya. Penglihatan ini menyampaikan keyakinan yang teguh
akan kuasa rencana Allah yang tidak terbatas yang mengubah manusia. Anugerah Allah
dapat mengubah tokoh penganiayaan gereja menjadi rasulNya, misalnya Paulus, yang
diubah Allah menjadi yang terkemuka dalam pelayanan Injil. Allah dapat melakukan hal
itu terhadap para penindas umatNya yang kuat, baik manusia ataupun roh. Demikian
pula kekuatan yang menentukan dan kemenangan terakhir dari salib Kristus. Allah
bermaksud mempersatukan di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu baik ada di
sorga atau pun yang ada di bumi Ef. 1:10, dan Dialah memperdamaikan segala sesuatu
dengan diriNya baik yang ada di bumi maupun yang ada di sorga, sesudah Ia
mengadakan perdamaian oleh darah salib Kristus (Kol. 1:20).

6.        KEBENARAN DAN KEADILAN


Orang Yahudi mempergunakan istilah hukum untuk merangkum seluruh kitab suci
bukan hanya kelima kitab taurat saja. Dalam pasal ini akan digaris besarkan suatu
pengertian tentang keadilan dan hukum dalam konteks PL.
5.1. Kosa kata tentang keadilan
Dalam kosa kata tentang keadilan dalam PL ada dua nada utama yakni :
a.       Tsedeq dan tsedaqa yang diterjemahkan kebenaran dan keadilan. Akar kata itu
mungkin lurus : sesuatu yang tetap dan sepenuhnya menjadi apa yang seharusnya,
sehingga sesuai dengan suatu norma. Jadi kata itu dapat diterjemahkan kebenaran apa
yang harus terjadi kemudian.
b.      Sy-p-t yang berkenaan dengan kegiatan peradilan pada setiap tingkatan. Kata kerja
syapat menyebut tindakan hukum dalam arti yang luas: bertindak sebagai pemberi
hukum, sebagai hakim yang memutuskan perkara, menjatuhkan vonis bersalah atau
tidak bersalah, melaksanakan hukuman yang telah dijatuhkan itu. Kata benda misypat
dapat berarti seluruh proses peradilan atau hasil akhir putusan peradilan dan
pelaksanaannya yaitu ketentuan hukum, yaitu hukum kasuistik yang didasarkan atas
kasus-kasus yang telah lalu.
Ada tiga kata yang mengungkapkan arti kesetiaan yang paling penting adalah khesed
“kasih setia” yang menyebut kesetian Allah yang kekal kepada perjanjianNya,
kehendakNya yang tidak dapat digoyahkan untuk memegang janji anugerahNya.
Perjemahan kasih setia adalah lebih dekat dengan arti yang sebenarnya. Khesed dan
tesedeqa dipasang sejajar baik sebagai sifat perbuatan Allah (Mzm 36:11) maupun
tuntutan etis kepada manusia Hos 10:12; Mik 6:8. Kata syalom “damai sejahtera”
artinya mencakup keseluruhan kesejahteraan yang menyeluruh, keadaan yang sehat
dan keharmonisan seperti yang Allah inginkan. Oleh karena itu syalom erat
hubungannya dengan tsedeq. Secara sosial sifat-sifat itu harus menjadi sifat hubungan
orang dengan sesamanya. Dengan demikian kita kembali kepada masing-masing bidang,
bidang teologis dan bidan sosial. Bidang sosial ini mencakup sudut ekonomi, sebab di
situlah keadilan atau lawannya paling jelas terlihat.
6.2.  Konteks teologis
Sebagaiman telah dikemukakan Allah sendiri adalah tolak ukur yang paling akhir untuk
kebenaran dan keadilan karena hal itu adalah bagian mutlak dari sifatnya. Keadilan dan
hukum adalah tumpuan takhtahmu, kasih dan kesetiaan berjalan di depanmu Mam
89:15.
a.       Kebenaran dan keadilan dalam pemeliharaan Allah.
Allah menyatakan diriNya melalui apa yang dilakukanNya, kebenaranNya dikenal
manusia karena Ia memerintah dunia dengan benar dan adil. Apapun yang dilakukan
Allah adalah benar dan adil (Kej 18:25). Allah berlaku adil dalam pemeliharaanNya
bukan karena Allah terikat oleh suatu perundang-undangan yang diatas diriNya atau di
luar diriNya tetapi Dia adalah Allah yang berkarya. Allah tidak mungkin berbuat di luar
keadilan (Ayub 34:12; Mzm 9:8-9; 96:10, 13). Sifat Allah yang adil dan keadilanNya yang
dilaksanakan khususnya demi orang lemah dan yang tertindas yang erat kaitannya
dengan pemeliharaanNya atas alam semesta. Hal ini didasarkan atas kemanusiaan yang
sama yang diciptakan Allah.
b.      Kebenaran dan keadilan dalam penebusan Allah
Ketika Allah bertindak dalam kebenaranNya untuk menegakkan keadilan Ia
menghukum penjahat dan membenarkan orang yang menderita akibat kejahatan itu.
Dari pihak orang yang jahat keadilan Allah dialami sebagai murka dan penghukuman,
tetapi bagi pihak orang benar keadilan Allah dialami sebagai pembenaran dan
pemulihan. Pihak orang benar berada di bawah serangan hukum atau ancaman maka
putusannNya merupakan pembebasan atau penyelamatan.
Penyelamatan pembebasan atau penebusan Allah atas bangsa Israel sering
digambarkan sebagai perbuatan Allah yang adil. Ada tiga bukti yang membenarkan
perbuatan itu:
1.      Karena perbuatan-perbuatan Allah konsisten dengan sifat-sifatNya.
2.      Perbuatan-perbuatan Allah dengan adil membedakan antara yang salah dengan tidak
bersalah, pelaku dan korban kejahatan, penindas dan yang ditindas.
3.      Perbuatan-perbuatan Allah itu menegakkan atau memulihkan keadilan.
c.       Relevansinya untuk etika sosial
Kebenaran dan keadilan Allah dalam pemeliharaanNya secara umum dan dalam
rencana penebusanNya perlu dibedakan. Namun hal tersebut sesuai dengan kehendak
Allah pencipta dan hakim yang adil yang memelihara semua manusia dan menata
seluruh ciptaan.
Kebenaran Allah yang menyelamatkan mencakup pula ancaman penghukumanNya yang
adil atas umatNya sendiri dan secara lebih luas atas seluruh dunia menurut
pemeliharaanNya yang benar. Motivasi dan model bagi usaha kita berasal dari
penebusan dan keanggotaan kita dalam umat Allah yang dengan sadar hidup di bawah
kekuasaanNya. Tetapi Allah yang kita layani karena hubungan kita dengan Dia adalah
pencipta seluruh manusia.
6.3.Konteks sosial
a.       Keadilan sebagai landasan sosial di Israel
Sebagai titik berangkat harus disadari bahwa bagi masyarakat Israel keadilan dan
kebenaran adalah sesuatu yang diberikan. Kedua hal itu menjadi landasan bagi
keberadaan bangsa Israel karena peristiwa keluaran terutama sekali merupakan
perbuatan keadilan dalam kedua, artinya penghukuman dan penyelamatan. Dengan
membawa Israel keluar dari Mesir Ia memberikan kemerdekaan kepada suatu bangsa
yang tertawan. Ia menyelamatkan mereka dari ketidakadilan, memulihkan keadaan
mereka yang benar dan adil serta memberikan mereka hak milik atas tanah sebagai
tempat untuk menikmati dan melindungi keadilan. Keadilan adalah landasan sosial bagi
Israel yang tidak diprakarsai kuasa Allah yang menebus mereka merupakan tindakan
keadilan.
b.      Dasa titah : kemerdekaan yang bertanggungjawab
Dalam hal ini dasa titah diberikan untuk memelihara hak-hak asasi dalam kemerdekaan
yang diperoleh melalui keluaran  yakni dengan menerjemahkannya dalam bentuk
tanggungjawab. Allah telah memberikan kepada Israel hak dan kebebasan untuk
beribadah kepadaNya. Jadi mereka harus menyembah Allah saja (titah pertama), oleh
karena itu menyembah gambar atau berhala apa pun adalah menghina Allah (titah
kedua), mereka tidak boleh menyebut nama Tuhan  untuk kepentingan diri sendiri
dengan maksud yang jahat atau yang sia-sia (titah ketiga). Allah telah membebaskan
Israel dari kerja paksa yang kejam sehingga mereka harus memelihara hak istirahat
secara teratur pada hari sabat (titah keempat), melindungi keluarga dengan
menghormati orang tua (titah kelima), menghormati kekudusan seksual (titah ketujuh),
menghormati hidup dan tidak mengijinkan pembunuhan (titah keenam), mereka tidak
boleh mengingini hak milik orang asing tetapi mereka memiliki tanah sendiri dan tidak
menginginkan harta orang lain tetapi tetap mencintai hartanya sendiri sesuai dengan
pemberian Allah (titah kedelapan dan kesepuluh). Allah memberikan teladan keadilan
melalui mereka tidak menghianati satu dengan yang lain, dan tidak boleh bersaksi yang
memutarbalikkan fakta (titah kesembilan). Titah merupakan suatu piagam hak asasi
yang bersifat manusiawi dan ilahi yang bertanggungjawab sebab mereka memelihara
dan menikmati kemerdekaan sebagai umat Allah.
c.       Memelihara keadilan: fungsi hukum dan pemimpin
Dasa titah adalah benar tentang hukum-hukum lainnya, Allah menetapkan israel dalam
keadilan dan mengikatnya dengan diriNya dalam perjanjian. Menaati hukum berarti
memelihara kebenaran dan keadilan yang merupakan pemberian Allah kepada israel
yang ditebusnya.
Tugas memelihara keadilan secara jelas terletak di pundak raja-raja, jika raja setia
dalam tugasnya menjalankan keadilan dan meneladani Allah yang melindungi orang
lemah dan miskin (Ul. 17:18-20). Allah akan mengaruniakan kepadanya keberhasilan
dan kemakmuran dalam bidang militer.
d.      Berlaku adil : berita para nabi
Nabi-nabi mengamati kejahatan-kejahatan sosial yang sama seperti penulis kitab
pengkhotbah. Keadilan sendang diinjak-injak, diputar-balikkan, diremehkan, diingkari,
demikianlah penilaian mereka. Dalam kehidupan sosialnya Israel tidak hidup sesuai
dengan keadilan yang dituntut oleh perjanjiannya oleh Tuhan Allah. Oleh karena itu
para nabi memanggil Israel kembali ke dasar-dasar atau akar-akar kebangsaannya
sendiri yaitu hubungannya dengan Allah dan tuntutan-tuntutan yang diberlakukannya
kepada mereka.
Ada dua ciri pemberitaan para nabi yang dapat ditekankan di sini:
1.      Dasar teologisnya. Bagi para nabi Allah adalah sumber dan dasar segala perkataan
mereka, Allah adalah sumber kebenaran dan keadilan, itulah sebabnya nabi-nabi
dengan yakin menghubungkan kegagalan dan tragedi ketidakadilan sosil dan kejahatan
umum dengan kegagalan untuk mengenang Allah (Yes 1:2; Hos 4:1).
2.      Dasar sosialnya. Keprihatinan para nabi kepada orang miskin, lemah, tertindas,
terbuang dan menderita cukup nyata. Bahkan sebelum para nabi-nabi besar kita
membaca tentang Natan dan Daud demi Uria dan Elia yang melawan Ahab dengan
Nabot, demikian pula dengan nabi istana seperti Yesaya, nabi pedesaan seperti Amos.
Dalam memproklamasikan hal ini dengan semangat nabi-nabi sesungguhnya
mempertahankan ketidak berpihakan Allah. Sebab dengan berpihak kepada orang
tertindas mereka menghilangka prasangka bahwa Allah sebenarnya berpihak pada
orang kaya dan berkuasa yang dapat menyatakan kekayaan dan kekuasaan mereka
sebagai bukti berkat Allah atas mereka.

7.      HUKUM DAN SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN


Dalam pasal ini kita akan mencoba mengatur dan mengolongkan hukum-hukum itu
dalam dua dimensi. Pertama memperkenalkan kelompok-kelompok nats yang utama
dalam hukum-huku. Kedua menganalisa berbagai jenis hukum.
7.1.   Kelompok perundang-undangan yang utama.
a. Dasa titah
Dasa titah diberikan Allah Israel di Sinai (Kel. 20:2-7; Ul. 5:6-21), titah itu dikatakan,
diucapkan dan dipahatkan dalam loh batu oleh Allah sendiri, sehingga dianggap mutlak
dan lengkap sebagaimana dinyatakan  dalam Ul. 5:22. Firman itulah yang diucapkan
Tuhan dan tidak ditambahkanNya lagi. Oleh karena itu pentingnya dasa titah sebagai
kebijaksanaan yang menentukan etos dan arah  dari semua undang-undang yang secara
terperinci.
b.      Kitab Perjanjian
Setelah dasa tigah dalam kitab Keluaran terdapat suatu kumpulan hukum-hukum yang
sering disebut kitab perjanjian Kel.20:22-23:33. Kitab perjanjian itu di buka dengan
judul inilah peraturan-peraturan (Kel.211)¸isinya adalah hukum-hukum perdata yang
berkaitan deengan perselisihan dengan harta milik, kerusakan, penerangan, kelallaian
dan sebagainya. Kitab perjanjian adalah kumpulan hukum yang paling tua dalam PL.
c.       Kumpulan Imamat
Hukum kekudusan (holiness code) yang meneruskan untuk hidup secara kudus,
kekudusan bagi Israel adalah lebih dari sekedar masalah ritual atau kesalehan, Im. 17-
26 berisikan hukum-hukum praktis, tentang kehidupan keluarga secara seksual Im 18,
20, kehidupan sosial secara umum Im 19 serta peraturan-peraturan tambahan untuk
pekerjaan keimaman dan berbagai jenis perayaan Im.21-24.
d.      Kumpulan Ulangan
Kitab ini adalah dokomen pembaharuan perjanjian dimana pengalaman bangsa itu
diceritakan kembali untuk mendorong pengucapak syukur dan kesetian yang penuh
hati sama dengan hukum kekudusan, kitab ini diakhiri dengan berkat dan kutuk. Kitab
ulangan berarti hukum kedua (deutronomium), maksudnya bukanlah hukum yang baru,
melainkan yang mengulang dan menguatkan hukum yang lebih dahulu. Kitab Ulangan
ini bersifat khotbah yang dikhotbahkan diseberang sungai Yordan di tanah Moab.
7.2.  Bermacam-macam Hukum
a. Hukum Pidana
Dasa titah menyatakan macam-macam tingkah laku yang dituntut atau dilarang atas
nama wewenang Allah yang oleh anugerah dan kuasaNya menjadikan Israel suatu
bangsa yang merdeka. Segala pelanggaran yang mengakibatkan hukuman mati dalam
hukum PL dapat dihubungkan secara langsung atau tidak langsung dengan dasa titah.
b.      Hukum Perdata yang mencakup perselisihan antara sesama warga negara tentu saja
merupakan ciri umum kebanyakan masyarakat. Bagaimana pun juga kadang-kadang
ada perbedaan yang penting misalnya hukum-hukum tentang budak-budak di Israel,
tiga hukum perdata PL tidak ada kesejajarannya dalam kumpulan hukum dari Timor
Tengah kuno. Perbedaan dalam hukum-hukum Israel tentang budak itu berasal dampak
teologis pengalaman Israel sendiri. Dalam kasus perbudakan ini justru penelitian yang
seksama atas hukum perdata menemukan dasar teologis sifat dan karya Allah yang
diberlakukan dalam bidang perdata.
c.       Hukum keluarga.
Kepala rumah tangga mempunyai tanggungjawab untuk dan kekuasaan hukum atas
seisi rumahnya, termasuk anak laki-laki yang telah menikah dan keluarganya sementara
mereka tinggal di tanah milik leluhur mereka. Perkawinan yang diatur oleh keluarga
bukan di depan peradilan perdata, kecuali telah terjadi kejahatan terlebih dahulu.
Hukum keluarga lebih penting dalam beberapa hal dalam hukum perdata, misalnya
disiplin oleh anak terhadap orang tua. Makna etisnya terletak dalam faktor-faktor yang
sama yang sudah diungkapkan sebelumnya. Jadi lapisan hukum keluarga Israel kuno
memperkaya motif kekudusan keluarga yang biasanya dikaitkan dengan titah kelima.
d.      Hukum peribadatan
Hukum ini merupakan gambaran karya Kristus sebagai penggenap perjanjian. Bagi
seorang Israel kehidupan peribadatan mencakup seperti pengaturan makanan dan
kesehatan dengan pembedaan antara makanan yang halal dan haram, sabbat dan
perayaan-perayaan lain, sama halnya dengan tuntutan praktis yang mempunyai
dampak sosial yang penting seperti persembahan persepuluhan, buah sulung dan
pengumpulan sisah-sisah panen. Dalam bagian hukum peribadatan yang kelihatannya
tidak bermanfaat bagi etika jelaslah terdapat suatu prinsip moral dasar yang meresapi
etika Alkitab yaitu pelayanan kepada Allah dan sesama manusia tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
e.       Hukum kebajikan
Hukum kebajikan tidak termasuk hukum dalam arti yuridis, hukum ini tidak dianggap
sebagai perundang-undangan yang dapat dipaksakan di tengah-tengah Israel. Menaati
perintah-perintah Allah berarti mengasihi Dia, di sini kasih kepada Allah dan kasih
kepada sesama manusia merupakan satu kesatuan. Yesus memang mengutip PL ketika
Ia merumuskan kedua hukum yang terutama, “kasihilah Tuhan Allahmu dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” Ul. 6:5
dan “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” Yesus juga menggunakan
prinsip yang sama, Ia memerintahkan pengikutnya untuk saling mengasihi satu sama
lain seperti Aku telah mengasihi kamu Yoh. 15:12.
7.3.  Refleksi tentang Hukum
a.       Orientasi teologis
Semua hukum adalah hukum Allah, karena hukum adalah pemberian anugerah dan
tuntutan perjanjian Allah. Untuk itu setiap pelanggaran hukum adalah dosa. Hukum
bermanfaat untuk menghidupkan manusia. Di dalam hukum terdapat karya penebusan
Allah dan respon kesetiaan manusia. Hukum sebagai ungkapan hubungan Allah dengan
manusia dalam PL. Dalam PB hukum itu merupakan kesinambungan dari hukum PL
(hukum taurat) dan semakin jelas diwujudnyatakan melalui hukum Kristus yang
memerdekakan manusia dari dosa. Dan hukum yang diberikan Allah harus jelas sebagai
hukum umat keimaman yang dapat menyelamatkan seluruh bangsa.
b.      Skala nilai-nilai di Israel
Dari susunan hukum Allah jelas dapat kita lihat nilai dan skalanya, dimana hukum
tersebut menunjukkan hukuman apa yang pantas atas pelanggaran hukum Allah. Ada
hukum yang menuntut hukuman mati tetapi ada juga yang tidak menuntut hukuman
mati, bahkan hukum yang tidak membutuhkan proses peradilan. Yang menuntut
hukuman mati dapat di kategorikan dari hukum pertama sampai pada keenam,
sementara hukum ketujuh sampai dengan kesembilan tidak diharuskan hukuman mati,
kecuali pelanggaran yang luar biasa.
Ada dua skala nilai-nilai khusus yang perlu diperhatikan  dalam menjalankan hukuman:
ü   Kehidupan dan harta milik
Hukuman terhadap yang berhubungan dengan hidup manusia sangat berbeda dengan
hukuman yang berhubungan dengan harta milik.
Berdasarkan penciptaaan manusia dibuat segambar dengan Allah, ini menunjukkan
kekudusan dan mahalnya hidup manusia tersebut. Untuk itu Allah menuntut setiap
manusia bahkan binatang yang menumpahkan darah manusia atau menghilangkan
nyawa manusia (Kej. 9:5-6). Hukuman yang berhubungan terhadap harta milik pada
umumnya tidak pernah dikenakan hukuman mati, kecuali pada pelanggaran-
pelanggaran tertentu, seperti penculikan yang mencari keuntungan (Kel.21:16; Ul.
24:7).
ü   Manusia dan hukuman
Dalam menjalankan hukum dan hukuman juga perlu ada keprimanusiaan, sebagaimana
Allah prihatin atas hak seorang manusia penjahat sekalipun seperti Kain, bahkan
menjamin keselamatan Kain (Kej 4:15). Ada beberapa prinsip dasar hukum terhadap
Israel yang bisa kita baca dalam kitab Ulangan 19:18-20; 25:1-3 :
·    Pembalasan (pelanggar menerima ganjaran yang setimpal dengan pelanggarannya)
·    Penghapusan (kesalahan harus disapu bersih dari hadapan Allah)
·    Pencegahan (orang lain yang mendengar menjadi takut  sehingga tidak melakukan lagi
perbuatan jahat seperti itu (Ul. 19:20)
·    Pemulihan (pelanggar tetap menjadi saudara dan tidak direndahkan)
·    Penggantian (ganti rugi diberikan kepada pihak yang dirugikan tidak kepada negara
sebagai denda).
c.       Pelaksanaan Hukuman
Dalam pelaksanaan hukum perlu menjauhkan diri dari kebohongan karena suap dan
status masyarakat dan harus mengutamakan keadilan. Larangan akan saksi dusta
sebagaimana ditetapkan dalam titah kesembilan (bd. Kel. 23:1-8). Pada umumnya
pelaksanaan keadilan sangat rawan terutama terhadap orang-orang miskin dan lemah,
anak yatim dan janda, terlebih terhadap budak. Hal ini ditentang oleh hukum Tuhan,
dimana hukum tidak melihat kasta, ekonomi, tetapi harus ditegakkan seadil-adilnya.
d.      Batas-batas Hukum
Hukum memiliki batas kemampuan dalam menegakkan keadilan dan kebenaran dalam
masyarakat. Masyarakat tidak dapat dipertahankan dan diperbaharui hanya dengan
kekuatan hukum saja. Masyarakat yang menuntut keadilan dan perubahan hanya dapat
diterima dengan sempurna melalui keputusan Allah, dimana Allah dapat menghukum
manusia yang memiliki kepribadian yang bobrok, dan dapat merubah rohani manusia.
Kalau keadilan mau benar-benar ditegakkan, manusia harus melihat bahwa anugerah
Allah yang dapat menyelamatkan atau memulihkan dan harus dialami terlebih dahulu.
Keadilan mengalir dari pengenalan akan Allah.

8. MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


Bangsa Israel yang dipanggil Allah menjadi suatu bangsa yang kududs yang disebut
bileam sebagai  suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara
bangsa-bangsa kafir (Bil 23:9), tetapi mereka tidak mau hidup terisolasi dengan bangsa
lain. Karena itu banyak kebudayaan umum, norma-norma dan kebiasaan masyarakat di
terima di Israel dan bangsa-bangsa sezamannya.Dari segi Etika timbul pertanyaan
bagaimana iman Israel yang unik berhubungan dan berinteraksi dengan kehidupan
sosial
8.1   Penolakan dan Larangan
Ada beberapa paraktek kebudayaan pada masa itu yang mencicikkan dihadapan Allah 
dank arena itu dilarang bagi Israel. Umumnya praktek itu dihubungkan secara langsung
atau tidak langsung dengan agama orang Kanaan. Larangan itu menjaga agar umat
Israel  tidak terjerat kedalam penyembahan berhala. Seandainya umat Israel menyerap
unsure-unsur kebudayaan Kanaan berarti mereka tidak disebut sebagai bangsa yang
kudus dan yang dikhususkan.
8.2  Toleransi dan Pengendalian
a.    POLIGAMI
Walaupun poligami memang ada dalam Perjanjian Lama, namun jangkauannya
jangan dilebih-lebihkan, karena hampir terbatas pada raja-raja atau para pemimpin
atau pejabat tinggi. Kecuali Salomo, umumnya yang sering terdapat adalah bigami,
bukan poligami.
Monogami tampaknya biasa terdapat dikalangan rakyat. Bapak-bapak leluhur
kadang-kadang dianggap sebagai contoh untuk poligami. Tetapi poligami harus
dibedakan dari perseliran. Pembedaan itu kelihatannya tidak penting bagi kita, tetapi
sangat penting di dunia kuno. Seorang selir adalah budak, sangat berbeda dan jauh lebih
rendah dalam hubungannya dengan tuannya, bila dibandingkan dengan istrinya. Baik
Abraham maupun Ishak mempunyai hanya satu istri, sedang Yakub, yang sebenarnya
menginginkan hanya satu istri, mengenal empat perempuan dalam kehidupannya (dua
istri dan dua selir) akibat tipu daya dan iri hati.
"Tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Mat. 19:18). Kata-kata yang diucapkan
Yesus tentang perceraian itu berlaku juga untuk poligami. Riwayat penciptaan secara
jelas berbicara tentang satu suami satu istri, "satu daging" antara satu laki-laki dan satu
perempuan (Kej. 2:24). Di samping itu, ada bagian-bagian dalam tulisan-tulisan hikmat
yang mendorong, atau setidak-tidaknya menganjurkan, monogami yang kokoh (Ams.
5:15-20; 18:22; 31:10-31, Kidung Agung) dan ada penggunaan gambaran pernikahan
untuk melukiskan hubungan yang eksklusif antara Allah dan Israel. Meskipun orang
sadar bahwa dari segi teologis poligami adalah kurang ideal, namun poligami
ditoleransi di Israel sebagai suatu kebiasaan sosial. Tetapi ada hukum-hukum yang
membatasi dampak-dampaknya yang mungkin menghina pihak perempuan.
b.    PERCERAIAN
 Hukum-hukum mengenai perceraian menyebutkan tentang keadaan yang tidak
mengijinkan adanya perceraian dan aturan-aturan mengenai hubungan kedua belah
pihak setelah perceraian terjadi. Dalam kedua kasus ini perlindungan terhadap
perempuan rupanya menjadi pokok utama hukum-hukum tersebut. Dalam, Ulangan
22:28-29 ada larangan untuk menceraikan perempuan yang harus dinikahi oleh laki-
laki yang telah memeperkosanya. Peraturan dalam Ulangan 24:1-4 menjadi pokok
pertentangan antara Yesus dan orang Farisi. Peraturan itu tidak "memerintahkan"
perceraian tetapi mengandaikan bahwa perceraian sudah terjadi. Dalam kasus ini, sang
suami diminta menulis surat cerai untuk melindungi istrinya. Jika tidak, ia atau suami
barunya yang kemudian dapat dituduh berzinah. Suami pertama dilarang mengambil
kembali perempuan apabila suaminya yang berikut menceraikannya atau meninggal
dunia. Dapat disebutkan lagi kasus perempuan tawanan yang hendak diceraikan dan
tidak boleh dijual sebagai budak, kalau suaminya tidak merasa puas. Dalam hal itu
perceraian tampaknya lebih baik daripada perbudakan. Setidak-tidaknya martabat dan
kemerdekaan masih dipertahankan, bila dibandingkan dengan perbudakan (Ul 21:4).
Dengan demikian perceraian ditoleransi dalam batas-batas hukum. dibandingkan
dengan poligami, perceraian lebih jauh dari kehendak Allah. Dalam Maleakhi 2:13-16
ada serangan yang tidak mengenal kompromi terhadap perceraian, yang memuncak
dengan kecaman yang terang-terangan: "Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah
Israel". Tidak ada kecaman atas poligami yang setajam atau dilengkapi dengan argumen
teologis yang kuat seperti itu, barangkali karena poligami hanya merupakan
"perluasan" pernikahan yang melampaui batasan monogami yang dimaksudkan Allah,
tetapi perceraian sama sekali menghancurkan pernikahan. Dalam kata Maleakhi,
perceraian berarti "menutup [diri] dengan kekerasan"". Poligami menggandakan
hubungan tunggal yang Allah kehendaki, sedangkan perceraian menghancurkan
hubungan itu atau mengandaikan hubungan itu sudah hancur.
c.    PERBUDAKAN
Perjanjian lama, sebagaimana juga Rasul Paulus, sering dikecam karena
membiarkan perbudakan. Dalam dunia kuno pada zaman Perjanjian Lama perbudakan
adalah bagian integral dari kehidupan sosial, ekonomi dan kelembagaan, sehingga sulit
membayangkan masyarakat tanpa perbudakan itu atau bagaimana Israel dapat
menghapuskannya secara efektif. Namun demikian, ada dua hal yang dapat dicatat.
Pertama, perbudakan dalam masyarakat yang relatif kecil seperti Israel sangat
berbeda dengan perbudakan dalam peradapan yang besar, seperti kekaisaran-
kekaisaran Timur Tengah kuno sezamannya dan khususnya kekaisaran-kekaisaran
Yunani dan Romawi kemudian. Tetapi dalam masyarakat Israel yang bertani dan
beternak, budak biasanya melayani dan tinggal dalam suatu rumah tangga; tenaganya
melengkapi tetapi tidak menggantikan tenaga anggota-anggota rumah tangga yang
bebas. Dengan kata lain, tenaga kerja budak tidak melepaskan orang Israel yang bebas
dari kerja fisik, seperti dalam masyarakat Yunani kuno. Sepanjang mereka diperlakukan
secara manusiawi (seperti yang dituntut oleh hukum), perbudakan itu dapat dikatakan
tidak begitu berbeda dengan berbagai jenis pekerjaan upahan. Sungguh, budak-budak
menikmati lebih banyak jaminan hukum dan ekonomi daripada orang- orang yang
bebas tetapi tidak mempunyai tanah, para pekerja sewaan dan tukang sewaan.
Kedua, perbudakan dalam Perjanjian Lama tidak dibiarkan tanpa kritik. Beberapa
segi pemikiran dan praktik Perjanjian lama dalam bidang ini sebenarnya "menetralkan"
perbudakan sebagai suatu lembaga dan menjadi benih penolakan yang radikal terhadap
perbudakan dalam pandangan Kristen kemudian.  
Dalam perundang-undangan yang lain ada banyak hukum mengenai pemukulan
atau pembunuhan atas budak-budak orang lain, tetapi tidak ada hukum mengenai
budak sendiri. Dalam hukum Israel, kalau seorang majikan memukul seorang budak
sehingga mati, maka budak itu harus "dibalaskan"". Demikianlah makna harafiah kata
kerja yang dipakai di sini.  Hukum yang berikutnya melindungi seorang budak dari
kecelakaan tubuh. Jika ia dilukai oleh tuannya ia harus dibebaskan. Kata "gigi"
memperlihatkan bahwa luka yang dimaksud bukan hanya luka yang mengurangi
kemampuan budak untuk bekerja. Di situ ada keprihatinan yang mendalam atas
kemanusiaan budak itu.  
Setelah melayani selama enam tahun, seorang budak diberi kesempatan untuk
bebas pada tahun ketujuh. Karena ia tetap tidak memiliki tanah, sangat mungkin
"kemerdekaan" itu hanya berarti dapat berganti majikan. Dalam Ulangan 15: 13-14
hukum asli itu diperluas dengan pemberian yang melimpah, yakni suatu bentuk
tunjangan pengangguran pada zaman itu. Perbudakan tidak harus bersifat menindas.
Hal ini tampak dari hukum Taurat yang mengandaikan seorang budak sering lebih suka
tinggal dalam rumah tangga tuannya daripada kebebasan (Ul. 15:16-17).Yang perlu
dikatakan tentang perbudakan dalam Perjanjian Lama muncul dari catatan di atas
bahwa perbudakan tidak dilindungi sebagai pranata Israel yang hakiki. Itu berarti
perbudakan tidak pernah dipandang sebagai hal yang wajar, suatu bagian ciptaan yang
diatur secara ilahi seolah-olah budak dan orang bebas adalah jenis manusia yang
berbeda. Bagian pertama yang menyebut tentang budak- budak dan perbudakan berada
dalam konteks kutukan. Dalam Kejadian 9:25-27 status perbudakan Kanaan di
kemudian hari dikaitkan dengan kutukan Nuh. Perbudakan dilihat sebagi hal yang tidak
wajar dan terkutuk akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. perbudakan sama sekali
bukanlah keadaan manusia yang hakiki dan tidak dapat diubah.  
Ayat nas dari etika penciptaan dalam Perjanjian lama sangat dekat dengan
penegasan Paulus bahwa budak dan orang merdeka adalah satu di dalam Kristus (Gal.
3:28). Walaupun penegasan Paulus itu cukup jelas, namun penghapusan perbudakan
tidak terselesaikan dalam negeri-negeri Kristen selama berabad-abad, apalagi oleh
jemaat Perjanjian Baru.  
8.3  Penerimaan dan Pengukuhan
Dalam kebudayaan Semit kuno kesatuan itu adalah keluarga luas (extended family),
yaitu rumahtangga  yang menyatukan beberapa generasi dan beberapa keluarga batih
(nuclear family), ditambah para budak dan pekerja yang tinggal bersama-sama. Dengan
demikian kekuatan ikatan kekerabatan dan kewajiban yang dirasakan bukan saja
terhadap saudara kandung tetapi juga terhadap orang tua dan anak, dan ada kepatuhan
terhadap orang tua, kakek, dan nenek yang masih hidup. Dan juga pemeliharaan tanah
milik keluarga juga sangat penting dan dianggab suci. Pada pihak lain pemeliharaan
tanah sangat penting bagi kelangsunagn hidup bagi generasi penerus sebab
kekerabatan dan tanah terjalin erat dalam kerangka  budaya itu.
Keluarga dalam PL
Keluarga adalah unit utama dalam struktur masyarakat PL, karena memang sejak
dari semula Allah memulai rencana penebusan-Nya melalui satu keluarga, yaitu
keluarga Abraham. Dan melalui keluarga Abraham inilah Allah memanggil keluar umat-
Nya untuk membina suatu hubungan yang istimewa dengan Dia, yang dikokohkan
dengan membuat suatu Perjanjian (Covenant). Itu sebabnya anggota yang termasuk
dalam Perjanjian ini adalah mereka yang disebut sebagai "keturunan" (secara jasmani)
Abraham - dan selanjutnya keturunan Ishak dan
Yakub (Im. 26:42,45). Kata "keturunan" ini (Ibr. 'ab' artinya bapak) muncul seribu
dua ratus kali dalam PL. Konsep "keturunan" secara fisik sangat penting bagi bangsa
Israel, karena disitulah ikatan keanggotaan dalam Perjanjian didasarkan. Oleh sebab itu
tidak heran jika banyak sekali ditemui catatan silsilah dalam Alkitab, termasuk dalam
kitab-kitab PB (Mat. 1 dan Luk. 3). Jika mereka termasuk dalam silsilah itu maka mereka
memiliki hak sebagai anggota masyarakat Yahudi yang terikat dalam hubungan
Perjanjian dengan Allah.
Pola sosio-ekonomi kehidupan keluarga itu dalam derajat tertentu yang dimiliki
Israel sebagai bangsa semit kuno yang tidak terlepas dari dan menganggab diri sebagai
umat pilihan Allah sehingga hubungan bangsa itu dengan Tuhan Allah sangat penting.
Dengan demikian peranan kekerabatan tanah sebagai dasar maeyarakat mempunyai
makna yang lebih penting lagi. Secara ringkas kesatuan rumah tangga dengan tanah
adalah sentral bagi segi tiga hubungan antara Allah, Israel dan Tanah. Segi tiga tersebut
adalah:
ü  Hubungan perjanjian antara Allah dengan Israel, Allah sebagai poemilik tanah, tanah
sebagai warisan bagi Israel,keluarga dengan tanahnya adalah kesatuan dasar struktur
sosial dan kekerabatan orang Israel
ü  Keluarga adalah kesatuan dasar pemilikan tanah di Israel
ü  Keluarga adalah sangat penting dalam pengalaman akan hubungan perjanjian
Oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam Perjanjian Lama sangat penting
untuk melindungi keluarga, baik member dukungan teologis atas kebiasaan-kebiasaan
yang merupakan bagian dari budaya kekerabatan maupun undang-undang yang
melindunginya. Dengan demikian pentingnya keluarga dalam bidang sosio-ekonomi dan
budaya dipertegas dan perlindungan terhadapnya diperkuat dan diubah menjadi
perintah etis yang utama berdasarkan teologi sejarah dan penebusan Israel yang khas.
Dalm hal ini perjanjian Allah dan kebudayaan melebur menjadi satu.
8.4  Orang Kristen dan Kebudayaan
Pengajaran Perjanjian Lama mengenai keluarga dapat dilihat dalam dua arah yaitu
: pertama, dengan rujukan pada keluarga dalam masyarakat umum, dan yang kedua,
dengan rujukan kejemaat, khususnya kepada jemaat Kristen sebagai keluarga atau
rumah tangga Allah.
a.        Keluarga dalam masyarakat Umum  
Dalam etika Alkitab, keluarga merupakan pusatnya, oleh karena itu keluarga dapat
dipandang sebagai unsur-unsur pembentuk masyarakat yang sehat. Keluarga dapat
melaksanakan perananya yang penting dalam kehidupan moral dan agama, jadi kita
tegaskan bahwa pentingnya keluarga dalam masyarakat sesuai dengan pandangan
Alkitab.
b.        Keluarga Allah
Dalam Perjanjian baru jemaat Kristen melihat dirinya sebagai ahli waris yanmg
syah  dari sebutan “rumah Israel”, sebagai keluarga Allah baik dalam arti jemaat secara
keseluruhan, maupun dalam arti persekutuan jemaat setempat. Gagasan tentang
keluarga Allah, dalam kenyataannya telah terwujud dalam persekutuan Kristen mula-
mula melalui jemaat dalam rumah tangga.

9. ETIKA PERORANGAN
9.1. Individu dalam Masyarakat
Yang menjdai perhatian ialah tuntutan Allah atas orang perorang dalam
perjalanan hidupnya dan dalam kehidupan sehari-hari. Allah menginginkan suatu mat
kudus yang menjadi milik-Nya, suatu persekutuan yang ditebus dan dalam masyarakat
teladan yang melalui-Nya dan dapat memberikan contoh teladan yang sesuai dengan
rencanya-Nya. Allah menginginkan masyarakat yang memberlakukan prinsip
kesetaraan  dan belas kasihan dalam bidang ekonomi , maka setiap orang dituntut
untuk tidak mementingkan dirisendiri dari kelemahansesamanya. Dengan demikian
orang hidup sesuai dengan cirri-ciri social secara keseluruhan dan menarik hal-hal yang
perlu bagi individu. Singkatnya yang ditekankan adalah soal presprktif, yaitu sifat
persekutuan yang Allah kehendaki dan menentukan sifat pribadi yang berkenan
kepada-Nya. Oleh karena itu dalam etikan perjanjian lama unsure-unsur social dan
pribadi tidak dapat dipisahkan.
9.2. Tanggung Jawab Pribadi
Ada pertanggungjawaban pribadi yang tersirat dalam pertanyaan yang Allah
tujukan kepada Adam yang mengatakan “dimanakah engkau” (Kej 3:9), juga kepada
kain (Kej 4:9). Pertanggungjawaban kepada Allah untuk diri sendiri dan untuk orang
lain adalah hakekat kemanusiaan kita. Perjanjian Allah dan Abraham demi
keturunannya diperbaharui di Sinai dan diperluas hingga kepada generasi yang menjadi
umat tebusan Allah dan kemudian perjanjian itu diterapkan kepada individu.

Tanggapan terhadap Buku Hidup Sebagai Umat Allah


Titik tolok etika Perjanjian Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan
tuntutan perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat
manusia. Oleh karena itu, bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada tindakan Allah
dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi. Hal ini juga
menyebabkan konsep etika Perjanjian Lama selaras dengan sebuah etika yang
dinamakan etika teonom yang berlandaskan hubungan antara Allah dan
umatnya. Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Perjanjian Lama dapat disoroti
dari empat sisi. Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus
memiliki dorongan untuk mengarah pada kelakuan etis dalam wujud tanggapan akan
tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka. Kedua, mengikuti teladan
Allah, dimana bangsa Israel wajib untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kelakuan
mereka. Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan
kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang karenanya manusia harus tunduk sebagai
makhluk ciptaan dan hamba. Keempat adalah menaati perintah Allah.[1]
Karya Allah dalam seluruh peristiwa sejarah Israel merupakan titik tolak utama
dalam Etika Perjanjian Lama. Peristiwa pemanggilan Abraham yang berujung pada
perjanjian dan menyelamatan bangsa Israel dari perbudakan merupakan landasan yang
paling utama dari seluruh tindakan etis bangsa Israel. Seluruh peristiwa sejarah yang
dilakukan Allah dimaknai sebagai seluruh karya Allah yang harus ditanggapi bukan
secara intelektual untuk menelusuri tujuan Allah tetapi melalui tanggapan etis yaitu,
penyesuaian cara hidup dengan tindakan dan sabda Allah.[2]
Tindakan menurut sabda Allah adalah landasan utama yang melandasi segala
tindakan yang lahir dari komunitas ini. Hukum Taurat menjadi dasar yang paling utama
yang mengatur seluruh keberlangsungan kehidupan mereka dalam segala
aspek. Hukum Taurat dipandang sebagai bentuk yang paling penting karena
keseluruhan isinya mengatur tentang bagaimana seharusnya mereka melaksanakan
tugasnya sebagai umat pilihan Allah baik dalam hubungannya secara individual, kolektif
maupun sebagai bangsa. Christoph Barth menjelaskan bahwa, Taurat sebagai
pengajaran atau hukum yang berkembang di kalangan Israel dan penekanan terhadap
penggunaannya terjadi pada masa Israel berada di pembuangan. Hukum
Taurat mengacu kepada kelima kitab Taurat yang diajarkan oleh Musa, yaitu Kejadian
sampai dengan Ulangan. Taurat merupakan sebutan bagi seluruh hukum yang terdapat
dalam Perjanjian Lama. Hukum taurat lahir bukan untuk menduduki keberadaannya
sebagai hukum yang terpisah. Hukum taurat lahir bersama-sama dengan kisah
perjanjian antara Allah dengan umat pilihan-Nya. Melalui keberadaan hukum inilah,
tindakan manusia sebagai umat Allah diberitahukan oleh Allah. Allah memberikan
hukum-Nya agar umat-Nya bertindak sesuai kekudusan Allah.[3]
Dalam Perjanjian Lama, pengelompokan terhadap jenis hukum terdiri atas empat
bagian. Wright menjelaskan bahwa keempatnya adalah, Dasa Titah yang isinya
merupakan perintah Allah yang diberikan pada peristiwa Sinai. Kitab Perjanjian
menempati posisinya yang kedua, seluruh isinya berkaitan dengan ketetapan-ketetapan
yang mengatur kehidupan masyarakat secara sosial. Selain itu, terdapat pula Kumpulan
Imamat yang isinya menekankan tentang bagaimana sebagai komunitas yang menjaga
kekudusan dihadapan Allah melalui tindakan kepada Allah dalam peribadahan maupun
kepada sesama. Terakhir, yaitu Kumpulan Ulangan adalah pengulangan terhadap
bentuk hukum yang sebelumnya telah diungkapkan serta memberikan penekanan
langsung terhadap penggunaan berbagai hukum tersebut. Berbagai bentuk hukum yang
telah klasifikasikan di atas tetap menjadi suatu hukum yag terikat dalam satu bentuk
hukum yaitu, Hukum Taurat.
Dengan demikian, dapat dilihat dengan jelas bahwa hukum taurat menduduki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel. Hukum taurat merupakan
landasan paling utama yang mengatur seluruh kehidupan bangsa Israel dalam tatanan
hidup yang berarah pada kekudusan di hadapan Allah. Hukum taurat mengatur
bagaimana umat pilihan Allah bertindak sesuai dengan ketetapan Pemiliknya.

Etika Perjanjian Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia


pertama. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai
gambar Allah, dalam bahasa Ibrani disebut tselem dan dalam bahasa
Latin disebut Imago Dei. Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga
memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada
waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa. Manusia yang telah diciptakan Allah
selanjutnya merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan
dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah
menentangnya. Hal ini terjadi karena manusia adalah pribadi bebas yang juga
memiliki kehendak bebas. Namun demikian, kehendak bebas haruslah disertai dengan
tanggung jawab. Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan
sebuah perintah kepada Adam yaitu berupa larangan untuk memetik dan memakan
buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat yang berada dalam taman
Eden. Namun demikian, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan
mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah
tersebut. Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut ada sebuah tindakan yang
dilakukan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam
berbuat sesuatu). Tindakan Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang
mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:
1. Ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa yang kemudian telanjang dan merasa
malu dan bersembunyi di antara pohon-pohon dalam taman, Allah mencarinya dan
lebih dahulu menyapanya, dimanakah engkau?(Kej 3:9).
2. Untuk menutupi ketelanjangan manusia, Allah membuatkan pakaian dari kulit
binatang, lalu mengenakannya pada kedua manusia berdosa,Adam dan istrinya Hawa
(Kej 3:21).
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah mau merendahkan
diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.Namun demikian,
sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan
perbuatan dosanya. Hal ini dapat terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega
dan kejam membunuh adiknya Habel, hanya karena iri terhadap
soal persembahan. Tidak hanya itu saja, ketika manusia bertambah banyak,
perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan
manusia (Kej 6:5-6).
Etika dan moral Abraham dapat terlihat ketika ia dipanggil Allah dalam usianya
yang ke 75. Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta
keponakannya Lot menuju Kanaan melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091
SM (Kej 12:1-5). Abraham yang pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan
berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya
daerah Kanaan tersebut. Ketika ia sampai di Kanaan, ternyata negri itu sedang
mengalami bencana kelaparan, oleh karena itu ia bersama dengan keluarganya pergi
ke Mesir melalui Negep. Peristiwa Abraham yang menuruti perintah Allah
memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, antara lain:
1. Berani melangkah mentaati perintah Tuhan untuk menuju ke negeri yang belum
diketahui keadaannya.
2. Bersedia meninggalkan rumahnya dan pergi mengembara yang penuh suka duka serta
ancaman bahaya.
3. Ketika Abraham mencapai tempat yang ia tuju, ada bencana kelaparan disana, namun
Abraham tidak meninggalkan tempat itu melainkan tetap percaya dan setia pada Tuhan.
4. Percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik dan hal itu terjadi hingga
Abraham menjadi Bapa orang beriman bagi segala bangsa.
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, ada juga moral buruk
yang ia tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
1. Ketika ia berada di Mesir dimana ia kuatir dirinya akan dibunuh supaya orang bisa
mengambil istrinya.
2. Abraham berbohong demi menyelamatkan dirinya dengan mengakui istrinya sebagai
adik.
3. Sikap egois dan tidak mengasihi istri dimana Abraham tidak melindungi istrinya dan
membiarkan istrinya rela diambil orang.
4. Abraham tidak menyerahkan perlindungannya pada Allah tetapi ia tenggelam pada
perasaan takutnya yang bisa mengancam nyawanya. [4]

Kesimpulan
Etika dalam Perjanjian Lama berangkat dari peristiwa bersejarah bangsa Israel
yang melahirkan etika dan ketaatan umat kepada Allah. Etika Perjanjian Lama adalah
aturan atau norma-norma yang belaku pada masa Perjanjian Lama. Etika ini berasal
dari Etika Yahudi dan tradisi yang berkembang pada saat itu. Sumber utama etika ini
masih dapat bertahan melalui tradisi oral atau lisan yang berkembang dalam bangsa
Israel, yaitu sang orangtua menceritakan berbagai hal kepada anak-anaknya.
 Dengan demikian, kehadiran buku ini sangat menggembirakan, khususnya bagi
para mahasiswa teologi, pendeta, dan pemerhati studi alkitab. Buku hidup sebagai umat
Allah ini disusun dalam dua bagian besar:
Pertama, buku ini :menyajikan kerangka dasar kepercayaan yang
melatarbelakangi pengajaran etis perjanjian lama. Tujuannya adalah agar latar belakang
dan konteks dari pokok-pokok yang dibicarakan jelas bagi kita dalam melangkah ke
penafsiran dan penerapan yang tepat.

[1] Verne H. Fletcher, Lihatlah sang Manusia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2007 :   hlm.
124-125, 160.
[2] Ibid., :  hlm. 141
[3]  Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1984 :  hlm.
291-292
[4] Karel Sosipater, Etika Perjanjian Lama. Suara Harapan Bangsa, Jakarta 2010 : hlm.
9-21.

Anda mungkin juga menyukai